• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of Pemberian Hadiah dalam Produk Sajadah di BMT NU cabang Saronggi Perspektif Fatwa DSN-MUI No. 86/DSN-MUI/XII/2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of Pemberian Hadiah dalam Produk Sajadah di BMT NU cabang Saronggi Perspektif Fatwa DSN-MUI No. 86/DSN-MUI/XII/2012"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

Pemberian Hadiah dalam Produk Sajadah di BMT NU cabang Saronggi Perspektif Fatwa DSN-MUI No.

86/DSN-MUI/XII/2012

A Washil

Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA) Sumenep [email protected]

Moh. Jazuli

Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA) Sumenep [email protected]

Nur Hidayati

Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA) Sumenep [email protected]

Moh. Asy’ari Muthhar

Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA) Sumenep [email protected]

Abstrak

Penelitian ini menunjukkan bahwa Produk tabungan Sajadah di BMT NU Cab.

Saronggi menggunakan akad wadi’ah yad dhamanah dan pihak nasabah akan mendapatkan bonus/hadiah dari uang yang dititipkan di awal setelah berlangsungnya akad dengan jumlah nominal yang sudah ditentukan oleh pihak BMT tanpa diketahui perhitungannya oleh pihak nasabah. Namun demikian praktik pemberian hadiah tersebut belum sepenuhnya sesuai Fatwa DSN MUI seperti adanaya pemberian hadiah yang diperjanjikan diawal akad, adanya percampuran dana milik nasabah dan terjadinya kelaziman pemberian hadiah di BMT NU cab. Saronggi. Dimana menurut fatwa DSN MUI no. 86/DSN- MUI/XII/2012 tentang pemberian hadiah dalam penghimpun dana bahwasanya pemberian hadiah tidak diperjanjikan, tidak menjadi kelaziman, bukan riba terselubung dan sumber dana hadiah harus murni milik LKS bukan milik nasabah.

Kata Kunci: transformasi, pendidikan agama, digital

Pendahuluan

Baitul Maal wa Al-Tamwiil (BMT) merupakan suatu organisasi yang berperan dalam bidang bisnis dan juga berperan

(2)

dalam bidang sosial. Untuk lebih mengetahui peran BMT dapat dilihat pada definisi baytul maal, sedangkan untuk peran BMT dalam bidang bisnis dilihat dari definisi baytut tamwil. Baytut tamwil adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menghimpun dana masyarakat dalam bentuk tabungan (simpanan) maupun deposito dan menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk pembiaayaan yang berdasarkan prinsip syariah dengan melalui mekanisme yang lazim dalam dunia perbankan.1

Sebagai lembaga bisnis dalam menghimpun dana masyarakat BMT menggunakan prinsip wadi’ah, mudharabah, dan musyarakah. Penghimpun dana yang dilakukan oleh BMT diperoleh melalui simpanan, yaitu yang dipercayakan oleh nasabah kepada BMT untuk disalurkan ke sektor produktif dalam bentuk pembiayaan. Simpanan ini dapat berbentuk tabungan wadi’ah, simpanan mudharabah jangka panjang dan jangka pendek.

Salah satu prinsip BMT dalam pengembangan dana adalah prinsip titipan, dengan akad yang disebut wadi’ah. Wadi’ah atau titipan/simpanan merupakan titipan murni yang diletakkan atau dititipkan kepada orang lain untuk dipelihara dan dijaga, baik

1 Mahkalul Ilmi SM, Teori dan praktik mikro keuangan syariah, (yogyakarta : uii press,2002), hlm. 67.

(3)

ungkapan yang jelas, melalui tindakan, maupun melalui isyarat.2 Dalam hal ini sesuai firman Allah SWT dalam Qs. Annisa’ :58, yang berbunyi :

....اَهِلْهَا ىَلا ِتاَنم ْلْا اوُدَؤُت ْنَا ْمُك ُرُم ْأَي لله ا َّنا

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya ....(Qs. Annisa’, 4:

58)3

Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa wadi’ah merupakan amanah yang ada ditangan orang yang dititipi (wadi’) yang harus dijaga dan dipelihara, dan apabila diminta oleh pemiliknya maka ia wajib mengembalikannya.

Pada dasarnya, wadi’ah dibagi atas : wadi’ah al-amanah (tangan amanah) dan wadia’ah yad-dhamanah (tangan penanggung).4

Seperti halnya di BMT NU cab. Saronggi yang memiliki salah satu produk yang menggunakan akad wadi’ah adalah produk SAJADAH yang pada dasarnya menggunakad akad Wadi’ah yad dhamanah, dimana harta titipannya bisa dimanfaatkan dan dipergunakanm untuk aktivitas perekonomian tertentu. Dimana sewaktu-waktu dapat diambil kapan saja oleh

2 Ascarya, akad dan produk bank syari’ah, (jakarta: Pt. Rajagrafindo persada,2013), hlm. 42.

3 Qs. Annisa’ (58) : 4.

4 Ascarya, akad dan produk bank syari’ah, (jakarta: Pt. Rajagrafindo persada,2013), hlm. 42-43.

(4)

pemilik harta atau nasabah. SAJADAH merupakan simpanan berjangka wadi’ah berhadiah yang keuntungannya dapat dinikmati diawal pembukaan simpanan dengan memperoleh hadiah langsung tanpa diundi. Tetapi dalam produk SAJADAH ini simpanan yang dititipkan tidak dapat ditarik sampai berakhirnya periode.

