• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelajari tentang Latar Belakang

N/A
N/A
Tedi Ariandi

Academic year: 2023

Membagikan "Pelajari tentang Latar Belakang"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Latar belakang

Pada tanggal 20 Oktober 1945, tentara Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Bethell mendarat di Semarang dengan maksud mengurus tawanan perang dan tentara Jepang yang berada di Jawa Tengah. Kedatangan sekutu ini diwakili dari pihak Tentara Inggris. Kedatangan Sekutu ini mulanya disambut baik, bahkan Gubernur Jawa Tengah Mr Wongsonegoro menyepakati akan menyediakan bahan makanan dan keperluan lain bagi kelancaran tugas Sekutu, sedang Sekutu berjanji tidak akan mengganggu kedaulatan Republik Indonesia.

Namun, ketika pasukan Tentara Inggris telah sampai di Ambarawa dan Magelang untuk membebaskan para tawanan tentara Belanda, para tawanan tersebut malah dipersenjatai sehingga menimbulkan kemarahan pihak Indonesia. Insiden bersenjata timbul di kota Magelang, hingga terjadi pertempuran.

Pertempuran

Di Magelang, tentara Sekutu bertindak sebagai penguasa yang mencoba melucuti Tentara Keamanan Rakyat dan membuat kekacauan. TKR Resimen I Kedu pimpinan Letkol. M. Sarbini membalas tindakan tersebut dengan mengepung tentara Sekutu dari segala penjuru. Namun mereka selamat dari kehancuran berkat campur tangan Presiden Soekarno yang berhasil menenangkan suasana. Kemudian pasukan Sekutu secara diam-diam meninggalkan Kota Magelang menuju ke benteng Ambarawa. Akibat peristiwa tersebut, Resimen Kedu Tengah di bawah pimpinan Letkol. M. Sarbini segera mengadakan pengejaran terhadap mereka. Gerakan mundur tentara Sekutu tertahan di Desa Jambu karena dihadang oleh pasukan Angkatan Muda di bawah pimpinan Oni Sastrodihardjo yang diperkuat oleh pasukan gabungan dari Ambarawa, Suruh dan Surakarta.

Tentara Sekutu kembali dihadang oleh Batalyon I Soerjosoempeno di Ngipik. Pada saat pengunduran, tentara Sekutu mencoba menduduki dua desa di sekitar Ambarawa. Pasukan Indonesia di bawah pimpinan Letkol. Isdiman berusaha membebaskan kedua desa tersebut, tetapi ia gugur terlebih dahulu. Sejak gugurnya Letkol. Isdiman, Komandan Divisi V Banyumas, Kol.

Soedirman merasa kehilangan seorang perwira terbaiknya dan ia langsung turun ke lapangan untuk memimpin pertempuran. Kehadiran Kol. Soedirman memberikan napas baru kepada pasukan-pasukan RI. Koordinasi diadakan di antara komando-komando sektor dan pengepungan terhadap musuh semakin ketat. Siasat yang diterapkan adalah serangan pendadakan serentak di semua sektor. Bala bantuan terus mengalir dari Yogyakarta, Surakarta, Salatiga, Purwokerto, Magelang, Semarang, dan lain-lain.

Tanggal 23 November 1945 ketika matahari mulai terbit, mulailah tembak-menembak dengan pasukan Sekutu yang bertahan di kompleks gereja dan kerkhop Belanda di Jl. Margo Agoeng.

Pasukan Indonesia terdiri dari Yon. Imam Adrongi, Yon. Soeharto dan Yon. Soegeng. Tentara Sekutu mengerahkan tawanan-tawanan Jepang dengan diperkuat tanknya, menyusup ke tempat kedudukan Indonesia dari arah belakang, karena itu pasukan Indonesia pindah ke Bedono.

(2)

Pertempuran Ambarawa merupakan salah satu peristiwa pertempuran besar yang terjadi pada masa awal kemerdekaan Indonesia. Bagaimana kronologi Pertempuran Ambarawa?

Pertempuran Ambarawa ini terjadi antara Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dengan pasukan Belanda dan Inggris di Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.

