0 KARYA TULIS
POTENSI PANTAI MENGIAT SEBAGAI AREA
TRANSLOKASI MOLUSKA
OLEH:
DRS. JOB NICO SUBAGIO, MSI NIP.195711201986021001
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIK ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2018
1 DAFTAR ISI
Ringkasan
I. PENDAHULUAN
1.1. Pantai Mengiat ... 3
1.2. Siput Abalon sebagai moluska komoditas ... 4
1.2. Indikator ekologis sebagai sebagai penetapan kondisi lingkungan ... 5
1.3. Tujuan Khusus Penelitian ... 6
1.4. Urgensi Penelitian ... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Sosio-ekologi ... 8
2.2. Biologi dan Sebaran Siput Abalon ... 8
2.3. Status Sumber Daya Genetik Abalon dan Kawasan Konservasi ... 10
2.4. Posisi Penelitian dan State of Art ... 10
III. METODA PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian... 11
3.2. Prosedur Penelitian ... 12
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Sosial Ekonomi Masyarakat ... 15
4.2. Potensi Sumber Pakan Abalon ... 16
. 4.2. Potensi Sumber Daya Pendukung ... 16
KESIMPULAN DAN SARAN ... 25
2 RINGKASAN
Kawasan Nusa Dua , dimana pantai Mengiat termasuk didalamnya, berada dalam Kabupaten Badung. Kawasan Nusa Dua merupakan kawasan wisata perairan yang diawasi dan dikonservasi oleh kelompok masyarakat setempat, sehinga kawasan perairan Nusa Dua memiliki keaman yang cukup baik. Namun, hasil penelitian mengenai sumberdaya alam pendukung kehidupan moluska diantaranya abalone di perairan Nusa Dua masih terbatas, seperti ketersediaan bahan pakan rumput laut dan kalitas faktor lingkungan perairan.
Plasmanutfah siput abalone jenis Haliotis squamata di Bali ditemukan di kawasan perairan pantai Desa Cemagi Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung dan perairan pantai Melaya Kabuapten Jemberana. .Hasil penelitian menunjukkan adanya overfishing dikawasan tersebut akibat eksploitasi secara terus menerus dan tidak selektif oleh masyarakat,serta tekanan akibat pengalihan fungsi kawasan untuk pariwisata. Namun, masih belum ada upaya untuk penyelematan sumberdaya plasmanitfah abalone tersebut, Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah restokcking atau translokasi ke kawasan perairan pantai di wilayah perairan di Bali. Salah satu kawasan yang memiliki potensi untuk translokasi abalaon, salah satunya adalah kawasan pantai Mengiat
Tujuan penelitian ini adalah untuk status dan kondisi lingkungan perairan kawasan perairan Nusa Dua sebagai calon kawasan translokasi abaloan. Variabel variable yang diamati adalah (1) potensi sumberdaya pakan alami abalon (alga makro/
rumput laut) dan tanaman lamun, (2) kondisi terumbu karang dan keragaman invertebrate (3)dinamika kualitas perairan seperti faktor fisika(tipe sedimen dan dinamika suhu perairan) dan faktor kimia perairan (Silikat, Nitrit, Nitrat, pH, salinitas dan andungan khlorofil) (4) aktifitas masyarakat lokal dan wisatawan di calon kawasan translokasi.
Penelitian mengenai sumberdaya ruput laut, tanaman lamun, keragaman invertebrate dan terumbu karang menggunakan metode line transect.
Metode
analisis laboratorium untuk mengetahui faktor fisika dan kimia lingkungan perairan Nusa Dua.
Hasil penelitian ini secara keseluruhan dapat dijadikan sebagai dasar penilaian kelayakan perairan Nusa Dua sebagai kawasan tarnslokasi plasmanutfah abalon jenis Haliotis sqaumata dan pengembangan Kawasan Konservasi Laut (KKL)
Kata Kunci: Translokasi, Abalon; Haliotis squamata; Nusa Dua; Konservasi
3
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Pantai Mengiat
Pesisir Nusa Dua dimana pantai mengiat termasuk didalamnya memiliki ekosistem lengkap, yaitu terumbu karang, padang lamun, dan hutan bakau.
Pantainya juga diketahui sebagai habitat peneluran penyu lekang (Olive ridley /Lepidochelys olivacea) atau nama lain penyu sisik semu atau abu-abu. Di masa lalu, sebelum Kawasan Pariwisata Nusa Dua dibangun, masyarakat nelayan hidup dari menangkap ikan di sekitar terumbu karang dan perairan Nusa Dua hingga ke Uluwatu. Sebagian nelayan juga memanfaatkan terumbu karang untuk bahan bangunan. I Ketut Koder, (perskom). Penambangan karang secara besar-besaran terjadi pada awal tahun 1960-an, mengakibatkan terumbu karang di area intertidal hancur dan habis ditambang. Saat itu, selain untuk keperluan kontruksi bangunan rumah tangga, penambangan karang juga dijadikan mata pencaharian sebagian penduduk lokal, dijual ke Denpasar dan sekitarnya. Penambangan berhenti saat kawasan The Nusa Dua yang dikelola ITDC (dulu bernama BTDC) mulai dibangun awal tahun 1970-an. Terumbu karang yang tersisa umumnya berada di lereng terumbu (slope) pada kedalaman di atas 3 meter.