Hadiah merupakan bukti rasa cinta karena dengan adanya hadiah ada kesan penghormatan, Pemberian hadiah ini perlu dan dianjurkan sebagai pengikat persaudaraan.5 Seperti halnya yang terjadi antara pihak nasabah dan pihak bank. Praktik pemberian hadiah ini tidak hanya terjadi dalam BMT NU saronggi melainkan ada beberapa lembaga keuangan yang menerapkannya, baik syari’ah maupun konvensional.

Dalam fatwa DSN-MUI NO.86/DSN-MUI/XII/2012 tentang pemberian hadiah dalam penghimpun dana lembaga keuangan syari’ah bahwa hadiah adalah pemberian yang bersifat tidak mengikat dan bertujuan loyal kepada LKS.6 Adapun ketentuan hukum terkait hadiah yaitu lembaga keuangan syari’ah boleh menawarkan dan/atau memberikan hadiah dalam rangka promosi produk penghimpun dana dengan mengikuti ketentuan-ketentuan terkait hadiah yaitu:

5 Fadhl Ihsan, Hukum hadiah dalam islam, http://fadhlihsan.wordpress.com/2010/09/08/hukum-hadiah-dalam-Islam/, diakses tanggal 12 februari 2018

6 Fatwa DSN-MUI No. 86/DSN-MUI/XII/2012. Himpunan fatwa keuangan syari’ah, (jakarta: erlangga, 2014), hlm. 477.

(5)

1. Hadiah promosi yang diberikan Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) kepda Nasabah harus dalam bentuk barang dan/atau jasa, tidak boleh dalam bentuk uang;

2. Hadiah promosi yang diberikan oleh LKS harus berupa benda yang wujud, baik wujud haqiqi maupun wujud hukmi;

3. Hadiah promosi yang diberikan oleh LKS harus berupa benda yang mubah/halal;

4. Hadiah promosi yang diberikan LKS harus milik LKS yang bersangkutan, bukan milik nasabah;

5. Dalam hal akad penyimpanan dana adalah akad wadi’ah, maka hadiah promosi diberikan oleh LKS sebelum terjadinya akad wadi’ah;

6. LKS berhak menetapkan syarat-syarat kepada penerima hadiah selama syarat-syarat tersebut tidak menjurus pada praktik riba;

7. Dalam hal penerima hadiah ingkar terhadap syarat-syarat yang telah ditentukan oleh LKS, penerima hadiah harus mengembalikan hadiah yang telah diterimanya;

8. Kebijakan pemberian promosi dan hadiah atas Dana Pihak Ketiga oleh LKS harus diatur dalam peraturan internal LKS setelah memperhatikan pertimbangan Dewan Pengawas Syari’ah;

9. Pihak Otoritas harus melakukan pengawasan terhadap kebijakan Lembaga Keuangan Syari’ah terkait

(6)

pemberian hadiah promosi dan hadiah atas dana pihak ketiga kepada nasabah, berikot Operasionalnya.7

Sedangkan menurut jamhur ulama’ mendefinisikannya dengan:

اع وطت ةايحلا ل اح ضوع لاب كيلمتل ا ديفيدقع

Akad yang mengakibatkan pemilikan harta, tanpa ganti rugi, yang dilakukan seseorang dalam keadaan hidup kepada orang lain secara sukarela.

Maksudnya, Hadiah merupakan pemberian yang dilakukan secara sukarela seseorang kepada orang lain tanpa ganti rugi atau mengharapkan imbalan apapun kecuali mendekatkan diri kepada Allah SWT, dimana mengakibatkan berpindahnya kepemilikan dari pemberi kepada orang yang diberi. Hibah yang berarti hadiah sebagai salah satu bentuk tolong menolong dalam rangka kebijakan antara sesama manusia yang bernilai positif.

Berdasarkan firman Allah SWT Qs. Al-baqarah :177, yaitu:

ا َو ىَب ْرُقْل ا ىِو َذ ِهِ بُح ىَلَع َل اَمْل ا ىَتآ و....

ا َو ىَم اَتَيْل

....ِلْيِبَّسلا ِنْب ا َو ِنْيِك اَسَمْل

....dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang musafir(yang memerlukan pertolongan)...8

7 Fatwa DSN-MUI No. 86/DSN-MUI/XII/2012. Himpunan fatwa keuangan syari’ah, (jakarta: erlangga, 2014), hlm. 478.

(7)

Ayat ini menunjukkan anjuran untuk saling membantu sesama manusia. Oleh sebab itu, Islam sangat menganjurkan seseorang yang mempunyai kelebihan harta untuk menghadiahkannya kepada orang yang memerlukannya.

Pada lembaga keuangan syari’ah baik bank maupun nonbank, sangat sering dijumpai adanya praktik pemberian hadiah. Jika terdapat sesuatu yang instan untuk mendapatkannya, maka disinilah akan terjadi ketertarikan masyarakat dalam memperoleh sesuatu secara Cuma-Cuma dengan melakukan berbagai cara tanpa mempertimbangkan aspek hukumnya.

