• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pedoman nasional pelayanan kedokteran tata laksana tuberkulosis

N/A
N/A
Handela Tessa

Academic year: 2023

Membagikan "Pedoman nasional pelayanan kedokteran tata laksana tuberkulosis"

Copied!
156
0
0

Teks penuh

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1438/Menkes/Per/IX/2010 tentang Standar Pelayanan Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 464); Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2052/Menkes/Per/IX/2011 tentang Izin Praktik dan Penyelenggaraan Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 671); LAINNYA: Pedoman nasional pengobatan penyakit tuberkulosis, yang selanjutnya disebut PNPK Tuberkulosis, adalah pedoman bagi dokter sebagai pengambil keputusan klinis di fasilitas kesehatan, lembaga pendidikan, dan kelompok profesi terkait.

KETIGA : PNPK Tuberkulosis sebagaimana diatur dalam Diktum KEDUA tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. KEEMPAT: PNPK Tuberkulosis sebagaimana diatur dalam Diktum KETIGA hendaknya dijadikan acuan dalam penyusunan standar operasional prosedur di setiap institusi pelayanan kesehatan. KELIMA: Kepatuhan terhadap PNPK Tuberkulosis sebagaimana diatur dalam Diktum KETIGA bertujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan dengan upaya terbaik.

KEENAM : Penyesuaian pelaksanaan PNPK Tuberkulosis hanya dapat dilakukan oleh dokter berdasarkan keadaan tertentu yang memaksa demi kepentingan pasien dan dicatat dalam rekam medis. TUJUH: Menteri Kesehatan, gubernur, dan bupati/walikota kota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan PNPK Tuberkulosis, termasuk organisasi profesi.

PENDAHULUAN

Jumlah kasus TB-RO diperkirakan mencapai 12.000 kasus (di antara pasien TB paru yang dilaporkan), yang berasal dari 2,4% kasus baru dan 13% kasus pengobatan ulang. Meskipun terdapat kemajuan yang dicapai Indonesia, jumlah kasus baru TBC di Indonesia masih menduduki peringkat ketiga tertinggi di dunia dan merupakan salah satu tantangan terbesar yang dihadapi Indonesia dan memerlukan perhatian semua pihak karena menyebabkan beban kesakitan dan kematian yang tinggi. Faktor pasien: pasien yang tidak patuh minum obat anti tuberkulosis, pasien yang berpindah antar fasilitas kesehatan (tanpa informasi hasil pengobatan di fasilitas kesehatan asal) dan kasus tuberkulosis yang resistan terhadap obat.

METODOLOGI

TUBERKULOSIS PARU

Standar 1

Pengobatan standar TB-MDR dimulai segera untuk semua pasien TB-RR tanpa menunggu hasil uji kerentanan OAT lini 1 dan lini 2. Uji kerentanan dapat dilakukan dengan metode cepat (TCM, LPA jalur 1 dan 2) maupun dengan metode konvensional, baik metode padat (LJ) atau metode cair (MGIT). Semua pasien yang berisiko terkena tuberkulosis yang resistan terhadap obat harus menjalani tes kerentanan obat pada awal pengobatan.

Pada pasien OAT kategori 2, bila BTA masih positif pada akhir fase intensif, maka dilakukan pemeriksaan TCM, kultur, dan uji sensitivitas. Pemeriksaan dahak untuk kultur dan uji sensitivitas sebaiknya dilakukan pada semua pasien dengan riwayat pengobatan TBC sebelum atau sesaat sebelum memulai pengobatan. Diagnosis TB RO ditegakkan berdasarkan hasil uji kerentanan yang bertujuan untuk mengetahui apakah M.tuberkulosis resisten terhadap OAT atau tidak.

Pengobatan TBC RO dengan kombinasi standar jangka pendek diberikan segera kepada seluruh pasien TBC RR tanpa menunggu hasil tes kerentanan OAT lini 1 dan 2. Jika terdapat tambahan resistensi terhadap OAT lain, pengobatan harus disesuaikan berdasarkan hasil uji kerentanan OAT. Untuk seluruh pasien TB RR, ambil dua (2) spesimen tes kualitas baik, satu (1) spesimen tes LPA lini kedua, dan satu (1) dahak untuk uji kultur dan kerentanan.

Pengobatan terbaik untuk meningitis TB RO bergantung pada hasil uji sensitivitas dan kemampuan obat menembus sawar darah otak (BBB).

