• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM (STUDI ANALISIS PADA PEMBANGUNAN JALAN LINGKAR WADUK TUKUL DI KABUPATEN PACITAN)

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "View of PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM (STUDI ANALISIS PADA PEMBANGUNAN JALAN LINGKAR WADUK TUKUL DI KABUPATEN PACITAN)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

P-ISSN: 2356-4164, E-ISSN: 2407-4276

Open Access at : https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/jkh

Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial

Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja

1201

PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM (STUDI ANALISIS PADA PEMBANGUNAN JALAN LINGKAR WADUK TUKUL DI KABUPATEN PACITAN)

Milenia La Viola Signorita, Rahayu Subekti, Purwono Sungkowo Rahardjo Universitas Sebelas Maret Surakarta

E-mail: laviolasignorita01@gmail.com Info Artikel Abstract Masuk: 1 Desember 2022

Diterima: 15 Januari 2023 Terbit: 1 Februari 2023 Keywords:

land Acquisition for Public Interest, Compensation, Tukul Reservoir ring road

This study describes and examnines the problems regarding the implementation of land acquisition for the construction of the Tukul Reservoir Ring Road in Pacitan Regency has been in accordance or not with the applicable laws and the obstacles encountered in the implementation of land acquisition for the construction of the Tukul Reservoir Ring Road in Pacitan Regency. This research is descriptive empirical legal research. The type of data used is primary data which includes data collected from the Bengawan River Regional Office (BBWS) Bengawan Solo and the results of interviews with the village head and several residents of Karenggede, Arjosari. And the secondary data includes primary and tertiary legal materials. Data collection techniques used were interviews and literature studies. Furthermore, the analysis technique used is a qualitative descriptive analysis method.

Abstrak Kata kunci:

pengadaan tanah untuk kepentingan umum, ganti kerugian, jalan lingkar waduk tukul

Corresponding Author :

Milenia La Viola Signorita, e- mail :

laviolasignorita01@gmail.com

Penelitian ini mendeskripsikan dan mengkaji permasalahan mengenai apakah pelaksanaan pengadaan tanah pembangunan Jalan Lingkar Waduk Tukul di Kabupaten Pacitan sudah sesuai atau belum dengan undang-undang yang berlaku dan adakah kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pengadaan tanah pembangunan Jalan Lingkar Waduk Tukul di Kabupaten Pacitan. Penelitian adalah penelitian hukum empiris bersifat deskriptif. Jenis data yang digunakan yaitu data primer yang meliputi data yang dikumpulkan dari Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan Solo dan hasil wawancara dengan Kepala Desa dan beberapa warga Desa Karanggede. Data sekunder meliputi bahan

(2)

1202 hukum primer dan tersier. Teknik pengumpulan data yang digunaan adalah wawancara dan studi kepustakaan. Teknik analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif kualitatif.

@Copyright 2023.

PENDAHULUAN

Tanah merupakan kebutuhan dasar manusia. Sejak lahir hingga meninggal, manusia akan selalu membutuhkan tanah (Rahayu Subekti W. B., 2019, hal. 235).

Manusia membutuhkan tanah untuk tempat hidupnya (Limbong, 2011, hal. 3).

Objek tanah, bumi, air, yang dikuasai oleh pemerintah merupakan kekayaan nasional dan terjalin dalam hubungan yang abadi dengan bangsa Indonesia. “Negara mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa, menentukan dan mengatur hubungan- hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa serta menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa. Hal tersebut sesuai dengan esensi Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 2 ayat (2) UUPA (Erwiningsih, 2009, hal.

83).”

Meningkatnya populasi manusia yang disertai dengan perkembangan kebutuhan yang semakin beragam, maka pembangunan yang memadai untuk menunjang perkembangan kebutuhan tersebut sangat diperlukan. Pembangunan bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat untuk tercapainya kesejahteraan sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya (Rahayu Subekti W. B., 2015, hal. 440) sehingga pembangunan sangatlah penting agar tujuan nasional dalam suatu negara dapat tercapai. Untuk merealisasikan pembangunan, ketersediaan akan tanah sangat dibutuhkan. Tanah yang tidak dapat bertambah seiring dengan banyaknya kebutuhan pembangunan mengharuskan adanya sebuah upaya untuk mengatasi hal tersebut. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pengadaan tanah. Pengadaan tanah ini dapat dilakukan oleh swasta maupun pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum oleh pemerintah.

