13
BAB II
KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
A. Kajian Teori
1. Kedudukan Pembelajaran Menulis Teks Anekdot dalam Pelajaran Bahasa Indonesia Berdasarkan Kurikulum 2013
Pembelajaran bahasa Indonesia pada sekolah sebagai komponen yang sangat penting karena seluruh materi disampaikan memakai bahasa Indonesia. Pendidik wajib berperan penting pada kegiatan belajar mengajar karena dalam membuat perencanaan, pelaksanaan, serta akibat pembelajaran pendidik dituntut untuk mampu merancang aktivitas perencnaan dengan baik.
Sistem pendidikan di Indonesia banyak sekali mengalami perubahan dari masa ke masa yang disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi. salah satu perubahan sistem pendidikan pada Indonesia yaitu perubahan dalam kurikulum.
Perubahan kurikulum yang terjadi yaitu perubahan dari Kurikulum tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) berubah menjadi Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 atau yang seringkali disebut dengan kurikulum berbasis karakter adalah kurikulum baru yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Republik Indonesia yang mengutamakan pada kemampuan pemahaman, skill, dan menuntut peserta dididk untuk aktif pada proses berdiskusi serta presentasi, dan memiliki perilaku sopan, santun, serta sikap disiplin yang tinggi.
Kurikulum 2013 menurut Manshur, dkk (2018:23) ialah “sebuah kurikulum yang didesain untuk menyiapkan peserta didik dalam menghadapi tantangan pada masa depan. salah satu alas an adanya Kurikulum 2013 dibutuhkan adalah adanya tuntutan masa depan dan kompetensi masa depan”. Senada dengan Kurikulum 2013 berdasarkan Mulyasa (2013: 22) ialah “terdapat penataan baku nasional pendidikan anatara lain, standar kompetensi lulusan, baku isi, baku proses, standar pendidik, standar wahana serta prasarana, standar pengelolaan, baku pembiayaan dan standar penilaian”.
Bahasa Indonesia digunakan sebagai sarana untuk menalar dalam kurikulum 2013. Kurikulum 2013 mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan hasil pembelajaran teks anekdot. Menurut Mulyasa (2013: 25), elemen-elemen berikut termasuk dalam Kurikulum 2013.
1. Pengetahuan
Pada Kurikulum 2013, aspek pengetahuan tidak menjadi komponen utama seperti pada kurikulum sebelumnya. Sebaliknya, ia menekankan seberapa baik peserta didik memahami pelajaran melalui ulangan harian, ulangan tengah atau akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas.
2. Keterampilan
Bagian keterampilan baru ditambahkan ke dalam kurikulum Indonesia.
Penekanan pada bidang kemampuan atau keterampilan disebut keterampilan.
Mengemukakan pendapat, berbicara, membuat laporan, dan memprediksi Aspek keterampilan sangat penting karena hanya dengan pemahaman, siswa tidak dapat menyampaikan pengetahuan yang mereka miliki.
3. Sikap
Sikap mencakup sopan santun, etika belajar, sosial, daftar hadir, dan keagamaan. Ini adalah aspek tersulit untuk dinilai. Sangat sulit untuk menilai sikap siswa karena guru tidak selalu dapat melihat mereka, yang membuat penilaian tidak efektif.
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa kurikulum adalah pendekatan yang digunakan oleh pemerintah Indonesia untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Kurikulum 2013 mewajibkan pendidik untuk memberikan informasi tentang kompetensi inti, kompetensi dasar, dan tujuan pembelajaran. Selain itu, kurikulum tersebut menetapkan bahwa menulis teks anekdot adalah salah satu kompetensi yang dibutuhkan dalam kompetensi dasar.
a. Kompetensi Inti (KI)
Kompetensi Inti (KI) adalah pengikat berbagai kompetensi dasar yang harus dipelajari dalam setiap mata pelajaran dan berfungsi sebagai integrator horizontal antar mata pelajaran. Kompetensi Inti (KI) meningkat seiring usia peserta didik, yang dinyatakan dengan peningkatan usia kelas. Dengan demikian, Kompetensi Inti (KI) memungkinkan untuk menjaga integrasi vertical berbagai kompetensi dasar (KD) di berbagai kelas.
"Terjemahan dalam bentuk kualitas yang harus dimiliki mereka yang telah menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu atau jenjang pendidikan tertentu gambaran mengenai kompetensi utama yang dikelompokkan ke dalam
aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang harus dipelajari setiap peserta didik", menurut Majid (2014: 50).
Sebaliknya, Tim Kemendikbud (2014: 6) memberikan penjelasan tentang kompetensi inti. Pendapat lain tentang kompetensi inti adalah sebagai berikut:
kompetensi inti adalah kualitas yang harus dimiliki mereka yang telah menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan atau jenjang pendidikan tertentu. Kompetensi inti terdiri dari sikap, pengetahuan, dan keterampilan (afektif, kognitif, dan psikomotor) yang harus dipelajari siswa di kelas, jenjang pendidikan, atau mata pelajaran tertentu.
Penulis dapat membuat kesimpulan bahwa Kompetensi Inti (KI) merupakan pengikat dari berbagai kompetensi dasar dan kualitas yang harus dimiliki siswa setelah menyelesaikan pendidikan. Kompetensi Inti juga merupakan gambaran tentang kompetensi utama yang disusun dalam kategori sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang harus dipelajari setiap siswa di setiap jenjang pendidikan, kelas, dan tingkat pendidikan.
Karena kompetensi inti tidak mewakili bidang tertentu dalam situasi ini, kompetensi inti bebas dari bidang tersebut. Sementara mata pelajaran adalah pasokan kompetensi, kompetensi inti menunjukkan kompetensi yang dibutuhkan siswa. Dalam hal ini, subjek diposisikan sebagai sumber keahlian.
Untuk mencapai hasil yang diinginkan, siswa harus memiliki kompetensi inti dalam pembelajaran. Kompetensi inti didefinisikan sebagai rencana pembelajaran yang melibatkan peserta didik sebarai sasaran pembelajaran.
Semua kompetensi inti terdiri dari empat kelompok yang saling terkait, yaitu sikap keagamaan, sikap sosial, dan penerapan. Rumusan kompetensi inti adalah sebagai berikut:
1. Kompetensi Inti-1 (KI-1) yang berkaitan dengan kompetensi inti sikap spiritual, 2. Kompetensi Inti-2 (KI-2) yang berkaitan dengan kompetensi inti sikap sosial, 3. Kompetensi Inti-3 (KI-3) yang berkaitan dengan kompetensi inti pengetahuan.
4. Kompetensi Inti-4 (KI-4) untuk keterampilan inti
Dalam setiap pelajaran, keempat kemampuan ini harus dikembangkan secara menyeluruh karena merupakan dasar dari kemampuan dasar. Komponen pengorganisasian kompetensi dasar adalah kompetensi inti.
Pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA), kompetensi inti adalah (1) Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya; (2) Menghayati dan mengamalkan perilaku yang jujur, disiplin, santun, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), bertanggung jawab, responsif, dan proaktif dalam berinteraksi secara efektif sesuai dengan perkembangan anak di lingkungan rumah, keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, regional, dan nasional. (3) Memahami, menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban yang berkaitan dengan penyebab fenomena dan kejadian. Selain itu, menerapkan pengetahuan prosedural dalam bidang kajian tertentu sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. (4) Mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta dalam bidang spesifik dan ranah abstrak berkaitan dengan pengembangan siswa yang diajarkannya di sekolah. Ini mencakup kemampuan mereka untuk bertindak secara kreatif dan efektif serta menggunakan pendekatan yang sesuai dengan standar keilmuan.
b. Kompetensi Dasar (KD)
Untuk mendukung pencapaian kompetensi lulusan melalui kompetensi inti, kompetensi dasar disusun ke dalam berbagai mata pelajaran yang berfungsi sebagai sumber kompetensi. Rumusan kompetensi dasar dibuat dengan mempertimbangkan karakteristik siswa, kemampuan awal, dan karakteristik topik.