Tabel 3.1. Dosis rekomendasi OAT lini pertama untuk dewasa  dosis rekomendasi
Tabel 3.1. Dosis rekomendasi OAT lini pertama untuk dewasa dosis rekomendasi

ISTC

Tuberkulosis pada penderita HIV/AIDS (TB-HIV) sering ditemukan dengan angka kejadian 29-37 kali lebih tinggi dibandingkan TB tanpa HIV. Untuk menurunkan angka kejadian koinfeksi TBC/HIV, perlu dilakukan deteksi dini TBC pada pasien HIV dan deteksi dini HIV pada pasien TBC serta diberikan pengobatan segera dengan penatalaksanaan yang tepat untuk meningkatkan keberhasilan pengobatan. HIV pada pasien TBC termasuk dalam standar ISTC 14. Penegakan diagnosis TBC pada pasien HIV sulit secara klinis dan pemeriksaan BTA sputum lebih sering negatif sehingga diperlukan pemeriksaan TCM TBC.

Foto rontgen dada penderita TBC stadium awal mungkin mirip dengan foto rontgen dada TBC pada umumnya, namun pada HIV stadium lanjut hasil foto rontgen dada sangat tidak spesifik sehingga dapat ditemukan gambaran TBC milier. . Bagi ODHA yang diduga menderita TBC, dilakukan pemeriksaan rontgen dada terlebih dahulu bersamaan dengan pemeriksaan BTA dan/atau TCM TBC. Uji aliran lateral TB-LAM AG (LF-LAM) mendeteksi LAM dalam urin pasien HIV.

Pemeriksaan ini direkomendasikan WHO untuk mendiagnosis tuberkulosis pada pasien HIV kaGDU&'VHO|/ yang dirawat di rumah sakit dan pada pasien sakit kritis. Prinsip pengobatan TBC pada pasien dengan infeksi HIV sama dengan pasien TBC tanpa HIV. Rekomendasi WHO untuk pengobatan HIV-TB pada fase intensif dan lanjutan diberikan setiap hari; terapi intermiten tidak dianjurkan.

Pada pengobatan ARV lini pertama, Efavirenz (EFV) merupakan golongan NNRTI yang dapat digunakan sebagai kombinasi ARV bagi ODHA dalam terapi OAT. Pada pasien dengan infeksi HIV dan tuberkulosis yang mengalami imunosupresi berat (jumlah CD4 kurang dari 50 sel/mm3), ARV harus dimulai dalam waktu 2 minggu setelah memulai pengobatan tuberkulosis kecuali terdapat meningitis tuberkulosis. Untuk semua pasien HIV dan tuberkulosis, apapun hasil jumlah CD4, ART harus dimulai dalam waktu 8 minggu setelah memulai pengobatan tuberkulosis.

Co-trimoxazole diberikan kepada semua pasien HIV TBC tanpa mempertimbangkan jumlah CD4 sebagai pencegahan infeksi oportunistik lainnya. Pada ODHA tanpa TBC, profilaksis kotrimoksazol dianjurkan pada pasien dengan nilai CD4 <200 sel/mm3. PP TB diberikan kepada ODHA yang belum terbukti menderita TBC dan tidak memiliki kontraindikasi pemilihan obat.

ISTC

  • TB HIV

Gejala klinis tuberkulosis pada anak tidak khas, gejala serupa juga bisa disebabkan oleh berbagai penyakit selain tuberkulosis. Pada anak usia diatas 5 tahun dengan gejala tuberkulosis paru, dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan mikroskopis pada dahak, terutama pada anak yang dapat mengeluarkan lendir. Kemungkinan hasil positif lebih besar pada anak di atas 5 tahun dan pada semua anak dengan gejala tuberkulosis yang lebih parah.

Aspirasi bilas lambung (gastric probe) dapat dilakukan pada anak yang tidak dapat memproduksi lendir. Untuk mengatasi sulitnya menemukan kuman penyebab TBC pada anak, diagnosis TBC pada anak dapat ditegakkan dengan menggabungkan gejala klinis dan pemeriksaan penunjang lain yang sesuai. Seorang anak yang tertular TBC (hasil tes tuberkulin positif) belum tentu menderita TBC karena tubuh pasien mempunyai daya tahan atau imunitas yang cukup untuk melawan kuman TBC. 7 Jika daya tahan tubuh anak cukup baik maka anak (pasien) akan tampak klinis. sehat.

Jika biopsi eksisi tidak memungkinkan, biopsi aspirasi jarum halus (FNAB) dapat membantu memastikan diagnosis TBC pada anak. Setelah pasien didiagnosis menderita TBC pada anak dan diobati dengan OAT, hasil pengobatannya harus dipantau secara cermat. Terapi tuberkulosis diberikan pada anak yang menderita TBC, sedangkan profilaksis TBC diberikan pada anak yang pernah kontak dengan TBC (profilaksis primer) atau anak yang tertular TBC tanpa penyakit TBC (profilaksis sekunder).

