• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBINAAN NARAPIDANA NARKOTIKA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A SIBOLGA

N/A
N/A
55 MPA 18 FERRY ANDRIYAN

Academic year: 2024

Membagikan "PEMBINAAN NARAPIDANA NARKOTIKA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A SIBOLGA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

668

PEMBINAAN NARAPIDANA NARKOTIKA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A SIBOLGA

DEVELOPMENT OF NARCOTICS PRISONERS IN CLASS II A PRISON IN SIBOLGA

Sammia Habibi Sitanggang

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Jl. Putroe Phang No.1, Darussalam, Banda Aceh - 23111

e-mail : sammiaasdi12@gmail.com

Dahlan Ali

Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Jl. Putro Phang No. 1, Darussalam, Banda Aceh – 23111

e-mail : dahlan_ali@unsyiah.ac.id

Abstrak – Penelitian ini bertujuan menjelaskan pembinaan narapidana narkotika di Lembaga Pemasyakatan Kelas II A Sibolga, hambatan dalam pembinaan terhadap narapidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Sibolga dan Efektivitas dalam pembinaan narapidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Sibolga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembinaan narapidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Sibolga belum efektif sebagaimana seharusnya dikarenakan hambatan yang didapatkan dalam melakukan pembinaan narapidana narkotika yaitu kekurangan petugas pembina, over kapasitas dan narapidana yang kurang antusias. Efektivitas pembinaan narapidana narkotika belum sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang ada. Disarankan kepada Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Sibolga untuk menambah jumlah petugas pembina narapidana narkotika, melakukan pembinaan khusus untuk narapidana narkotika pengedar, memberikan bimbingan kerja untuk narapidana narkotika perempuan, melakukan pembinaan narapidana narkotika secara berkelompok sehingga seluruh narapidana mendapatkan pembinaan secara merata.

Kata Kunci : Pembinaan Narapidana, Narkotika.

Abstract - This study aims to explain the development of narcotics inmates in Sibolga Class II A prison, obstacles in coaching narcotics inmates at Sibolga Class II A prison and effectiveness in coaching narcotics inmates at the Sibolga II A Prison. The results showed that the coaching of narcotics inmates at the Sibolga Class II A prison was not as effective as it should be due to the obstacles that were found in coaching narcotics prisoners, namely lack of supervisors, over capacity and inmates who were less enthusiastic. The effectiveness of the development of narcotics prisoners is not in accordance with the existing laws and regulations. It is recommended for class II A Sibolga prison to increase the number of narcotics convict guidance officers, carry out special training for drug trafficking convicts, provide work guidance for female narcotics convicts, carry out coaching for narcotics convicts in groups so that all prisoners receive equal guidance.

Keywords : Convict development, Narcotics.

PENDAHULUAN

Berdasarkan UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menjelaskan bahwa salah satu fungsi lembaga pemasyarakatan yakni sebagai wadah yang berperan untuk memberikan bimbingan dan binaan kepada napi dan anak didik pemasyarakatan. Baik terhadap kasus tindak pidana umum maupun tindak pidana khusus.

Pembinaan yakni serangkaian kegiatan membina dan membimbing narapidana yang melakukan tindak pidana umum maupun khusus untuk meningkatkan iman, perilaku dan taqwa kepada Tuhan YME. Stigma yang berkembang dalam masyarakat yakni melabeli para napi maupun mantan napi sebagai orang jahat walaupun bersangkutan tidak melakukan

(2)

kegiatan yang dimaksud.1 Permasalahan hukum paling sulit untuk diminimalisir salah satunya narkotika yang mana masalah ini membutuhkan upaya yang besar dalam melakukan penanggulangan serta peran keikutsertaan masyarakat dalam membantu pemberantasan narkotika sejak dini. Permasalahan narkotika bukan lagi masalah klasik yang dianggap remeh bagi penegak hukum, justru masalah narkotika merupakan batu pukul bagi para penegak hukum. Dewasa ini, narkotika tak lagi menjadi barang yang disembunyi-bunyikan untuk digunakan, diedarkan maupun melakukan transaksi tetapi sudah terang-terangan.