Adapun menurut Triyono Lukmantoro yang mengutip buku Social Solidarity and The Gift oleh Aafke E Komter dan dikutip oleh Eko cahyono dalam jurnalnya, menguraikan 5 motif hadiah, yakni:

1. Perasaan positif, maksudnya hadiah yang meng ekspresikan perasaan cinta, penghormatan, solidaritas, dan loyalitas.

2. Ketidak amanan, yaitu hadiah diberikan untuk mengurangi ketidak pastian relasi sosial yang terjadi.

3. Kekuasaan dan gengsi, yaitu hadiah diberikan untuk menampilkan reputasi dan keterkenalan.

8 Qs. Al-baqarah (177): 2.

(8)

4. Resiprositas dan kesederajatan, hadiah dikaitkan dengan harapan psikologis ketimbalbalikan dan kesamaan.

5. Kepentingan diri, ialah memberikan hadiah untuk kepentingan diri yang merugikan pihak yang menerimanya.9

Dalam pemberian hadiah harus secara suka rela tanpa mengharapkan imbalan apapun dan tidak adanya motif/tujuan tertentu yang bisa merugikan orang lain. Mengingat tentang motif apakah pemberian hadiah yang terjadi di lembaga keuangan syariah, khususnya BMT NU cab. Saronggi yang terdapat dalam produk SAJADAH apakah praktik pemberian hadiah tersebut sudah sesuai dengan ketentuan fatwa DSN-MUI No. 86/DSN-MUI/I/XII/2012 tentang pemberian hadiah atau tidak? Karena banyaknya motif dalam pemberian hadiah yang berbeda-beda, hadiah yang diberikan lembaga keuangan syari’ah harusnya bersifat wujud dan murni berbentuk pemberian hadiah kepada nasabah sebagai wujud terimakasih atau loyalitas nasabah sebagai penyimpan dana di lembaga keuangan syari’ah khususnya di BMT NU cab. Saronggi.

Dari latar belakang tersebut, penulis bermaksud menjelaskan yang berkaitan dengan pemberiahan hadiah dalam produk SAJADAH di BMT NU Cab. Saronggi, yang menggunakan akad wadi’ah yad dhamanah. Bagaimanapun juga

9Eko Cahyono, Undian berhadiah perspektif hukum Islam: Studi maslahah program tabungan di Bank Muamalat Indonesia Malang, jurnal skripsi, UIN Maulana malik ibrahim, 2012.

(9)

permasalahan ini dianggap perlu melakukan penelitian lebih lanjut menurut pandangan hukum Islam dan fatwa DSN-MUI.

Konsep Wadhiah dan Hadiah menurut Fatwa MUI NO.

86/DSN-MUI/XIII/2012 1. Konsep Wadhiah

Menurut madzhab hanafi yang dikutip oleh Sultan Remi Sjahdeini mendefinisikan bahwa wadhi’ah adalah mengikut sertakan orang lain dalam memelihara harta, baik dengan ungkapan yang jelas, melalui tindakan, maupun melalui isyarat.10

Pada dasaranya wadhi’ah dibagi menjadi dua, yaitu:

wadhi’ah al amanah, wadhi’ah yad dhamanah.11 Wadhi’ah al-amanah adalah konsep penitipan yang harus dijaga dengan baik, tidak boleh digunakan atau dimanfaatkan dan tidak ada kewajiban bagi orang yang dititipi menanggung kerusakan kecuali karena kelalaiannnya. Barang yang dititipkan menggunakan akad ini harus dipisahkan dari masing-masing barang yang lain. dikarenakan apabila bercampur barang

10 Sutan Remi Sjahdeini, perbankan syari’ah, produk-produk dan aspek hukumnya, (jakarta, kencana group, 2014), hlm. 351.

11 Ascarya, Akad dan produk bank syari’ah,(jakarta: Pt. Raja grafindo persada, 2013), hlm. 42-43

(10)

titipan dengan barang yang lain serta orang yang dititipi menggunakan dan memanfaatkan barang titipan tersebut maka akad ini berubah menjadi Yad dhamana.

Wadhi’ah yad dhamanah adalah dana atau barang yang dititipkan boleh digunakan atau dimanfaatkan oleh orang yang dititipi yang bertindak selaku orang yang menerima titipan untuk aktifitas perekonomian tertentu, dengan catatan bahwa pada saat nasabah memerlukannya maka pihak wadhi’ harus mengembalikan barang atau aset yang dititipkannya.

Hal ini berarti bahwa pihak penerima titipan (mustawda’) adalah trustee yang sekaligus guarantor

“penjamin‟ keamanan barang/aset yang dititipkan.

Ini juga berarti bahwa mustawda’ telah mendapatkan izin dari pihak penitip (mudi’) untuk mempergunakan barang/aset yang dititipkan tersebut untuk aktivitas perekonomian tertentu, dengan catatan bahwa pihak penyimpan akan mengembalikan barang/aset yang dititipkan secara utuh pada saat penyimpan menghendaki. Hal ini sesuai dengan anjuran dalam islam agar aset selalu diusahakan untuk tujuan produktif.

Pihak penyimpan/penerima titipan (mustawdha’) berhak atas keuntungan yang diperoleh dari

(11)

pemanfaatan aset titipan dan bertanggung jawab penuh atas risiko kerugian yang mungkin timbul.