Meskipun pariwisata telah berkembang, pemanfaat telur penyu dan dagingnya untuk dikonsumsi masih terus berlanjut. Pihak pengelola kawasan pun tidak secara khusus melakukan pelestarian penyu dan habitat penelurannya, dikarenakan minimnya informasi dan pemahaman di tingkat pengelola, pemerintah dan masyarakat. Kesadaran akan pentingnya konservasi penyu baru muncul pada awal tahun 2000an, diikuti dengan inisiasi rehabilitasi terumbu karang oleh Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) pada pertengahan 2009.
Inisiasi rehabilitasi dilanjutkan oleh Nusa Dua Reef Foundation bekerja sama dengan Koperasi Yasa Segara Bengiat dan Koperasi Mertha Segara Samuh.
Pokmaswas Yasa Segara Bengiat yang merupakan bagian dari Koperasi Yasa Segara Bengiat, juga terlibat di dalamnya.
Pada tahun 2015, Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Yasa Segara Bengiat Nusa Dua bekerja sama dengan Nusa Dua Reef Foundation dan Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar Direktorat
4 Jendral Pengelolaan Ruang Laut KKP melakukan konservasi haliotisabitat
peneluran penyu dan pengembangan taman laut “Coral & Kima Garden”. Pada tahun 2015, Pokmaswas tercatat telah mengamankan 3 sarang penyu lekang. Pada musim peneluran tahun 2016 terjadi peningkatan sarang penyu di sepanjang pantai Nusa Dua. Berdasarkan data yang dikumpulkan NDRF mulai Mei sampai dengan Juli 2016, tercatat 33 sarang, 8 sarang
1.2. Siput Abalon sebagai moluska komoditas
Kerang kelompok abalon merupakan salah satu komoditi perikanan laut yang memiliki nilai ekonomitinggi (Freeman, 2001). Namun, berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa sumberdaya alam abalone telah mengalami penurunan akibat over fishing (Chick et al .,2013). Kondisi yang sama juga dialami pada sumberdaya abalone di Bali. Sumberdaya abalone di wilayah perairan Bali tergolong jenis Haliotis squamata dapat ditemukan di perairan di kawasan pantai Desa Cemagi Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung dan pantai Pekutatan Kabupaten Jemberana.Hasil penelitian Yusup (2014) mengindikasikan bahwa sumberdaya abalone di kedua wilayah perairan tersebut telah mengalami over ekslloitasi akibat penangkapan berlebihan. Namun meski demikian masih belum ada upaya untuk melakukan penyelamatan terhadap sumberdaya plasmanutfah tersebut. Penyelamatan plasma nutfah dapat dilakukan dengan pengembangan budidaya abalone di bak pemeliharaan, sebagai alternative kegiatan masyarakat. Alternatif lainnya adalah dengan melepas ke alam hasil pembenihan. Pelepas liaran ini dapat dilakukan secara insitu (dihabitatnya)
atau eksitu (translokasi). Restocking ini berujuan untuk meningkatkan populasi di alam (Chick et al .,2013)dan jumlah sumber genetik ( source population ) di alam. Sehingga populasi dan keragaman genetic dapat terjaga. Kegiatan penyelamatan telah berhasil dilakukan diberbagai negara seperti Australia (Rowan et al . 2013), Mexico dan jepang (Searcy-Bernal et al . 2013) Oman ( De Wall et al., 2013).
Abalon sangat rentan terhadap perubahan lingkungan khususnya suhu air sehingga sering mengalami kematian ketika dilepas ke alam. Oleh Karena itu keberhasilan kegiatan restocking dan translokasi sangat tergantung pada dinamika kondisi lingkungan (Chick et al. , 2013) dan ketersediaan sumber
5 bahan pakan abalone yaitu rumput laut (Fleeming, 1996). Oleh Karena itu data
dasar atau awal mengenai dinamika kondisi lingkungan dan kemelimpahan sumber bahan pakan di kawasan translokasi sangat penting untuk untuk dijadikan dasar pemilihat tempat dan waktu pelepasan abalone.
1.2. Indikator ekologis sebagai sebagai penetapan kondisi lingkungan
Untuk mengetahui kondisi lingkungan di perairan pantai Mengiat Nusa Dua Bali perlu dilakukan pengamatan biota sebagai bioindikator ekologis. Beberapa hal yang akan dilakukan yaitu identifikasi dan penghitungan kemelimpahan invertebrata, komunitas dan penutupan terumbu karang dan luasan tutupan padang lamun.
Ketersedian dan kemelimpahan inverterata dapat dipakai sebagai bio- indikator lingkungan untuk kecocokan lingkangan dengan abalon yang tergolong moluska.
Ketersedian algae sebagai sumber makanan juga akan di estimasi dari luas tutupan yang terbentang pada perairan pantai. Ketersediaan ini akan dipakai dasar sebagai penentuan populasi moluska, dalam hal ini abalon, yang akan di translokasi.
Ekosistem terumbu karang sangat berperan dalam memelihara kesinambungan keberadaan biota laut, terutama yang berpotensi sebagai komoditi.
Tersedianya terumbu dengan tutupan karang yang baik, dipakai sebagai indikator, dan berperan dalam menjaga kestabilan ekosistem.