Di Provinsi Sumatera Utara terutama di Sibolga masalah tindak pidana narkotika menjadi masalah yang sangat serius, semakin banyaknya pengguna dan pengedaran narkotika sudah semakin menyebar dikalangan masyarakat Sibolga, mulai laki-laki maupun perempuan, baik anak-anak hingga orang dewasa terlibat dalam narkotika.

Dalam Pasal 3 ayat (1) PP No. 57 Tahun 1999 tentang Kerjasama Penyelenggaraan Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan meliputi :

a. Bertaqwa pada Tuhan YME b. Kesadaran bernegara dan bangsa c. cendikiawan

d. Aksi dan tingkah laku e. Kesehatan fisik dan lahiriah f. Kesadaran hukum

g. Reintegrasi sehat dengan masyarakat h. Cekatan dalam bekerja dan

i. Latihan kerja dan kreasi

Di Lapas Kelas II A Sibolga implementasi bimbingan narapidana narkotika belum dilakukan secara efektif dikarenakan hanya beberapa bentuk program yang dilakukan dan didukung dengan angka kasus narkotika yang mengalami peningkatan per tahunnya sehingga narapidana semakin banyak. Oleh karena itu hal tersebut menyebabkan banyak diantara narapidana yang belum mendapatkan pembinaan yang efesien sehingga tidak menutup kemungkinan terhadap residivis yang dilakukan oleh mantan narapidana.

Adapun identifikasi permasalah penelitian ini yakni :

1. Bagaimana pembinaan napi narkotika di Lapas Kelas II A Sibolga?

2. Bagaimana efektivitas pembinaan yang dilakukan dalam Lapas Kelas II A Sibolga?

1 Dwija Priyatno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, Bandung: PT. Refika Adimata, 2006, hlm. 72

(3)

3. Apa saja hambatan dalam pembinaan pada napi narkotika di Lapas Kelas II A Sibolga?

Tujuan penelitian ini yakni :

1. Mengetahui implementasi napi narkotika di Lapas Kelas II A Sibolga.

2. Mengetahui efektivitas pembinaan yang dilakukan dalam Lapas Kelas II A Sibolga.

3. Mengetahui hambatan dalam pembinaan terhadap napi narkotika di Lapas Kelas II A Sibolga.

METODE PENELITIAN

Data yang didapatkan tulisan ini diperoleh melalui metode yuridis empiris dengan pertimbangan fokus penelitian terhadap “Pembinaan Narapidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Sibolga” dan untuk memperoleh bahan dan data dalam tulisan ini, maka dilakukan melalui penelitian lapangan

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian di Lapas Kelas II A Sibolga.

2. Populasi

Populasi yakni sebuah kumpulan unit yang mempunyai ciri yang sama. Populasi penelitian ini yaitu narapidana, Kepala Divisi Pembinaan Tahanan di Lapas Kelas II A Sibolga, dan petugas Lapas Kelas II A Sibolga.

Metode Pengambilan Sampel

Pemilihan sampel peneltian dengan menggunakan teknik purposive sampling yakni kelayakan dari beberapa responden dan informan.2 Maka responden dan informan dalam penelitian ini yakni:

1. Responden

a. Narapidana narkotika 5 (lima) orang; dan b. Petugas Lapas Kelas II A Sibolga.

2. Informan

Kepala Divisi Pembinaan Lapas Kelas II A Sibolga.

Metode Pengumpulan Data 1. Studi Lapangan (Field Research)

Penelitian lapangan untuk menerima data primer yakni melakukan kegiatan wawancara terhadap responden dan informan yang sudah dipilih.

2 Bambang Prasetyo dan Lina Miftahul Jannah, Metode Penelitian Kuantitatif, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005, hlm. 19.

(4)

2. Studi Pustaka (Library Research)

Penelitian kepustakaan untuk menerima data sekunder yakni bersama dilakukan pengkajian buku-buku teks, jurnal, pendapat para sarjana, artikel, serta undang-undang.