Salah satu pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum adalah pengadaan tanah untuk pembangunan Jalan Lingkar di daerah Bendungan Tukul, Desa Karanggede, Kecamatan Arjosari, Kabupaten Pacitan. Jalan Lingkar tersebut dibangunan setelah selesainya proyek multiyear Waduk Tukul.

Pembangunan jalan lingkar dilakukan untuk memudahkan akses keluar-masuk proyek pengisian Bendungan Tukul. Selain itu, pembangunan jalan lingkar tersebut dimaksudkan agar masyarakat sekitar dapat melakukan kegiatan sehari-harinya dengan lancar. Sebelum adanya jalan lingkar di sekitar Bendungan Tukul, masyarakat sekitar tidak dapat melakukan kegiatan karena jalan sebelumnya selalu tergenang saat hujan lebat tiba dan membuat masyarakat sekitar terisolasi.

Adanya jalan lingkar tersebut diharapkan dapat meningkatkan sektor pariwisata Kabupaten Pacitan dan menujang peningkatan perekonomian masyarakat Kabupaten Pacitan khususnya Kecamatan Arjosari. Pembangunan Jalan Lingkar Bendungan Tukul, bidang tanah yang terkena pengadaan tanah sekitar 25.540 m2. Dalam proses pembangunan Jalan Lingkar Bendungan Tukul dibutuhkan

(3)

1203 bidang tanah yang luas. Namun permasalahannya adalah penyediaan tanah untuk pembangunan, tanah merupakan sumber daya alam yang bersifat tetap dan tidak bertambah luasnya. Tanah yang dikuasai langsung oleh negara sangat terbatas, sehingga jalur yang ditempuh guna keberlangsungan pembangunan adalah membebaskan tanah milik rakyat.

Dalam fakta lapangan, sudah menjadi rahasia umum di kalangan masyarakat, bahwa setiap pembangunan fisik selalu melahirkan permasalahan. Permasalahan tersebut bisa mencangkup permasalahan materil maupun non-material. “Sehingga bukan lagi hal yang mengherankan jika pembangunan fisik yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah seringnya diperhadapkan dengan berbagai permasalahan-permasalahan panjang yang memerlukan penangan serius.

Permasalahan-permasalahan terkait dengan pengadaan tanah berorientasi pada terciptanya kepastian hukum tentang letak dan luas tanah yang dibutuhkan, jenis hak atas tanah yang di atas tanah objek pengadaan tanah, serta besaran uang ganti kerugian.”

Permasalahan yang timbul dalam proses pengadaan tanah untuk pembangunan Jalan Lingkar Waduk Tukul di Desa Karanggede, Kecamatan Arjosari, Pacitan yaitu adanya warga sekitar yang tidak berkenan atas tanahnya digunakan sebagai sarana pembangunan Jalan Lingkar Waduk Tukul (Wawancara dengan Kepala Pengadaan Tanah BBWS Bengawan Solo). Besaran ganti kerugian juga menjadi masalah utama dalam proses pengadaan tanah pembangunan Jalan Lingkar Waduk Tukul. Dari uraian di atas penulis ingin melakukan penelitian mengenai Pelaksanaan Pengadaan Tanah tersebut dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pengadaan tersebut.

Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum

Pengadaan “tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum diatur melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. “Pengadaan tanah dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yang pertama merupakan pengadaan tanah yang dilakukan pemerintah untuk kepentingan umum, dan kedua merupakan pengadaan tanah untuk kepentingan swasta meliputi kepentingan komersial” (Limbong, 2011, hal. 12).

Pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak. Pengadaan tanah memiliki 3 (tiga) unsur yang terbagi menjadi sebagai berikut (Iskandar, 2010, hal.

2):

a. Kepentingan untuk mendapatkan tanah, dalam rangka pemenuhan lahan pembangunan untuk kepentingan umum;

b. Pemberian ganti rugi kepada yang terkena kegiatan pengadaan tanah;

c. Pelepasan hubungan hukum dari pemilik tanah kepada pihak lain.

Tujuan Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum tertuang dalam Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum pada pada Pasal 3 yang menyatakan bahwa “tujuannya adalah menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang Berhak.” Pemerintah sebagai pihak yang membutuhkan tanah harus tetap menjamin kepentingan hukum pihak yang berhak dan menjamin

(4)

1204 kesejahteraan masyarakat yang bertempat tinggal di dalam lokasi pengadaan tanag maupun masyarakat yang terkena dampak dari kegiatan pengadaan tanah.