Selain itu, mustawda’ diperbolehkan juga atas kehendak sendiri, memberikan bonus kepada pemilik aset tanpa akad perjanjian yang mengikat sebelumnya. Dengan menggunakan prinsip yadh dhamanah, akad titipan seperti ini disebut Wadiah yad Dhamanah dengan skema seperti pada gambar dibawah.12

Menurut Hanafiyah yang dikutib oleh nasroen harun, rukunWadiah yaitu ijab dan qobul.Sedangkan yang lainnya termasuk syarat dan tidak termasuk rukun. Menurut Hanafiyah, dalam shigot ijab dianggap sah apabila ijab tersebut dilakukan dengan perkataan yang jelas (sharih) maupun dengan perkataan samar (kinayah).13

Sedangkan menurut jamhur ulama’ fiqih yang dikutib oleh Nasrun haroen, Rukun Wadiah yang harus dipenuhi dalam transaksi dengan prinsip wadiah adalah sebagai berikut : a) Barang yang dititipkan (wadiah). b) Orang yang berakad (mudi’

12 Ibid, hlm. 43.

13 Nasroun Harun, Fiqih muamalah, (jakarta: gaya media pratama, 2007), hlm. 244.

(12)

atau muwaddi’) dan (muda’atau mustawda’). c) Ijab qobul( sighot). 14

Sementara itu syarat wadi’ah yang harus dipenuhi adalah syarat bonus sebagai berikut : a) Bonus merupakan kebijakan (hak prerogatif)

penyimpan; dan

b) Bonus tidak disyaratkan sebelumnya.

2. Hadiah menurut Fatwa MUI no. 86/DSN- MUI/XII/2012

a) Pengertian Hadiah

Hadiah merupakan pemberian yang dilakukan secara sukarela seeseorang kepada orang lain tanpa ganti rugi atau mengharapkan imbalan apapun.15 Secara sederhana, hadiah dapat diartikan sebagai pemberian seseorang kepada orang lain tanpa adanya penggantian dengan maksud memuliakan.16 Hadiah adalah memberikan barang yang tidak ada tukarannya serta dibawa ketempat yang diberi karena hendak memuliakannya. 17 Menurut fatwa MUI,

14 Ibid, hlm. 246

32 Ibid, hlm. 82.

16 Hendi Suhendi,Fiqih Muamalah,(Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada,2008), hlm. 211.

17 Sulaiman Rasyid, Fiqih Islam (Hukum Fiqih Lengkap), (Bandung:

Sinar Baru Algensindo, 2007), Cetakan Keempat, hlm. 326.

(13)

Hadiah (hadiyah) adalah pemberian yang bersifat tidak mengikat dan bertujuan agar nasabah loyal kepada LKS.18

Adapun menurut Sayyid Sabiq dalam buku fiqih as-sunnah mendefinisikan bahwa hadiah adalah Hadiah itu seperti hibah dalam segi hukum dan maknanya. Dalam pengertian ini, Sayyid Sabiq tidak membedakan antara hadiah dengan hibah dalam segi hukum dan segi makna. Hibah dan hadiah adalah dua istilah dengan satu hukum dan satu makna. Sehingga ketentuan yang berlaku bagi hibah berlaku juga bagi hadiah.19

b) Ketentuan hadiah menurut fatwa MUI:

Lembaga keuangan syari’ah boleh menawarkan dan/atau memberikan hadiah dalam rangka promosi produk penghimpun dana dengan mengikuti ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam fatwa ini.

a. Ketentuan terkait hadiah menurut fatwa MUI20 1. Hadiah promosi yang diberikan Lembaga

Keuangan Syari’ah (LKS) kepda Nasabah

18 Himpunan Fatwa DSN-MUI .... , hlm. 477.

19 Sayyid Sabiq, Fiqih as-sunnah, (Mesir: Dar Al-fathli Al-i’lami Al- arabiy, juz 3), hlm. 315.

20 Himpunan Fatwa DSN-MUI ...., hlm. 478.

(14)

harus dalam bentuk barang dan/atau jasa, tidak boleh dalam bentuk uang;

2. Hadiah promosi yang diberikan oleh LKS harus berupa benda yang wujud, baik wujud haqiqi maupun wujud hukmi;

3. Hadiah promosi yang diberikan oleh LKS harus berupa benda yang mubah/halal;

4. Hadiah promosi yang diberikan LKS harus milik LKS yang bersangkutan, bukan milik nasabah;

5. Dalam hal akad penyimpanan dana adalah akad wadi’ah, maka hadiah promosi diberikan oleh LKS sebelum terjadinya akad wadi’ah;

6. LKS berhak menetapkan syarat-syarat kepada penerima hadiah selama syarat-syarat tersebut tidak menjurus pada praktik riba;

7. Dalam hal penerima hadiah ingkar terhadap syarat-syarat yang telah ditentukan oleh LKS, penerima hadiah harus mengembalikan hadiah yang telah diterimanya;

8. Kebijakan pemberian promosi dan hadiah atas Dana Pihak Ketiga oleh LKS harus diatur dalam peraturan internal LKS setelah memperhatikan pertimbangan Dewan Pengawas Syari’ah;

(15)

9. Pihak Otoritas harus melakukan pengawasan terhadap kebijakan Lembaga Keuangan Syari’ah terkait pemberian hadiah promosi dan hadiah atas dana pihak ketiga kepada nasabah, berikot Operasionalnya.

b. Ketentuan terkait cara penentuan penerima hadiah21

1. Hadiah promosi tidak boleh diberikan oleh LKS dalam Hal:

a. Bersifat memberi keuntungan secara pribadi pejabat dari perusahaan/institusi yang menyimpan dana,

b. Berpotensi praktek risywah, dan/atau c. Menjurus kepada riba terselubung;

2. Pemberian hadiah promosi oleh LKS harus terhindar dari qimar (maisir. Gharar, riba, dan akl al mal bil batil),

3. Pemberian hadiah promosi oleh LKS boleh dilakukan secara langsung, dan boleh pula dilakukan dengan undian (qur’ah).

c. Ketentuan terkait hadiah dalam simpanan DPK22

21 Ibid, hlm. 478.

22 Ibid, hlm. 479.

(16)

1. Tidak diperjanjikan sebagaimana subtansi Fatwa DSN-MUI No. 01/DSN-MUI/IV/2000 tentang giro dan No. 02/DSN-MUI/IV/2000 tentang tabungan.