Cara Menganalisis Data

Data yang terhimpun dalam penelitian keperpustakaan ataupun lapangan lalu diolah melalui metode pendekatan kualitatif.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Pembinaan Narapidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Sibolga Terkait pembinaan napi dilaksanakan melalui program pembinaan yang terdapat pada PP No. 31 Tahun 1999 Pasal 2 ayat (1) memyebutkan “Program pembinaan dan pembimbingan meliputi kegiatan pembinaan dan pembimbingan kepribadian dan kemandirian”.

Berdasarkan hasil wawancara bersama Bapak Suranta Sinuraya yang merupakan Kasi Binasik di Lapas Kelas II A Sibolga, program pembinaan napi narkotika mencakup program kepribadian dan program mandiri. Adapun program tersebut berupa Ketaqwaan pada Tuhan YME dan Kesehatan fisik dan lahiriah. Ketaqwaan pada Tuhan YME berupa ibadah shalat lima waktu bagi narapidana narkotika yang muslim, pengajian dan untuk narapidana narkotika non-muslim yaitu ibadah minggu dan pendalaman al-kitab. Kesehatan jasmani dan rohani dilakukan berupa senam, voli dan futsal. Program mandiri berupa bimbingan kerjasama seperti kerajinan tangan dan latihan kerja berupa doorsmeer.3

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Suranta Sinuraya, menyebutkan bahwa pembinaan yang dilakukan oleh narapidana narkotika tahun ini sedikit berbeda dengan tahun- tahun sebelumnya yang mana tahun ini pembinaan dilakukan dengan mengikuti protokol kesehatan demi mencegah covid-19. Saat ini ada program baru yang belum dilakukan yaitu Kepramukaan menjadi terkendala dikarenakan adanya covid-19. 4

Berdasarkan Pasal 3 PP No. 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan mencakup bentuk program pembinaan dan pembimbingan yang dilakukan berupa:

a. Bertaqwa pada Tuhan YME

3 Suranta sinuraya, Kasi Binasik Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Sibolga, Wawancara Pribadi, Tanggal 23 Juli 2020

4 Suranta Sinuraya, Kasi Binasik Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Sibolga, Wawancara Pribadi, Tanggal 23 Juli 2020

(5)

b. Kesadaran bernegara dan berbangsa c. Cendikiawan

d. Aksi dan tingkah laku e. Kesehatan fisik dan lahiriah f. Kesadaran hukum

g. Reintegrasi sehat dengan masyarakat h. Cekatan dalam bekerja dan

i. Latihan kerja dan kreasi

Pembinaan napi narkotika terkait dengan program pembinaan yang dilakukan belum sepenuhnya terlaksanakan mengingat program yang dilakukan hanya berupa ketaqwaan pada Tuhan YME, Kesehatan jasmani dan rohani serta latihan kerja mengingat program lainnya perlu untuk dilakukan terutama kesadaran hukum sehingga mantan narapidana nantinya mengetahui akan perbuatan yang telah dilakukannya dan sanksi yang didapatkan.

Bersumberkan hasil wawancara bersama Bapak Romy Nardo Situmeang sebagai Kasubsi Bimkemaswat di Lapas Kelas II A Sibolga, dalam melakukan program Lapas Kelas II A Sibolga melibatkan atau melakukan kerja sama pihak luar berupa Ustad dan Pastor dalam pelakasanaan Ibadah dan melibatkan Instruktur senam dalam pelaksanaan olahraga.

Pelayanan kesehatan sebagaimana terdapat dalam Pasal 1 ayat (4) PP No. 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas PP No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan menyebutkan “ Pelayanan kesehatan adalah upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitative di bidang kesehatan bagi Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan di LAPAS”.

Bersumberkan pada hasil wawancara bersama Bapak Romy Nardo Situmeang, terdapat perbedaan pelayanan kesehatan antara narapidana tindak pidana umum dengan narapidana narkotika ialah jika narapidana tindak pidana umum mendapatkan pelayanan kesehatan berupa pengobatan atas penyakit yang diderita narapidana selama di lapas sedangkan narapidana narkotika mendapatkan pelayanan kesehatan berupa rehabilitas, pemberian obat, dan melakukan penyuluhan tentang bahaya dan dampak dari narkotika.