Dalam pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum pelaksanaannya harus sesuai dengan asas-asas yang telah diatur dalam Pasal 2 UU Nomor 2 Tahun 2012. Asas-asas tersebut adalah sebagai berikut :

a. Kemanusiaan b. Keadilan c. Kemanfaatan d. Kepastian e. Keterbukaan f. Kesepakatan g. Keikutsertaan h. Kesejahteraan i. Keberlanjutan j. Keselarasan

Substansi pengaturan mengenai pengadaan tanah bagi kepentingan umum yang dilakukan pemerintah adalah dengan menerbitkan UU Cipta Kerja yang berpengaruh terhadap 11 pasal dalam UU Nomor 2 Tahun 2012. “Pengaruh tersebut adalah revisi dalam UU Cipta Kerja yang berkaitan dengan 1). Penambahan jenis pembangunan untuk kepentingan umum; 2). Upaya percepatan pengadaan tanah seperti penyelesaian status kawasan hutan; 3). Percepatan pengadaan tanah terkait dengan tanah kas desa, tanah wakaf, tanah aset; 4). Perlibatan Lembaga pertanahan untuk membantu dalam penyusunan dokumen perencanaan pengadaan tanah; 5).

Penambahan jangka waktu penetapan lokasi; 5). Penitipan ganti kerugian.”

Ganti Kerugian

Masalah ganti kerugian merupakan hal yang paling penting dalam proses pengadaan tanah (Subekti, 2016, hal. 382). Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum menyatakan bahwa, “ganti kerugian merupakan penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah.” Ganti kerugian sebagai suatu upaya mewujudkan penghormatan kepada hak-hak dan kepentingan perseorangan yang telah dikorbankan untuk kepentingan umum, dapat disebut adil, apabila hal tersebut tidak membuat seseorang menjadi lebih kaya, atau sebaliknya menjadi lebih miskin dari keadaan semula (Soemardjono, 2007, hal. 80).

Dalam pemberian ganti kerugian harus mempertimbangkan beberapa hal yang sekiranya dapat memperburuk keadaan dan taraf kehidupan orang-orang yang tanahnya akan dibebaskan. “Pemerintah harus memikirkan kualitas kehidupan masyarakat meningkat, dan diupayakan agar ganti kerugian diberikan dalam bentuk yang tidak mengubah pola hidup masyarakat, dengan dalih pemukiman yang sesuai” (Hermanto, 1995, hal. 11). Selain itu harus mempertimbangkan juga faktor- faktor non fisik atau immateriil. “Faktor yang bersifat nonfisik atau immaterial dapat memperburuk keadaan jika tidak dipertimbangkan dalam besarnya penentuan ganti kerugian. Hal yang harus dipertimbangkan misalnya adalah biaya pindah tempat dan pekerjaan, naik-turunnya penghasilan pemegang hak karena proses pengambilalihan yang lama dan kerugian-kerugian lainnya seperti sebagian tanah yang tidak dibebaskan sulit dijual” (Soemardjono, 2009, hal. 29).

(5)

1205 Dalam Pasal 36 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum diatur menganai bentuk ganti kerugian yang dapat diberikan berupa (Subekti, 2016, hal. 389):

1) Uang;

2) Tanah pengganti;

3) Pemukiman kembali;

4) Kepemilikan saham; dan

5) Bentuk lain yang disetujui para pihak yang bersangkutan

Ganti kerugian tersebut diberikan untuk hak atas tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah. “Selain terhadap tanah-tanah hak perseorangan, berlaku juga terhadap bidang tanah yang dikuasai hak ulayat dengan diberikan dalam bentuk pembangunan fasilitas umum atau bentuk lain yang bermanfaat bagi masyarakat.”

Perumusan Masalah

Rumusan masalah yang diangkat pada penelitian adalah sebagai berikut : 1. Apakah pelaksanaan pembangunan Jalan Lingkar Waduk Tukul di Kabupaten

Pacitan sudah sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku?