2. Tidak menjurus kepada praktik riba terselubung; dan/atau

3. Tidak boleh menjadi kelaziman.

Tabel 2.1

Konsep wadi’ah yad Dhamanah dan Hadiah

No Model Variabel Keterangan

Wadhi’ah yad 1 dhamanah (Muhammad Syafi’ie Antonio )

- Pengertian - Pihak yang menerima boleh memanfaatkan dan

menggunakan uang atau barang yang dititipkan, semua keuntungan yang dihasilkan dari dana titipan tersebut menjadi milik

(17)

bank dan sebagai

imbalan, sipenitip mendapat jaminan keamanan terhadap hartanya.

(18)

- Reward/bonus - Pihak bank sebagai

penerima

titipan boleh memberikan bonus dengan catatan tidak di syratkan

sebelumnya (diperjanjikan) dan jumlahnya tidak

ditetapkan dalam

nominal/present ase secara advance dan betul-betul kebijaksanaan dari manajemen bank.

(19)

2 Hadiah (fatwa

mui no.

86/DSN-

MUI/XII/2012)

- Pengertian - Pemberian yang bersifat tidak mengikat dan bertujuan agar nasabah loyal kepada LKS.

- Reward/bonus - Harus berupa barang /jasa, tidak boleh berupa uang, - Benda wujud

haqiqi atau wujud

hukmi/mubah atau halal - Harus milik

LKS, bukan milik nasabah - Hadiah tidak

diperjanjikan - Hadiah

diberikan sebelum

terjadinya akad

(20)

- Tidak menjadi kelaziman - Tidak menjurus

kepada praktik riba terselubung

Praktik Produk Sajadah di BMT NU Saronggi

Tabungan produk sajadah ini merupakan tabungan yang di jalankan berdasarkan akad wadhi’ah yad dhamanah yakni titipan yang bisa dimanfaatkan dan dikembalikan saat nasabah hendak membutuhkannya. Dalam hal ini, nasabah bertindak sebagai penitip sedangkan BMT NU bertindak sebagai yang menerima titipan tersebut. sebagai konsekuensinya BMT NU cab.

Saronggi bertanggung jawab terhadap keutuhan dana titipan serta mengembalikannya kapan saja ketika nasabah menghendaki. Di sisi lain, BMT NU juga berhak sepenuhnya atas keuntungan dari hasil penggunaan atau pemanfaatan dana tersebut.23

Mengingat produk sajadah menggunakan konsep wadi’ah yad dhamanah maka nasabah dan pihak BMT NU tidak boleh saling menjanjikan untuk membagi hasil keuntungan harta

23 Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuanagan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 297-298.

(21)

tersebut. namun demikian BMT NU diperkenankan memberikan bonus kepada pemilik harta selama tidak di syaratkan di muka dengan kata lain pemberian bonus merupakan kebijakan BMT semata yang bersifat suka rela.24 Tetapi dalam produk sajadah disini bonus ditentukan di awal akad. Dalam sisi pemberian hadiah di awal tersebut tidak sesuai dengan teori-teori yang ada, salah satu teori yang ada seperti yang tertera dalam pasal 375 Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah dijelaskan sebagai berikut:25

1) Mstaudi’ dalam akad wadiah yad dhamanah apat memberikan imbalan kepada muwadi’ atas dasar suka rela

2) Imbalan yang dberikan sbagaiana ayat 1 tidak bole dipesyaratan di awal akad.

Terlihat jelas hadiah atau bonus dalam produk sajadah tidak boleh di tentukan di awal, akan lebih baik jika hadiah tersebut tidak ditentukan di awal akad, dari penerapan pada simpanan sajadah di BMT NU tersebut diperoleh beberapa gambaran mengenai keunggulan dan kelemahan produk sajadah dengan produk lainnya yaitu:26

1) Keunggulan

24 Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan cet ke-7, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 345.

25 Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah, hlm. 23.

26 Brousur BMT NU cab. Saronggi.

(22)

a. Selain mendapatkan keuntungan yang dapat dinikmati di awal nasabah juga memperoleh hadiah tanpa di undi serta dapat memilih hadiah sesuai dengan banyaknya jumlah tabungan.

b. Hadiah yang diperoleh anggota diantarkan langsung sehingga nasabah tidak harus susah payah datang ke kantor BMT NU cab. Saronggi.

2) Kelemahan

a. Simpanan tidak dapat diambil sewaktu-waktu b. Sulit bagi anggota mendapatkan uangnya kembali sebelum akhir periode walaupun anggota tersebut ingin menutup rekeningnya diakhir periode .

c. Penentuan bagi hasil dalam pemberian hadiah tidak diketahui jumlah nominal kenuntungan yang di peroleh nasabah.