Peristiwa ini terjadi antara tanggal 20 Oktober hingga 15 Desember 1945 yang dipicu dari kedatangan pasukan Inggris yang ternyata datang untuk membebaskan tawanan perang. Saat setelah tawanan perang dibebaskan, pasukan Inggris justru mempersenjatai mereka.

Penyebab Pertempuran Ambarawa

Pada tanggal 20 Oktober 1945, pasukan Inggris yang dipimpin oleh Brigadir Bethell mendarat di Semarang. Awalnya pihak Republik Indonesia mengira bahwa kedatangan Inggris berkenan untuk melucuti pasukan Jepang. Tetapi mereka dibonceng oleh NICA (Netherland Indies Civil Administration) atau Pemerintahan Sipil Hindia Belanda.

Pada 26 Oktober 1945, Pertempuran Ambarawa bermula di Magelang, Jawa Tengah.

Pertempuran tersebut berhenti ketika Presiden Soekarno dan Brigadir Bethell datang di Magelang pada 2 November 1945.

Terjadi sebuah perundingan hingga munculnya sebuah kesepakatan dari kedua belah pihak. Isi Perundingan Pertempuran Ambawara antara lain:

1. Sekutu akan tetap menempatkan pasukannya di Magelang untuk melakukan kewajibannya melindungi dan mengurus evakuasi APW.

2. Jalan raya Magelang-Ambarawa terbuka bagi lalu lintas Indonesia dan Inggris.

3. Inggris tidak akan mengakui aktivitas NICA dalam badan-badan yang berada di bawah kekuasaannya

Namun pasukan Inggris mengingkari kesepakatan tersebut dan timbulah pertempuran kembali antara TKR dengan Inggris dan Belanda.

Puncak Pertempuran Ambarawa

Pertempuran Ambarawa terjadi pada 20 November 1945 antara TKR yang dipimpin oleh Mayor Sumarto dan pasukan Inggris yang dilatarbelakangi oleh ingkarnya Inggris terhadap kesepakatan sebelumnya. Pada 21 November 1945, pasukan Inggris yang berada di Magelang ditarik menuju Ambarawa.

Pada 22 November 1945, pasukan Inggris melakukan pengeboman terhadap perkampungan warga di Ambarawa. TKR juga melakukan perlawanan bersama para pemuda dari Boyolali, Salatiga, dan Kartasura.

Pasukan TKR dari Divisi V/Purwokerto juga melakukan serangan fajar hingga berhasil mengepung pasukan Inggris. Sementara itu kekuatan semakin bertambah dengan datangnya 3 batalion yakni Batalion 10 Divisi X pimpinan Mayor Soeharto, Batalion 8 pimpinan Mayor Sardjono dan Batalion Sugeng.

(3)

Pada 26 November 1945, Letnan Kolonel Isdiman gugur pada pertempuran dan kemudian digantikan oleh Kolonel Soedirman. Saat itu situasi lebih diuntungkan oleh TKR. Hingga pada 5 Desember 1945, pasukan Inggris terdesak dan meninggalkan Ambarawa.

Akhir Pertempuran Ambawara

Pada 11 Desember 1945, Kolonel Soedirman mengadakan perundingan untuk melancarkan serangan terakhir yang dilakukan serentak di semua sektor, melibatkan laskar sebagai tenaga cadangan, serangan dimulai pada 12 Desember 1945 pada pukul 04.30.

Dalam kurun waktu 1,5 jam mereka berhasil mengepung kedudukan musuh dalam kota dan kota Ambarawa dikepung selama 4 hari 4 malam.

(4)

Pertempuran Ambarawa adalah pertempuran yang terjadi antara Tentara Indonesia dengan Tentara Inggris. Peristiwa ini terjadi antara 20 Oktober sampai 15 Desember 1945 di Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Pertempuran Ambarawa dimulai saat pasukan Sekutu dan NICA atau Pemerintahan Sipil Hindia Belanda mulai mempersenjatai tawanan perang Belanda di Ambarawa dan Magelang. Hal ini kemudian memicu kemarahan pada penduduk setempat.