2. Apa kendala yang dihadapi dalam pembangunan Jalan Lingkar Waduk Tukul di Kabupaten Pacitan?

METODE PENELITIAN

Penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian hukum ini merupakan penelitian hukum empiris, dimana penelitian ini menganalisis perilaku hukum individu serta menggunakan fakta-fakta empiris yang diambil dari peran pemerintah dan masyarakat dalam terselenggaranya pembangunan. Dalam penelitian hukum ini data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh langsung dari masyarakat dan instansi terkait. Penelitian hukum empris berfokus pada perilaku individu atau masyarakat dan dikaji sebagai fenomena social yaitu hukum dalam kenyataan di dalam kehidupan bermasyarakat. Tujuannya untuk memperoleh suatu identifikasi dan efektivitas hukum yang berlaku (Soekanto, 2010, hal. 51).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelaksanaan Pengadaan Tanah Jalan Lingkar Waduk Tukul di Kabupaten Pacitan

Dalam proses pembangunan Waduk Tukul ada dua tahapan proses pengadaan tanah. Yang pertama yaitu pengadaan tanah pembangunan bendungan dimana pengadaan tanah tersebut merupakan pengadaan tanah skala besar yang telah selesai dilaksanakan pada tahun 2019 dan yang kedua yaitu pembangunan Jalan Lingkar yang mana pengadaan tanah merupakan pengadaan tanah skala kecil.

Pengadaan tanah untuk kepentingan umum sendiri diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 yang menjelaskan secara rinci mengenai keseluruhan proses pengadaan tanah dimulai dari awal hingga akhir pembangunan untuk kepentingan umum tersebut dilakukan. Tahapan-tahapan “penyelenggaraan pengadaan tanah yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 merupakan tahapan pengadaan tanah skala besar yang terdiri dari tahap perencanaan, persiapan,

(6)

1206 pelaksanaan, dan penyerahan hasil yang mana dalam setiap tahapan tersebut terdiri dari beberapa langkah yang harus dilalui. Sedangkan tahapan pengeadaan tanah skala kecil yang melibatkan tanah kurang dari 5 hektar tidak diatur dalam Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2012. Ketentuan pengadaan tanah skala kecil diatur dalam Perpres Nomor 148 tahun 2015 tentang Perubahan Keempat Atas Perpres Nomor 71 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 dan Perpres Nomor 148 Tahun 2015 menunjukkan perbedaan mengenai proses penyelenggaraan pengadaan tanah. Dimana dalam UU No. 12 Tahun 2012 proses pengadaan tanah dijelaskan bahwa ada Panitia Pengadaan Tanah (P2T) dan penetapan lokasi sedangkan pada Perpres No. 148 Tahun 2015 menjelaskan bahwa proses pengadaan tanah yang luasnya kurang dari 5 hektar dilakukan langsung oleh instansi terkait tanpa adanya penetapan lokasi dengan menggunakan hasil dari penilaian jasa penilai tidak menjelaskan bagaimana proses pelaksanaan pengadaan tanah yang tergolong skala kecil, dan apa saja tahapan yang harus dilakukan.”

Pembangunan Jalan Lingkar di wilayah Waduk Tukul di Desa Karanggede dilatarbelakangi oleh adanya permasalahan pada aksesibilitas jalan ketika hujan lebat turun karena jalan yang ada tergenang dan menganggu aktivitas warga sekitar maupun aktivitas proyek pengairan nasional. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu dilakukan penanganan segera dengan membangunan ruas jalan yang lebih tinggi sebelumnya yang melingkari Waduk Tukul sehingga dapat memberikan kenyamanan aktivitas masyarakat dan melancakan proyek pengairan nasional.

Dalam pembangunan Jalan Lingkar di sekitar Waduk Tukul Karanggede melibatkan tanah warga sebagai lokasi pembangunan. Tanah warga yang tekena dalam rencana pembangunan Jalan Lingkar tersebut nantinya akan dilakukan pengadaan tanah oleh BBWS Bengawan Solo. Pengadaan tanah tersebut dilakukan untuk mendapatkan hak atas tanah yang dimiliki oleh pihak yang berhak dengan memberikan ganti kerugian yang layak menjadi milik negara untuk berbagai bentuk pembangunan kepentingan, khsusnya kepentingan publik. “Dalam hal pengadaan tanah, ganti kerugian dilakukan dengan cara diskusi antara instansi terkait yang membutuhkan tanah dengan pemegang hak atas tanah yang tanahnya dibutuhkan untuk pembangunan tersebut. Tanah yang terkena dalam pembangunan proyek jalan lingkar tersebut seluas 25.540 m2 (Wawancara dengan Bapak Sugiyono selaku Kepala Seksi Pengadaan Tanah BPN Kabupaten Pacitan).”

Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan Solo selaku instansi terkait yang membutuhkan tanah melakukan koordinasi dengan Bidang Pertanahan DKPP Kabupaten Pacitan yang dilaksanakan pada tanggal 9 April 2021. “Koordinasi tersebut dilaksanakan untuk membahas mengenai penyusnan peraturan bupati tentang tata cara penetapan lokasi pengadaan tanah untuk kepentingan umum skala kecil. Hasil koordinasi dengan Bidang Pertanahan DKPP Kabupaten Pacitan memutuskan bahwa pengadaan tanah untuk pembangunan Jalan Lingkar Waduk Tukul ini dilaksanakan tanpa melakukan penetapan lokasi.” Sehingga BBWS selaku instansi yang membutuhkan tanah langsung membentuk proposal/site plan dan membentuk Tim Pelaksana Pengadaan Tanah. “Pembentukan tim pelaksana tersebut berdasarkan Surat Keputusan Kepala Satuan Kerja Pengadaan Tanah Direktorat Sistem dan Strategi Pengelolaan Sumber Daya Air Nomor:

50/PTSK/PPKPT-BEND/BBWS-BS/2021 tentang Penetapan Tim Pelaksana Dan

(7)

1207 Honorarium Untuk Pengadaan Tanah Skala Kecil Dalam Rangka Pembangunan Bendungan Tukul di Kabupaten Pacitan.”

Setelah tim pelaksana terbentuk, dilakukan inventarisasi dan identifikasi bidang tanah yang akan digunakan sebagai pembangunan Jalan Lingkar Waduk Tukul. Pelaksanaan identifikasi dan inventarisasi dilaksanakan pada tanggal 15 Juni 2021 sampai dengan 22 Juni 2021 dan hasilnya diumumkan pada 29 Juni 2021 sekaligus menyampaikan pertemuan tatap muka sebagai sarana pengajuan sanggahan/keberatan dari pihak yang berhak terhadap hasil inventarisasi dan identifikasi.

Tahapan pelaksanaan pengadaan tanah Jalan Lingkar Waduk Tukul yang selanjutnya adalah penilaian ganti rugi. Penilaian ganti rugi atas bidang tanah pembangunan Jalan Lingkar Waduk Tukul dilakukan oleh Tim Appraisal Andi Tiffani dan Rekan. “Nilai penggantian kerugian yang dinilai oleh Kantor Jasa Penilai Publik Andi Tiffani dan Rekan terdiri dari nilai fisik dan kerugian non fisik. Nilai fisik meliputi harga tanah per bidang, harga bangunan dan pengembangan lainnya, serta tanaman. Kerugian non fisiknya adalah faktor-faktor penggantian kerugian sebagai akibat dari pengadaan kepada yang memiliki tanah, bangunan, tanaman, dan benda- benda lain yang berkaitan dengan tanah yang dapat memberikan kelangsungan hidup yang lebih dari tingkat sosial ekonomi sebelum terkena pengadaan tanah.”

Setelah nilai ganti kerugian diserahkan kepada Tim Pelaksana Pengadaan Tanah, dilakukan musyawarah penetapan ganti kerugian dengan pihak yang berhak yang dilaksanakan pada 7 Oktober 2021 dimana pihak yang berhak yang telah menyetujui besaran nilai ganti kerugian menandatangani Berita Acara Kesepakatan Nomor 03/BA.Musyawarah/PT-BEND/BBWS-BS/X/2021 dan ganti kerugian diserahkan pada 27 Oktober 2021 sesuai dengan SK Kepala Satuan Kerja Pengadan Tanah Direktorat Sistem dan Strategi Pengelolaan Sumber Daya Air Nomor 29/SK.PemUGR/SKPT/2021 dengan total nilai ganti kerugian sebesar Rp 9.560.647.031 rupiah. Penyerahan ganti kerugian dilakukan bersamaan dengan pelepasan hak atas tanah oleh pihak yang berhak.