6 1.3. Tujuan Khusus Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk status dan kondisi lingkungan perairan kawasan perairan Nusa Dua sebagai calon kawasan translokasi abaloan yaitu:
1. potensi sumberdaya pakan alami abalon (alga makro/ rumput laut)
2. Kondisi terumbu karang , tanaman lamundan keragaman invertebrate
3. Dinamika kualitas perairan seperti faktor fisika(tipe sedimen dan dinamika suhu perairan) dan faktor kimia perairan (Silikat, Nitrit, Nitrat, pH, salinitas dan andungan khlorofil)
4. Aktifitas masyarakat lokal dan wisatawan di calon kawasan translokasi.
1.4. Urgensi Penelitian
Sumberdaya abalone H squamata di perairan pantai di Bali dapat tergolong
endemik di kawasan perairan pantai Desa Cemagi Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung. Sumberdaya H. squamata di kawasan tersebut terindikasi mengalami tekanan akibat aktifitas pengambilan (eksploitasi) secra terus menerus (berkelanjutan), dan tekanan yang berasal dari pengalihan fungsi kawasan untuk perkembangan industri pariwisata. Namun Belum ada upaya penyelamatan sumberdaya plasmanutfah tersebut. Semakin menurunnya jumlah populasi akan berdampak terhadap struktur gentik abalone akibat semakin meningkatnya inbreeding akan berdampak terhadap enurunnya variasi genetic abalone. Semakin menurunnya keragaman genetk semakin rentan suatu populasi terhadap tekanan faktor lingkungan.
Restocking dan translokasi abalone yang diperoleh dari hasil kegiatan hatchery. Oleh karena itu restocking dan translokasi memerlukan strategi agar mencapai sesuai tujuan seperti ukuran yang dilepas dan pemilihan lokasi. Oleh karena itu abalone yang akan dilepas sebaiknya tidak fase juvenile karena masih sangat rentan terhadap peruahan lingkungan (Arnorld, 2008). Menurut De Waal et al. (2013) pemilihan lokasi memegang peranan penting karena kondisi lingkungan antar lokasi sangat bervariasi. Oleh karena itu kegiatan restocking dan translokasi sangat tergantung pada kelengkapan data-data sumberdaya lingkungan kawasan translokasi
7 Kelengkapan data faktor lingkungan sangat penting untung mendukung keberhasilan restocking dan translokasi .Selain faktor lingkungan perairan, faktor lainnya yang sangat penting adalah keamanan dari gangguan manusia seperti pengambilan atau pun aktifitas masyarakat. Oleh karena itu pemilihan lokasi translokasi juga memegang peranan penting. Salah satu perairan yang dikelola oleh masyarakat adalah kawasan perairan Nusa Dua Kabupaten Badung.
Kawasan ini merupakan tempat propagasi karang dan budidaya rumput laut.
Sehingga kawasan dapat digunakan sebagai pilot project kegiatan restocking dan translokasi sumberdaya abalone. Namun, informasi mengenai kondisi lingkungan dan ketersediaan rumput laut di kawasan perairan Nusa Dua masih terbatas.
Hasil penelitian ini secara keseluruhan dapat dijadikan sebagai dasar penilaian kelayakan perairan pantai Mengiat Nusa Dua sebagai kawasan tarnslokasi plasmanutfah genetika moluska diantaranya abalon jenis Haliotis sqaumata dan pengembangan Kawasan Konservasi Laut.
Menurut Indrawan dkk. (2008) konservasi organisme indigenus yang dalam keadaan terancam merupakan prioritas program konservasi species dan ekosistem (kawasan), sebagai upaya untuk mempertahankan sustainabilitas kekayaan spesies atau juga plasmanutfah nasional dari kepunahan.
Berasarkan kajian pustaka, keterbaruan penelitian ini adalah merupakan penelitian pertama tentang upaya translokasi sumberdaya plasma nutfah abalon Haliotis squamata antar lokasi di wilayah di Bali.
8 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Konsep Sosio-ekologi
Kegiatan eksploitasi sumberdaya alam pada umumnya kurang memperhatikan faktor potensi alam sehingga sering kegiatan eksploitasi melebihi daya dukung lingkungan
Pada akhirnya akan mengakibatkan kerusakan sumberdaya alam bahkan tidk jarang mengakibatkan kepunahan populasi yang menempati habitat yang over eksploitasi
Perubahan ekosistem akan menghasilkan umpan balik terhadap kegiatan pemanfaatan oleh manusia, dan manusia akan mengubah pola pemanfaatan.
Hubungan timbal balik tersebut menghasilkan hubungan antara ekosistem dengan sisitim sosial masyarakat, dan hubungan ini dikenal dengan sebutan sistem sosial ekologi (social-ecology system) (Anderies et al., 2004).
Secara umum konsep ini menjelaskan bahwa manusia sebagai "user" akan menggunakan alat bantu infrastruktur berupa perangkat fisik (sarana dan prasarana) dan peragkat sosial (peraturan adat/ pemerintah). Penggunaan alat bantu tersebut "cenderung meningkatkan" tingkat penggunaan (eksploitasi) suberdaya alam, sehingga akan mempengaruhi keadaan sumber daya.
2.2. Biologi dan Sebaran Abalon
Abalon adalah hewan lunak (Moluska) yang hidup dilaut dan memiliki satu cangkang, (Gastropoda) yang ekonomis dengan pasar internasional yang sangat tinggi (Anonym, 2003). Warna pada cangkang sering di gunakan sebagai dasar pengkalsifikasian tingkat jenis, misal Abalon hitam (H. cracherodii), hijau (H.
fulgens) dan merah muda (H. corrugate) merah (H. rufescens) (Tom, 2007 (Freeman, 2001).