Majid (2014: 57) mengemukakan mengenai Kompetensi Dasar sebagai berikut.
Kompetensi dasar memastikan bahwa hasil pembelajaran tidak berhenti pada pengetahuan saja, tetapi berlanjut ke keterampilan dan sikap. Kompetensi dasar terdiri dari konten-konten atau kompetensi yang terdiri dari sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang berasal dari kompetensi inti yang harus dikuasai siswa.
Senada dengan pendapat Majid (2014), dalam Iriani dan Ramadhan (2019: 57) menjelaskan mengenai Kompetensi Dasar sebagai berikut, “Untuk menunjukkan bahwa siswa telah memenuhi standar kompetensi yang telah ditetapkan, kompetensi dasar adalah minimal pengetahuan, kesimpulan, dan sikap yang harus dimiliki siswa”.
Pembelajaran mata pelajaran diuraikan menjadi kompetensi-kompetensi dasar untuk mendukung kompetensi inti. Pembelajaran kompetensi dasar yang diberikan oleh mata pelajaran adalah cara untuk mencapai kompetensi. Peserta didik memperoleh pengetahuan dasar tentang pengetahuan (mendukung KI-3) dan keterampilan (mendukung KI-4) saat mereka belajar tentang pengetahuan (mendukung KI-3) dan keterampilan (mendukung KI-4) secara tidak langsung.
"Kompetensi dasar dalam kelompok kompetensi inti sikap bukanlah untuk peserta didik, tetapi sebagai pegangan bagi pendidik, bahwa dalam mengajarkan mata pelajaran tersebut, ada pesan sosial dan spiritual yang terkandung dalam materinya," kata Iriani dan Ramdhan (2019: 57).
Penulis menyimpulkan berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas bahwa kompetensi dasar adalah kemampuan atau keterampilan yang harus dimiliki siswa, bukan hanya memberikan pengetahuan tetapi juga mengembangkan keterampilan mereka sendiri. Dalam upaya untuk meningkatkan kemampuan peserta didik kelas X di SMA PGII 1 Bandung dalam menulis teks anekdot, model pembelajaran berbasis masalah digunakan untuk meningkatkan kompetensi dasar 4.6 Menciptakan Kembali Teks Anekdot Dengan Memerhatikan Struktur dan Kaidah Kebahasaan.
c. Alokasi Waktu
Waktu untuk setiap kompetensi dasar dialokasikan berdasarkan jumlah minggu efektif dan jumlah mata pelajaran per minggu. Alokasi waktu untuk setiap mata pelajaran berbeda-beda tergantung pada jumlah kompetensi dasar, keluasaan, kedalaman, tingkat kesulitan materi, dan tingkat kepentingannya. Prinsip yang perlu diperhatikan adalah tingkat kesulitan materi baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Kursi dapat dilihat untuk menentukan alokasi waktu.
Karena "alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar dilakukan dengan memperhatikan jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran per minggu dengan mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar, keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingannya", seperti yang dinyatakan oleh Mulyasa (2013: 206).
Rusman (2010: 6) mengatakan hal yang sama tentang alokasi waktu "Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian kompetensi dasar dan
beban belajar." Oleh karena itu, alokasi wkatu dapat disesuaikan dengan melihat jenjang atau tingkat kesulitan belajar. Pembelajaran membutuhkan waktu lebih lama jika lebih sulit.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas tentang alokasi waktu, dapat disimpulkan bahwa tingkat kesulitan dalam Kompetensi Dasar (KD) harus dipertimbangkan saat menentukan alokasi waktu. Selain itu, perhitungan alokasi waktu harus memperhitungkan minggu efektif per semester, yang dapat diakses melalui kalender pendidik. Hal ini untuk mendapatkan informasi yang akurat untuk mengatur waktu.
2. Pembelajaran Menulis Teks Anekdot a. Pembelajaran
Pembelajaran adalah sistem yang terdiri dari berbagai bagian yang saling berhubungan satu sama lain. Tujuan, materi, metode, dan evaluasi adalah komponennya. Dalam memilih dan menentukan model pembelajaran apa yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran, guru harus mempertimbangkan keempat elemen pembelajaran tersebut.
Pembelajaran sebenarnya dilakukan oleh dua orang: guru dan siswa. Hubungan antara guru, siswa, dan bahan ajar selalu berubah dan kompleks. “Pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar,” kata Rusman (2016: 3).
Menurut pendapat Rusman (2016: 58) “proses pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan pendidik dan peserta didik atas hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu, dimana dalam proses tersebut terkandung multiperan dari pendidik”. Proses pembelajaran perlu direncanakan, dilaksanakan, dinilai, dan diawasi agar terlaksana secara efektif dan efisien. Adapun pandangan Rusman (2016:392) mengenai proses pembelajaran, yaitu “proses pembelajaran direncanakan dan dilaksanakan sebagai suatu sistem, proses belajar akan terjadi apabila peserta didik berinteraksi dengan lingkungan yang dirancang dan dipersiapkan oleh pendidik, dan lebih efisien menggunakan metode, strategi, pendekatan, dan model pembelajaran yang tepat dan berdaya guna”. Untuk mencapai keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran, terdapat beberapa komponen
yang dapat menunjang. yaitu komponen tujuan, komponen materi, komponen strategi belajar mengajar, dan komponen evaluasi.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dilakukan oleh dua orang, guru dan siswa. Mereka dapat berpartisipasi secara aktif dalam lingkungan belajar mereka sehingga proses pembelajaran dapat mencapai tujuan tertentu. Pendidik harus mempertimbangkan beberapa elemen dalam proses pembelajaran, termasuk tujuan, materi, metode, dan evaluasi. Proses pembelajaran yang menekankan pada aktivitas peserta didik akan menjadi lebih bermakna untuk mengembangkan kepripadian peserta didik secara keseluruhan.
b. Pengertian Menulis
Menulis adalah suatu proses yang mengembangkan keterampilan, tindakan, dan hasil. Orang biasanya menulis dengan baik berulang kali. Menulis, sebagai keterampilan berbahasa, mengharuskan penulis untuk menyusun dan mengorganisasikan isi tulisan mereka serta menuangkannya dalam berbagai ragam bahasa.
Merangkai huruf menjadi kata atau kalimat untuk disampaikan kepada orang lain sehingga mereka dapat memahaminya juga disebut menulis. Menurut Tarigan (2008: 22), menulis berarti menurunkan atau melukiskan lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut jika mereka memahami bahasa dan gambaran grafik tersebut. Dalam hal ini, penulis dan pembaca dapat berbicara satu sama lain dengan baik.
Menurut Musfiroh (2017: 221) dalam (Ramadhanti dan Yanda, 2022:1),
"menulis merupakan keterampilan produktif yang melibatkan pemprosesan informasi yang kompleks, mulai dari perencanaan sampai evaluasi." Ada pendapat lain tentang menulis.
Empat komponen terlibat dalam komunikasi tulis, yang dianggap sebagai proses kreatif yang berlangsung secara kognitif: 1) Penulis sebagai penyampai pesan; 2) Pesan atau isi yang ditulis; 3) Saluran atau media yang berupa tulisan; dan 4) Pembaca sebagai penerima pesan.
