Sejarah Artikel
Penelitian ini mengkaji tentang keberlanjutan pembangunan di Kota Boyolali. Berdasarkan pengamatan visual, bangunan di simpang lima Boyolali tidak terlalu ramai dan padat dengan bangunan bertingkat rendah. Penelitian ini menemukan nilai FAR sebesar 0,17, energi operasional sebesar 71,48 kWh/m2/tahun, energi yang terkandung sebesar 150 kWh/m2/tahun, dan mobilitas sebesar 80. Nilai FAR masih dapat ditingkatkan hingga sepuluh waktu dan nilai energi operasional, energi yang terkandung, dan mobilitas masih di bawah ambang batas maksimal.
Lingkungan hidup merupakan kunci kemajuan beberapa aspek yang terjadi di perkotaan seperti ekonomi, sosial, politik, dan budaya.
Kota merupakan simbol peradaban manusia, pertumbuhan ekonomi, sumber inovasi dan kreasi, pusat kebudayaan, (Budihardjo, 1999).
Hal ini sejalan dengan esensi dan tujuan kota berkelanjutan. Untuk menghitung pedoman, penelitian ini menggunakan metode eksperimen melalui simulasi komputer. Penelitian ini memanfaatkan Rhinoceros dengan plug in Urban Modeling Interface (UMI), dimana UMI merupakan software yang dapat melakukan simulasi dan perhitungan keempat aspek tersebut dengan benar dan akurat. Pedoman pembangunan kota diharapkan dapat memberikan kenyamanan hidup masyarakat kota selama proses pembangunan.
diatur, kota mungkin tidak diatur dengan baik, tidak nyaman bagi masyarakat, dan tidak ramah lingkungan.
Perkembangan dari kota kecil ke kota besar juga terjadi di Boyolali. Menurut data Kabupaten Boyolali tahun 2016, dalam kurun waktu 2010-2015 jumlah penduduk
meningkat hingga 3,37%. Dalam mencapai pembangunan perkotaan yang berkelanjutan, aspek lingkungan
mendapat perhatian lebih dibandingkan aspek sosial dan ekonomi (Moughtin dan Shirley, 2005).
Seiring berjalannya waktu, perkotaan telah berkembang dan berkembang menjadi kawasan yang padat dan padat penduduk sehingga menyebabkan konsumsi energi di perkotaan semakin meningkat. Oleh karena itu, perlu disusun beberapa pedoman untuk mengendalikan perkembangan kota. Beberapa pedoman tersebut terkait dengan rasio luas lantai (FAR), energi operasional, energi yang terkandung, dan mobilitas. Aspek-aspek tersebut mempunyai pengaruh
yang kuat terhadap konsumsi energi di perkotaan dalam kaitannya dengan keberlanjutan pembangunan daerah di masa depan.
Seiring dengan berkembangnya zaman, kota pun ikut tumbuh dan berkembang. Beberapa kota yang tadinya kota kecil telah berkembang menjadi kota besar. Jika pembangunan kota tidak dirancang dengan baik dan Abstrak
Kata Kunci: Kota Berkelanjutan, Simulasi, Urban Modeling Interface.
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN UNTUK PUSAT KOTA KECIL
Perkenalan
3 2
Email: [email protected]
1 Magister Arsitektur, Jurusan Arsitektur dan Perencanaan, Gajah
Jurusan Arsitektur dan Perencanaan Universitas Gajah Mada Yogyakarta
Magister Arsitektur, Jurusan Arsitektur dan Perencanaan, Universitas Gajah Mada
Diterbitkan : 01 April 2018 Jurusan Arsitektur dan Perencanaan Universitas Gajah Mada Yogyakarta
Diterima : 20 Februari 2018
Korespondensi: Matra Anugraha
Diterima : 29 Januari 2018 Universitas Mada Yogyakarta
Matra Anugraha1 , , Medy Krisnany S3
Arif Kusumawanto2
Kemampuan sistem untuk menangani perubahan internal dan eksternal dengan dua cara, yaitu sistem yang tidak dapat diubah (homeostatis, daya dukung) dan sistem yang terbarukan atau dapat diperbaiki (evaluasi, potensi inovasi).