Pengadaan tanah bagi Pembangunan Jalan Lingkar Waduk Tukul seluas 25.540 m2 dilakukan langsung oleh instansi yang memerlukan tanah sesuai denganPasal 121 Perpres Nomor 148 tahun 2015 yang menyatakan bahwa, “dalam rangka efisiensi dan efektivitas pengadan tanah untuk kepentingan umum yang luasnya tidak lebih dari 5 (lima) hektar dapat dilakukan langsung oleh instansi yang memerlukan tanah dengan cara jual-beli atau tukar-menukar atau cara lain yang disepakati kedua belah pihak” (Wenny Yolanda Ratna Sari, 2021, hal. 56). Dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan pengadaan tanah maka Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan Solo sebagai instansi yang memerlukan tanah melakukan pengadaan tanah guna pembangunan Jalan Lingkar Waduk Tukul dengan lebar jalan ±3-4 meter dan panjang 6 km yang membentang di sepanjang pinggiran Waduk Tukul.”

Pelaksanaan “pengadaan tanah untuk kepentingan umum skala kecil ini dilakukan langsung oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan Solo dibantu dengan instansi teknis terkait dan instansi yang menyelenggaran urusan pemerintah di bidang pertanahan untuk mendukung penyediaan data dengan dibentuknya Tim Pelaksana Pengadaan Tanah Skala Kecil. Pembentukan Tim Pelaksana Pengadaan Tanah Skala Kecil walaupun tidak diatur dalam Peraturan

(8)

1208 Presiden Nomor 148 Tahun 2015 tetapi diatur dalam Pasal 20 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 19 Tahun 2021 yang menyatakan bahwa instansi terkait dapat melaksanakan pengadaan tanah secara mandiri ataupun dengan membentuk tim pelaksana yang terdiri dari intansi yang memerlukan tanah dengan melbatkan instansi teknis terkait dan instansi yang menyelenggarakan urursan pemerintahan di bidang pertanahan untuk mendukung penyediaan data.”

Penyelenggaraan pelaksanaan pengadaan tanah pembangunan Jalan Lingkar Waduk Tukul ini belum sepenuhnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu “Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011, Perpres Nomor 148 Tahun 2015 yang diperbarui “menjadi PP Nomor 19 Tahun 2012 dan Permen ATR/BPN Nomor 19 Tahun 2021 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.”

Kendala yang Dihadapi Dalam Pelaksanaan Pengadaan Tanah Pembangunan Jalan Lingkar Waduk Tukul

Seringkali dalam pelaksanaan pengadaan tanah aspek keadilan dalam pemberian ganti kerugian kepada pemegang hak atas tanah dikesampingkan dan yang diutamakan merupakan aspek kepastian hukum dan kemanfaatannya, sehingga tidak jarang pengadaan tanah menimbulkan konflik maupun sengketa.

Ganti kerugian yang dilakukan oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan solo dalam pengadaan tanah pembangunan Jalan Lingkar Waduk Tukul ini dilakukan dengan cara musyawarah dengan pihak yang berhak. Namun walaupun ganti kerugian ditempuh dengan cara musyawarah, masih menimbulkan konflik antara pihak yang berhak dan pihak BBWS.

Beberapa pihak yang berhak menolak besaran ganti kerugian yang ditetapkan dengan alasan bahwasanya besaran ganti kerugian yang ditetapkan oleh pihak yang membutuhkan tanah dinilai tidak sebanding dengan bidang tanah mereka yang merupakan sumber mata pencaharian. Padahal pihak instansi yang membutuhkan tanah selain menetapkan ganti kerugian fisik tetapi juga memberikan ganti kerugian non fisik kepada pemilik tanah.

Adanya pihak yang tidak setuju dengan ganti kerugian yang telah ditetapkan ini tidak dapat dilakukan upaya hukum konsinyasi atau penitipan ganti kerugian di Pengadilan karena dalam pelaksanaan pengadaan tanahnya tidak dilakukan penetapan lokasi. Syarat dapat dilakukannya upaya hukum konsinyasi atau penitipan ganti kerugian ke Pengadilan menurut Pasal 35 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2016 yaitu adanya penetapan lokasi yang ditetapkan oleh gubernur atau walikota/bupati.