Menulis adalah proses mengubah pikiran, angan-angan, perasaan, dan lainnya menjadi tanda, simbol, atau tulisan yang bermakna. Prapenulisan, penulisan, dan
pascapenulisan adalah bagian dari proses menulis. Menurut Ramadhanti dan Yanda (2022: 1), "tulisan pada akhirnya menjadi sebuah produk dari proses berpikir yang kompleks karena menulis merupakan keterampilan berbahasa yang paling kompleks."
Menulis dapat menghasilkan barang atau karya. Karangan adalah salah satu hasil karya. Karangan juga didefinisikan sebagai rangkaian pikiran atau ungkapan, atau perasaan yang diungkapkan dalam bentuk tulisan yang teratur yang menyampaikan pikira dan perasaan penulis dalam kesatuan tema yang utuh.
Mengarang adalah menuangkan ide, perasaan, dan pengalaman dalam tulisan untuk disampaikan kepada orang lain. "Mengarang adalah kegiatan merangkai kata- kata yang disusun berdasarkan tema yang sudah ditentukan dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar," kata Ningsih (2012: 1).
Kegiatan mengarang memerlukan latihan yang berkelanjutan. Seseorang harus memiliki kemampuan mengarang untuk menyampaikan maksud melalui karangan.
Dalam belajar mengarang, Anda harus memperhatikan beberapa hal: ide harus jelas dan fokus; memahami teknik mengarang; mempelajari tata bahasa agar tulisan mudah dipahami pembaca; dan pengungkapan harus teratur, jelas, tidak emosional, dan realistis.
Penulis dapat membuat kesimpulan bahwa menulis adalah proses merangkai huruf menjadi kata dan kalimat. Untuk menjadi tulisan, penulis harus dapat menyusun dan mengorganisasikan isi tulisannya serta menuangkannya dalam berbagai bentuk bahasa. Menulis juga merupakan proses mengubah pikiran, angan- angan, perasaan, dan sebagainya menjadi tanda, simbol, atau tulisan yang bermakna.
c. Teks Anekdot
Teks anekdot dianggap sebagai salah satu teks yang penting untuk dikuasai oleh siswa, menurut Kurikulum 2013. Salah satu cara untuk mengukur tingkat literasi adalah dengan mengetahui teks anekdot yang digunakan dalam kehidupan Sehri- hari. Selain itu, teks anekdot memiliki kemampuan untuk mempengaruhi karakter siswa secara kontekstual, serta anekdot dan jenis komedi lain yang telah menjadi bagian integral dari kehidupan manusia.
Menurut Monica et al. (2016), menulis teks anekdot sangat penting untuk siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Teks yang berisi cerita singkat yang lucu, konyol, atau jengkel dan mengesankan tentang tokoh dan peristiwa disebut teks anekdot. Menurut pengertian lain, teks anekdot adalah cerita fiksi yang tidak selalu didasarkan pada masyarakat dan pelaku atau partisipan tidak selalu orang penting.
Di dalam Hidayati (2020) dikemukakan bahwa, Priyatni (2014: 4) menyatakan,
"Teks anekdot adalah teks yang berisi cerita singkat yang menarik, lucu, dan mengesankan karena isinya berupa kritik atau sindiran terhadap kebijakan, layanan publik, perilaku penguasa, atau suatu fenomena/kejadian."
Adapun pengertian teks anekdot menurut Kosasih (2016, hlm. 2) bahwa, teks anekdot sebagai berikut.
Anekdot adalah jenis teks yang berbentuk cerita yang mengandung humor sekaligus kritik. Anekdot seringkali berasal dari kisah-kisah nyata dengan tokoh- tokoh terkenal. Anekdot tidak hanya lucu-lucu, guyonan, atau humor. Namun, ada tujuan lain di balik cerita lucunya itu adalah pesan yang diharapkan dapat mengajarkan khalayak tentang hidup.
Menurut Kemendikbud (2016: 81) dikemukakan mengenai teks anekdot bahwa.
Anekdot tidak hanya membuat orang tertawa, tetapi juga membuat mereka berpikir. Kebenaran di sini biasanya berupa kritik yang berkaitan dengan masalah dalam kehidupan orang-orang yang penting atau terkenal. Kritik yang diberikan tidak terkesan kasar atau menyinggung, karena peristiwa nyata ini kemudian digunakan sebagai dasar cerita lucu dengan unsur rekaan. Ini adalah perbedaan antara cerita lucu dan anekdot.
Fungsi anekdot adalah menyampaikan sebuah cerita, baik fiksi maupun nonfiksi, sehingga pembaca merasa seperti mereka berada di tempat kejadian. Kelucuan dan motivasi di balik kelucuan itulah yang membedakan mereka satu sama lain.
Menurut Kosasih (2019: 17), "teks anekdot berfungsi sindiran ataupun kritikan dengan sajian berbentuk humor ataupun lelucon." "Sindiran-sindiran yang dimaksud dapat berkaitan dengan masalah politik, agama, hokum, ekonomi, dan juga kebiasaan sehari-hari." Dari penjelasan ini, dapat disimpulkan bahwa teks anekdot adalah cerita singkat yang menarik, lucu, konyol, dan mengesankan. Teks anekdot tidak hanya lucu, tetapi juga berisi kritik dan sindiran yang berasal dari kisah-kisah nyata yang memiliki tokoh yang nyata dan terkenal. Tujuan lain di balik kelucuan itu adalah pesan yang diharapkan dapat mengajarkan khalayak.
d. Ciri-Ciri Teks Anekdot
Teks anekdot memiliki karakteristik yang harus dipahami oleh pembaca agar mereka dapat membedakan dan lebih memahami apa artinya. Menurut Af’idah dan Asmarani (2020:45) mengemukakan bahwa, ciri-ciri teks anekdot ini sebagai berikut.
1) Berupa teks yang mendekati perumpamaan.
2) Menampilkan tokoh-tokoh atau figur yang dekat dengan kehidupan sehari- hari atau orang penting.
3) Humoris, lucu, menggelitik, dan berbau lelucon tapi menyindir.
4) Kritik dan tujuan tidak ada.
5) Anekdot adalah cerita yang singkat, padat, dan mudah dipahami yang berdasar atau terinspirasi dari peristiwa yang menarik.
6) Dipresentasikan dalam bentuk teks, baik tulisan maupun non-tulis.
7) Anekdot dapat berubah menjadi teks genre lain, seperti puisi, cerpen, dll., sehingga anekdot dapat dianggap sebagai teks genre lain. Puisi anekdot, cerpen anekdot, dll.
8) Dibuat semenarik mungkin, dan kadang-kadang dibuat lucu dan absurd.
9) Biasanya merupakan komentar yang ditujukan pada orang-orang terkenal atau penting.
10) Harus dapat dipahami oleh banyak orang.
Menurut Sikumbang (2022:23) ciri-ciri teks anekdot adalah sebagai berikut.
1) Teks anekdot bersifat humor atau lelucon, yang berarti mereka mengandung kisah-kisah lucu atau bualan,
2) Bersifat menggelitik, yang berarti mereka akan membuat pembaca terhibur dengan kelucuan yang ada dalam teks
3) Bersifat menyindir, yang berarti mereka mengandung sindiran, atau 4) Mungkin berkaitan dengan individu penting,
5) Memiliki tujuan yang jelas,
6) Kisah yang disajikan hampir mirip dengan dongeng,
7) Menceritakan tentang sifat manusia dan hewan sering melibatkan hubungan yang umum dan realistis.
Adapun ciri-ciri teks anekdot menurut Priyanti dalam Miranti (2020:22) mengatakan, “Dilihat dari kebahasannya teks anekdot memiliki ciri khas.