Seperti yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya, bahwa hadiah menurut fatwa MUI adalah pemberian yang bersifat tidak mengikat dan bertujuan agar nasabah loyal kepada LKS, sedangkan dalam Islam seringkali dipersamakan dengan hibah, yaitu suatu pemberian dari satu pihak kepada pihak lain tanpa mengharap apapun dari pihak penerima hadiah dengan tujuan sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan. Begitu juga yang terjadi di BMT NU cab. Saronggi, bahwa lembaga tersebut menerapkan program hadiah sebagai bentuk penghargaan kepada mitra/anggota yang telah loyal dan

(23)

konsisten terhadap BMT NU. Akan tetapi, program hadiah ini justru menjadi strategi jitu guna menarik calon mitra/anggota.

Sehingga upaya ini tentu dapat memberikan keuntungan kepada pihak BMT terhadap upaya peningkatan nilai keuangan lembaga. Tetapi hal itu tidak sesuai dengan harapan, karena berdasarkan hasil rekap data keuangan yang penulis dapatkan, jumlah dana simpanan dan jumlah mitra yang ada di BMT NU senantiasa mengalami penurunan dari tahun ke tahun, khususnya pada tahun 2017.27

Dari beberapa produk yang ditawarkan oleh BMT NU dalam rangka simpanan (funding) dan produk pembiayaan (lending), rata-rata jenis produk tersebut menggunakan strategi yang sama guna menarik minat masyarakat, yakni dengan menerapkan program hadiah. Berkaitan dengan hal ini, penulis lebih membatasi penelitian hadiahnya pada produk sajadah, yaitu simpanan bejangka wadi’ah berhadiah dengan menggunakan akad wadiah yad-dhamanah.

Produk tersebut memberikan iming-iming yang menarik dengan program hadiah, hadiah-hadiah yang diberikan cukup menarik apalagi di berikan secara langsung tanpa diundi diawal pembukaan rekenig. Hal ini dijadikan sebagai upaya untuk

27 Wawancara dengan Bapak Salamet Riyadi selaku kepala cabang di BMT NU cab. Saronggi, tanggal 23 Maret 2018.

(24)

mengikat mitra/anggota agar tetap loyal dan konsinten bergabung di BMT NU cab. Saronggi.28

Dalam mekanisme pemberian hadiah pada produk Sajadah di BMT NU cab. Saronggi, yaitu:

a. Memenuhi syarat/ketentuan yang ditentukan oleh pihak BMT NU

b. Minimal saldo awal 5.000.000.00 untuk mendapatkan hadiah c. Tabungan tidak boleh diambil sebelum jatuh tempo

d. Hadiah diberikan setelah menabung dengan ketentuan nominal Dari adanya mekanisme tersebut nasabah harus mengikuti ketentuan/syarat yang sudah ditentukan oleh pihak BMT NU untuk memenuhi penerimaan hadiah. Hadiah yang diberikan oleh BMT NU cab. saronggi kepada mitra/anggota adalah dalam bentuk benda seperti sepeda motor dan barang- barang elektronik seperti lemari es, mesin cuci, emergency lamp, dan lainnya. Terlepas dari pada itu, BMT NU juga memberikan hadiah berupa umroh dengan saldo mencapai -+

Rp. 800.000.000.

Analisis Hukum terhadap Praktik Pemberian Hadiah pada Tabungan Sajadah

Hadiah dalam Islam merupakan suatu bentuk pemberian yang sifatnya tidak mengikat. Karena itu hadiah adalah bagian

28 Wawancara dengan Bapak Salamet Riyadi selaku kepala cabang BMT NU cab. Saronggi, tanggal 20 maret 2018.

(25)

dari pemberian sukarela dari satu pihak terhadap pihak lain tanpa disertai imbalan. Sesuai perkembangannya, hadiah tidak lagi dimaknai sebagai pemberian sukarela, akan tetapi hadiah merupakan bagian dari upaya suatu lembaga atau perusahaan public untuk melakukan promosi dan bentuk daya tariknya terhadap masyarakat, tak terkecuali di Lembaga Keuangan Syariah seperti BMT NU cab. Saronggi.

Serupa dengan hal tersebut, Hadiah menurut fatwa nomor 86/DSNMUI/XII/2012 dalam penghimpunan dana Lembaga Keuangan Syariah adalah suatu pemberian yang sifatnya tidak mengikat dan bertujuan agar nasabah loyal kepada LKS.29 Ketentuan hukumnya pun tidak mengharamkan, melainkan membolehkan LKS untuk menawarkan/memberikan hadiah sebagai upaya promosi produk dengan tetap mengikuti ketentuan-ketentuan yang ada pada fatwa.

Tabel 4.1

Fatwa DSN nomor 86/DSN-MUI/XII/2012 tentang hadiah dalam

penghimpunan dana LKS

NO SEGI ISI FATWA MUI NO. 86/DSN-

MUI/XII/2012 1

Wujudnya - Harus berupa barang /jasa, tidak boleh berupa uang,

29 Himpunan Fatwa DSN-MUI . . . . , hlm. 477

(26)

- Benda wujud haqiqi atau wujud hukmi - Harus benda mubah atau halal.