2. Efektivitas Pembinaan Yang Dilakukan Dalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Sibolga

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman No. : M.02-PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan atau Tahanan menjelaskan adanya program-program pembinaan

(6)

yang khusus berdasarkan kekhususan kejahatan yang dilakukan. Program perlakuan khusus berupa melakukan rehabilitas, pengubahan perilaku narapidana narkotika dalam pengedar dan produsen mendapatkan program dan tempat yang khusus.

Lapas Kelas II A Sibolga tidak melaksanakan program khusus bagi narapidana narkotika pengedar dan menempatkan ditempat pengguna narkotika, selain itu pembinaan narapidana narkotika khususnya pengedar tidak diarahkan kepada kemampuan bekerja.

Efektivitas pembinaan yang dilakukan belum efektif sepenuhnya khususnya pembina narapidana narkotika yang sangat berjumlah sangat jauh daripada narapidana narkotika yang dibina. Perbedaan jumlah ini menyebabkan pembinaan yang dilakukan tidak efektif disebabkan banyaknya narapidana yang tidak mendapatkan bimbingan terutama dalam bimbingan kerja khususnya narapidana narkotika perempuan.

Dalam pelaksanaan program pembinaan napi narkotika di Lapas Kelas II A Sibolga dilakukan hanya penggolongan berupa penggolongan umur dan jenis kelamin. Sementara untuk pembinaan terhadap narapidana atas golongan berupa lama hukuman didapatkan napi dan kategori tindak pidana yang dilakukan oleh napi dimana pembinaan narapidana narkotika tersebut akan mendapatkan pembinaan yang sama dengan penggolongan lainnya tidak dipisahkan berdasarkan penggolongan yang terdapat dalam Pasal 12 UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan terutama dalam bimbingan kerja napi narkotika.

Bimbingan kerja yang dilaksanakan dalam Lapas Kelas II A Sibolga merupakan pekerjaan yang pada umumnya dikerjakan oleh laki-laki. Sedangkan di dalam lapas terdapat juga narapidana narkotika perempuan. Tidak adanya bimbingan kerja yang menjuru keranah perempuan menjadikan narapidana narkotika perempuan hanya berfokus kepada kebersihan lapas dan tidak mendapatkan bimbingan kerja.

3. Hambatan Dalam Pembinaan Terhadap Narapidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Sibolga

Pembinaan Napi Narkotika di Lapas Kelas II A Sibolga belum sepenuhnya terpenuhi dikarenakan adanya hambatan dalam melakukan pembinaan narapidana. Bersumberkan pada wawancara bersama Napi Narkotika dan Petugas Lapas Kelas II A Sibolga.

a. Kekurangan pembina

Pembina adalah petugas lapas yang melakukan pembinaan terhadap narapidana sehingga peran pembina sangat penting dalam melakukan pembinaan narapidana terutama narapidana narkotika. Lapas Kelas II A Sibolga hanya memiliki 16 pembina

(7)

narapidana narkotika yang mana jumlah pembina sangat sedikit dibandingkan dengan narapidana narkotika yang berjumlah sekitaran 420 yang akan terus bertambah.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Dessy narapidana narkotika, mengaku bahwa pembina tidak sepenuhnya membimbing terutama dalam hal bimbingan kerja yang mana hanya ada latihan kerja doorsmeer yang pada umumnya merupakan pekerjaan laki-laki sementara untuk narapidana perempuan tidak ada latihan kerja.

Narapidana narkotika perempuan hanya mendapatkan pembinaan berupa ibadah yang kadang dibimbing kadang tidak dibimbing.

Kurangnya pembina menyebabkan masih banyaknya narapidana narkotika yang tidak mendapatkan pembinaan secara baik mengingat jumlah narapidana narkotika sangat banyak sejumlah 420 sedangkan jumlah pembina yang ada 16 orang.

b. Over kapasitas

Over kapasitas disebabkan oleh banyaknya narapidana yang berada didalam lapas sertanya kurangnya fasilitas bangunan untuk menampung narapidana yang ada di Lapas Kelas II A Sibolga. Jumlah narapidana dengan jumlah narapidana yang berada didalam lapas tidak sebanding yang dimana jumlah narapidana lebih banyak daripada jumlah bangunan yang ada. Rata-rata Lapas yang tersedia di Indonesia mengalami over kapasitas yang menyebabkan dalam 1 ruangan terdapat lebih dari 5 narapidana.