Menggunakan kata yang menunjukkan cerita-cerita masa lalu, biasanya diawali
“pada suatu hari”, menggunakan kata seru untuk menegaskan hal-hal tertentu, dan menggunakan kalimat yang menyatakan unsur kelucuan terhadap sesuatu yang serius.”
Dari penjelasan mengenai ciri-ciri teks anekdot menurut beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa, teks anekdot memiliki sifat lucu atau humoris, bersifat menyindir dan mengkritik sesuatu atau seseorang yang terkenal, membuat pembaca
merasa terhibur, memiliki tujuan tertentu. Dengan berbagai macam ciri-ciri teks anekdot, pembaca bisa mengetahui bahwa teks anekdot tidak hanya bersifat lucu dan mengkritik namun teks anekdot memiliki tujuan tertentu dan pesan moral yang di dapat.
e. Struktur Teks Anekdot
Setiap jenis teks pasti memiliki struktur pembentuknya. Teks dapat diubah menjadi tulisan atau karya yang padu dengan menggunakan struktur ini. Struktur dan prinsip harus dipahami agar menganalisis teks anekdot efektif. Struktur cerita atau narasi singkat digunakan dalam penulisan teks anekdot.
Dalam Kosasih (2016, hlm. 5) dikemukakan mengenai struktur teks anekdot, struktur teks anekdot terdiri sebagai berikut.
1) Abstraksi adalah pendahuluan yang menjelaskan latar belakang atau gambaran umum tentang isi suatu teks.
2) Orientasi adalah bagian dari cerita yang menyebabkan krisis, konflik, atau peristiwa utama.
3) Krisis atau komplikasi adalah bagian inti dari suatu anekdot. Ada kelucuan yang menggelitik dan menghibur di bagian itu.
4) Tanggapan, krisis, atau tanggapan yang telah dinyatakan sebelumnya disebut sebagai reaksi. Ini dapat berupa sikap mencela atau menertawakan.
5) Koda adalah penutup, atau akhir cerita, yang menunjukkan bahwa cerita telah berakhir. Ini dapat mencakup persetujuan, komentar, atau penjelasan tentang tujuan cerita sebelumnya. Kata-kata seperti itulah, akhirnya, atau demikianlah biasanya digunakan untuk menandai bagian ini. Ada atau tidaknya kode adalah pilihan.
Sejalan dengan Kosasih, Mulyati dan Hanifah (2022:23) menjelaskan mengenai struktur teks anekdot. Berikut penjelasan tentang struktur teks anekdot.
1) Abstrak
Abstrak pertama ditempatkan di awal paragraf dan bertujuan untuk memberi pembaca pemahaman yang luas tentang teks.
2) Orientasi
Orientasi adalah awal kejadian, atau bagian dari cerita yang menjelaskan alasan peristiwa utama terjadi.
3) Krisis
Krisis adalah struktur ketiga. Ini adalah bagian yang menjelaskan masalah utama dengan warna yang berbeda dan unik.
4) Reaksi
Struktur krisis sangat berkaitan dengan reaksi. Bagian yang akan melengkapinya adalah penyelesaian masalah dengan cara yang berbeda dan unik.
5) Koda
Koda ini, seperti penutup, menutup cerita.
Menurut dua penjelasan yang ada, struktur teks anekdot terdiri dari abstraksi, yang merupakan bagian pertama dari paragraf, orientasi, yang menjelaskan bagaimana krisis atau komplikasi muncul, reaksi, yang menjelaskan pokok masalah utama, dan koda, yang merupakan bagian akhir dari cerita.
f. Kaidah Kebahasaan Teks Anekdot
Tidak hanya struktur, setiap jenis teks memiliki cara penggunaan bahasa yang unik. Metode yang digunakan dalam teks anekdot dikenal sebagai kaidah kebahasaan. Setiap teks memiliki tata bahasa yang unik. Ada orang yang menggunakan bahasa baku, dan ada yang tidak.
Menurut Kosasih (2016, hlm. 9) kaidah kebahasaan anekdot adalah sebagai berikut,
1) Kami sering menggunakan kalimat langsung dan tidak langsung. Kalimat- kalimat itu ditulis dalam bentuk dialog antara tokoh-tokohnya.
2) Nama tokoh orang ketiga tunggal sering digunakan, baik nama langsung atau yang disamarkan.
3) Keterangan waktu sering digunakan. Hal ini terkait dengan jenis cerita yang disebut anekdot, di mana kisah diceritakan dalam urutan waktu atau kronologis.
4) Kami sering menggunakan istilah "material", yaitu istilah yang menunjukkan aktivitas. Ini berkaitan dengan bagaimana para tokohnya berperilaku serta alur yang membentuk rangkaian peristiwa atau kegiatan.
5) Banyak orang menggunakan kata penghubung, atau konjungsi, yang bermakna secara kronologis, yaitu dengan kata-kata terakhir seperti
"kemudian", "lalu", dll.
6) Konjungsi penerang atau penjelas juga sering digunakan, seperti ketika dialog para tokohnya berubah dari kalimat langsung menjadi kalimat tak langsung.
Adapun dalam Sikumbang (2022, hlm. 26-27) menjelaskan bahwa, bahasa yang digunakan dalam anekdot berbeda dari bahasa yang lain. Sebagai contoh, standar bahasa yang digunakan dalam teks anekot adalah sebagai berikut.
1) Menggunakan kata keterangan masa lalu, seperti "dahulu", "tahun lalu",
"bulan lalu", dll.
2) Menggunakan kata penghubung, yang dapat dibagi menjadi: konjungsi antara kata-kata, kalimat, dan paragraf.
3) Kata kerja (verba) digunakan, seperti membaca, tertawa, berjalan, terdiam, dll.
4) Mengurutkan peristiwa berdasarkan urutan waktu (kronologis).
5) Menggunakan jenis pertanyaan retorik—kalimat pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban.
6) Menggunakan kalimat perintah, seperti buang, ambil, catat, perhatikan, dan sebagainya.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa teks anekdot memiliki kaidah kebahasaan, seperti menggunakan keterangan dari masa lalu, menggunakan kata kerja, menggunakan kata penghubung (konjungsi), dan menggunakan jenis pertanyaan retoris (pertanyaan yang jawabannya sudah jelas), dll.
g. Langkah-Langkah Penyusunan Teks Anekdot
Dalam Alfarisi (2019, hlm.50-51), Dalman (2015, hlm. 15) menyatakan bahwa proses penulisan terdiri dari beberapa tahap: tahap prapenulisan, tahap penulisan, dan tahap penyuntingan.
1. Prapenulisan
a. Menyususn Kerangka b. Tentukanlah Topik c. Kumpulkanlah Bahan d. Tentukanlah Subtopik e. Buatlah Kerangka 2. Penulisan
3. Penyuntingan
a. Menyunting Struktur b. Menyunting Kebahasaan
c. Menyunting Ejaan dan Tanda Baca d. Perbaikan Teks Anekdot
Dalam Apriyani, dkk (2020), Menurut Kosasih (2019), proses penyusunan anekdot berikut disesuaikan dengan model problem based learning.
1) Menentukan topik yang akan ditampilkan, dikritik, disindir, atau digugat.
Bagian inilah yang akan menjadi bagian penting dari krisis dan menjadi pusat penulisan teks kisah.
2) Mengidentifikasi kritik itu sendiri.
3) Mengembangkan komedinya.
4) Tentukan figur yang relevan berdasarkan masalahnya. Orang-orang yang dimaksud biasanya nyata.