Hubungan pun semakin runyam saat Sekutu mulai melucuti senjata anggota Angkatan Darat Indonesia. Baca juga: Mengapa Golongan Pemuda Menolak Proklamasi lewat PPKI? Latar Belakang Peristiwa Pertempuran Ambarawa dimulai saat terjadi insiden di Magelang. Pada 20 Oktober 1945, Brigade Artileri dari Divisi India ke-23 atau militer Inggris mendarat di Semarang yang dipimpin oleh Brigadir Bethell. Oleh pihak Republik Indonesia, Bethell diperkenankan untuk mengurus pelucutan pasukan Jepang. Ia juga diperbolehkan untuk melakukan evakuasi 19.000 interniran Sekutu (APW) yang berada di Kamp Banyu Biru Ambarawa dan Magelang.

Tetapi, ternyata mereka diboncengi oleh orang-orang NICA (Netherland Indies Civil Administration) atau Pemerintahan Sipil Hindia Belanda. Mereka kemudian mempersenjatai para tawanan Jepang. Pada 26 Oktober 1945, insiden ini pecah di Magelang. Pertempuran pun berlanjut antara Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dengan tentara Inggris. Pertempuran sempat berhenti setelah kedatangan Presiden Soekarno dan Brigadir Bethell di Magelang pada 2 November 1945. Mereka pun mengadakan perundingan untuk melakukan gencatan senjata.

Melalui perundingan tersebut tercapai sebuah kesepakatan, antara lain: Pihak Inggris akan tetap menempatkan pasukannya di Magelang untuk melakukan kewajibannya melindungi dan mengurus evakuasi APW. Jalan raya Magelang-Ambarawa terbuka bagi lalu lintas Indonesia dan Inggris. Inggris tidak akan mengakui aktivitas NICA dalam badan-badan yang berada di bawah kekuasaannya. Sayangnya, pihak Inggris mengingkari perjanjian tersebut. Kesempatan dan kelemahan yang ada dalam pasal tersebut dipergunakan Inggris untuk menambah jumlah pasukannya yang berada di Magelang. Baca juga: Raden Dewi Sartika: Kehidupan, Gagasan, dan Kiprahnya Puncak Pertempuran Pada 20 November 1945, di Ambarawa pecah pertempuran antara TKR di bawah pimpinan Mayor Sumarto dan pasukan Inggris. Pada 21 November 1945, pasukan Inggris yang berada di Magelang ditarik ke Ambarawa dan dilindungi oleh pesawat- pesawat udara. Pertempuran mulai berkobar pada 22 November 1945, saat pasukan Inggris melakukan pengeboman terhadap kampung-kampung di sekitar Ambarawa. Pasukan TKR bersama pasukan pemuda lain yang berasal dari Boyolali, Salatiga, dan Kartasura membentuk garis pertahanan sepanjang rel kereta api dan membelah Kota Ambarawa. Dari arah Magelang, pasukan TKR dari Divisi V/Purwokerto di bawah pimpinan Imam Adrongi melakukan serangan fajar. Serangan ini bertujuan untuk memukul pasukan Inggris yang berkedudukan di Desa Pingit.

Pasukan Imam pun berhasil menduduki Pingit. Sementara itu, kekuatan di Ambarawa semakin bertambah dengan datangnya tiga batalion yang berasal dari Yogyakarta. Mereka adalah Batalio 10 Divisi X di bawah pimpinan Mayor Soeharto, Batalion 8 di bawah pimpinan Mayor Sardjono, dan Batalion Sugeng. Meskipun tentara Inggris sudah dikepung, mereka tetap mencoba menghancurkan kepungan tersebut. Kota Ambarawa dihujani dengan tembakan meriam. Untuk mencegah jatuhnya korban, TKR diperintahkan untuk mundur ke Bedono oleh masing-masing komandannya. Bala bantuan dari Resimen 2 dipimpin M. Sarbini dan Batalion Polisi Istimewa dipimpin Onie Sastoatmodjo serta Batalion dari Yogyakarta berhasil menahan gerakan musuh di Desa Jambu. Di Desa Jambu terjadi rapat koordinasi dipimpin oleh Kolonel Holand Iskandar.