Menurut Irwan (1997), kota adalah suatu wilayah dimana penduduk, kegiatan, dan perekonomian terkonsentrasi. Jika kita bahas lebih lanjut, kota dapat diartikan sebagai suatu kawasan tempat
berkembangnya perekonomian, sosial, budaya, dan politik. Padahal menurut Oswald dkk (2003), kota merupakan tumpukan bangunan yang ditutupi oleh polusi udara dan ketidaktahuan terkait masa depan.
Berikut lima kriteria kualitas kota:
Kota
• Tingkat kemandirian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan rumusan FAR, energi operasional, energi yang terkandung, dan mobilitas untuk kota kecil. Diharapkan kedepannya kota kecil tidak mengorbankan kehidupan masyarakat di kota tersebut.
Karakteristik sistem di kota dapat dikomunikasikan melalui berbagai media. Ciri-ciri tersebut dapat membentuk orientasi dan keteraturan ruang dan waktu yang sangat penting bagi keberadaan kota. • Keanekaragaman
bagian utama dan Kawasan Bisnis Grosir (WBD) sebagai bagian terluar RBD. RBD ditunjukkan oleh aktivitas dominan seperti perekonomian,
perbankan, perkantoran, pusat perbelanjaan, hotel, bioskop, dan aktivitas sosial lainnya. Sedangkan WBD merupakan lokasi kegiatan ekonomi skala besar seperti pasar grosir dan pergudangan. Dengan demikian, pusat kota di kota kecil sebagian besar menjadi kawasan pusat bisnis.
Keanekaragaman menjelaskan berbagai fungsi yang dapat dilakukan dalam sistem kota.
• Fleksibilitas
Menurut Yigitcanlar et al (2014), berkelanjutan berarti menjaga keberadaan ekosistem serta menyediakan kebutuhan manusia, sedangkan pembangunan perkotaan berarti meningkatkan kualitas hidup tanpa mengeksploitasi sumber daya dan merusak alam. Hal ini sejalan dengan pernyataan Brundtland (dalam Budiharjo dan Sujanto, 1999), pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang mampu memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengabaikan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah
pembangunan yang meminimalkan penggunaan sumber daya tak terbarukan, pencapaian penggunaan sumber daya terbarukan secara berkelanjutan, dan penyerapan sampah lokal dan global (Kusumawanto dan Astuti, 2014). Karakteristik perkotaan berkelanjutan harus ditentukan secara terukur untuk memberikan pemahaman tentang interaksi yang kompleks, antara ekonomi, sosial dan lingkungan, yang sejalan dengan tiga pilar keberlanjutan. FAR merupakan perbandingan antara luas lantai bangunan dengan luas tanah dimana bangunan tersebut berada. Besarnya nilai FAR akan mempengaruhi cahaya matahari yang dapat menerangi bangunan dan nilai FAR akan mempengaruhi tingkat kepadatan suatu wilayah.
Pembangunan kawasan yang dilakukan oleh manusia tentunya akan meningkatkan penggunaan energi yang bertujuan untuk memberikan rasa nyaman dan aman pada manusia. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dawodu dan Chezmehzangi (2017), nilai FAR terbaik dan konsumsi energi yang efisien adalah antara 2,5 dan 3.
• Identifikasi
Pembangunan Kota Berkelanjutan
Kota-kota tersedia dalam lima bagian yaitu pusat kegiatan, zona perpindahan, zona perumahan bagi pekerja, zona perumahan yang lebih baik, dan zona komuter (Burgess dalam Yumus, 2000). Central Business District (CBD) merupakan pusat sosial, ekonomi, budaya, dan politik di suatu kota. Pada zona ini beberapa bangunan menonjol digunakan untuk kegiatan yang berhubungan dengan sosial, ekonomi, budaya, politik (Burgess dalam Yumus, 2000). Zona pusat kegiatan dibagi menjadi dua bagian yaitu Retail Business District (RBD) sebagai
Hubungan antara sumber daya yang tersedia di daerah dengan ketersediaan yang dibutuhkan suatu daerah untuk memenuhi
kebutuhan daerah. •
Efisiensi sumber daya Hubungan antara jumlah sumber daya yang akan digunakan dengan sumber daya yang tersedia.
