BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Disabilitas merupakan kondisi yang mencakup gangguan fungsi tubuh, keterbatasan dalam menjalankan aktivitas, serta hambatan dalam berpartisipasi secara penuh di masyarakat. Kondisi ini dapat menghalangi individu untuk menjalani kehidupan sosial secara setara.
Meski demikian, sebagaimana ditegaskan oleh Stephen Hawking, disabilitas tidak seharusnya menjadi penghalang mutlak selama ada dukungan memadai dari lingkungan dan sistem sosial.1 Namun pada kenyataannya, stigma sosial terhadap individu dengan gangguan bipolar sering kali menjadi hambatan utama dalam partisipasi sosial, bahkan melebihi dampak dari kondisi medis itu sendiri.2
Dalam kerangka hukum dan sosial, disabilitas diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori, yaitu: (1) disabilitas fisik, seperti ketulian atau kebutaan; (2) disabilitas intelektual, yang berkaitan dengan keterbatasan kemampuan berpikir; (3) disabilitas mental, yang meliputi gangguan jiwa dan kejiwaan; serta (4) disabilitas ganda, yaitu gabungan dari dua atau lebih jenis disabilitas tersebut.3 Gangguan bipolar termasuk dalam kategori disabilitas mental.4 Penderitanya mengalami perubahan suasana hati yang ekstrem, dari fase mania yang hiperaktif
1 Stephen Hawking, Black Holes and Baby Universes and Other Essays (New York:
Bantam Books, 1993), hlm. 150.
2 World Health Organization, Mental Health Atlas 2020 (Geneva: WHO, 2021), hlm. 48.
3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas, Pasal 4.
4 American Psychiatric Association, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5) (Washington DC: APA, 2013), hlm. 123–130.
hingga depresi berat. Kondisi ini tidak hanya berdampak pada stabilitas emosional, tetapi juga pada cara berpikir, pengambilan keputusan, dan kemampuan membina relasi interpersonal, termasuk dalam kehidupan rumah tangga.5
Dalam institusi pernikahan, ketidakseimbangan emosi yang dialami penyandang bipolar dapat memicu persoalan serius yang berujung pada konflik, disharmoni, bahkan perceraian apabila tidak ditangani secara bijak. Hal ini menjadikan perempuan penyandang bipolar berada dalam posisi yang sangat rentan, terutama ketika mereka berperan sebagai istri. Diskriminasi berlapis seringkali terjadi mereka mengalami ketidakadilan bukan hanya sebagai perempuan, tetapi juga sebagai penyandang disabilitas mental.6
Berdasarkan data yang dihimpun dari RSJ Dr. Soeharto Heerdjan, Jakarta, terdapat peningkatan jumlah pasien perempuan dengan diagnosis gangguan bipolar selama tahun 2023-2024.7 Sebagian dari mereka tercatat mengalami masalah dalam rumah tangga yang kemudian berujung pada perkara perceraian di pengadilan agama.
Namun dalam praktiknya, tidak semua putusan pengadilan mempertimbangkan kondisi kejiwaan istri sebagai bagian dari hak-hak penyandang disabilitas yang seharusnya mendapatkan perlindungan hukum.
Padahal, Indonesia telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas sebagai implementasi
5 Rachmah Ida, "Dampak Gangguan Bipolar dalam Kehidupan Rumah Tangga,"
Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental, Vol. 8 No. 2 (2021): hlm. 115–120.
6 Komnas Perempuan, Catatan Tahunan (CATAHU) 2022: Kekerasan terhadap Perempuan dengan Disabilitas Mental (Jakarta: Komnas Perempuan, 2022), hlm. 44–46.
7 Data RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Grogol, Laporan Tahunan 2023–2024 (tidak dipublikasikan), wawancara dengan bagian rekam medis, April 2024.
dari Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (CRPD). Dalam regulasi tersebut, ditegaskan bahwa penyandang disabilitas memiliki hak untuk hidup berkeluarga, memperoleh perlindungan dari diskriminasi, serta diperlakukan secara adil dalam proses hukum.8 Sayangnya, dalam praktik peradilan agama, prinsip-prinsip tersebut belum sepenuhnya terinternalisasi dalam pertimbangan hakim, terutama ketika menyangkut istri dengan gangguan bipolar.
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan kritis mengenai sejauh mana sistem hukum nasional dan prinsip-prinsip CRPD telah diterapkan secara efektif dalam perlindungan terhadap perempuan penyandang bipolar, khususnya dalam perkara perceraian dan hak-hak istri dalam pernikahan. Di samping itu, penting pula untuk menelaah bagaimana hukum Islam sebagai sumber hukum materiil peradilan agama memandang kondisi ini apakah memberikan ruang perlindungan atau justru memperkuat posisi dominan suami dalam mengambil keputusan cerai.9
Dengan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perlindungan hukum terhadap istri penyandang bipolar disorder dalam putusan-putusan pengadilan agama, dengan menggunakan perspektif hukum Islam, hukum positif Indonesia, dan prinsip-prinsip dalam CRPD.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi akademik dan praktis dalam memperkuat perlindungan hukum bagi
8 United Nations, Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD), Article 23. Lihat juga UU No. 8 Tahun 2016, Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 9.
9 Jaih Mubarok, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2018), hlm. 203-210.
perempuan penyandang disabilitas mental, serta mendorong sistem peradilan yang lebih responsif dan inklusif terhadap kelompok rentan.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, terdapat beberapa persoalan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Stigma dan Kerentanan Ganda.
Perempuan penyandang bipolar mengalami diskriminasi berlapis, baik sebagai perempuan maupun sebagai penyandang disabilitas mental, yang menempatkan mereka pada posisi rentan dalam kehidupan rumah tangga dan sosial.
2. Ketidaksesuaian Praktik Hukum dengan Regulasi Disabilitas.
Meskipun Indonesia telah memiliki regulasi yang jelas melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 dan telah meratifikasi CRPD, dalam praktiknya, pertimbangan hukum terhadap kondisi kejiwaan istri dalam perkara perceraian belum sepenuhnya diakomodasi oleh hakim di pengadilan agama.
3. Ketiadaan Perlindungan Khusus dalam Putusan Pengadilan.
Banyak putusan pengadilan agama yang belum mempertimbangkan hak-hak hukum istri penyandang bipolar sebagai penyandang disabilitas, sehingga berpotensi mengabaikan prinsip keadilan, nondiskriminasi, dan perlindungan terhadap kelompok rentan.
4. Pertanyaan terhadap Peran Hukum Islam.
Masih terdapat pertanyaan kritis mengenai apakah hukum Islam sebagai dasar hukum materiil di pengadilan agama memberikan perlindungan bagi istri penyandang bipolar, atau justru memperkuat posisi dominan suami dalam pengambilan keputusan perceraian.
5. Minimnya Respons Sistemik.
Belum adanya sistem hukum dan peradilan yang secara komprehensif responsif terhadap kebutuhan dan kondisi khusus perempuan dengan disabilitas mental, terutama dalam konteks hak- hak istri dan perceraian.
C. Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah
Untuk menjaga fokus kajian dan menghindari pembahasan yang terlalu luas, penelitian ini dibatasi pada hal-hal berikut:
1. Subjek yang dikaji adalah perempuan yang didiagnosis mengidap gangguan bipolar (bipolar disorder) dan berstatus sebagai istri dalam suatu hubungan pernikahan yang menjadi objek perkara di Pengadilan Agama.
2. Objek penelitian dibatasi pada empat putusan Pengadilan Agama yang melibatkan perempuan penyandang bipolar disorder sebagai pihak istri, yaitu:
1. Putusan Nomor 2526/Pdt.G/2022/PA.JS 2. Putusan Nomor 3701/Pdt.G/2024/PA.JS 3. Putusan Nomor 4941/Pdt.G/2022/PA.JS 4. Putusan Nomor 0419/Pdt.G/2014/PA.JP 3. Aspek hukum yang dianalisis dibatasi pada:
1. Perlindungan hukum terhadap istri penyandang bipolar disorder dalam konteks perceraian dan hak-hak setelah perceraian (seperti hak nafkah, hak asuh anak, dan perlindungan dari poligami)
2. Pertimbangan hakim terhadap kondisi disabilitas mental dalam putusan. c. Penilaian terhadap sejauh mana prinsip-prinsip
CRPD, UU No. 8 Tahun 2016, dan hukum Islam (fiqh, kaidah ushuliyah, dan Kompilasi Hukum Islam) diakomodasi dalam pertimbangan dan amar putusan
3. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan pendekatan kasus (case approach), dengan sumber utama berupa peraturan perundang-undangan, konvensi internasional, literatur hukum Islam, serta analisis yurisprudensi.
4. Penelitian ini tidak membahas aspek medis atau psikologis gangguan bipolar secara klinis, melainkan hanya pada implikasi hukumnya dalam konteks pernikahan dan putusan pengadilan
2. Rumusan Masalah
1. Bagaiman kondisi disabilitas mental, khususnya gangguan bipolar mempengaruhi kehidupan rumah tangga seorang istri dalam perspektif sosial dan hukum?
2. Mengapa perempuan penyandang gangguan bipolar berada dalam posisi yang sangat rentan dalam institusi pernikahan, terutama dalam menghadapi perceraian?
3. Sejauh mana Penadilan Agama telah mempertimbangkan kondisi kejiwaan istri penyandang bipolar sebagai bagian dari hak-hak penyandang disabilitas dalam putusan perceraiannya?
4. Bagaimana bentuk penerapan atau implementasi perlindungan hukum terhadap istri penyandang bipolar disorder dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama?
Pertanyaan ini mencakup aspek hukum positif dan praktik Pengadilan.
5. Bagaimana implementasi prinsip-prinsip Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (CRPD) dalam putusan Pengadilan Agama yang melibatkan istri penyandang disabilitas mental?
Pertanyaan ini mencakup Hukum Internasional dan Pelaksanaannya di Indonesia.
6. Bagaimana tinjauan hukum Islam dan hukum positif terhadap perlindungan hak istri penyandang bipolar dalam perkara perceraian? apakah hukum Islam memberikan perlindungan yang memadai atau justru memperkuat posisi dominan suami? Pertanyaan ini meliputi koparasi dua system hukum utama.
D. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menganalisis bentuk perlindungan hukum terhadap istri penyandang bipolar disorder dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama.
2. Menelaah implementasi prinsip-prinsip Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (CRPD) dalam putusan Pengadilan Agama yang melibatkan istri penyandang disabilitas mental.
3. Mengkaji tinjauan hukum Islam dan hukum positif terhadap perlindungan hak-hak istri penyandang bipolar disorder dalam perkara perceraian.
2. Manfaat Penelitian a. Secara Teoritis
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Pengembangan Ilmu Hukum:
2. Penelitian ini memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu hukum keluarga, khususnya terkait dengan perlindungan hukum bagi penyandang disabilitas mental dalam konteks perkawinan dan perceraian. Ini akan menambah khasanah literatur mengenai konsep perlindungan hukum dan implementasi prinsip CRPD dalam perkara perceraian.
3. Kajian Perbandingan Hukum: Penelitian ini juga memberi wawasan mengenai perbandingan antara hukum Islam dan hukum positif Indonesia dalam mengatur perlindungan hak- hak perempuan penyandang gangguan bipolar. Hal ini dapat membuka diskusi lebih lanjut mengenai pendekatan hukum yang lebih inklusif terhadap penyandang disabilitas mental dalam konteks hukum keluarga.
4. Menganalisis bentuk perlindungan hukum terhadap istri penyandang bipolar disorder dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama.
5. Menelaah implementasi prinsip-prinsip Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (CRPD) dalam putusan Pengadilan Agama yang melibatkan istri penyandang disabilitas mental.
6. Mengkaji tinjauan hukum Islam dan hukum positif terhadap perlindungan hak-hak istri penyandang bipolar disorder dalam perkara perceraian.
b. Secara Praktis
1. Peningkatan Pemahaman Hak Penyandang Disabilitas.
Penelitian ini diharapkan dapat membantu praktisi hukum, seperti pengacara, hakim, dan konselor keluarga, dalam memahami hak-hak penyandang disabilitas mental, terutama dalam perkara perceraian, dan bagaimana hak-hak tersebut harus dilindungi dalam proses hukum.
2. Rekomendasi untuk Advokasi Hukum
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi praktis bagi lembaga-lembaga terkait, seperti Pengadilan Agama dan Lembaga Perlindungan Perempuan dan Anak, untuk lebih memperhatikan hak-hak penyandang disabilitas mental dalam proses perceraian, dan dapat menjadi dasar bagi pembuatan kebijakan hukum yang lebih responsif terhadap kebutuhan penyandang disabilitas.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi praktis bagi lembaga-lembaga terkait, seperti Pengadilan Agama dan Lembaga Perlindungan Perempuan dan Anak, untuk lebih memperhatikan hak-hak penyandang disabilitas mental dalam proses perceraian, dan dapat menjadi dasar bagi pembuatan kebijakan hukum yang lebih responsif terhadap kebutuhan penyandang disabilitas.
c. Manfaat Sosial
1. Pemahaman Masyarakat tentang Penyandang Disabilitas Mental
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan sosial dan hukum bagi penyandang disabilitas mental, khususnya dalam
kehidupan perkawinan. Dengan demikian, diharapkan akan mengurangi stigma sosial terhadap penyandang gangguan bipolar dan memperbaiki penerimaan sosial terhadap mereka dalam konteks rumah tangga dan keluarga.
2. Peningkatan Kesejahteraan Penyandang Disabilitas:
Dengan adanya pemahaman yang lebih baik tentang hak- hak penyandang disabilitas mental dalam perkawinan, penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan sosial penyandang disabilitas, serta memberikan dukungan yang lebih besar bagi mereka dalam menjalani kehidupan rumah tangga yang harmonis.
d. Manfaat Kebijakan
Penguatan Kebijakan Hukum.
Penelitian ini dapat menjadi dasar untuk memperkuat peraturan perundang-undangan yang mengatur hak-hak penyandang disabilitas mental dalam konteks perkawinan dan perceraian, serta mendorong adanya kebijakan yang lebih inklusif dan berpihak pada penyandang disabilitas dalam system hukum keluarga Indonesia.
E. Kajian Terdahulu F. Metode Penelitian
Metode penelitian dalam karya ilmiah ini dirancang untuk mendalami perlindungan hukum bagi istri penyandang bipolar disorder dalam perkara perceraian, dengan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan kasus.
Penelitian ini berfokus pada analisis terhadap peraturan hukum yang ada serta penerapannya dalam praktik pengadilan, terutama pengadilan agama.
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yang bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang memfokuskan diri pada kajian terhadap norma hukum yang berlaku dan penerapannya dalam kasus yang relevan.
Penelitian ini juga menggunakan pendekatan kasus (case approach) dengan menganalisis putusan pengadilan yang berkaitan dengan perceraian yang melibatkan penyandang gangguan bipolar.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yuridis normatif mengacu pada aturan-aturan hukum positif di Indonesia (termasuk UU No. 1 Tahun 1974, UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, dan hukum Islam), serta implementasi Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas (CRPD) dalam peraturan nasional.
3. Sumber Penelitian
Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari dua kategori utama, yaitu,
1. Sumber Hukum Primer
Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari dua kategori utama, yaitu:
1. Putusan-putusan pengadilan agama yang relevan, yaitu:
a. Putusan Nomor 2526/Pdt.G/2022/PA.JS b. Putusan Nomor 3701/Pdt.G/2024/PA.JS c. Putusan Nomor 4941/Pdt.G/2022/PA.JS, dan
d. Putusan Nomor 0419/Pdt.G/2014/PA.JP yang menjadi objek kajian dalam analisis penelitian ini.
2. Sumber Hukum Skunder
Berupa Literatur berupa buku, artikel jurnal, tesis, dan dokumen- dokumen hukum yang berkaitan dengan hukum keluarga,
perlindungan hak-hak penyandang disabilitas, serta kaidah fiqh Islam terkait dengan perceraian dan perlindungan keluarga.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini melalui dua cara, yaitu:
a. Library Research
Data dikumpulkan melalui, Studi Kepustakaan dengan mempelajari berbagai sumber tertulis yang berkaitan dengan hukum keluarga Islam, hukum positif Indonesia, serta literatur yang membahas tentang hak-hak penyandang disabilitas mental dan gangguan bipolar.
b. Dokumentasi Putusan Pengadilan
Dengan mengumpulkan putusan-putusan pengadilan yang relevan, terutama yang berkaitan dengan perceraian karena gangguan mental, untuk dianalisis.
1. Teknik Analisis
1. Data yang telah terkumpul akan dianalisis menggunakan metode analisis yuridis normatif dan analisis putusan. Teknik analisis ini melibatkan penafsiran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan penerapannya dalam kasus perceraian, serta menganalisis bagaimana prinsip-prinsip hukum Islam dan hukum positif Indonesia diterapkan dalam perlindungan hukum bagi istri penyandang bipolar disorder. Proses ini juga akan mengkaji apakah prinsip CRPD diakomodasi dalam putusan pengadilan tersebut.
2. Analisis data akan dilakukan dengan cara mengkaji teks-teks hukum dan putusan pengadilan yang telah ditentukan, serta
menyandingkannya dengan teori hukum dan pendapat tokoh terkait untuk menemukan kesimpulan mengenai perlindungan hukum bagi perempuan penyandang gangguan bipolar dalam pernikahan.
G. Landasan Teori
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teori dan konsep hukum sebagai dasar untuk menganalisis perlindungan hukum bagi istri penyandang bipolar disorder dalam perkara perceraian. Teori-teori ini meliputi:
1. Teori Perlindungan Hukum.
Teori ini dikemukakan oleh Satjipto Rahardjo yang menyatakan bahwa hukum harus mampu melindungi manusia dan harkat martabatnya.
Hukum tidak hanya dipandang sebagai norma tertulis, tetapi juga sebagai sarana untuk menciptakan keadilan substantif, terutama bagi kelompok yang rentan seperti penyandang disabilitas.10
2. Teori Keadilan.
Dalam filsafat Yunani, Aristoteles membedakan dua bentuk keadilan:
keadilan distributif (memberi sesuai hak dan kebutuhan) dan keadilan korektif (memulihkan keadaan akibat pelanggaran atau ketidakadilan).
Keadilan merupakan prinsip utama dalam setiap sistem hukum. 11
Dalam Islam, keadilan (al-‘adalah) adalah bagian dari tujuan syariah (maqāṣid al-syarī‘ah), yaitu melindungi lima aspek dasar: agama (dīn), jiwa (nafs), akal (‘aql), keturunan (nasl), dan harta (māl).12
10 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), hlm. 53.
11 Aristoteles, Nicomachean Ethics, terj. W.D. Ross, (New York: Oxford University Press, 1980), Book V.
12 Jasser Auda, Maqasid al-Shariah as Philosophy of Islamic Law, (London: IIIT, 2008), hlm. 24–26.
3. Teori Hukum Islam tentang Perkawinan dan Perceraian
Perkawinan dalam Islam adalah akad yang memiliki dimensi ibadah dan sosial, bertujuan untuk mewujudkan ketenangan (sakinah), kasih sayang (mawaddah), dan rahmah13. Jika tujuan ini tidak tercapai, maka Islam memberikan jalan perceraian dengan syarat-syarat tertentu. Dalam hal gangguan jiwa, hukum Islam mengenal konsep khiyār (hak memilih untuk meneruskan atau membatalkan akad nikah) dan mengedepankan maslahah sebagai pertimbangan utama.14
4. Teori Disabilitas dan Hak Asasi Manusia
Dalam teori sosial disabilitas, permasalahan disabilitas tidak hanya dilihat dari aspek medis, melainkan sebagai konstruksi sosial yang menuntut pengakuan hak dan aksesibilitas.15
Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (CRPD) menegaskan pentingnya non-diskriminasi, pengakuan kapasitas hukum, dan partisipasi penuh penyandang disabilitas dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk perkawinan dan perceraian.16
H. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan tesis ini disusun untuk memberikan gambaran yang jelas dan terstruktur mengenai alur pembahasan yang akan dibahas dalam setiap bab. Adapun sistematika penulisan tesis ini adalah sebagai berikut:
13 Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Jilid 7 (Damaskus: Dar al- Fikr, 1985), hlm. 125.
14 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 180.
15 Michael Oliver, The Politics of Disablement, (London: Macmillan, 1990), hlm.
43–47.
16 United Nations, Convention on the Rights of Persons with Disabilities, Article 12 dan 23.
Bab I: Pendahuluan
Bab ini menguraikan latar belakang permasalahan yang diangkat dalam penelitian, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran yang mendasari penelitian ini. Bab ini juga akan memuat metodologi yang digunakan dalam penelitian ini, termasuk jenis dan pendekatan penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.
Bab II: Tinjauan Pustaka
Bab ini menyajikan kajian terhadap teori-teori hukum yang relevan dengan perlindungan hukum bagi penyandang disabilitas mental dalam konteks pernikahan dan perceraian, termasuk kajian terhadap hukum Islam, hukum positif Indonesia, serta prinsip-prinsip yang terkandung dalam Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas (CRPD). Bab ini juga memuat studi-studi terdahulu yang relevan dengan topik penelitian ini.
Bab III: Kerangka Pemikiran
Bab ini berisi kerangka teori yang menjadi dasar dalam menganalisis perlindungan hukum bagi istri penyandang bipolar disorder dalam perkara perceraian. Pemahaman tentang norma-norma hukum yang berlaku akan dijabarkan dan dianalisis untuk menemukan relevansinya dengan isu yang diangkat dalam penelitian ini, baik dari perspektif hukum Islam, hukum positif Indonesia, maupun CRPD.
Bab IV: Analisis Hukum terhadap Perlindungan Hukum bagi Istri Penyandang Bipolar Disorder
Bab ini mengulas hasil analisis terhadap putusan-putusan pengadilan yang berkaitan dengan perceraian akibat gangguan mental, dengan fokus pada penerapan hukum Islam dan hukum positif Indonesia serta implementasi CRPD dalam memberikan perlindungan kepada istri
penyandang bipolar disorder. Analisis ini akan mendalami bagaimana hukum mengatur hak-hak istri dalam pernikahan, serta mempertimbangkan perlindungan yang seharusnya diberikan.
Bab V: Kesimpulan dan Saran
Bab terakhir ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan dan saran-saran yang dapat diberikan terkait perlindungan hukum bagi penyandang bipolar disorder dalam perkara perceraian. Saran tersebut ditujukan untuk memperbaiki implementasi hukum dan memberikan rekomendasi kepada lembaga hukum, terutama pengadilan agama, dalam menangani kasus serupa.