Rapat ini menghasilkan terbentuknya suatu komando yang disebut Markas Pimpinan Pertempuran bertempat di Magelang. Pada 26 November 1945, salah satu pimpinan pasukan harus gugur. Ia adalah Letnan Kolonel Isdiman, pemimpin pasukan asal Purwokerto. Posisinya pun digantikan oleh Kolonel Soedirman. Sejak saat itu, situasi pertempuran berubah semakin menguntungkan pihak TKR. Pada 5 Desember 1945, musuh berhasil terusir dari Desa Banyubiru. Baca juga: Ario Soerjo: Kehidupan, Kiprah, dan Tragedi Pembunuhan Akhir Pertempuran Pada 11 Desember 1945, Kolonel Soedirman mengadakan perundingan dengan mengumpulkan para komandan sektor. Berdasarkan dari laporan para komandan sektor, Kolonel Soedirman menyimpulkan bahwa posisi musuh sudah terjepit. Maka perlu segera dilancarkan serangan terakhir, yaitu: Serangan pendadakan dilakukan serentak dari semua sektor. Tiap-tiap komandan sektor memimpin serangan. Para pasukan badan-badan perjuangan (laskar) disiapkan sebagai tenaga cadangan. Serangan akan dimulai pada 12 Desember pukul 04.30. Pada 12

(5)

Desember 1945, pasukan TKR bergerak menuju target masing-masing. Dalam kurun waktu 1,5 jam, mereka sudah berhasil mengepung kedudukan musuh dalam kota. Kota Ambarawa dikepung selama empat hari empat malam. Pasukan Inggris yang sudah merasa terdesak berusaha untuk memutus pertempuran. Pada 15 Desember 1945, pasukan Inggris meninggalkan Kota Ambarawa dan mundur ke Semarang. Tokoh yang Gugur Tokoh atau pejuang yang gugur dalam Pertempuran Ambarawa pada 20 November 1945 sebagai upaya untuk mempertahankan kemerdekaan adalah Letkol Isdiman. Letnan Kolonel Isdiman adalah perwira Tentara Keamanan Rakyat yang gugur dalam Pertempuran Ambarawa. Isdiman lahir di Pontianak pada 12 Juli 1913.

Letkol Isdiman merupakan orang kepercayaan dari Kolonel Soedirman untuk mengatur siasat pertempuran di Ambarawa. Letkol Isdiman menjadi pemimpin pasukan yang berasal dari Purwokerto. Semasa perjuangannya, Isdiman sudah berusaha menunjukkan keberanian dan kemampuannya sebagai seorang pemimpin. Namun, sewaktu menjalankan tugas, Isdiman harus gugur. Ia diberondong tembakan pesawat tempur RAF pada 26 November 1945. Ia pun dibawa ke Magelang. Namun, Letkol Isdiman gugur dalam perjalanan menuju ke Magelang. Referensi:

Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto. (2019). Sejarah Nasional Indonesia VI Zaman Jepang dan Zaman Republik Indonesia (1942-1998). Jakarta: Balai Pustaka. Dinas Sejarah TNI Angkatan Darat Bandung. (1981). Riwayat Hidup Singkat Pimpinan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat. Dinas Sejarah Militer Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pertempuran Ambarawa: Latar Belakang,

Tokoh, Akibat, dan Akhir", Klik untuk baca:

https://www.kompas.com/stori/read/2021/05/22/161749679/pertempuran-ambarawa-latar- belakang-tokoh-akibat-dan-akhir?page=all.

Penulis : Verelladevanka Adryamarthanino

Editor : Nibras Nada Nailufar

Kompascom+ baca berita tanpa iklan: https://kmp.im/plus6

Download aplikasi: https://kmp.im/app6

(6)

PERTEMPURAN AMBARAWA

Pertempuran Ambarawa terjadi tepatnya Pada tanggal 11 Desember 1945, dimana pada saat tersebut Kolonel Soedirman mengadakan rapat dengan para Komandan Sektor TKR serta Laskar. Pada tanggal 12 Desember 1945 tepatnya pada pukul 04.30 pagi, serangan mulai digencarkan.

Pembukaan serangan ini dimulai dari tembakan mitraliur terlebih dahulu, yang disusul juga oleh penembak-penembak senapan karabin. Pertempuran ini kemudian berkobar di Ambarawa. Satu setengah jam setelahnya rayadi Semarang-Ambarawa telah dikuasai oleh kesatuan Tentara Keamanan Rakyat atau TKR. Pertempuran Ambarawa sendiri berlangsung dengan sangat sengit.