5) Menguraikan peristiwa dalam alur cerita yang terdiri dari abstraksi, orientasi, krisis, reaksi, dan koda.
6) Dengan mempertimbangkan aturan bahasa, mengubah kerangka anekdot menjadi cerita yang utuh.
7) Melakukan perubahan.
Menurut beberapa ahli, penyusunan teks anekdot dilakukan dalam beberapa tahap. Pertama, mereka menentukan topik yang akan dikritik dan disindir, kemudian menentukan kritik dan alur cerita. Selanjutnya, mereka membuat
kerangka teks anekdot yang akan dibuat sesuai dengan topik tersebut. Terakhir, mereka menyunting cerita supaya sesuai dengan struktur teks anekdot.
3. Model Pembelajaran Problem Based Learning a. Model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang dirancang atau dirancang dengan tujuan agar siswa mudah mengikuti dan menerimanya. Istilah
"model pembelajaran" sebenarnya berarti banyak hal, lebih dari sekadar pendekatan, strategi, metode, atau prosedur. Pendidik atau tenaga pendidik dapat memilih dan menggunakan berbagai model pembelajaran yang berbeda untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Tujuan pengajaran, tujuan kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas adalah semua komponen dari model pembelajaran yang dapat digunakan.
Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal hingga akhir yang disajikan secara khas oleh pendidik, menurut Mulyasa (2016:
142). Menurut Trianto (2015: 51), "model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial." Pernyataan ini sejalan dengan gagasan bahwa "model pembelajaran merupakan pola penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran."
Ahyar (2021: 10) menjelaskan mengenai fungsi model pembelajaran, yaitu
“Model pembelajaran tidak hanya berfungsi untuk mengubah perilaku peserta didik sesuai dengan apa yang diharapkan, tetapi juga berfungsi untuk mengembangkan dan memperbaiki berbagai aspek kemampuan yang bersangkutan dengan proses pembelajaran”.
Oleh karena itu, pemilihan model pembelajaran sangat dipengaruhi oleh jenis materi yang akan dipelajari, tujuan pembelajaran, atau kompetensi, yang akan dicapai, dan tingkat kemampuan peserta didik.
Berdasarkan Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013, model pembelajaran yang tersedia dalam Kurikulum 2013 adalah Inquiry Based Learning, Discovery Learning, Project Based Learning, dan Problem Based Learning, seperti yang dijelaskan oleh Mulyasa (2016: 143). Dalam pembahasan ini, penulis memilih Model Problem Based Learning yang ditemukan dalam Kurikulum 2013.
b. Pengertian Problem Based Learning
Mengutip dalam Huda (hlm. 271&272) Barrow (1980: 1) berikut adalah definisi Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning).
Pembelajaran yang diperoleh selama proses memahami cara menyelesaikan masalah. Masalah ini pertama kali muncul selama proses pembelajaran. PBL dapat digunakan oleh guru dan lembaga sekolah untuk pengembangan kurikulum. Ini sesuai dengan definisi PBL dari Maricopa Community Colleges, Centre for Learning and Intruction. Mereka menganggap PBL sebagai proses dan kurikulum. Kurikulumnya terdiri dari masalah yang dipilih dan dirancang dengan cermat yang menuntut siswa untuk berpikir kritis, menyelesaikan masalah, belajar secara mandiri, dan berpartisipasi.
Yew dan O’Grady (2012: 4) mengungkapkan mengenai berikut adalah definisi model pembelajaran berbasis masalah ini.
Problem Based Learning (PBL) adalah pendekatan pembelajaran di mana pembelajaran didorong oleh masalah. Masalahnya dapat berupa peristiwa yang memiliki elemen yang menarik, peristiwa atau peristiwa yang membutuhkan solusi atau penjelasan, atau hasil yang membuat penasaran.
"Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang bertujuan merangsang peserta didik untuk belajar melalui berbagai permasalahan nyata dalam kehidupan sehari-hari, dihubungkan dengan pengetahuan yang dipelajarinya", kata Mulyasa (2014: 144).
PBL di kelas tidak hanya memasukkan masalah ke dalam kelas, tetapi juga memberi siswa peluang untuk membangun pengetahuan melalui inkuiri dan interaksi kolaboratif. PBL memberi siswa kesempatan untuk berunding dan menemukan pengetahuan untuk diri mereka sendiri. Kemudian, berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang mereka miliki sebelumnya, mereka menyempurnakan dan merestrukturisasi pengetahuan mereka sendiri. Pembelajaran mandiri, pembelajaran tim, pembelajaran teman sebaya, dan presentasi akan meningkatkan proses kognitif.
Dalam upaya mereka untuk melakukan inovasi pembelajaran, para pendidik mengeksplorasi metodologi yang menekankan aspek-aspek berikut:
1) tantangan dunia nyata
2) keterampilan berpikir tingkat tinggi 3) keterampilan memecahkan masalah 4) pembelajaran interdisipliner
5) pembelajaran mandiri
6) keterampilan menggali informasi 7) kerja sama tim
8) keterampilan komunikasi
Adapun menurut pandangan Rusman (2010:234) bahwa, "Pendidik harus menggunakan proses pembelajaran yang akan menggerakan siswa menuju kemandirian, kehidupan yang lebih luas, dan belajar sepanjang hayat." Peran pendidik dalam Problem Based Learning adalah sebagai berikut: 1) membuat alat berpikir siswa; 2) menekankan pentingnya belajar bersama; 3) memfasilitasi pembelajaran dalam kelompok kecil; dan 4) menerapkan Problem Based Learning.
Menurut definisi di atas, model pembelajaran berdasarkan masalah adalah pembelajaran yang dihasilkan melalui proses memahami cara menyelesaikan masalah. Masalah dapat berupa tantangan, kesulitan, atau kejadian yang membutuhkan penjelasan atau solusi. Problem Based Learning tidak hanya mencakup masalah di kelas; itu juga memberikan peluang bagi siswa untuk berkolaborasi dan berinteraksi secara efektif untuk memperoleh informasi.
c. Ciri-Ciri Model Pembelajaran PBL
Secara umum, model pembelajaran berbasis masalah memiliki enam karakteristik, dan keenam karakteristik tersebut adalah.
1) Kegiatan belajar mengajar yang menggunakan model Pembelajaran Berdasarkan Masalah dimulai dengan pemberian masalah.
2) Masalah yang disajikan terkait dengan kehidupan nyata para siswa.
3) Mengatur diskusi disiplin ilmu.
4) Siswa diberi tanggung jawab yang paling besar dalam merancang dan melaksanakan proses belajar secara langsung.
5) Siswa dibagi menjadi kelompok kecil.
6) Siswa diharuskan untuk menunjukkan kinerja atau barang yang telah mereka pelajari.
Berdasarkan uraian di atas, model pembelajaran berbasis masalah dimulai dengan masalah yang dapat dimunculkan oleh guru atau siswa. Kemudian, siswa memperdalam pengetahuan mereka tentang apa yang mereka ketahui dan apa yang perlu mereka ketahui untuk memecahkan masalah tersebut. Siswa juga dapat
memilih masalah yang mereka anggap menarik untuk dipelajari, yang mendorong mereka untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses belajar.
d. Langkah-Langkah Model Pembelajaran PBL
Menurut Shoimin (2020, hlm. 131), ada beberapa langkah dalam pembelajaran berbasis masalah.
1) Guru memberikan penjelasan tentang tujuan pembelajaran. Memberikan penjelasan tentang logistik yang diperlukan. memotivasi siswa untuk berpartisipasi dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
2) Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang terkait dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.) 3) Guru mendorong siswa untuk melakukan eksperimen untuk mengumpulkan data, mengembangkan hipotesis, memecahkan masalah, dan menjelaskan masalah.