Untuk menjaga kelestarian kota baik untuk masa kini maupun masa depan, masyarakat perlu memberikan perhatian terhadap lingkungan. Untuk menjaga lingkungan perkotaan, setiap tindakan dalam membangun kota dan dampak yang akan ditimbulkan hendaknya dipertimbangkan berdasarkan
pembangunan perkotaan yang berkelanjutan.
Selanjutnya, energi operasional adalah energi
http://journal.uii.ac.id/index.php/jards
Tinjauan Literatur
24-49
Sebagian besar aktivitas dapat dilakukan dengan berjalan kaki Sebagian besar aktivitas memerlukan mobil
Tabel 1. Klasifikasi skor jalan kaki (https://www.
0-24
50-69
Hampir semua aktivitas memerlukan mobil
Surganya Walker Ketergantungan pada mobil
Sangat nyaman untuk dilalui dengan berjalan kaki
Agak bisa dilalui dengan berjalan kaki Perkataan
90-100
Beberapa aktivitas bisa dilakukan dengan berjalan kaki Ketergantungan pada mobil
Segala aktivitas sehari-hari tidak membutuhkan mobil walkcore.com/methodology, diakses pada 11 November 2017)
Skor
70-89
metode
Sedangkan pengukuran tingkat bikeability dapat dilihat pada tabel berikut.2.
• Nyaman
Hal tersebut harus didukung dengan penanda yang jelas dan aman serta sirkulasi antara keindahan dan fungsi, aman bagi semua kalangan dan mudah perawatannya.
Kemudahan akses dapat mempengaruhi mobilitas yang dapat bertambah atau berkurang (Miro, 2005). Di UMI, mobilitas yang dimaksud adalah mobilitas yang tidak menggunakan kendaraan bermotor, yakni pejalan kaki dan pengendara sepeda. Pengukuran tingkat walkability dapat dilihat pada tabel berikut.1.
Ciri-ciri walkable menurut NZ Transport Agency adalah sebagai berikut:
Memiliki orientasi untuk memudahkan berjalan.
Efisiensi rute tidak terhalang dan menyenangkan pejalan kaki.
Energi yang digunakan selama pembangunan dan renovasi suatu bangunan disebut energi yang terkandung (Ramesh et al, 2010). Energi yang terkandung juga dapat diartikan sebagai jumlah energi yang dikonsumsi dalam seluruh proses material atau sistem produksi (Wuryanti, 2012). Berdasarkan kedua istilah tersebut, Haynes (dalam Adi, 2017) menyimpulkan bahwa energi yang terkandung adalah nilai energi kumulatif untuk ekstraksi sumber daya, pengangkutan bahan mentah, proses fabrikasi,
pengangkutan bahan jadi, perakitan, pemeliharaan, dan energi untuk demobilisasi atau daur ulang. Untuk menentukan nilai energi yang terkandung dalam suatu bangunan, banyak versi penelitian yang telah dilakukan dengan hasil yang berbeda-beda tergantung pada jenis bangunan dan lokasi penelitian. Penelitian energi yang terkandung yang dilakukan oleh Adi (2017) di kompleks perkantoran Kabupaten Boyolali menemukan nilai energi yang terkandung sebesar 4.955 kWh/2 selama 60 tahun.
Nilai energi yang terkandung untuk bangunan rumah di Indonesia adalah 818 mj/m2 atau 227 kWh/m2 (Main dan Gheewala, 2008) dan untuk bangunan tinggi adalah 883 mj/m2 atau 245 kWh/m2 (Utama dan Gheewala, 2009).
Cocok untuk semua kalangan, termasuk masyarakat berkebutuhan khusus (seperti penyandang
disabilitas).
digunakan untuk mengoperasikan suatu bangunan, seperti energi untuk pengangkutan, penerangan, dan peralatan elektronik lainnya. Standar penggunaan energi suatu bangunan diatur oleh ASEAN-USAID pada tahun 1992 yang menetapkan intensitas konsumsi energi (IKE) yang dikelompokkan menjadi empat kategori. Pertama adalah gedung perkantoran dengan kapasitas 240 kWh/m2/tahun, kemudian pusat perbelanjaan, hotel dan apartemen dengan kapasitas 300 kWh/m2/tahun, dan yang terakhir adalah gedung rumah sakit dengan kapasitas 380 kWh/
m2/tahun (Nugrahaini, 2016).