Kolonel Soedirman memimpin pasukannya dengan menggunakan pengepungan rangkap dari kedua sisi atau disebut juga sebagai taktik gelar supit urang, sehingga pada akhirnya musuh ini benar-benar terkurung.

Suplai serta komunikasi dengan pasukan induknya diputus sama sekali. Hingga akhirnya setelah bertempur dalam kurun waktu 4 hari berturut-turut, pada tanggal tepatnya 15 Desember 1945 pertempuran akhirnya berakhir serta Indonesia berhasil merebut Ambarawa.

Para Sekutu dihadang mundur ke Kota Semarang. Kemenangan pertempuran ini akhirnya diabadikan juga dengan didirikannya sebuah Monumen Palagan Ambarawa serta diperingatinya Hari Jadi TNI Angkatan Darat dan Hari Juang Kartika.

1. Jalannya Pertempuran Ambarawa

Pada tanggal 20 Oktober 1945, tentara Sekutu yang berada di bawah pimpinan Brigadir Bethell mendarat di Semarang dengan tujuan mengurus para tawanan perang dan tentara Jepang yang berada di Jawa Tengah. Kedatangan sekutu ini sendiri diboncengi oleh NICA.

Kedatangan yang pada mulanya disambut baik, oleh Gubernur Jawa Tengah Mr Wongsonegoro yang menyepakati akan menyediakan bahan makanan serta berbagai keperluan lain demi kelancaran tugas Sekutu, semenyata Sekutu berjanji tak akan mengganggu kedaulatan Republik Indonesia.

Namun, ketika pasukan Sekutu dan NICA tiba di Magelang dan Ambarawa untuk membebaskan para tawanan tentara Belanda, para tawanan ini bahkan dipersenjatai sehingga akhirnya menimbulkan kemarahan dari pihak Indonesia. Insiden bersenjata akhirnya dimulai di kota Magelang, hingga akhirnya terjadi pertempuran.

Di Magelang tepatnya, tentara Sekutu mulai bertindak sebagai penguasa yang mencoba melucuti Tentara Keamanan Rakyat dan menciptakan kekacauan. TKR atau Tentara Keamanan Rakyat dari Resimen I Kedu pimpinan Letkol. M. Sarbini juga membalas tindakan tersebut dengan cara mengepung tentara Sekutu dari berbagai penjuru.

(7)

Pada akhirnya mereka selamat dari kehancuran dengan adanya campur tangan langsung dari Presiden Soekarno yang berhasil mendinginkan suasana. Pasukan Sekutu setelahnya secara diam-diam meninggalkan Kota Magelang dan bergegas menuju ke benteng Ambarawa.

Akibat peristiwa ini Resimen Kedu Tengah di bawah pimpinan Letkol. M. Sarbini mengadakan berbagai pengejaran kepada mereka. Gerakan mundur tentara Sekutu yang sebelumnya tertahan di Desa Jambu akibat dihadang para pasukan Angkatan Muda yang dipimpin oleh Oni Sastrodihardjo yang juga diperkuat oleh pasukan gabungan dari Surakarta, Suruh dan Ambarawa.

Tentara Sekutu juga kembali dihadang oleh Batalyon I Soerjosoemarno di Ngipik.

Waktu pengunduran ini terjadi, tentara Sekutu berusaha menduduki dua desa di sekitaran Ambarawa.

Pasukan Indonesia yang berada di bawah pimpinan Letkol Sudirman berupaya membebaskan kedua desa ini namun akhirnya gugur terlebih dahulu. Sejak gugurnya Letkol.

Isdiman, Komandan Divisi V Banyumas, Kol. Soedirman merasa kehilangan seorang perwira terbaiknya dan langsung turun tangan ke lapangan untuk kemudian memimpin pertempuran.

Kehadiran Kol. Soedirman juga memberikan napas baru kepada pasukan-pasukan Republik Indonesia.