2 Sumber hadiah - Harus milik LKS, bukan milik nasabah - Hadiah tidak diperjanjikan

- Tidak boleh menjadi kelaziman

- Pemberian hadiah atas dana pihak ketiga harus diatur secara internal 3 Waktu - Untuk simpanan dengan akad wadi’ah,

hadiah promosi diberikan sebelum terjadinya akad

4 Syarat - LKS berhak menentukan syarat selama tidak menjurus pada praktek riba - Jika penerima hadiah ingkar terhadap

syarat yang ditentukan, maka harus mengembalikan hadiah yang diterimanya.

5 Cara - Boleh secara langsung maupun undian (qur’ah)

6 Tujuan - Tidak boleh bersifat memberikan keuntungan pribadi pejabat dari perusahaan/institusi penyimpan dana - Tidak boleh berpotensi risywah, dan/

menjurus kepada riba terselubung - Harus terhindar dari qimar (maisir),

(27)

gharar, riba, dan akl al-mal bil bathil

Sebagaimana yang sudah di jelaskan, bahwa ada beberapa kejanggalan yang terjadi dalam sistem akad yang digunakan oleh BMT NU cab. Saronggi. Maka hal ini di anggap bermasalah dan dapat di jelaskan dibawah ini:

Penulis menggaris bawahi dalam proses akad Sajadah yang dilakukan oleh pihak BMT NU cab. Saronggi. Dalam bab II penulis sudah menjelaskan tentang hadiah secara umum dan hadiah dalam Fatwa MUI No. 86/DSN-MUI/XII/2012. Akan tetapi dalam praktiknya pada bab III, bahwa bagian dari produk tabungan yang ada di BMT NU diantaranya adalah Sajadah, dimana tabungan tersebut menerapkan akad wadi’ah, tepatnya Wadi’ah yad-dhmanah. yaitu pihak yang dititipi (dalam hal ini BMT) bertanggungjawab secara penuh atas harta yang dititipkan dan BMT boleh memanfaatkan harta yang dititipkan tersebut. Dimana wadi’ah yad-dhamanah mempunyai beberapa ketentuan, seperti:

1. Penyimpan boleh memanfaatkan barang atau uang titipan 2. Keuntungan sepenuhnya menjadi milik penyimpan

3. Penyimpan dapat memberikan insentif (bonus) kepada yang tidak boleh dijanjikan dalam akad.

Berdasarkan pemberian hadiah diawal pada pembagian hadiah antara kedua pihak sepakat dan melangsungkan akad

(28)

dengan persentase jumlah uang yang ditabungkan di BMT NU cab. Saronggi. Terdapat dalam tabel 3.1 mengenai presentase jumlah simpanan dan keuntungan yang ditentukan oleh pihak BMT.

Adapun pengertian hadiah secara umum yaitu pemberian yang dilakukan secara sukarela seseorang kepada orang lain tanpa ganti rugi atau mengharapkan imbalan apapun. Sedangkan hadiah menurut Fatwa MUI yaitu pemberian yang bersifat tidak mengikat dan bertujuan agar nasabah loyal kepada LKS.

Penulis juga menemukan komplikasi pada proses perjanjian pemberian hadiah yang dilakukan oleh BMT NU cab.

Saronggi dalam menggunakan akad wadi’ah yad-dhamanah di dalam teori yang penulis temukan pada poin ketiga angka 5 dalam ketentuan fatwa DSN No. 86/DSN-MUI/XII/2012, dinyatakan : “Dalam hal akad penyimpanan dana adalah akad wadi’ah, maka hadiah promosi diberikan oleh LKS sebelum terjadinya akad wadi’ah.” seharusnya pihak BMT memberikan bonus terlebih dahulu, setelah itu melaksanakan akad. Akan tetapi, BMT NU cab. Saronggi melakukan akad terlebih dahulu selanjutnya nasabah dapat menerima bonus yang tertera sesuai persentase jumlah uang yang disimpan di BMT NU cab.

Saronggi. Jadi, secara otomatis hadiah tersebut hanya diberikan kepada mitra/anggota yang telah bergabung dengan produk sajadah, maka secara otomatis pula hadiah diberikan setelah

(29)

terjadinya akad. Hal ini tentu bertentangan dengan ketentuan fatwa tersebut.

Dalam praktik yang seperti ini, yaitu penggunaan akad wadi’ah yad-dhamanah pada produk Sajadah merupakan hal yang dianggap kurang cocok. Karena, dalam pemberian hadiahnya pula bersifat mengikat atau diperjanjikan. Hal ini, diperkuat oleh Fatwa MUI No. 86/DSN-MUI/XII/2012 poin 1:

4. Tidak diperjanjikan sebagaimana subtansi Fatwa DSN-MUI No. 01/DSN-MUI/IV/2000 tentang giro dan No. 02/DSN- MUI/IV/2000 tentang tabungan. Menetapkan:

a. Bersifat simpanan

b. Simpanan bisa diambil kapan saja atau berdasarkan kesepakatan

c. Tidak ada imbalan yang disyaratkan kecuali bentuk pemberian yang bersifat sukarela dari pihak bank.30 Dilihat dari fatwa DSN No. 02/DSN-MUI/IV/2000 tentang tabungan dalan ketentuan umum tabungan berdasarkan wadi’ah, poin 3 “Tidak ada imbalan yang disyaratkan kecuali bentuk pemberian yang bersifat sukarela dari pihak bank”, maka hal ini dirasa kurang sesuai dengan produk sajadah di BMT yang memberikan hadiah tetapi nasabah harus menabung dengan nominal tertentu.