Hal tersebut juga ditemukan dalam Lapas Kelas II A Sibolga yang mengalami kelebihan muatan. Seiring dengan perkembangan jumlah narapidana terus bertambah terutama dalam narapidana kasus narkotika yang semakin berkembang pesat. Proses pelaksanaan pembinaan narapidana narkotika menjadi terhambat mengingat jumlah narapidana narkotika yang terus bertambah setiap tahunnya dengan jumlah pembina yang sedikit menjadikan banyak narapidana narkotika yang tidak sepenuhnya mendapatkan pembinaan terutama dalam bimbingan kerja dimana seluruh narapidana narkotika dikumpulkan dalam satu ruangan serta hal tersebut juga dapat menimbulkan sifat cuek dan tidak peduli narapidana narkotika terhadap pembina dalam melakukan program pembinaan. Pembina bahkah kewalahan dalam melakukan pembinaan terhadap narapidana narkotika.

c. Narapidana yang tidak antusias

Masih terdapat narapidana narkotika yang memiliki sifat kurang antusias serta kurang tanggap dalam melakukan pembinaan dan bimbingan kerja oleh pembina.

Sering kali narapidana narkotika mengganggap remeh dan tidak peduli akan program

(8)

pembinaan dan bimbingan kerja yang diberikan sehingga timbul hubungan yang tidak baik antara pembina dengan narapidana narkotika. Padahal hal ini dilakukan untuk untuk memperbaiki pola pikir para napi di lapas agar dapat hidup ditengah-tengah masyarakat.

Melihat keadaan saat ini sedang maraknya pandemi covid-19 menjadikan pembinaan narapidana narkotika mengalami sedikit hambatan selain harus menjaga jarak antara pembina dengan narapidana narkotika juga menyebabkan banyak narapidana narkotika menjadikan alasan covid-19 untuk tidak melakukan pembinaan ataupun bimbingan kerja.

KESIMPULAN

1. LPKA Pembinaan Napi Narkotika di Lapas Kelas II A Sibolga terdapat program pembinaan kepribadiaan dan kemandirian yang mana berupa:

a. Program pembinaan kepribadian terdiri Pertama, ibadah berupa shalat lima waktu dan pengajian bagi narapidana perempuan muslim khusus hari jumat dan ibadah hari minggu dan pendalaman Al-Kitab bagi narapidana yang non muslim. Kedua, olahraga berupa senam yang dilakukan setiap senin-kamis dengan melibatkan instruktur senam dari luar sedangkan hari jumat narapidana wanita menjadi instruktur, selain senam juga olahraga lainnya berupa futsal dan voli. Sedangkan untuk program kepramukaan belum bisa untuk dilakukan karena terkendala dengan pandemi covid-19.

b. Program pembinaan kemandirian yaitu berupa bimbingan kerja yang dilakukan terhadap narapidana narkotika berupa bimbingan kerja doorsmeer.

2. Efektivitas pembinaan napi narkotika di Lapas Kelas II A Sibolga dinilai kurang efektif disebabkan oleh tidak adanya pola yang dilakukan dalam pembinaan narapidana narkotika, pembinaan dilakukan secara bersamaan tidak dibagi dalam golongan sesuai dengan jenis perbuatannya, tidak adanya pengarahan kerja bagi narapidana narkotika pengedar, tidak menempatkan dalam ruangan khusus narapidana narkotika pengedar justru menggabungkan dengan narapidana narkotika pengguna, tidak adanya bimbingan kerja bagi narapidana narkotika perempuan.

(9)

3. Adapun yang menjadi hambatan dalam pembinaan napi narkotika di Lapas Kelas II A Sibolga yaitu:

a. Kekurangan pembina b. Over kapasitas

c. Narapidana yang tidak antusias

DAFTAR PUSTAKA

Bambang Prasetyo dan Lina Miftahul Jannah, 2005, Metode Penelitian Kuantitatif, Jakarta:

Raja Grafindo Persada.

Dwija Priyatno, 2006, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, Bandung: PT. Refika Adimata.

Referensi

Dokumen terkait