Abalon paling banyak ditemukan di daerah yang memiliki empat musim dan hanya sedikit ditemukan di daerah tropis (termasuk Indonesia) (Setyono,2004a ). Abalon yang dikenal di Indonesia adalah Haliotis asinina, Haliotis suqamata dan Haliotis diversicolor, yang tersebar luas di perairan Sumatra, Sulawesi,
9 NTT, Madura, Maluku dan Bali.
Jenis abalon yang telah dikembangkan adalah Haliotis asinina, Haliotis suqamata (Fermin dan Encena II, 2009; Susanto dkk., 2010; Rusdi dkk, 2011).
Di wilayah perairan Bali, jenis Haliotis squamata adalah indigenus di kawasan pantai Desa Cemagi Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung.Sumberdaya abalone di kawasan tersebut tergolong melimpah dan telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat.
Kebiasaan Makan Abalon
Pada phase post larva sampai spat ( Ø ≤ 2cm), hidup menempel dan mengkonsumsi diatom (Tom, 2007). Pada pahse yuwana (≥ 20 mm) sampai dewasa akan mengkonsumsi alga makro (Rusdi dkk., 2011). Abalon mengkonsumsi terutama alga merah (Rhodophyta) misal Gracillaria sp, coklat (Phaeophyta) misal laminaria Laminaria sp dan hijau (Chlorophyta) misal Ulva sp (Susanto dkk , 2010). Jenis rumput laut yang paling disukai abalone adalah jenis Ulva sp.
(Rusdi et al., 2010)
Reproduksi abalon
Abalon jantan dan betina dewasa mudah dibedakan, pada saat matang gonad, testis berwarna krem sedangkan ovarium berwarna kehijau-hijauan. Fertilisasi terjadi secara eksternal (Setyono, 2004).Telur yang sudah dibuahi menetas menjadi larva yang melayang, kemudian pada tahap selanjutnya menjadi pemakan
plankton ( plankton feeder ) hingga mulai terbentuk cangkang (juvenil). Juvenil abalon cenderung melayang ke dasar perairan dan melekatkan diri pada substrat solid (misalnya batu) dengan memanfaatkan kaki ototnya.
Musim pemijahan abalon bersifat species specifik dan terkait suhu perairan, misalnya Abalon hitam (Heliotus cracherodii), hijau (H. fulgens) dan merah muda (H. corrugate) mijah pada musim semi sampai gugur (Tom, 2007).
10 2.3. Status Sumberdaya Genetik Abalon dan Kawasan Konservasi Laut
Status Heliatus squamata diperairan pantai wilayah Bali adalah Indigenus species dijumpai pada kawasan perairan pantai desa Cemagi dan sekitarnya Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung (Rusdi, 2012-pers.com). Namun meski demikian wilayah ini belum termasuk dalam daftar kawasan konservasi laut daerah/ KKLD (Anonym, 2008).
Menurut Maskur (2002) langkah yang diperlukan untuk pembentukan
kawasan konservasi perikanan adalah meneliti dan mengidentifikasi kawasan yang krusial; dan menyusun konsep dan peraturan pemanfaatan sumberdaya; dan mencegah kerusakan lingkungan sekitar dan habitat.
2.4. Posisi Penelitian dan State of the art
Berasarkan kajian pustaka,keterbaruan penelitian ini adalah merupakan penelitianpertama tentang upaya translokasi sumberdaya plasma nutfah abalon Haliotis squamata antar lokasi / wilayah di Bali.
11 BAB III. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian
Lokasi penelitian adalah perairan wilayah paantai Mengiat Nusa Dua Kabupaten Badung.
Gambar. 31. Lokasi Pantai Mengiat
12 Waktu penelitian
Penelitian akan dilakukan selama bulan enam bulan (Mei 20117 – Oktober 2017).(Tabel 2)
3.2. Prosedur Penelitian
3.2.1. Sosial Ekonomi Masyarakat
Penelitian aspek I mencakup tiga pengamatan yaitu:
Kelompok nelayan , untuk mengetahui jumlah kelompok nelayan abalon yang beraktifitas. Penelitian ini dilakukan pendataan secara langsung dan wawancara dengan nelayan.
Aktifitas pemanfaatan peruntukan kawasan , dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung kegiatan masyarakat di kawasan pantai Mengiat Nusa Dua.
Manajemen pengelolaan kawasan untuk mengetahui kegiatan pengawasan dan kegiatan -kegiatan konservasi kawasan oleh masyarakat local maupun kerjasama dengan fihak luar. Penelitian bagian ini dilakukan dengan melakukan pendataan langsung kegiatan dan fihak-fihak terkait.
3.2.2. Potensi Sumberdaya Pakan Abalon
Potensi sumberdaya abalon meliputi kelimpahan dan sebaran rumput
laut; Pengambilan data menggunakan metode transek dengan kuadrat dari Short et al. (1994). Identifikasi jenis menggunakan panduan identifikasi dari Mother dan Bennet (1994); Christianson et al. (1988) dan Van Reine dan Troo Jr.(2002) Lokasi pantai mengiat dibagi menjadi lima transek yang tegak lurus pantai dari pinggir sampai dengan tubir (batas wilayah pasang surut/ intertidal) dengan jarak antar transek adalah 50 meter, tiap transek dibagi menjadi 20 titik sampling ( sampling point) . Pengambilan data menggunakan kuadrat (1 X 1 m). Data abalon yang diamati adalah jenis dan persen penutupan..