Status gizi pasien sangat penting untuk bertahan hidup dari tuberkulosis, dan malnutrisi parah dikaitkan dengan kematian akibat tuberkulosis. Penilaian yang konstan dan cermat terhadap pertumbuhan anak diperlukan. Isoniazid dapat menyebabkan gejala defisiensi piridoksin, terutama pada anak-anak dengan gizi buruk dan anak-anak dengan HIV yang menerima obat antiretroviral. Apabila terbukti ibu tidak tertular dan mengidap TBC, sebaiknya anak diperiksa untuk TBC. Jika tidak ada bukti infeksi TBC, anak harus dimonitor secara teratur untuk memastikan bahwa TBC aktif tidak berkembang. Jika tuberkulosis dipastikan atau bayi mempunyai tanda-tanda klinis yang menunjukkan tuberkulosis, pengobatan harus dimulai oleh dokter anak. Vaksinasi BCG dilakukan 2 minggu setelah terapi, jika bayi tidak terinfeksi HIV. Jika dia terinfeksi HIV, BCG tidak diberikan.

Infeksi tuberkulosis pada anak kecil mempunyai risiko tinggi terjadinya tuberkulosis diseminata yang serius (misalnya meningitis tuberkulosis atau tuberkulosis milier), sehingga kemoprofilaksis diperlukan untuk mencegah tuberkulosis. Pengobatan preventif pada anak yang kontak dengan indeks kasus tuberkulosis RO dengan menggunakan etambutol 15–25 mg/kg berat badan/hari dan levofloxacin 15–20 mg/kg berat badan/hari pada anak di bawah lima tahun dan anak dengan gangguan imunitas segala usia yang melakukan kontak dekat dengan pasien RO yang mengidap tuberkulosis. Profilaksis INH 10 mg/kg berat badan dengan kisaran dosis 7–15 mg/kg berat badan diberikan kepada anak di bawah lima tahun dan anak dengan imunokompromais dari segala usia yang melakukan kontak dekat dengan pasien tuberkulosis BTA positif.

Rekomendasi A Profilaksis etambutol 15 - 25 mg/kgBB/hari dan levofloxacin 15 - 20 mg/KgBB/hari pada anak balita dan anak immunocompromised segala usia yang kontak erat dengan penderita TB RO, diminum 1-2 jam sebelumnya. makanan. selama 6 bulan. WHO merekomendasikan pengobatan TBC laten di negara-negara berpenghasilan rendah atau menengah atau terbatas sumber daya untuk anak di bawah 5 tahun yang melakukan kontak dengan pasien TBC dan pasien HIV. Profilaksis INH 10 mg/kg BB dengan kisaran dosis 7-15 mg/kg BB diberikan kepada anak balita dan anak immunocompromised segala usia yang melakukan kontak erat dengan penderita TBC BTA positif.

Rekomendasi A Profilaksis INH 20 mg/kgLW (dosis tinggi) pada anak balita dan anak immunocompromised segala usia yang kontak erat dengan pasien TB RO/MDR, dikombinasikan dengan pemberian vitamin B6 10 PJXQWXNGRVLV, 1+PJKDULGDQ[PJXQWXNGRsis INH.

Tabel 6.1. Dosis yang direkomendasikan untuk pasien dewasa dengan  penurunan fungsi ginjal dan untuk pasien dewasa dengan hemodialisis
Tabel 6.1. Dosis yang direkomendasikan untuk pasien dewasa dengan penurunan fungsi ginjal dan untuk pasien dewasa dengan hemodialisis

Gambar

Tabel 3.1. Dosis rekomendasi OAT lini pertama untuk dewasa  dosis rekomendasi
Tabel 3.4. Pendekatan berdasarkan gejala untuk mengobati efek samping  dari  OAT
Gambar 2. Alur diagnosis dan pengobatan TB-RO
Tabel 2. Dosis OAT berdasarkan berat badan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Koefisien regresi pada variabel Search (X 3 ) menunjukkan adanya pengaruh positif pada minat beli konsumen (Y), yang berarti bahwa konten di media sosial

Dengan adanya pengamatan analisis kesesuaian berkas sinar-X dengan cahaya kolimator pada pesawat rontgen di Rumah Sakit Umum Delima ialah untuk memastikan bahwa sinar-X memenuhi