• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PEMBANGKITAN DATA ACAK TERSEBAR METODE DIRECT SEQUENCE SPREAD SPECTRUM pada LAJU DATA BERKECEPATAN RENDAH untuk APLIKASI TEKNOLOGI CODE

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "MODEL PEMBANGKITAN DATA ACAK TERSEBAR METODE DIRECT SEQUENCE SPREAD SPECTRUM pada LAJU DATA BERKECEPATAN RENDAH untuk APLIKASI TEKNOLOGI CODE"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL PEMBANGKITAN DATA ACAK TERSEBAR METODE DIRECT SEQUENCE SPREAD SPECTRUM pada LAJU DATA BERKECEPATAN RENDAH untuk APLIKASI TEKNOLOGI CODE

DIVISION MULTIPLE ACCESS

Budi Herdiana1, Muhammad Aria2, Jana Utama3

1,2,3 Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik & Ilmu Komputer, UNIKOM Jl. Dipati Ukur No. 102 – 116 Bandung, 40132

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstak - Salah satu kelebihan utama sistem komunikasi Spread Spectrum adalah kemampuannya mengirimkan data informasi disertai kode-kode unik sehingga hanya perangkat penerima tertentu saja yang mampu mendeteksinya. Sangat banyak metode pembangkitan kode unik dalam komunikasi spread spectrum ini dimana salah satunya adalah metode direct sequence. Penerapan metode ini banyak direalisasikan pada teknologi CDMA dikarenakan kesederhanaan rancangan dan relatif mudah dalam menganalisis karakteristik kerja sistemnya terutama di bagian sebaran kode uniknya dalam sebuah lebar pita transmisi radio tertentu. Sumber kode unik dalam penelitian ini berasal dari data acak yang dihasilkan oleh pembangkit derau semu (pseudo noise generator) melalui pengaturan panjang kode sebesar 16 bit dengan menghasilkan kecepatan laju data maksimum 10 kbps pada tingkat kestabilan frekuensi pembawa sebesar 499,9419 kHz dengan nilai persen kesalahan 0,000049

% sehingga dampaknya masih cukup baik apabila diimplementasikan pada teknologi CDMA untuk laju kecepatan data rendah.

Kata Kunci : spread spectrum, pseudo niose generator, CDMA, kode unik, direct sequence

Abstact - One of the main advantages of Spread Spectrum communication system is ability to transmit data information with unique codes that only certain receiving devices are able to detect it.

Many unique code generation methods in this spread spectrum communications which one of them is direct sequence method. Application of this method is widely realized in CDMA technology due simplicity of the design and easy to analyze the characteristics of its system performance especially on the side of its unique code distribution in a certain band radio transmission bandwidth. The unique source code in this research comes from random data generated by pseudo-generating generators through a 16-length code setting that results maximum bit rate of 10 kbps at a carrier frequency of 499.9419 kHz with a percent error rate of 0.000049% and so it is still good If implemented on CDMA technology for low speed data rates..

Keyword: spread spectrum, pseudo noise generator, CDMA, unique codes, direct sequence

PENDAHULUAN

Teknologi Spread Spectrum cukup berkembang sejalan kebutuhan akan sistem komunikasi yang mampu mengatasi masalah terkait dengan kerahasiaan informasi dan gangguan seperti interferensi dan jamming.

Sistem komunikasi ini terbentuk dari suatu teknik penebaran sinyal informasi melalui sebuah kode unik yang dikirim untuk memisahkan satu pengguna dengan yang lainnya dengan kecepatan tingga sehingga menyebabkan pita transmisinya menjadi lebih lebar dari lebar pita

sinyal informasinya. Sedangkan dalam proses penebarannya dilakukan oleh sebuah kode penebar noise semu yang dinamakan pseudo noise yaitu dengan cara menambahkan secara langsung kode penebar tersebut pada sinyal informasinya. Karena itu metoda ini dinamakan sebagai direct sequence spread spectrum.

Namun dalam prakteknya peningkatan kecepatan data ini bisa menimbulkan permasalahan terkait dengan kemungkinan antara penggguna akan saling berinterferensi atau menjamming secara tidak disengaja. Untuk itu tujuan penelitian ini sebenarnya ingin menunjukkan bahwa dengan mengubah-ubah

(2)

laju kecepatan data yang relatif rendah pada sisi pembangkit data acak semu dapat juga dijadikan alternatif agar probabilitas kesalahan cukup kecil dan diharapkan mampu mengurangi tingkat gangguan yang dimaksud di atas yaitu interferensi. Hal ini mengacu pada penjelasan tiga elemen penting dalam metode ini yaitu:

Lebar pita transmisinya lebih lebar dari lebar pita yang dibutuhkan untuk mengirimkan informasinya sebagai nilai keunggulan karena memiliki kekebalan terhadap interferensi dan jamming.

Penyebaran pita transmisi dilakukan dengan bantuan kode-kode unik yang independent terhadap datanya.

Pada perangkat penerimanya dipaksa harus mampu mensinkronisasikan dengan kode-kode unik yang dikirim untuk proses recovery data acak yang diterima perangkat penerima

STUDI PUSTAKA

Sumber utama sistem pembangkit pada komunikasi spread spectrum adalah adanya data acak derau semu yang dibangun dari deretan register geser (shift register) dan sebuah memori logic (feedback logic) sebagai fungsi penyebar data acak kode unik yang memiliki urutan panjang kode unik yang panjangnya dapat dihitung menggunakan persamaan berikut ini (Dori, 2005 & Rodger, 2007):

N=2m−1 (1)

Dimana m menunjukkan jumlah register geser yang menentukan panjang dan sumber pembangkit kode acak semu ini dimana secara sistemnya dapat digambarkan sebagai berikut (Goldsmith, 2005):

Gambar 1. Sistem m register geser sebagai penentu panjang dan sumber kode acak semu Kode-kode unik yang dibangkitkan dari sistem seperti pada gambar 1 di atas cukup baik digunakan pada metoda direct sequence yang memiliki sifat acak berulang secara periodik atau disebut pseudo noise (PN) yang memiliki dampak terhadap peningkatan kapasitas kanal

transmisi sesuai dengan analisis pendekatan teori kapasitas kanal Shannon yang dinyatakan oleh persamaan berikut ini (Goldsmith, 2005 dan Shannon, 1948)

C =B log

2

(1+ S / N)

(2) Namun persamaan (2) ini juga dapat menyatakan bahwa penerapan kapasitas pada komunikasi spektrum tersebar (spread spectrum) ternyata dapat dibuat tetap pada level daya derau yang tinggi atau ketika S/N rendah dengan cara memperbesar lebar pita transmisi.

Dampaknya jika lebar pita ini diperlebar dua kali, maka kapasitas kanal C akan meningkat dua kalinya dengan asumsi bahwa S/N bernilai tetap.

Persamaan Shannon juga menjelaskan bahwa sebuah kanal transmisi dapat mengirimkan data informasi dengan probabilitas kesalahan yang kecil apabila pada informasi terkirim tersebut dilakukan pengkodean yang tepat dengan laju kecepatan transmisi informasi tidak melebihi kapasitas kanal meskipun kanal tersebut memuat derau acak. Hal ini menunjukan bahwa teknik spread spectrum dapat bekerja pada keadaan daya derau lebih tinggi dan memiliki probabilitas kesalahan transmisi yang kecil.

Direct Sequence Spread Spectrum (DS-SS) merupakan sebuah penyebaran data informasi oleh kode penyebar secara langsung yang kemudian ditebarkan pada suatu spektrum transmisi tertentu melalui proses modulasi. Salah satu yang banyak digunakan adalah jenis modulasi phase binary seperti yang ditunjukkan gambar 2 berikut ini (Dongwook, 2008 & Dori, 2005):

Gambar 2. Sistem blok pembangkitan direct sequence dengan pembangkitan modulasi

binary phase untuk single user

Dari sistem blok pada gambar 2 di atas menggambarkan bahwa penerapan sistem DS- SS hanya diperuntukkan bagi akses pengguna tunggal (single user) yang besarnya direpresentasikan oleh persamaan berikut ini (Dori, 2005):

(3)

S

ss

(t )= √ T E

ss

m (t ) p ( t

(3)

) cos ( 2 π f

c

t +θ)

Dimana

m (t )

menyatakan urutan data masukan,

p (t )

menyatakan PN kode penyebar, fc frekuensi pembawa dan θ menunjukkan sudut fase pembawa. Sedangkan sistem DS-SS bagi pengakses jamak (multi users) rumusannya dapat direpresentasikan oleh persamaan berikut ini (Dori, 2005):

S

i

(t )= √ T E

ss

m

i

( t ) p

i

(t ) cos (2 π f

c

t +θ

i

)

(4)

Secara sistem persamaan (4) ini dapat diilustrastrasikan ke dalam sebuah skema blok diagram seperti yang ditunjukan pada gambar 3 berikut ini (Dongwook, 2008 & Dori, 2005):

Gambar 3. Sistem blok direct sequence untuk akses pengguna jamak (multi users) Sesuai blok sistem pada gambar 3 di atas menunjukan bahwa setiap pengguna memiliki kanal atau transmisi masing-masing yang dipisahkan oleh kode pembangkit acak semu secara berbeda untuk setiap pengguna sehingga dimungkinkan memiliki keunggulan terkait beberapa hal antara lain:

 Kerahasiaan terjamin dimana keamanan informasi yang terkandung dalam sinyal spread spectrum dikarenakan mengandung format transmisi berupa kode unik yang menyebabkan informasi yang dikirim tidak dapat ditangkap oleh penerima yang tidak mengetahui pola kode yang digunakan pengirim.

 Mampu menekan interferensi dan jamming, dimana kemampuan menekan interferensi

mendasari penciptaan dan pengembangan sistem spread spectrum ini.

 Daya yang rendah, sinyal yang dikirimkan dapat dioperasikan pada daya yang lebih rendah. Sinyal yang dipancarkan dengan daya rendah memberikan keuntungan dalam hal mengurangi terjadinya interferensi pada sistem-sistem lain. Pengoperasian pada daya rendah adalah sifat yang timbul akibat perluasan bandwidth ini. Ini juga merupakan ciri khas dari sistem komunikasi spread spectrum pada umumnya.

METODA PENELITIAN

Penerapan teknik direct sequence dalam upaya merealisasikan sistem komunikasi spread spectrum lebih mudah menganalisis dibanding teknik lainnya terkait karakteristik data yang akan disebarkan pada rentang spektrum tertentu untuk data berkecepaatan rendah yang memiliki kemampuan mengurangi atau menekan interferensi dan jamming terjadi di sisi despreading. Proses ini dilakukan guna mengkorelasikan sinyal spread spectrum dengan kode noise semu pada penerima dimana apabila kode noise semu ini identik dan sefase dengan kode pengirim, maka proses despreading terjadi sehingga sinyal transmisi kembali ke keadaan lebar pita semula. Sinyal interferensi dan jamming ikut dikorelasikan dengan kode PN penerima dan yang terjadi bukanlah proses despreading melainkan spreading karena spektrum sinyal interferensi dan jamming ditebarkan lagi pada spectrum frekuensi kode noise semu di sisi penerima yang lebar.

Penekanan sinyal interferensi dan jamming dengan metoda direct sequence ini dapat dilakukan juga dengan cara lain yaitu menebarkan kode unik pada lebar pita yang lebar dan mencupliknya sebagian pada lebar pita yang sempit. Secara algoritma tahapan perancangan sistem digambarkan seperti pada gambar 4 berikut ini:

(4)

Gambar 4. Algoritma tahapan perancangan sistem pembangkitan data acak semu DS-SS Metodologi awal perancangan yaitu dengan melakukan langkah simulasi melalui teknik trial &

error dimana setiap komponen diaplikasikan pada rangkaian guna mendapatkan harga ideal yang selanjutnya dilakukan pendekatan perhitungan sebelum dipabrikasi untuk tujuan menghasilkan kesesuaian antara hasil simulasi dengan pabrikasi tidak melenceng jauh dari perancangan awal.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Beberapa hasil pengujian dan analisis sistem yang dirancang terdiri dari beberapa sub sistem antara lain:

Pembangkitan Informasi Data Acak

Pseudo random Generator merupakan sistem yang mewakili suatu pembangkitan data acak bertujuan untuk mempermudah dalam menganalisis karakterisasi data masukan dari sumber data dalam format sinyal 0 dan 1.

Tahapan awal pembangkitan informasi data acak semu ini dengan cara mengendalikan parameter frekuensi pada bagian pewaktuan menggunakan formulasi persamaan berikut ini (Malvino, 2016):

f= 1,44 (R1+2R2) x C1 (5)

Nilai frekuensi pewaktuan ini dikendalikan oleh salah satu dari komponen kapasitor C1 atau tahanan R1 dan R2. Kemudian dengan menentukan deretan kode semu terpanjang sebesar N=25−1=24=16 dimana N ini menunjukan jumlah register geser yang digunakan, maka dengan ini didapatkan laju kecepatan data informasi masukan seperti yang tercantum pada tabel 1.

Tabel 1.Laju kecepatan data informasi masukan Pseudo Random Generator (PRG) Sampel

ke- Panjang kode

f (Hz)

T (detik)

Laju data (bps) 1

N =5

100 0,01 100

2 200 0,005 200

3 300 0,003 300

4 400 0,002

5 400

5 500 0,002 500

Berdasarkan hasil data pada tabel 1 menjelasakan bahwa laju kecepatan data dapat diperoleh dari persamaan berikut ini (Stallings, 2010):

R= b

t = log

2

L t

(6)

Dimana b menyatakan jumlah bit, L menyatakan jumlah level sinyal dan t menunjukkan perioda waktu data terkirim. Dengan menggunakan persamaan (6), maka untuk setiap kenaikan frekuensi atau ketika periodanya semakin kecil untuk nilai level sinyal sebanyak

L=2

level tegangan pada beberapa sampel pengukuran

(5)

menunjukan bahwa laju data akan akan sebanding dengan frekuensi pewaktuannya.

Secara ilustrasi rangkaiannya dapat digambarkan sebagai berikut:

Vcc 5V

Output Ke PN

100nF 10nF

R2 1Gnd

2Trg3Out 4Rst Ctl5

Thr6 Dis7 Vcc8 555 2k2

(a)

Output

Clock

DS CP

RQ_Q DS

CP RQ_Q DS

CP RQ_Q DS

CP RQ_Q DS

CP RQ_Q

(b)

Gambar 5. Rangkaian pewaktu dan pembangkit data acak semu dengan

N =5

Dari hasil pengamatan dan pengukuran keluaran pada sistem rangkaian PRG sesuai gambar 5 di atas seperti yang ditunjukkan gambar 6 berikut ini:

Gambar 6. Data acak semu keluran sistem PRG saat

N=5

Pembangkitan Kode Pseudo Noise (PN) Uji coba pengukuran sistem PN dilakukan dengan frekuensi clock ditingkatkan sebesar 15 kHz yang selanjutnya diintegrasikan dengan rangkaian Pseudo Noise guna menyebarkan informasi data acak masukan dengan laju data berkecepatan tinggi dalam format level sinyal polar atau unipolar yang mengandung kode-kode unik dimana chip sebagai sumber penyebar sinyal informasi yang digunakan untuk membedakan antara kanal atau pengguna satu sama lainnya. Model sistem PN ini terbangun dari rangkaian D-Fip Flop tersusun 5 buah dengan panjang deret semu sebesar N=16 disertai deretan pengacak gerbang XOR yang tersusun sebanyak 3 buah. Adapun model rangkaian pembangkit kode PN ditunjukan pada gambar 7 sebagai berikut :

Output Ke Adder

Input

Dari Clock

DS CP

RQ_Q DS

CP RQ_Q DS

CP RQ_Q DS

CP RQ_Q DS

CP RQ_Q

Gambar 7. Susunan rangkaian pembangkit kode penyebar derau semu (Pseudo Noise Code) untuk panjang kode N=5 dan 3 XOR Dari hasil pengamatan dan pengukuran pada keluaran sistem PN sesuai gambar 7 di atas

(6)

diperoleh bentuk sinyal keluarannya sebeagai berikut:

Gambar 8. Bentuk sinyal kode penyebar derau semu (pseudo noise) pada metode DS-SS Dari gambar 8 dapat dijelaskan bahwa laju kecepatan maksimumnya diperoleh sebesar

±10 kbps

dengan mengukur durasi terkecil data yang dihasilkan dimana perhitungannya dinyatakan berdasarkan persamaan (6) yaitu sebagai berikut:

t=0,2x500μS=100μS

Sehingga diperoleh perkiraan laju maksimummya sebesar:

R= log

2

(2)

100 μS =10 kbps

Apabila level sinyal diperbesar, maka kemungkinan laju datanya akan lebih meningkat dan hal ini juga memungkinkan akan berdampak pada interferensi yang bisa saja semakin besar.

Modulator Binary Phase

Uji coba pengukuran model modulator yang digunakan adalah modulator binary phase yang diseimbangkan dengan 2 masukan yaitu dari PN dan sinyal pembawa Radio Frekuensi (RF). Model rangkaian modulator ini akan menghasilkan sinyal termodulasi digital dengan sinyal pembawa yang tertekan (suppressed carrier) guna mengefisiensikan penggunakan lebar pita transmisi dan daya. Adapun model rangkaiannya yang direalisasikan ditunjukan seperti pada gambar 9 berikut ini:

I510mA

VEE-12V 50k 40%

Input Sinyal Modulasi

Input Dari Osilator

+ 0.1uF

+0.1uF

Vcc 12V

Outout Ke Filter Re

28 101

4 1451263 MC1496

6k8 51 51

10k 10k

51

1k 1k

3k9 3k9

Gambar 9. Sistem modulator binary phase untuk pembangkitan sinyal direct sequence spread

spectrum pada frekuensi pembawa 500 kHz Penguatan level sinyal hasil modulasi ini dapat juga ditingkatkan tetapi dalam prakteknya peningkatan level sinyal terlalu besar sebaiknya dihindari karena dimungkinkan akan meningkatkan distorsi sinyal yang selanjutnya berdampak pada kegagalan dalam proses pendeteksian di sisi penerima. Level penguatan nya sendiri dapat dikendalikan dengan cara mengubah-ubah nilai tahanan emiter komponen Re melalui pendekatan persamaan berikut ini:

R

e

= 26 mV

I

e

(7)

Dari hasil pengukuran pada modulator binary phase ini diperoleh bentuk sinyal DS-SS sebagai berikut:

(7)

(a)

(b)

Gambar 10. Sinyal dan spektrum DS-SS keluaran modulator binary phase untuk frekuensi

pembawa 500 kHz pada laju data 10 kbps Sinyal keluaran dari modulator ini seperti yang ditunjukkan gambar 10. di atas merupakan sinyal Binary Phase Shift Keying (BPSK). Setiap perubahan nilai biner 0 dan 1 akan mengalami perubahan fase sinyal sebesar 00 dan

180

0

.

Sedangkan bentuk sebaran data masukan pada pita frekuensi transmisinya menunjukan bahwa spektrum akan tersebar di sepanjang rentang frekuensi pembawa 500 kHz dengan lebar pita sangat lebat dan berdaya rendah meskipun pada kenyataannya frekuensi pembawa ini mengalami pergeseran dari yang semestinya.

KESIMPULAN

Dari hasil pengujian sistem dapat disimpulkan antara lain, yaitu:

1. Spektrum tersebar terjadi di sepanjang frekuensi pembawa RF dengan rentang lebih lebar dari pita frekuensinya yang berarti bahwa bandwidth akan mengalami

peningkatan seiring dengan semakin panjangnya bit informasi yang disebarkan oleh spreader.

2. Pengujian pada nilai kestabilan frekuensi clock pembangkit data acak masukan rata- rata menghasilkan probabilitas kesalahan sekitar 6,03x10-5 dan mempunyai persentase kesalahan sekitar 4,89x10-4 %, sehingga clock ini dikatakan baik. Kecepatan data yang dihasilkan adalah sebanding dengan frekuensi pewaktunya sesuai dengan jumlah level sinyal datanya yaitu 2 level tegangan.

3. Pengujian pada nilai kestabilan clock 15 kHz rangkaian PN dan frekuensi pembawa RF 500 kHz masing-masing sebesar 15,020 kHz dan 499,9419 kHz dengan persentse kesalahan masing-masing sebesar 0,0412 % dan 0,000049 % yang menujukan masih ada pergeseran dari rancangan tetapi cukup memberikan model sebaran spektrum untuk keadaan laju data berkecepatan rendah guna mendukung sistem komunikasi nirkabel berbasis CDMA.

REFERENSI

Don Torrieri. Principles of Spread Spectrum Communication Systems. Spinger Science and Businness Inc. 2005: 55-127.

He Xiandeng, Fei Changxing, and Yi Yunhui.

Despreader for Direct Sequence Spread Spectrum System and Its Performance Analysis. Trans Tianjin University and Spinger-Verlag Berlin Heidelberg, vol.16, pp.

275-278, 2010.

Rodger E Ziemer. Fundamentals of Spread Spectrum Modulation-Synthesis Lecturers on Communication. Morgan and Claypool Publishers. 2007: 3-62.

Dongwook Lee, Hun Lee, and Laurence B Mailstein. Direct Sequence Spread Spectrum Wals-QPSK Modulation. IEEE Transaction on Communications. 2008; 46(9): 1227- 1232.

William Stallings. Data and Computer Communication. Prentice Hall. 2010; 33-73.

Branislac M. Todorovic and Vladimir R. Orlic. An Application of Direct Sequence Spread Spectrum to Unmanned Aerial Vehicle PPM Control Signal Protection. IEEE TELSIIKS 9th

International Conference on

Telecommunication in Modern Sattelite, Cable and Broadcasting Service. 2009; 583- 586.

Andrea Goldsmith. Wireless Communication.

Cambridge University Press. 2005; 383-390.

(8)

Claude E. Shannon. A Mathematical Theory of Communication. The Bell System Technical Journal, Vol.27, pp. 379-423, July, 1948 .

Referensi

Dokumen terkait