3.2.3. Potensi sumberdaya pendukung
Penelitian aspek III mencakup sumberdaya pendukung (lamun, terumbu karang dan invertebrata) dan faktor fisika kimia lingkungan.
13 Tumbuhan Lamun
Pengamatan tumbuhan lamun menggunakan metode transek dari Short al ., (2004). Kawasan di bagi menjadi tepi , tengah dan tubir. Pada masing-masing kawasan tersebut dibentangkan transek segaris pantai sepanjang 25 m. Masing- masing traksek diambil sampel sebanyak 10 titik dengan menggunakan kuadrat ukuran 0.5 X 0.5 m. Variabel yang diamati adalah keragaman jenis dan persen penutupan. Panduan identifikasi yang digunakan adalah panduan dari Short et al (2004) dan McKenzie and Yoshida (2009).
Analisa data menggunakan:
a. Untuk melihat keragaman species lamun digunakan indeks keragaman species Shannon Wiener (1949) dengan rumus :
H' = - ∑ si=1 pi ln pi
dimana H’ adalah indeks keanekaragaman; S adalah jumlah jenis; pi adalah ni/N;
ni adalah jumlah individu jenid ke-i; dan N adalah jumlah total individu semua jenis.
Nilai persen penutupan total yang diperoleh digunakan untuk mengetahui kondisi lamun, berdasarkan kriteria sebagai berikut : (Brower et al., 1990 dalam Fauziyah, 2004)
C < 5% : sangat jarang 5. = C < 25% : jarang 25. = C < 50% : sedang 50. = C < 75% : rapat C ≥
75%
Invertebrata
Sampling fauna invertebrate menggunaan transek tegak lurus pantai. Kawasan pantai dibagi menjadi lima transek dengan interval 50 meter. Pengambilan sampel pada masing-masing transek dilakukan sepanjang transek sampai dengan tubir yang dipilih secara acak. Pengambilan data menggunakan kuadrat 2.5 X 2.5 m.
Jenis-jenis yang ditemukan diidentifikasi menggnaan panduan dari Mother dan Bennet (1994); Dharma (1992).
14 Data dianalisa menggunakan indeks keanekaragaman Shanon-Winner (H), indek
similaritas (E) dan Indeks dominansi ( C ). Rumus indeks-indeks tersebut seperti pada analisis data bagian lamun
Terumbu karang
Pengamatan terumbu karang dilakuan menggunakan belt transek sesuai dengan buku petunjuk English et al. (1994).Pengamatan dilakukan pada tiga transek sejajar garis pantai. Variabel yang diamati adalah persen tutupan dan tipe /tekstur koral.
Data dianalisa menggunaka formula:
Tutupan karang (%) = (Total area ditutupi karang / total luas area) X 100%
15
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Sosial Ekonomi Masyarakat
Hasil wawancara dengan tokoh nelayan didapat beberapa informasi.
Nelayan yang juga warga masyarakat sekitar berjumlah 31 orang yang sejak tahun 2010 membentuk Pokmaswas Yasa Segara Bengiat dan sekaligus juga tergabung dalam KUB Yasa Segara Anggota Pokmaswas adalah juga anggota KUB Yasa Segara. Anggota Pokmaswas adalah nelayan pariwisata dengan berbagai usaha jasa pariwisata, seperti penyewaan kursi clan payung untuk turis, menyewakan kapal, dan mengelola sebuah restoram Sebagian anggotanya masih aktif menangkap ikan untuk tuiuan komersial, biasanya dilakukan saat tidak ada jadual menjaga penyewaan kursi dan payung, Tugas utama sebagai kelompok masyarakat pengawas dilakukan dengan cara melakukan pengawasan di sekitar pantai dan perairan Nusa Dua. Pengawasan dilakukan 24 jam dengan ditugaskannya beberapa anggota Pokmaswas sebagai tenaga keamanan.
Sejak didirikan tahun 2010, Pokmaswas secara aktif ikut terlibat dalam konservasi laut. Pada tahun 2014, Pokmaswas mendapat penghargaan Iuara I Nasional lomba Pokmaswas dz” Kementerian Kelautan dan Perikanan RI.
Beberapa kegiatan telah dilakukan yaitu:
Melakukan pengawasan dam pemantauan keamanan sepanjang pesisir Nusa Dua setlap hart selama 24 jam.
1. Melakukan penangkapau nelayan kompresor di wilayah perairan Nusa Dua (2016).
2. Melakukan pemantauan dan pengamanan sarang-sarang penyu selama musim peneluran. serta aktif melibatkan masyarakat, turis, dan manajemen hotel dalam pelepasliaran tukik.
3. lkut terlibat dalam berbagai kegiatan konservasi terumbu karang melalui pengembangan Coral dan Kima Garden serta pemantauannya dalam pengembangan ekowisata.
4. Mendukung program pemerintah pusat dan daerah dalam hal pengawasan
16 dan konservasi wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil.
5. Terlibat dalam inisiasi pembentukan kawasan konservasi perairan kabupaten Badung.
Kelompok ini juga sudah merencanakan kegiatan berupa :
1. Pengembangan Pondok lnformasi Bahari sebagai pusat informasi kegiatan kelompok.
1. Mengembangkan mekanisme pendanaan berkelanjutan untuk mendukung program rehabilitasi terumbu karang Nusa Dua (Coral& Kima Garden).