PENUTUP Kesimpulan

Pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 yang mendefinisikan bahwa pengadaan tanah merupakan kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak. Pengadaan tanah pembangunan Jalan Lingkar Waduk Tukul ini dilatarbelakangi oleh adanya

(9)

1209 permasalahan pada aksesibilitas jalan ketika hujan lebat turun karena jalan yang ada tergenang dan menganggu aktivitas warga sekitar maupun aktivitas proyek pengairan nasional. Pelaksanaan pengadaan tanah untuk pembangunan Jalan Lingkar Waduk Tukul di Kabupaten Pacitan oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan Solo belum sepenuhnya sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku dimana dalam pelaksanaannya tahapan pelaksanaan pengadaan tanah tidak dilakukan secara urut sesuai dengan undang-undang dan penetapan ganti kerugian yang dilakukan oleh instansi yang membutuhkan tanah walaupun dilakukan dengan cara musyawarah namun menimbulkan konflik antara pihak yang berhak dan instansi yang membutuhkan tanah.

Selain itu dalam pelaksanaan pengadaan tanah pembangunan Jalan Lingkar Waduk Tukul juga memiliki kendala karena adanya warga yang tidak sepakat dengan ganti kerugian yang ditetapkan namun hal tersebut tidak dpat dilakukan upaya hukum konsinyasi karena dalam tahap pelaksanaan pengadaan tanah ini tidak dilakukan penetapan lokasi.

Rekomendasi

Pemerintah hendaknya memberikan pengaturan mengenai penetapan lokasi untuk pengadaan tanah skala kecil agar instansi terkait yang melakukan pengadaan tanah dapat melakukan upaya hukum ketika masyarakat yang menolak kesepakatan ganti kerugian atas tanahnya bagi pembangunan untuk kepentingan umum.

Pemerintah melakukan sosialisasi mengenai pemahaman tentang pengadaan tanah bagi pembangunan umum dan fungsi sosial atas tanah kepada masyarakat sehingga masyarakat paham mengenai pentingnya pembangunan dan fungsi sosial atas tanah sehingga dalam penetapan ganti kerugian pihak yang berhak tidak meminta ganti kerugia yang lebih tinggi dari harga pasar.

DAFTAR PUSTAKA Buku:

Erwiningsih, W. (2009). Hak Menguasai Negara Atas Tanah. Yogyakarta: Total Media.

Hermanto, Z. (1995). Perubahan Pemanfaatan Lahan di Wilayah Jabodetabek (Studi Kasus Mengenai Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Yang Mengalami Penggusuran). Jakarta: Puslitbang Ekonomi dan Pembangunan LIPI.

Iskandar, M. (2010). Pembebasan Tanah Untuk Pembangunan Kepentingan Umum.

Jakarta: Jala Permata Aksara.

Limbong, B. (2011). Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan. Jakarta: Margaretha Pustaka.

Soekanto, S. (2010). Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI-Press.

Soemardjono, M. S. (2007). "Kebijakan Pertanahan": Antara Regulasi dan Implementasi. Jakarta: Buku Kompas.

Soemardjono, M. S. (2009). Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosial Dan Budaya.

Jakarta: PT. Kompas.

Jurnal

Rahayu Subekti, W. B. (2015). PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN DALAM MENGANTISIPASI ALIH FUNGSI TANAH AKIBAT PENGADAAN TANAH BAGI

(10)

1210

PEMBANGUNAN. Yustisia, 4(2), 439-455.

doi:https://doi.org/10.20961/yustisia.v4i2.8662

Rahayu Subekti, W. B. (2019). PERENCANAAN DAN PEMANDAATAN RUANG BERKEADILAN UNTUK MENGANTISIPASI ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN. Bina Hukum Lingkungan, 3(2), 234-245.

doi:https://doi.org/10.24970/bhl.v3i2.59

Subekti, R. (2016). KEBIJAKAN PEMBERIAN GANTI KERUGIAN DALAM PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTK KEPENTINGAN UMUM.

Yustisia, 5(2), 376-394. doi:https://doi.org/10.20961/yustisia.v5i2.8754 Wenny Yolanda Ratna Sari, P. K. (2021). Evaluasi Pengadaan Tanah Skala Kecil

dengan dan tanpa Penetapan Lokasi di Kabupaten Sleman. MARCAPADA:

Jurnal Kebijakan Pertanahan, 1(1), 61-75. Diambil kembali dari https://jurnalmarcapada.stpn.ac.id

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini sebagaimana yang ditentukan lebih lanjut dalam Pasal 1 ayat 1, 2, 3 Ketentuan Umum Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999 Tentang