4) Guru membantu siswa merencanakan dan menyiapkan tugas, seperti laporan, dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya.
5) Guru membantu siswa memikirkan dan menilai penelitian mereka serta prosedur yang mereka gunakan.
Sani (2017) menyatakan bahwa ada lima tahapan pembelajaran berbasis masalah yang dibutuhkan guru, seperti yang disebutkan dalam Astutik et al. (2023).
1) Memberikan orientasi permasalahan kepada siswa (memberikan permasalah, menyampaikan tujuan pembelajaran, dan menjelaskan hal-hal yang dibutuhkan siswa selama proses pembelajaran serta memberikan motivasi kepada siswa untuk aktif mengikuti kegiatan pembelajaran).
2) Mengorganisasikan siswa untuk penyelidikan (membantu siswa dalam membagi tugas belajar atau penyelidikan untuk menyelesaikan masalah), 3) Melakukan penyelidikan (mendorong siswa untuk memperoleh informasi
dan berpartisipasi dalam penyelidikan).
4) Menciptakan dan menampilkan masalah (membantu siswa merencanakan laporan, melakukan rekaman video, dll.)
5) Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah (membantu siswa merenungkan apa yang mereka lakukan dan bagaimana mereka melakukannya).
Berdasarkan uraian di atas, langkah-langkah model pembelajaran Problem Based Learning pada tahap pertama yaitu pendidik memberikan suatu masalah dan menyampaikan tujuan pembelajaran kepada peserta didik agar peserta didik merasa termotivasi dalam pemecahan masalah yang diberikan. Pada tahap selanjutnya pendidik mengorganisasikan peserta didik dalam penyelidikan permasalahan.
Selanjutnya, pendidik menugaskan peserta didik untuk mencari informasi yang relevan untuk pemecahan masalah yang dibuat. Tahap selanjutnya, mengembangkan dan menyajikan masalah. Pada tahap terakhir yaitu peserta didik
menganalisis dan mengevaluasi, dan membantu peserta didik melakukan refleksi dan evaluasi terhadap penyelidikan mereka.
e. Karakteristik Model Problem Based Learning
Dalam Shoimin (2021: 130-131) mengemukakan, berdasarkan teori yang dikembangkan Barrow, Min Liu (2005) menjelaskan karakteristik dari PBL, yaitu:
1) learning is student-centered
Proses pembelajaran dalam PBL lebih menitikberatkan kepada siswa sebagai orang belajar. Oleh karena itu, PBL didukung juga oleh teori kontruktivisme dimana siswa di dorong untuk dapat mengembangkan pengetahuannya sendiri.
2) authentic problem form the organizing focus for learning
Masalah yang disajikan kepada siswa adalah masalah yang otentik sehingga siswa mampu dengan mudah memahami masalah tersebut serta dapat menerapkannya dalam kehidupan profesionalnya nanti.
3) new information is acquired through self-directed learning
Dalam proses pemecahan masalah mungkin saja siswa belum mengetahui dan memahami semua pengetahuan prasyaratnya sehingga siswa berusaha untuk mencari sendiri melalui sumbernya, baik dari buku atau informasi lainnya.
4) learning occurs in small groups
Agar terjadi interaksi ilmiah dan tukar pemikiran dalam usaha membangun pengetahuan secara kolaboratif, PBL dilaksanakan dalam kelompok kecil.
Kelompok yang dibuat menuntut pembagian tugas yang jelas dan penerapan tujuan yang jelas.
5) teachers act as facilitator
Pada pelaksanaan PBL, guru hanya berperan sebagai fasilitator. Meskipun begitu guru harus selalu memantau perkembangan aktivitas siswa dan mendorong mereka agar mencapai target yang hendak dicapai.
Adapun menurut Abidin (2014) dalam Amaludin (2022: 18), menyatakan bahwa model pembelajaran PBL adalah model pembelajaran dengan menggunakan masalah kehidupan nyata yang kompleks untuk memotivasi peserta didik dalam mengidentifikasi dan meneliti konsep serta prinsip yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah dengan karakteristik berikut:
1) masalah menjadi titik awal pembelajaran.
2) masalah yang digunakan dalam masalah yang bersifat kontekstual dan otentik.
3) masalah mendorong lainnya kemampuan peserta didik berpendapat secara multiperspektif.
4) masalah yang digunakan dapat mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan serta kompetensi peserta didik.
5) berorientasi pada pengembangan belajar mandiri.
6) memanfaatkan berbagai sumber belajar.
7) dilakukan melalui pembelajaran yang menekankan aktivitas kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif.
8) menekankan pentingnya perolehan keterampilan meneliti, memecahkan masalah dan penguasaan pengetahuan.
9) mendorong peserta didik agar mampu berpikir tingkat tinggi, analisis, sintesis, dan evaluatif.
10) diakhiri dengan evaluasi kajian pengalaman belajar dan kajian proses pembelajaran.
Dapat disimpulkan dari penjelasan beberapa ahli di atas menjelaskan mengenai karakteristik PBL, bahwa karakteristik model pembelajaran Problem Based Learning diawali dengan pemberian suatu masalah sebagai titik awal pembelajaran dengan masalah yang digunakan adalah bersifat kontekstual dan otentik sehingga peserta didik dengan mudah memahami masalah tersebut. Masalah yang diberikan dapat mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan peserta didik. Dalam proses pemecahan masalah siswa diharuskan mencari tahu sendiri dari berbagai sumber, buku, dan informasi lainnya yang efektif. Dalam proses pembelajaran PBL ini, peserta didik didorong agar peserta didik dapat berpikir tingkat tinggi, analisis, sintesis, dan evaluatif. Pada saat pembelajaran berlangsung pendidik hanya bertugas sebagai fasilitator, namun dengan memantau kemampuan dan perkembangan aktivitas peserta didik sampai mencapai titik yang akan dicapai.
f. Sintak Operasional Problem Based Learning
Dalam buku Huda (2013: 272-273), Sintak operasional PBL bisa rmencakup antara lain sebagai berikut.
1) Pertama-tama Peserta didik disajikan suatu masalah.
2) Peserta didik mendiskusikan masalah dalam tutorial PBL dalam sebuah kelompok kecil. Mereka mengklarifikasi fakta-fakta suatu kasus kemudian mendefinisikan sebuah masalah. Mereka membrainstorming gagasan- gagasannya dengan berpijak pada pengetahuan sebelumnya. Kemudian, mereka mengidentifikasi apa yang mereka butuhkan untuk menyelesaikan masalah serta apa yang mereka tidak ketahui. Mereka menelaah masalah tersebut. Mereka juga mendesain suatu rencana tindakan untuk menggarap masalah.
3) Peserta didik terlibat dalam studi independen untuk menyelesaikan masalah diluar bimbingan guru. Hal ini bisa mencakup: perpustakaan, database, website, masyarakat, dan observasi.
4) Peserta didik kembali pada tutorial PBL, lalu saling sharing, informasi, melalui peer teaching atau cooperative learning atas masalah tertentu.
5) Peserta didik menyajikan solusi atas masalah.
6) Peserta didik mereview apa yang mereka pelajari proses pengerjaan selama ini. Semua yang berpartisipasi dalam proses tersebut terlibat dalam review berpasangan, dan review berdasarkan bimbingan guru, sekaligus melakukan refleksi atas kontribusinya terhadap proses tersebut.
Adapun sintaks model pembelajaran PBL menurut I. M. A. Dharma & N. A. P.
Lestari (2022) terdiri dari beberapa tahapan, yaitu.