2. Menambah terumbu buatan dan transplantasi karang Coral Garden.
3. Pengamanan sarang telur penyu dan penangkaran tukik.
4. Kerjasama dengan PSDKP Benoa dan keamanan dalam pengawasan lingkungan perairan bersama Bakamla, termasuk pengawasan penangkapan ikan kompresor yang tidak ramah lingkungan
4.2. Potensi Sumber Pakan Abalon
Jenis Alga yang dapat ditemukan sebanyak 16 seperti yang tercantum pada Tabel 4.1 .Gracillaria sp dan Ulva sp merupakan alga yang paling sering ditemukan. Keduanya merupakan algae yang sangat digemari ( Jusup, DS, komunikasi pribadi) Dengan banyaknya alga Gracillaria sp dan Ulva sp, secara umum cukup melimpahnya ke dua alga tersebut sangat mendukung kehidupan Abalon karena kedua alga tersebut merupakan makanan utama abalon.
4.3 Potensi Sumber Daya Pendukung
Tumbuhan Lamun
Pengambilan sampel dengan menetapkan dua transek pada posisi tepi dan tubur dengan masin masing transek berisi 10 titik kauadrat. Dari pengambilan sampel pertama didapatkan 5 jenis di pantai Mengiat (Lihat Tabel 4.2) dengan kondisi
17 tidak merata dan persen tutupan bervariasi dari 0 – 90%. Rendahnya kondisi
tanaman lamun di pantai Mengiat terjadi karena kegiatan penambangan karang dimasa lampau.
Tabel 4.1 Jenis Algae dan penyebarannya pada area cuplikan
Transek 1 Transek II Transek III Transek IV Transek V
Kuadrat 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
JENIS
1 Caulerpha sp ** * *
2 Leathesia sp * * * *
3 Padina sp **
4 Bornetella sp ** ** *
5 Codium sp *
6 Colpomenia sp *
7 Chrysymenia sp. **
8 Enteromorpha sp * * *
9 Eucheuma sp
10 Gracillaria sp ** ** ** * ** ** * ** ** ** **
11 Halymeda sp,
12 Hydroclathrus sp * **
13 Sargassum sp * * * *
14 Turbinaria sp ** **
15 Ulva sp ** ** *
16 Dyctyoshpaera sp. * * *
Keterangan * : ada; ** : banyak
Pengambilan cuplikan dengan metode transek garis ini umumnya diterapkan pada area kumpulan lamun yang tersebar merata sehingga membentuk padang. Sebagaiman disebutkan, pantai mengiat memiliki lamun yang tersebar berkelompok. Penyebaran ini bukan karena sifat alami lamun, namun karena kegiatan penambangan masa lalu sehingga banyak terbentuk lubang lubang galian karang. Dengan demikian perhitungan keaneka ragaman, cenderung bersifat bias, karena berapa kelompokkan lamun memiliki spesies dominan yang berbeda.
Kumpulan lamun ini sangat bermanfaat bagi abalon sebagai habitat tempat berlindung sambil mencari makan dan berkembang biak. Keunikkan lain
18 daerah ini algae terutama Ulva dan Gracilaria dan tumbuh berdampingan
wakaupun lamun sangat rapat, Kondisi seperti ini sangat ideal untuk tempat hidup abalon secara alami. Padatnya lamun diselingi beberapa algae dapat terlihat pada foto pada Gambar 4.1
Tabel .4.2 Sebaran Lamun yang dijumpai pada 40 Kuadrat dari 5 Garis Transek
Transek I Transek II Transek III Transek IV Transek V
1 - 40% Thalasia 15% Thalasia - 80%
Syringodium
2 60% Cymodocea 30% Thalasia - - -
3 20%
Thalasodendron 10% Syringodium 5% Thalasia
5% Thalasia 30% Thalasia
- -
4
- - 60% Thalasia
- - -
5 - 80% Thalasodendron 2% Thalasia - -
6 -
40% Thalasia 25% Thalasodendron 5% Cymodocea
- - -
7 - - - - -
8 30% Thalasodendron - - - -
9 30% Cymodocea - - - -
- 1
0
25% Thalasodendron - - - -
19 Gambar 4.1. Gracilaria yang tumbuh diantara kepadatan lamun.
Invertebrata
Pengambilan sampel dengan menetapkan lima transek pada posisi tepi dan area paparan terumbu dengan masing masing transek berisi 3 titik kauadrat. Jenis invertebrata yang dapat dijumpai pada saat penelitian di area pengambilan cuplikan tertera pada tabel Tabel 4.3.
Terumbu Karang
Kawasan pariwisata Nusa Dua dikenal dunia sebagai salah satu destinasi Wlsata dengan fasilitas eksklusif dam terintegrasi. Kawasan ini memiliki bentang pantai berpasir putih yang indah sepanjang 4 km, serta memiliki ekosistem pantai lengkap yaitu terumbu karang, padang lamun dan mangrove. Selain menyumbang jasa lingkungan perlindungan pantai dan wisata bahari bagi kawasan pariwisata Nusa Dua, sumberdaya pesisirnya merupakan sumber makanan dan perikanan bagi masyarakat lokal.
20 Tabel 4.3. Jenis Invertebrata yang ditemukan di Pantai Mengiat
Lokasi
Area
A
Area
B
Area
C
Kuadrat ke 1 2 1 2 1 2
Jenis jumlah individu/m persegi Jumlah
Total
Azorinus coarctatus 4 3 1 1 9
Polichaeta 6 4 2 2 1 1 16
Charoniatritonis 2 2 1 1 6
Chiton sp. 2 3 5
Conus litteratus 1 1 2 2 2 3 11
Conus miles 1 1 2 3 4 2 13
Conus sp. 2 2 1 4 2 3 14
Conus vexillum 1 1 2 1 5
Echinaster 1 1 2
Charybdis sp 1 1 2
Coenobita sp(Hermit crab) 1 1 2
Liocarcinus sp 2 1 3
Latirolagena smaragdula 2 2 1 1 6
Linckia multifora 1 2 3 2 3 3 14
Mitra sp. 3 2 4 5 2 2 18
Morula granulata 3 4 1 2 10
Myoida sp 3 5 1 1 10
Nudibranchia sp 1 1 2
Olivacaerulea 1 1 2 4
Ophiocomadentata 1 1 2
Ovula ovum 2 2 1 5
Pleuroplaco filamentasa 1 1 2
Strombus sp 1 1
Terebralia sp 1 1
Thais tuberosa 1 1
Tripneustus gratilla, 1 1 2
Tubifora musica 1 1 2 1 5
Jumlah 38 40 23 30 21 19 171
21 Gambar 4.2 Pesisir Pantai Mengiat dari Udara. Di area laut tampak terumbu yang
tersisa berwarna lebih gelap. Warna cerah adalah akibat penggalian karang dimasa lalu
Saat ini kondisi pantai Nusa Dua mengalami abrasi yang cukup parah., (Lihat Gambar 4.2). Hal ini terlihat dari berkurangnya pepohonan dan menyusutnya pasir pantai yang tergerus oleh abrasi. Kerusakan ekosistem pantai, seperti terumbu karang, merupakan salah faktor penyebab abrasi. Selain kehilangan sumberdaya alam yang sangat berharga, pemulihan secara alami membutuhkan waktu sangat lama , Tutupan terumbu karang diddominasi oleh pasir. Hasil analisa CPCe (Coral Point Count with Excel extensions), yaitu menghitung tutupan karang dengan aplikasi fotografi dari rentangan transek yang dapat dihitung dengan program Excel. Metode ini sedang di sosialisai oleh Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI untuk ditetapkan sebagai metode terkini yang lebih efisien.
Analisa data yang diperoleh dari pengamatan dari 4 garis yang transek yang dibentang menunjukkan substrat didominasi pasir (30% ). Lamun dan organisme lain menutupu 27.01% subtrat. Patahan karang asebesar 24.49%. Tutupan karang keras dari kelompok seperti Acropora Tabulate (ACT), Acropora Sub Massive (ACS), Acropora Encrusting (ACE) hanya sebesar 3.13%.
22 Kondisi terumbu karang tergolong kedalam kondisi kurang baik. Terumbu
karang Pantai Mengiat Nusa Dua kurang baik sebagi habitat, pemijahan dan perbesaran abalon. Namun adanya padang lamun yang sangat padat walaupun bersifat tersebar dapat dipakai sebagai habitat abalon. Pembenihan abalon dapat dilakukan di laboratorium, dan balai pembenihan, seperti di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut – Gondol, Bali.. Abalon hasil pembenihan dapat ditranslokasikan ke pantai Mengiat.
Patahan karang dengan adanya algae kalkareus dapat direkatkan untuk menjadi substrat tempat tumbuhnya karang. Tersedianya kalkareus algae, berpotensi untuk pelekatan patahan karang, dan memebentuk terumbu. Walaupun tutupan karang kurang baik, namun secara individu koloni karang tampak sehat. Koloni karang sebagai bioindikator menunjukkan bahwa kondisi fisik perairan pantai Mengiat Nusa Dua sangat baik. Bersamaan dengan tranplantasi karang, diharapkan menjadikan kawasan ini ideal untuk translokasi abalon.
Rendahnya tutupan karang disebabkan oleh pengaruh Antropogenik dari aktivitas penambangan karang di masa lalu dan rendahnya tingkat rekruitmen karang.
Seperti yan terlihat pada foto udara, pada masa lalu terjadi pengambilan terumbu karang yang digunakan untuk bahan bangunan. Kondisis ini diikuti oleh berkurangnya populasi ikan, yang sebagai sumber utama mata pencaharian nelayan sekitarnya.
Sampai saat ini belum ada laporan tentang tingkat rekrutmen karang dengan menempatkan penangkap planula. Lempengan penangkap planula akan dapat memperkirakan berapa kecepatan rekolonisasi karang dengan menegtahui angka kelahiran planula baru
Beberapa pengambilan foto dapat menunjukkan kondisi terumbu seperti yang terlihat pada Gambar 4.3.
23 Gambar 4.3 a Bentang terumbu secara umum. Sangat jarang dijumpai Karang. Area ini
di dominasi oleh algae merah.
Gambar 4.3 b. Lima koloni Acropora sp diantara algae merah
24 Gambar 4.3c Karang lunak tumbuh dengan baik
Gambar 4.3d. Bekas galian karang masa lalu sampai sekarang hampir tidak ditumbuhi biota laut.
25 Kesimpulan dan Saran
Perairan Nusa Dua dapat di pakai sebagai area translokasi Siput Abalone jenis Haliotis squamata. Banyaknya algae dan juga tumbuhan lamun dapat menyediakan pakan bagi moluska. Jenis invertebrata yang ditemukan mengindikasikan bahwa kondisi fisik perairan pantai Mengiat, cukup baik untuk translokasi jenis moluska, diantaranya jenis abalon. Walaupun kerusakan terumbu karang karena penambangan masa lalu cukup memprihatinkan, namun dapat diatasi dengan melakukan transplantasi karang. Gambar hasil pemotretan udara, dapat digunakan untuk mengukur luasan tonjolan karang yang ditumbuhi lamun ataupun algae. Bantuan rekan peneliti dari Prodi Ilmu Komputer maupun Matematika dapat melakukan manipulasi gambar dan mengukur luasan yang tersedia. Luasan ini dapat dipakai untuk mengestimasi ketersedian pakan bagi moluska.
26 DAFTAR PUSTAKA
Anderies, J.; Jannsen, M.E.; and Ostorm.E. 2004. A Framwork to Analyse the Rosbustness of Sociel-Ecological System from an Institutional Persfective.
Ecology and Society: 9 (1)
Arnold, W.S. Application of Larval Release and stock enhanceent of coastal marine bivalvia population.. Rev in Fisheries Science.16 (1-3): 65-71
Bene, C. dan Tewfik, A.. 2000. Analysisi of fishing effort allocation and fishermen behavioural through a system approach. United Kingdom : University of Portsmouth.
Chick, R. C., Duncan G. Worthingthon and M Kingsford. 2013. Restocking depleted wild stock-longterm survival and impact of released blacklip abalone ( Haliotisrubra on depleted wild population in New South Wales Australia.
Review in Fisheries Science 21:3-4, 321-340 . DOI:
10.1080.10641262.2013.837278.
De Waal, S., M. Balkhair, A. Al-Mashikhi and S. Khoom. Investigating the translocation and seedling of wild Haliotis maria Wood 1828. In the Sultanate Oman. J. of Shelfish Res. 32(2): 315-323.
Dinas Kelautan dan Perikanan. 2008. Konservasi Sumberdaya Ikan Indonesia.DKP. Dirjen Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Direktorat Konservasidan Taman Nasional Indoensia berkerjasama dengan JICA. English, S.C.W. and V.Baker. 1994. Survey Manual For Tropical Marine
Resources.Australia Institute Of Marine Science. Townville. Austaralia
Freeman, K.A. 2001. Aquaculture and Related Biological Attributes of Abalone Species in Australia- Review. Fisheries Reserach Report No. 128. Western Asutralia Marine Research Laboratories. Dept. Of Fisheries. Western of Autralia.
Fermin, A.. dan Vincent C. Encena II. 2009. Laporan Akhir SADI-ACIAR:
Pengembangan Industri Kerang Abalon di Kawasan Timur Indonesia.
Australian Center for International Agriculture Research.
Hutchins, P. 2007. Culturing Abalone Half-Pearls : The story of the New Zealand Eyris Blue Pearl™. Wide Bay Valuation Services. Bundaberg.
www.australiangemmologist.com.au/ abalone_pearls.
Indrawan, M; R.B. Primack dan J. Supriatna. 2008. Biologi Konservasi. Yayasan Obor Indonesia.
Primary Industries and Resources SA 2003. Abalone Aquaculture in South Australia.. http:// www.pir.sa.gov. au/factsheets. .
Rusdi, I; B. Susanto; R. Rahmawati; I N. A. Giri . 2011. Petunjuk Teknis Pembenihan Abalon Haliotis squamata. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Budidaya Laut. Balitbang Kelautan dan Perikanan. Kementrian
27 Kelautan dan Perikanan.
Searcy-Benal, R, C Beltran, J.E. Montes and E C. Ituarte. 2013. Restocking of abalone population Haliotis spp in Mexico. J. Shellfish Res.32 (1): 189-195.
Short.F.T, L.J.McKenzie, R.G.Coles, K.P.Vidler.2004.Hand Out Seagrass – Watch Western Pacific Monitoring Methods: Summary Northern Fisheries
Centre. Cairns.
Mas kur. 2002. Program Pelestarian Plasma Nutfah Ikan-Ikan Perairan Umum.
Jurnal Akuakultur Indonesia .1 (3): 139-144.
Mather, P. dan I. Bennet. 1994. A Coral Reef Handbook: A Guide to the Geology, Flora and Fauna of the Great Barrier Reef Survey
McKenzie, L. and Yoshida, R. 2009. Seagrass Watch: Proceeding of a Workshop for Monitoring Seagrass Habitats in Indonesia.TNC, CTC. Sanur Bali 9 May 2009 Susanto, B; I. Rusdi; R. Rahmawati; I.N.A. Giri; T. Sutarmat. 2010. Aplikasi Teknologi Pembesaran Abalon ( Haliotis squamata)Dalam Menunjang
Pemberdayaan Masyarakat Pesisir.Prosiding Forum Inovasi Akuakultur.
Swetyono, D.E.D. 2004. Abalon (Haliotis asinina): 3: Induction of Spawning.
Oseana. Vol. XXIX (no. 3). Jakarta.
Setyono, D.E.D. 2004a. Abalon (Haliotis asinina L): Prospective Species for Aquaculture in Indonesia. Oseana XXIX (2): 25-30.
Tom, P.D. 2007. Abalone. Seafood Network Information Center.
http:// seafood.ucdavis.edu/.
28
29