Koordinasi yang diadakan oleh komando-komando sektor untuk diadakan pengepungan terhadap para musuh kian ketat. Siasat yang diterapkan diantaranya adalah serangan pendadakan serentak di semua sektor. Bala bantuan terus berjalan dari Magelang, Semarang, Yogyakarta, Surakarta, Salatiga, Purwokerto, dan lain-lain.

Tepatnya pada Tanggal 23 November 1945 saat matahari mulai terbit, dimulailah tragedi tembak-menembak dengan pasukan Sekutu yang pada akhirnya bertahan di kompleks gereja serta kerkhof Belanda di Jl. Margo Agoeng. Pasukan Indonesia pada saat itu terdiri dari Yon. Imam Adrongi, Yon. Soegeng dan Yon. Soeharto.

Tentara Sekutu juga mengerahkan para tawanan Jepang dengan diperkuat tanknya, kemudian menyusup ke tempat kedudukan Indonesia dari belakang, karena itu pasukan Indonesia kemudian pindah ke Bedono.

2. Penyebab Terjadinya Pertempuran Ambarawa

Apa sesungguhnya yang menjadi penyebab terjadinya pertempuran Ambarawa?

Palagan Ambarawa sebagai peristiwa perlawanan rakyat Indonesia dalam melawan sekutu yang terjadi di antara 20 Oktober hingga 15 Desember 1945 di Ambarawa.

Palagan Ambarawa atau Pertempuran Ambarawa dimulai dari kekalahan Jepang pada saat Perang Dunia ke-2 sehingga membuat sekutunya merasa tertarik untuk menguasai Indonesia. Sekutu juga kembali datang ke Indonesia pada tanggal 20 Oktober 1945 dengan alasan ingin mengurus tawanan perang. Meski asalah sesungguhnya merebut kembali wilayah Indonesia.

(8)

Saat itu, kedatangan sekutu ke Magelang dan Ambarawa yang dipimpin oleh Brigadir Bethell. Gubernur Jawa Tengah Wongsonegoro pun yang menerima kedatangan sekutu secara baik. Mengapa diterima dengan baik?

Sebab pada saat itu Indonesia masih berpikiran positif kepada sekutu sehingga tak berpikir jika sekutu ingin menguasai Indonesia. Namun, enam hari setelahnya tepatnya pada 26 Oktober 1945, sekutu serta NICA diketahui secara diam-diam mempersenjatai tentara tawanan perang atau tentara Belanda. Hal ini pun membuat Indonesia marah sehingga akhirnya memicu pertempuran antara sekutu dengan Tentara Keamanan Rakyat atau TKR.

Pada tanggal 2 November 1945 diadakan perundingan adi antara Soekarno serta Brigadir Bethell. Tujuan dari pertemuan ini sendiri adalah menenangkan suasana serta gencatan senjata. Isi kesepakatannya sendiri diantaranya adalah Sekutu yang diperbolehkan pergi ke Magelang. Jalan raya Semarang-Ambarawa yang dibuka untuk umum. Sekutu juga tidak mengakui adanya aktivitas NICA.

Nah, meski telah dilakukan suatu perjanjian, ternyata sekutu memanfaatkan perjanjian ini untuk ke Magelang. Sekutu yang pergi ke Magelang untuk menambah pasukan serta persenjataan. Hal ini juga menjadi penyebab tentara sekutu yang kiian lengkap persenjataannya. Kondisi ini menjadi kondisi yang sangat membahayakan Tanah Air.

Sehingga, Indonesia Segera memanggil bantuan dari Yogyakarta. Pada tanggal 21 November 1945 Tentara Keamanan Rakyat membantu melawan sekutu. Sayangnya karena pertempuran ini, pada tanggal 26 November Letkol Isdiman pun gugur dan digantikan oleh Kolonel Soedirman.

Kemudian, Palagan Ambarawa yang pada saat itu dipimpin oleh Kolonel Soedirman menerapkan strategi Gelar Supit Urang. Strategi ini adalah taktik pengepungan sehingga akhirnya musuh benar-benar terkurung dan menyerah. Nama Supit Urang berasal dari bahasa pewayangan yang bermakna kepungan.