1) Identifikasi masalah
Identifikasi masalah dilakukan dengan memilih topik atau masalah yang akan dijadikan dasar dalam proses pembelajaran. Topik atau masalah yang dipilih haruslah relevan dan menarik bagi siswa serta terkait dengan tujuan pembelajaran.
2) Pembentukan kelompok
siswa dibentuk dalam kelompok kecil yang terdiri dari 3-5 orang. Kelompok ini akan bekerja bersama untuk memecahkan masalah atau menyelesaikan proyek yang diberikan.
3) Pemecahan masalah
Siswa melakukan analisis masalah dan merumuskan pertanyaan-pertanyaan yang akan dijawab dalam proses pembelajaran. Siswa kemudian mencari informasi yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan tersebut.
4) Diskusi
Siswa berdiskusi dalam kelompoknya untuk membahas dan memecahkan masalah atau menyelesaikan proyek yang diberikan. Fasilitator dapat membantu siswa dalam memperoleh informasi dan menyelesaikan masalah yang diberikan.
5) Presentasi
Setelah selesai, setiap kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil kerja mereka kepada seluruh kelas. Dalam presentasi ini, setiap kelompok menjelaskan solusi yang ditemukan serta proses yang dilakukan dalam menyelesaikan masalah atau proyek yang diberikan.
6) Refleksi
Setelah presentasi, siswa melakukan refleksi terhadap proses pembelajaran yang telah dilakukan. Siswa merenungkan apa yang telah dipelajari, bagaimana cara memecahkan masalah, dan apa yang dapat ditingkatkan untuk pembelajaran berikutnya.
Dapat disimpulkan dari penjelasan beberapa ahli mengenai sintaks model pembelajaran Problem Based Learning di atas adalah, pembelajaran dimulai dengan peserta didik disjikan suatu masalah dan masalah yang dipilih haruslah relevan dan menarik bagi peserta didik serta terkait dengan tujuan pembelajaran.
Selanjutnya, peserta didik diperintahkan untuk membentuk kelompok kecil terdiri dari 3-5 orang untuk bekerja sama dalam memecahkan masalah dan mereka juga mendesain suatu masalah tindakan untuk menggarap masalah. Diluar bimbinga pendidik, peserta didik melakukan analisis masalah dengan teman kelompoknya, kemudian peserta didik mencari informasi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah. Peserta didik berdiskusi bersama kelompoknya untuk membahas dan memecahkan masalah atau menyelesaikan proyek yang diberikan. Tahap
selanjutnya yaitu peserta didik mempresentasikan hasil kerja sama kelompok dalam menyelesaikan masalah. Setelah presentasi tahap terakhir yaitu, peserta dididk dalam bimbingan pendidik melakukan refleksi terhadap apa yang telah dilakukan dan dipelajari.
g. Keunggulan Model Pembelajaran (PBL)
Adapun kelebihan dari Problem Based Learning menurut Shoimin (2020, hlm.
132) sebagai berikut.
1) Siswa didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam situasi nyata
2) Siswa memiliki kemampuan membangun pengetahuannya sendiri melalui aktivitas belajar
3) Pembelajaran berfokus pada maslah sehingga materi yang tidak ada hubungannya tidak perlu dipelajari oleh siswa. Hal ini mengurangi beban siswa dengan menghafal atau menyimpan infromasi
4) Terjadi aktivitas ilmiah pada siswa melalui kerja kelompok
5) Siswa terbiasa menggunakan sumber-sumber pengetahuan, baik dari perpustakaan, internet, wawancara dan observasi.
6) Siswa memiliki kemampuan menilai kemajuan belajarnya sendiri
7) Siswa memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi ilmiah dalam kegiatan diskusi atau presentasi hasil pekerjaan mereka
8) Kesulitan belajar siswa secara individual dapat diatasi melalui kerja kelompok dalam bentuk peer teaching
Adapun kelebihan Problem Based Learning menurut Suyadi dalam Nurjayanti (2016, hlm. 20) sebagai berikut.
1) Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.
2) Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa, sehingga memberikan keleluasaan untuk menentukan pengetahuan baru bagi siswa.
3) Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
4) Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata 5) Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan
pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang dilakukan.
6) Siswa mampu memecahkan masalah dengan suasana pembelajaran yang aktif dan menyenangkan.
7) Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk beradaptasi dengan pengetahuan baru.
8) Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
Berdasarkan kedua pendapat tersebut maka dapat disimpulkan, bahwa kelebihan dari pembelajaran Problem Based Learning adalah model pembelajaran yang dapat memberikan pengalaman yang nyata bagi peserta didik kemudian bisa meningkatkan kemampuan berpikir kritis mereka dalam memecahkan suatu masalah serta bisa mengembangkan kemampuan membangun pengetahuannya sendiri.
h. Kekurangan Model Pembelajaran (PBL)
Adapun kekurangan dalam pembelajaran Problem Based Learning menurut Shoimin (2020, hlm. 131).
1) PBL tidak dapat diterapkan untuk setiap materi pelajaran, ada bagian guru berperan aktif dalam menyajikan materi. PBL lebih cocok untuk pembelajaran yang menuntut kemampuan tertentu yang berkaitan dengan pemecahan masalah.
2) Dalam suatu kelas yang memiliki tingkat keragaman siswa yang tinggi akan terjadi kesulitan dalam pembagian tugas.
Adapun kekurangan dalam pembelajaran Problem Based Learning menurut Suyadi dalam Nurjayanti (2016, hlm. 21).
1) Siswa tidak memiliki minat tinggi atau tidak mempunyai kepercayaan diri bahwa dirinya mampu menyelesaikan masalah yang dipelajari dan mereka enggan untuk mencoba.
2) Tanpa pemahaman “mengapa mereka berusaha” untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari. Artinya perlu dijelaskan manfaat menyelesaikan masalah yang dibahasnya pada peserta didik.
3) Proses pelaksanaan problem based learning membutuhkan waktu yang lebih lama atau panjang.
Kesimpulan dari penjelasan di atas mengenai kekurangan dalam model pembelajaran Problem Based Learning ini adalah kurangnya minat tinggi dan kurangnya kepercayaan dirinya mampu untuk menyelesaikan masalah yang dipelajari dan enggan untuk mencoba. Dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning ini tidak semua pelajaran dapat diterapkan, hanya untuk pelajaran yang mengharuskan untuk memecahkan suatu masalah. Proses pelaksanaan model pembelajaran ini tidak mudah dan diharuskan membutuhkan waktu yang lebih lama.
4. Penilaian Menulis Teks Anekdot a. Pengertian Penilaian
Dalam Hafidhoh dan Rifa’i (2021), Arifin (2012: 23) mengemukakan pendapat bahwa, penilaian merupakan rangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis dan menafsirkan data tentang proses hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam mengambil keputusan.
Penilaian dalam proses pembelajaran lebih ditekankan pada hasil dan cenderung hanya menilai kemampuan aspek kognitifnya. Ketimpangan pada penilaian sudah teratasi dengan adanya Kurikulum 2013 yag tidak hanya menekankan pada aspek pengetahuan namun juga penekanan pada aspek sikap, aspek sosial dan aspek agama. Bahkan ketiga tersebut dibahas tuntas secara operasional sehingga dapat diterapkan oleh para pendidik untuk menilai ketiga aspek tersebut.
b. Jenis Penilaian
Menurut sujana dalam (afandi 2013 hlm.125) dilihat dari fungsinya jenis penilaian ada beberapa macam yaitu sebagai berikut :
1) Penilaian Formatif, penilaian ini dimaksudkan untuk memantu kemajuan belajar peeserta didik selama proses belajar berlangsung. Tujuan utama penilaian formatif adalah untuk memperbaiki prosees pembelajaran,bukan untuk menentukan kemampuan peserta didik.