• Nyaman
Menurut Reknoningtyas (2016), mobilitas dalam ruang kota harus mudah, aman, dan menyenangkan, serta pemanfaatan ruang harus memiliki keterjangkauan lahan parkir dan angkutan umum.
Tidak terganggu dengan polusi udara dan suara yang berlebihan, track yang lebar dengan permukaan datar, serta adanya tempat istirahat.
Lingkungan yang aman dan bebas kejahatan.
• Dapat dibaca
• Dapat diakses
Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen melalui simulasi perangkat lunak komputer dengan pengukuran empiris dan simulasi komputer. Penelitian dengan metode simulasi digunakan bila penelitian berkaitan dengan skala dan kompleksitas (Groat dan Wang, 2013).
Jaringan jalan mudah dipahami dan dicari di peta.
• Universal
• Terhubung
Aman bagi pejalan kaki, baik di persimpangan maupun jalur pejalan kaki.
• Aman
Jaringan akses langsung untuk pejalan kaki dan terhubung dengan transportasi umum.
• Aman
0-49
Perkataan Skor
50-69
Tabel 2. Klasifikasi kemampuan bersepeda (https://www.walkscore.
Sangat bisa bersepeda
Gambar 1. Wilayah Penelitian (Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2017) com/metodologi, diakses pada 11 November 2017)
90-100
Dapat bersepeda
Terbatas untuk sepeda
Segala aktivitas sehari-hari dapat dilakukan dengan menggunakan sepeda
Agak bisa bersepeda
Sepeda nyaman digunakan untuk sebagian besar aktivitas
http://journal.uii.ac.id/index.php/jards 70-89
Infrastruktur minimum untuk sepeda
Surganya pengendara sepeda
Pembahasan dan Hasil
m2/tahun, gedung komersial 108,19 kWh/m2/tahun dan gedung perkantoran 74,14 kWh/
Lokasi penelitian ini berada di kawasan simpang Boyolali yang merupakan pusat kota Boyolali.
Untuk nilai operasional energi perlu dimasukkan data bahan bangunan dan rasio jendela terhadap dinding.
Adapun jenis material yang masuk ke UMI ada tiga jenis, yaitu material pengisi dinding, beton, dan kaca.
Jenis material yang digunakan pada bangunan eksisting baik untuk bangunan rumah, komersial maupun perkantoran adalah batu bata merah yang mempunyai nilai konduktivitas sebesar 1,02 W/mK, massa jenis sebesar 2.000 kg/m3, dan panas jenis sebesar 790 J/kgK (Selparia et al, 2015 ). Untuk material beton, konduktivitasnya adalah 2,836 W/
Batas wilayah penelitian ini mengacu pada kriteria pusat kota kecil dan kawasan pusat kegiatan atau CBD.
m2/tahun. Energi operasional yang ada masih jauh di bawah nilai IKE maksimal sehingga kawasan ini masih bisa ditingkatkan.
mK, massa jenis 2.305,42 kg/m3, dan kalor jenis 1.040 J/kgK. Sedangkan plesteran mempunyai nilai konduktivitas sebesar 0,72 W/mK, massa jenis sebesar 1,860 kg/m3, dan panas jenis sebesar 840 J/
Berdasarkan hasil simulasi UMI, nilai FAR pada area ini sebesar 0,17. Hal ini dikarenakan sebagian besar bangunan yang berada pada daerah penelitian ini merupakan bangunan tidak bertingkat dan hutan kota yang termasuk dalam daerah penelitian mengakibatkan nilai FAR yang rendah. Dibandingkan dengan
penelitian Dawodu dan Chesmehzangi (2017) yang menyatakan nilai FAR optimal antara 2,5 hingga 3, kondisi saat ini masih bisa ditingkatkan.
Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rhinoceros versi 5.12 dengan plug in Urban Modeling Interface (UMI) versi 2.1. UMI digunakan untuk menganalisis FAR, energi operasional, energi yang terkandung, dan mobilitas. Untuk mendapatkan hasil dari keempat aspek tersebut, maka perlu dibangun kembali ketiga dimensi pada Badak yang sesuai dengan kondisi lapangan.