Peristiwa ini dipimpin oleh Kolonel Soedirman. Dan setelah melalui pertempuran panjang, akhirnya pada tanggal 15 Desember 1945, sekutu pun menyerah. Peristiwa ini juga diperingati sebagai Hari Juang Kartika setiap tahunnya. Hari Juang Kartika ini sendiri dahulunya sempat bernama Hari Infanteri. Namun, berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 163/1999, Hari Infanteri kemudian berganti menjadi Hari Juang Kartika.

3. Tokoh Palagan pada Pertempuran Ambarawa

Tokoh yang terlibat di dalam Pertempuran 1 Ambarawa di antaranya adalah Letnan Kolonel Isdiman Letnan Kolonel Isdiman sebagai pasukan Tentara Keamanan Rakyat yang gugur dalam pertempuran di Ambarawa.

Letnan Kolonel Isdiman dengan pasukan yang berasal dari Purwokerto dan bertugas mengatur siasat pertempuran. Letnan Kolonel Isdiman gugur tepatnya pada 26 November 1945 karena adanya tembakan pesawat tempur.

(9)

Tokoh lainnya yang berperan dalam Pertempuran Ambarawa adalah Kolonel Soedirman, Kolonel Soedirman yang akhirnya menggantikan Letnan Kolonel Isdiman dalam pertempuran Ambarawa. Kolonel Soedirman juga menggunakan taktik supit urang yang dimanfaatkan untuk mengepung tentara Sekutu hingga akhirnya mundur ke Semarang.

4. Memaknai Pertempuran Ambarawa

Tak akan ada kesuksesan tanpa adanya pengorbanan sebelumnya. Kata yang tepat untuk menggambarkan Palagan Ambarawa sendiri ialah suatu peristiwa heroik untuk dapat mempertahankan wilayah Indonesia.

Siapa sangka, kemenangan ini kemudian harus dibayar dengan pengorbanan jutaan nyawa di belakangnya. Sama halnya dengan perjuangan Ambarawa yang terjadi pada tahun 1945 dan memakan tak kurang dari dua ribu korban jiwa. Sungguh, harga mahal yang harus dibayar untuk kemudian mencapai suatu kemenangan.

Kala itu, indonesia juga dipimpin oleh Jenderal Besar Raden Soedirman yang harus dihadapkan dengan pasukan Inggris yang pada saat itu dipimpin oleh Brigadir Bethell.

Di tengah pertempuran sengit yang terjadi musuh tampak lebih meyakinkan dengan menggunakan peralatan serta senjata yang lebih canggih, juga jumlah pasukan yang jauh lebih banyak. Suatu hal yang wajar jika timbul rasa pesimis namun harus bersiap untuk kalah. Hingga momen terbaik kemudian tiba, pasukan musuh ini sendiri dapat dipukul mundur dari daerah Ambarawa.

Operasi Serangan Serentak yang menjadi taktik jitu sang jenderal yang kemudian menggemakan kemenangan. Semua nyawa ini melayang secara hilang sia-sia. Soedirman juga berhasil membawa mimpi para gugur bunga ini akhirnya terwujud. Tanpa disadari, kejadian kerap datang dan terjadi juga di dalam hidup kita. Dimana kita diharuskan untuk memilih untuk meraih mimpi, atau menghadapi hambatan serta rintangan yang kerap datang bertubi-tubi.

Pikiran negatif mengenai kegagalan juga kian menghantui, bagai pasukan musuh dari negeri pencetus revolusi industri. Di tengah mendung yang tengah terjadi, hendaknya kita menjelma menjadi sosok Soedirman yang terus maju dan optimis dengan kepahlawanan dan heroik melawan semua halangan dan keputusasaan.

Kini, saat mimpi tersebut akhirnya berhasil diraih, terbayang semua pengorbanan seperti kilas balik. Kemudian munculah rasa syukur. Sebab, mimpi tentu hidup dalam diri manusia, tinggal bagaimana cara kita dalam berperang sekuat tenaga untuk meraih mimpi yang kita cita-citakan, jangan menyerah sampai menang.

Referensi

Dokumen terkait

Result: In rheumatoid arthritis patient receiving methotrexate, there was a statistically significant reduction in the incidence of abnormal transaminase elevation RR: 0.19, 95% CI: