• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBUATAN MEMBRAN KOMPOSIT POLI VINIL ALKOHOL (PVA) DAN POLI ETILEN GLIKOL (PEG) DENGAN BIOSILIKA ABU DAUN BAMBU UNTUK APLIKASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PEMBUATAN MEMBRAN KOMPOSIT POLI VINIL ALKOHOL (PVA) DAN POLI ETILEN GLIKOL (PEG) DENGAN BIOSILIKA ABU DAUN BAMBU UNTUK APLIKASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU - repository perpustakaan"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bambu

Tanaman bambu tumbuh dengan membentuk rumpun, akan tetapi bambu dapat juga hidup secara soliter. Jenis bambu tertentu memiliki percabangan yang sangat banyak dan membentuk perdu. Ada juga bambu yang memiliki kemampuan memanjat. Bambu yang tergolong besar dan tegak berasal dari spesies Bambusa sp., Dendrocalamus spp. dan Gigantochloa spp.

Bambu mengandung silika yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan, bambu memiliki kadar selulosa berkisar antara 42.4%-53.6%, kadar lignin berkisar antara 19.8%-26.6%, kadar pentosan 1.24% -3.77%, kadar abu 1.24%-3.77%, kadar silika 0.10% -1.28%, kadar ekstraktif 0.9%-6.9% dan bambu mengandung holoselulosa (selulosa dan hemiselulosa) berkisar antara 73.32%-83.80%. Dari kandungan silika yang dimiliki oleh bambu, memungkinkan untuk memanfaatkan bambu menjadi lebih optimal dengan mengekstrak kandungan silika dari bambu tersebut. Silika merupakan bahan kimia yang pemanfaatannya dan aplikasinya cukup luas di berbagai bidang.

2.1.1 Bambu Ampel (Bambusa vulgaris)

Bambu yang merumpun, dan tidak terlalu rapat; rimpangnya bercabang simpodial. Rebung berwarna kuning atau hijau, tertutup oleh bulu-bulu miang cokelat hingga hitam. Buluhnya tegak, mencapai tinggi 10-20 m, lurus atau agak berbiku-biku, ujungnya melengkung; mulai bercabang lk. 1,5 m di atas tanah, kadang-kadang juga lebih ke bawah, 2-5 cabang pada satu buku, salah satunya lebih besar daripada cabang-cabang yang lain. Panjang ruas 20-45 cm dan garis tengahnya 4-10 cm, tebal dinding buluh lk. 7-15 mm; hijau mengilap, kuning atau kuning dengan garis-garis hijau, dengan bulu-bulu miang yang rebah melekat dan berwarna gelap, serta dengan lapisan lilin keputihan ketika muda;

(2)

buku-bukunya miring, sedikit menonjol, buku yang bawah dengan akar udara.

Klasifikasi bambu ampel :

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil) Ordo : Poales

Famili : Poaceae (suku rumput-rumputan) Genus : Bambusa

Spesies : Bambusa vulgaris Schrad. ex J.C

Gambar 2.1 Bambu Ampel 2.2 Silikon Dioksida

Silikon Dioksida merupakan senyawa yang dapat ditemukan di kehidupan sehari-hari dan sering digunakan sebaga bahan baku industri elektronik. Atom silikon dapat membentuk empat ikatan secara serentak yang tersusun secara tetrahedral. Dalam silika setiap atom Si terikat pada empat atom O dan tiap atom O terikat pada dua sisi atom Si. Atom oksigen bersifat elektromagnetik dan kerapatan atom pada silika sebagan dipindahkan pada atom oksigen.

(3)

Gambar 2.2 Struktur kristal Silika

Tabel 2.1 Karakteristik SiO2

Struktur Kristal Amorf

Berat Atom 60.08 g/mol

Densitas 2.27/2.18 g/cm3

Molekul 2.3 × 1022/cm3

Panas Spesifik 1.0 J/g-K

Titik Leleh 1700 0C

Koefisien Ekspansi Termal 5.6 × 10-7/K Modulus Young 6.6 × 1010 N/m2

Rasio Poisson 0.17

Konduktifitas Termal 1.1 W/m-K – 1.4 W/m- K

Konstanta Dielektrik reaktif 3.7 – 3.9 Dielectric Strength 107 V/cm

Energi Bandgap 8.9 eV

DC Resistivity ≅ 1017 Ωcm

Silika adalah salah satu bahan anorganik yang memiliki kelebihan sifat yaitu memiliki kestabilan tinggi terhadap pengaruh mekanik, temperatur, dan kondisi keasaman. Silika merupakan bahan kimia yang pemanfaatan dan