2) Penilaian Sumatif, penilaian sumatif berarti penilaian yang dilakukan jika satuan pengalaman belajar atau seluruh materi pelajaran di anggap telah selesai. Tujuan nya yaitu untuk menentukan nilai (angka) berdasarkan tingkatan hasil belajar peserta didik yang selanjutnya dipakai sebagai angka raport.
3) Penilaian Penempatan, penilaian penempatan ini tujuan utamanya adalah untuk mengetahui apakah peserta didik telah memiliki keterampilan- keterampilan yang diperlukan untuk mengikuti suatu program pembelajaran dan sejauh mana peserta didik telah menguasai kopetensi dasar sebagai mana yang tercantum dalam silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
4) Penilaian Diagnostik,penilaian ini di maksudkan untuk mengetahui untuk mengetahui kesulitan belajar peserta didik berdasarkan hasil penilaian penilaian formatif sebelumnya. Dan penilaian ini memerlukan sejumlah soal untuk satu bidang yang di perkirakan merupakan kesulitan bagi peserta didik,dan soal-soal itu bervariasi.
5) Penilaian Selektif adalah penilaian yang bertujuan untuk keperluan seleksi,misalnya ujian saringan masuk ke lembaga pendidikan tertentu
c. Macam-Macam Penilaian Pembelajaran
Macam-macam teknik tes merupakan penilaian yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan peserta didik pada aspek koknitif. Adapun macam-macam teknik tes antara lain: Teks uraian(uraian bebas,uraian singkat,dan uraian terstruktur) dan tes objektif (pilihan ganda jawaban singkat,menjodohkan,benar salah).
a) Tes uraian
Pada umumnya berbentuk essay (uraian). Tes bentuk essay adalah jenis teks kemajuan belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata-kata.
b) Pilihan Ganda
Soal pilihan ganda adalah bentuk tes yang mempunyai satu jawaban yang benar atau paling tepat
c) Isian Singkat
Jawaban singkat merupakan soal yang menghendaki jawaban dalam bentuk kata,bilangan,kalimat,atau simbol dan jawabnya hanya dapat di nilai benar atau salah.
d) Menjodohkan
Menjodohkan terdiri atas dua kelompok pertanyaaan.kedua kelompok ini berada dalam satu kesatuan.
B. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah komunikasi interpersonal yang menjadi kerangka utama, yang digunakan oleh Pembina dan penerima manfaat yang dikolaborasikan ke dalam kegiatan pembinaan. Sehingga menghasilkan suatu proses komunikasi antara individu degan kelompok untuk mencapai tujuan yang diinginkan, Immanuelle (2019).
Bagan 2.1 Kerangka Pemikiran
MASALAH PENELITIAN
1. Kurangnya kemampuan peserta didik dalam menuangkan ide kedalam bentuk tulisan
2. Kesulitan peserta didik dalam menentukan struktur teks anekdot 3. kurangnya motivasi dari pendidik terhadap peserta didik dalam
mengepresikan kreativitas peserta didik
Model Problem Based Learning Huda (2013), Shoimin (2020), Hidayati (2021), Nurjayanti (2016), Apriyani (2020),
Monica (2016)
Profil Pelajar Pancasila Kemendikbud (2020), Bams (2023),
Degest(2022), Kahfi (2022) Menulis Teks Anekdot
Aulia (2019), Puspitasari (2016), Putri (2022), Hidayati (2020),
Sikumbang (2022), Sutiyani (2018)
Meningkatkan kemampuan menuangkan ide dalam bentuk tulisan pada peserta didik dalam menulis teks anekdot sesuai struktur dengan menggunakan model
pembelajaran Problem Based learning (PBL)
C. Asumsi dan Hipotesis 1. Asumsi
Asumsi adalah dugaan yang diterima sebagai dasar dan sebagai landasan berpikir karena dianggap benar. Asumsi biasanya baru berupa dugaan, perkiraan, prediksi dan ramalan. Dengan kata lain, asumsi adalah sesuatu yang dipikirkan oleh individu dan belum diketahui kebenarannya. Pada kesempatan kali ini, penulis merumuskan anggapan dasar yang menjadi lanadasan penelitian yakni sebagai berikut.
a. Penulis dianggap mampu melaksanakan pembelajaran menulis teks anekdot di kelas X, karena penulis telah lulus mata kuliah 123 SKS. Diantaranya MKDK (Mata Kuliah Dasar Keguruan) antara lain: Pengantar Pendidkan, Psikologi Pendidikan, Pedagogik, Profesi Pendidikan, Teori Sastra Indonesia, Evaluasi Pembelajaran, Telaah Kurikulum, MKK (Mata kuliah Keahlian) antara lain:
Keterampilan berbahasa, Apresiasi dan Kajian Drama Indonesia, Strategi Pembelajaran, MKPK (Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian) antara lain : Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama Islam. Penulis telah lulus Micro Teaching, dan telah melaksanakan program PLP I dan PLP II.
b. Pembelajaran menulis teks anekdot berfokus pada struktur (krisis) perlu diteliti untuk pengembangan kemampuan menulis peserta didik kelas X SMA PGII 1 Bandung.
c. Penerapan model pembelajaran Problem Based Learning efektif digunakan dalam pembelajaran menulis teks anekdot berfokus pada struktur.
Berdasarkan asumsi yang dijelaskan, penulis merumuskan asumsi agar menjadi dasar untuk berpijak yang kokoh bagi masalah yang sedang di teliti., untuk mempertegas variabel yang menjadi pusat penelitian, guna menentukan dan merumuskan hipotesis.
2. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara dari rumusan masalah penelitian.
Sehingga, peneliti mengumpulkan data-data yang paling berguna untuk membuktikan hipotesis tersebut. Sugiyono (2015: 96) berpendapat mengenai hipotesis, bahwa “hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam
bentuk kalimat pertanyaan”. Dikatakan begitu, karena jawaban dari pertanyaan dalam rumusan masalah baru didasarkan pada teori saja belum didasarkan fakta- fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.
Gunawan (2017) menyatakan bahwa hipotesis dapat ditinjau dari dua sudut pandang, yaitu : (1) sudut pandang statistik dan (2) sudut pandang penelitian.
Hipotesis sudut pandang statistik adalah pernyataan statistik mengenai parameter populasi dan penduga terhadap parameter populasi melalui data sampel. Hipotesis sudut pandang penelitian adalah jawaban sementara yang digunakan peneliti yang tingkat kebenarannya diperlu diuji terlebih dahulu.
Dalam penelitian ini, penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut.
a. Penulis mampu dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran menulis teks anekdot menggunakan model pembalajaran Problem Based Learning.
b. Peserta didik mampu untuk menuangkan ide dalam menulis teks anekdot dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning.
c. Adanya perbedaan hasil pembelajaran peserta didik dalam menulis teks anekdot antara kelas kontrol dan kelas eksperimen.
d. Keefektifan pembelajaran menulis teks anekdot pada kelas X SMA PGII 1 Bandung dengan menggunakan model Problem Based Learning.
Hipotesis yang penulis ajukan dalam penelitian ini merupakan kemampuan penulis dalam merencanakan, melaksanakan, dan menilai pembelajaran teks anekdot pada peserta didik kelas X SMA PGII 1 Bandung. Hipotesis adalah jawaban sementara yang ditentukan penulis, sehingga kebenaran jawaban pada hipotesis ini harus dibuktikan atau di uji.