Di wilayah penelitian ini terdapat 244 bangunan yang terdiri dari 159 unit rumah umum, 34 bangunan komersial, dan 51 bangunan perkantoran.
kgK (Gandage dkk, 2013). Bahan kaca berupa kaca bening 3mm dengan konduktivitas 0,9 W/mK, transmitansi IR 0, reflektansi matahari sisi belakang 0,075, reflektansi matahari sisi depan 0,075, 0,081, 0,01, reflektansi tampak depan 0,081, dan transmitansi tampak 0,898. Berdasarkan simulasi UMI, rata-rata nilai energi operasional eksisting sebesar 71,48 kWh/
m2/tahun.
Sedangkan rata-rata nilai energi yang terkandung pada bangunan eksisting sebesar 150 kWh/m2/tahun yang merupakan jumlah rata-rata energi yang terkandung dari 244 bangunan eksisting. Dapat dijelaskan bahwa nilai energi yang terkandung pada bangunan rumah sebesar 130 kWh/m2/tahun, bangunan komersial 153 kWh/m2/tahun dan gedung perkantoran sebesar 167 kWh/m2/tahun. Untuk nilai mobilitas pada kondisi eksisting diperoleh nilai walkability sebesar 80. Berdasarkan skor berjalan kaki termasuk dalam klasifikasi sangat walkability. Sebagai Dilihat dari jenis bangunannya, nilai energi operasional bangunan rumah adalah 32,11 kWh/
The research area is adjacent to Jalan Merbabu, Jalan Boncis, and river on the northside. The eastern part is bordered by Jalan Pemuda, and the south is bordered by Jalan Pisang and Jalan Teratai. While on the west side is bordered by Jalan Widuri, SD Negeri 7 Boyolali, Boyolali State Detention House, and community road.
Eksperimen 1
Jenis Bangunan
100,64 30,90
Kantor
8,19%
Tabel 3. Percobaan Nilai Operasional Energi (Analisis Peneliti, 2017)
102,12 32,11
68,44 kWh/m2 /tahun
Eksperimen 2
68,07 Rumah
4,89%
Yang ada
Komersial
7,55 30,54
Penurunan skor
102,10 30,91
6,07 74,14 108,19
Eksperimen 3
68,12
1,57 Kondisi
6,99%
Percobaan simulasi pertama bahan pengisi dinding menggunakan batu bata dengan nilai konduktivitas 0,339 W/mK, massa jenis 1.000 kg/m3, dan panas jenis 920 J/kgK (Selparia dkk, 2015). Bahan kaca menggunakan kaca abu-abu setebal 6 mm dengan konduktivitas 0,9 W/mK, transmisi IR 0, reflektansi matahari sisi belakang 0,05, 0,05
m2/tahun dan gedung perkantoran 72 kWh/m2/tahun.
Pada dasarnya kondisi mobilitas yang ada di kawasan simpang Boyolali sudah mempunyai akses yang baik, seperti jalan yang saling terhubung satu sama lain dan berbagai jenis bangunan yang terdapat di kawasan ini. Namun terdapat beberapa kekurangan yang perlu diperbaiki pada aspek mobilitas ini, yaitu adanya gang yang tidak terhubung dengan jalan raya atau gang lainnya. Hal ini tentu saja dapat menghambat mobilitas di kawasan tersebut. Kekurangan lainnya adalah kurangnya standar fasilitas yang memadai bagi pejalan kaki dan pengendara sepeda. Kemudian, penataan fungsi bangunan yang ada perlu ditinjau kembali ke depannya, agar nilai mobilitas di kawasan ini menjadi lebih baik.
Berdasarkan hasil simulasi pada kondisi eksisting dan setelah dilakukan analisa, maka pada penelitian ini diperoleh nilai rekomendasi simpang Boyolali. Nilai FAR yang direkomendasikan pada wilayah ini adalah 2,57. Nilai ini direkomendasikan karena nilai energi yang paling optimal dan operasional, energi yang terkandung, dan mobilitas masih rendah. Nilai tersebut sesuai dengan hasil penelitian Dawodu dan
Chezmehzangi (2017) yaitu 2,5-3,0.
Jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Adi (2017), nilai rekomendasi energi yang terkandung dalam penelitian ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan kantor kabupaten Boyolali.
untuk reflektansi matahari sisi depan, transmitansi solar 0,48, reflektansi tampak sisi belakang 0,006, reflektansi tampak depan 0,006, dan transmitansi tampak 0,57. Pada percobaan kedua, material yang diganti adalah material pengisi dinding yang diganti dengan bata ringan dan material fixed glass menggunakan kaca abu-abu 6 mm. Bahan pengisi dinding menggunakan bata ringan dengan nilai konduktivitas 0,195 W/mK, massa jenis 595 kg/m3, dan panas jenis 920 J/kgK (Selparia dkk, 2015).
Percobaan ketiga menggunakan material pengisi batu bata ringan dan kaca ganda dengan formulasi kaca berwarna abu-abu dengan ruang udara.
Nilai energi operasional yang direkomendasikan untuk kawasan simpang Boyolali adalah 76,75 kWh/m2.
Terkait dengan fungsi bangunan, energi operasional untuk bangunan rumah sebesar 33,36 kWh/m2, bangunan komersial sebesar 116,69 kWh/m2 dan gedung perkantoran sebesar 80,22 kWh/m2. Untuk memperoleh nilai tersebut maka jenis material yang digunakan khususnya untuk pengisi dinding dan kaca sebaiknya diganti dengan material yang menghasilkan nilai energi operasional yang rendah. Tiga kali simulasi dilakukan dengan material yang berbeda untuk mendapatkan material yang sesuai dan hal ini dapat menurunkan nilai operasional energi. Eksperimen tersebut menggunakan kondisi saat ini untuk
mendapatkan nilai patokan, yaitu nilai pada kondisi saat ini.Nilai rekomendasi mobilitas pada kawasan ini untuk walkable dan bikeable adalah 92 yang termasuk dalam klasifikasi walker's Paradise dan biker's Paradise. Untuk mendapatkan nilai tersebut, perlu dilakukan beberapa perbaikan pada aspek mobilitas, seperti perbaikan konektor akses yang rusak, seperti gang yang tidak terhubung dengan jalan raya atau gang lainnya. Kemudian, variasi tipe bangunan sebaiknya dilakukan secara lebih terorganisir dan memudahkan akses terhadap fasilitas yang ada.
Berikut hasil tiga percobaan nilai operasional energi.
(Tabel 3.)
Berdasarkan rekomendasi material di atas, rata-rata nilai energi yang terkandung adalah 70 kWh/m2/tahun.
Jika nilai energi yang terkandung didasarkan pada jenis bangunan, maka bangunan rumah mempunyai nilai energi yang terkandung sebesar 72 kWh/m2/
tahun, bangunan komersial sebesar 66 kWh/
untuk bikeability kondisi eksisting adalah 81 yang termasuk dalam klasifikasi sangat bikeable.
http://journal.uii.ac.id/index.php/jards
Kesimpulan
Referensi
Wuryanti, Wahyu. 2012. Keputusan multikriteria dalam menilai konstruksi rumah tinggal terhadap lingkungan. Jurnal Permukiman 7 (2). pp: 66-75.
Dawodu, Ayotunde dan Ali Cheshmehzangi.
Oswald, Frans dan Peter Baccini. 2003.
Utama, Agya dan Shabbir H. Gheewala. 2008.
Kusumawanto, Arif dan Astuti Zulaikha Budi.
Berdasarkan hasil simulasi menggunakan UMI pada kondisi saat ini dapat disimpulkan bahwa pada simpang Boyolali 5 masih dapat tergolong kawasan hijau. Kawasan ini masih bisa dikembangkan lebih lanjut mengingat FAR-nya hanya 0,17. Nilai rata-rata operasional energi pada kawasan ini sebesar 71,48 kWh/m2/tahun. Dibandingkan dengan operasional energi yang ditetapkan oleh USAID ASEAN,
kecemburuan operasional di kawasan ini masih sangat rendah.
Irwan, Zoer’aini Djamal. 1997. Tantangan lingkungan dan lansekap hutan kota.