30 Himpunan fatwa mui No. 02/DSN-MUI/IV/2000... hlm. 49

(30)

Dilihat dari sumber dana hadiahnya, sumber dana yang digunakan dalam membiayai pelaksanaan program dan pembelian hadiah ini, pihak BMT NU mengatakan bahwa pembiayaan berasal dari pengelolaan tabungan/simpanan mitra/anggota yang selanjutnya dikelola kembali sehingga tetap memberikan keuntungan bagi kantor BMT NU itu sendiri.

Padahal dalam ketentuan fatwa poin ketiga angka 4 disebutkan bahwa “hadiah promosi yang diberikan oleh LKS harus milik LKS yang bersangkutan, bukan milik dari nasabah”. Oleh karena itu ada kemungkinan bahwa pengadaan hadiah-hadiah tersebut bukan murni kepemelikannya berasal dari BMT NU cab. saronggi melainkan berasal dari percampuran dari dana nasabah dan keuntungan BMT NU cab. Saronggi.31

Sedangkan dari kelaziman pemberian hadiah di BMT NU cab. Saronggi, menurut penulis dalam pemberian hadiah ini sudah menjadi kelaziman karena sudah terprogram dari awal adanya produk Sajadah. Akan tetapi jika melihat dari penjelasan Fatwa MUI mengenai bolehnya LKS memberikan hadiah terdapat dalam poin 3 bahwasanya “pemberian hadiah tidak boleh menjadi kelaziman (U’rf).

31 Wawancara dengan ibu Eva selaku Teller dan ADUM di BMT NU cab. Saronggi, tanggal 2 April 2018.

(31)

Simpulan

Praktek pemberian hadiah dalam produk sajadah di BMT NU cab. Saronggi menurut ketentuan fatwa MUI No. 86/DSN- MUI/XII/2012 menjadi sangat penting sebagai analisis di LKS khususnya di BMT NU cab. Saronggi dalam hal pemberian hadiah dalam produk sajadah, terkait ketentuanya dengan syarat: tidak diperjanjikan, tidak menjurus kepada praktik riba terselubung, dan tidak menjadi kelaziman. Namun demikian dalam praktek pemberian hadiah di BMT NU cab. Saronggi belum sepenuhnya sesuai dengan fatwa yang diterapkan, dalam pemberian hadiah yang diterapkan oleh BMT NU adalah dengan cara memberikan hadiah yang diperjanjikan/terikat, dari sumber dana hadiah berasal dari tabungan nasabah yang dikelola kembali sehingga tetap memberikan keuntungan bagi kantor BMT NU itu sendiri. Padahal dalam ketentuan fatwa MUI sumber dana hadiahnya harus benar-benar murni dari LKS.

Serta hadiah yang diberikan di BMT NU menjadi kelaziman dikarenakan sudah terprogram dari awal adanya produk sajadah

(32)

tersebut. hal ini menjadi perhatian penulis bahwa ketentuan fatwa MUI yang belum jelas dan kurang rinci yang akan mendorong pihak Lembaga Keuangan berlaku tidak sesuai syari’ah.

Daftar Pustaka

A. Karim, Adiwarman, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan cet ke-7, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010.

Ascarya, akad dan produk bank syari’ah, jakarta: Pt.

Rajagrafindo persada,2012.

Devita Purnamasari, Irma dan Suswinarno, Panduan Lengkap Hukum Praktis Populer; Kiat-Kiat Cerdas, Mudah, dan Bijak Memahami Masalah Akad Syariah, Bandung : Kaifa, 2011.

Fatwa DSN-MUI No. 86/DSN-MUI/XII/2012. Himpunan fatwa keuangan syari’ah, jakarta: erlangga, 2014.

Ilmi SM, Mahkalul, teori dan praktik mikro keuangan syariah, yogyakarta : uii press,2002.

Imam Taqiyuddin Abu Bakar Al-Husaini, penerjemah Achmad zaidun dan A. Ma’ruf Asrori Kifaayatul Akhyaar fii Alli Ghaayatil Ikhtishaar, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1997

Kasmir,bank dan lembaga keuangan lainnya, jakarta:

rajawalipers, 2012.

Kasiram, metode penelitian kualitatif-kuantitatif, yogyakarta, UIN-Maliki press,2010.

(33)

Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah

Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, Jakarta:

Kencana Prenada Group 2012

Nasrun Haroen, fiqih muamalah, jakarta: gaya media pratama,2007.

Nazar Bakry, Problematika Fiqh Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994.

Sabiq sayyid, Fiqih as-sunnah, Mesir: Dar Al-fathli Al-i’lami Al-arabiy, juz 3

Sulaiman Rasyid, Fiqih Islam (Hukum Fiqih Lengkap), Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2007.

Suhendi Hendi,Fiqih Muamalah,Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada,2008.

Sumitra Andri, bank dan lembaga keuangan syariah, jakarta:

kencana,2009.

Sugiyono, metode penelitian kuantitatif kualitatis dan R&D, Bandung: alfabeta, 2010.

Supardi, metode penelitian ekonomi dan bisnis, Yogyakarta: UII Pres, 2005.

Sutan Remi Sjahdeini, perbankan syari’ah, produk-produk dan aspek hukumnya, jakarta, kencana group, 2014.

Syafei Rahmad, Fiqih Muamalah, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2001.

Referensi

Dokumen terkait