Nugrahaini, Fadhilla Tri. 2016. Titik nol kilometer Yogyakarta menuju pusat kota yang berkelanjutan melalui simulasi Urban Modelling Interface (UMI).
Tesis.
Reknoningtyas, RR Tri. 2016. Aksesibilitas di Kawasan Wisata Heritage Kotagede. Tesis.
Yumus, Hadi Sabari. 2000. Struktur Tata Ruang Kota.
Pustaka Pelajar Offset: Yogyakarta.
Arsitektur hijau dalam inovasi kota. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
Selain itu, rata-rata nilai energi yang terkandung di kawasan ini adalah 150 kWh/m2/tahun. Sedangkan untuk nilai mobilitas, skor walkability sebesar 80 dan skor bikeability sebesar 81. Nilai mobilitas tersebut tergolong cukup baik jika dilihat dari klasifikasi skor berjalan dan skor bersepeda.
Yigitcanlar, Tan, dkk. 2015. Menuju kota berkelanjutan yang sejahtera: Pendekatan penilaian
keberlanjutan perkotaan multiskala.
Sid: Jakarta.
Bangunan bertingkat tinggi di perumahan di Indonesia: Penilaian siklus hidup energi. Energi dan Bangunan 41. hal: 1263-1268.
Untuk lebih mengembangkan kawasan dan tidak mengorbankan nilai-nilai keberlanjutan selama pembangunan, maka perlu dilakukan pembatasan nilai FAR, energi operasional, energi yang terkandung, dan mobilitas. Untuk nilai FAR yang direkomendasikan adalah 2,57 dan rata-rata energi operasional pada kawasan ini adalah 76,75 kWh /m2/tahun dan energi yang terkandung sebesar 70 kW/m2 /tahun. Untuk mendapatkan nilai energi operasional dan energi yang terkandung, maka perlu memperhatikan jenis material yang digunakan terutama material pengisi dinding dan kaca. Untuk pengisi dinding disarankan menggunakan batu bata ringan dan material kaca dengan kaca ganda berwarna abu-abu. Nilai mobilitas yang direkomendasikan baik untuk nilai walkability maupun bikeability adalah sebesar 92. Tingginya nilai mobilitas suatu wilayah tentunya akan mengurangi penggunaan kendaraan bermotor bagi warganya dalam berpindah dari satu tempat ke tempat lain.
2016. Kabupaten Boyolali dalam Angka 2016.
BPS kabupaten Boyolali: Boyolali
2017. Dampak rasio luas lantai (jauh) terhadap konsumsi energi pada skala meso di Tiongkok:
studi kasus di Ningbo. Procedia Energi 105. hal:
3449-3455.
Netzstadt: Merancang Perkotaan.
Energi siklus hidup rumah tapak tunggal di Indonesia. Energi dan Bangunan 40. hal:
1911-1916.
Adi, Alifiano Rezka. 2017. Kajian penerapan arsitektur hijau pada kantor pemerintahan kabupaten Boyolali: Fokus pada nilai embodied energy bangunan. Jurnal Arsitektur Komposisi 11 (6).
pp: 243-251.
Budihardjo, Eko dan Sujanto Djoko. 1999. Kota berkelanjutan. Alumni: Bandung.
Penerapan prinsip keberlanjutan dalam membangun suatu wilayah diharapkan akan menjaga kelestarian lingkungan dan menjadikan kehidupan di masa depan lebih baik. Dengan demikian, kebutuhan sumber daya alam di masa depan dapat tetap terjaga dan terkendali.
Universitas Gadjah Mada, Indonesia.
Universitas Gadjah Mada, Indonesia.
Miro, F. 2005. Perencanaan Transportasi: Untuk Mahasiswa, Perencana, dan Praktisi. Erlangga:
Jakarta.
Ramesh T, dkk. Analisis energi siklus hidup bangunan tahun 2010: Gambaran umum. Energi dan Bangunan 42. hal: 1592-1600.
Habitat Internasional 45. hal: 36-46.
Pengguna Birkh: Basel.
Utama, Agya dan Shabbir H. Gheewala. 2009.
Badan Pusat Statistik kabupaten Boyolali.