(4)

aplikasinya sangat luas mulai bidang elektronik, mekanik, medis, sehingga bidang-bidang lainnya. Senyawa silika mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:

a. Sifat fisik silika

Silika mempunyai rumus molekul SiO2 dan berwarna putih. Titik leleh silika adalah 1610 oC, sedangkan titik didihnya 2320 oC. Silika tidak larut dalam air dingin, air panas maupun alkohol tetapi dapat larut dalam HF.

b. Sifat kimia silika

1) Silika bersifat stabil terhadap hidrogen kecuali fluorin dan juga inert terhadap semua asam kecuali HF, dengan HF bereaksi menurut persamaan reaksi :

SiO2 (s)+ 6HF(aq) → [SiF6]2+(aq) + 2H3O+(l)

2) Basa pekat misalnya NaOH dalam kondisi panas secara perlahan dapat mengubah silika

menjadi silikat yang larut dalam air. Reaksi:

SiO2 (s)+ 2NaOH (aq) → Na2SiO3(s) + H2O (l)

2.3 Polivinil Alkohol (PVA)

Polivinil alkohol (PVA) adalah polimer sintetik yang diproduksi oleh hidrolisis dari polivinil asetat. PVA bersifat nontoksik dan larut air. Polivinil alkohol (PVA) terpilih sebagai peningkatkan sifat produk (Lin & Ku, 2008 sebagaimana dikutip Munthoub dan Rahman, 2011 dalam skripsi Dyah Listiyaningsih,2013).

Membran PVA memiliki sifat yang sangat mudah berinteraksi dengan air OH- sehingga membran bersifat hidrofilik. Molekul – molekul air akan berinteraksi dengan membran melalui pembentukan ikatan hidrogen. Gugus hidroksil yang terdapat pada rantai polimer akan menyebabkan membran PVA bersifat polar. Sifat hidrofilik dan kepolaranya akan menentukan selektifitas dan laju alir (Noezar I dkk, 2008) gugus khlorida serta jenis polimer lainnya.

(5)

Gambar 2.3 Struktur PVA

Tabel 2.2 Karakteristik film Polivinil alkohol (PVA)

Karakteristik PVA

Kecerahan (%) 60 − 66

Kuat Sobek (N.mm-1 ) 147 − 834 Kuat Tarik (MN.m-2 ) 44 − 64

Perpanjangan (%) 150 − 400

Densitas (g/cm3) 1,19 − 1,31 Titik Leleh (oC) 180 − 240 Titik Dekompos (oC) 228

2.4 Polietilen Glikol (PEG)

Polietilen glikol adalah senyawa biocompatible, sangat hidrofilik dan anti fouling. PEG dibuat secara komersial melalui reaksi etilen oksida dengan air atau etilen glikol dengan sejumlah kecil katalis natrium klorida. Jumlah dari etilen glikol menentukan berat molekul PEG yang dihasilkan. PEG umumnya memiliki bobot molekul antara 200-300.000. Penamaan PEG umumnya ditentukan dengan bilangan yang menunjukkan bobot molekul ratarata. Konsistensinya sangat dipengaruhi oleh bobot molekul. PEG dengan bobot molekul 200-600 (PEG 200- 600) berbentuk cair, PEG 1500 semi padat, dan PEG 3000-20.000 atau lebih berupa padatan semi kristalin dan PEG dengan bobot molekul lebih besar dari 100.000 berbentuk seperti resin pada suhu kamar. Umumnya PEG dengan bobot molekul 1.500-20.000 yang digunakan untuk pembuatan dispersi padat. Senyawa glikol dengan berat molekul yang rendah biasanya digunakan untuk larutan kental dimana campuran glikol ini biasanya dimanfaatkan sebagai basis salep larut air (Grosser dan Gmitter, 2011).

(6)

PEG merupakan salah satu jenis bahan pembawa yang sering digunakan sebagai bahan tambahan dalam suatu formulasi untuk meningkatkan biokompatibilitas suatu campuran polimer. Polietilen glikol 4.000, 6.000 dan 8.000 berbentuk serbuk putih dengan tekstur seperti lilin dan berwarna seperti parafin.

Sangat larut dalam air dan dalam diklorometan, dan sedikit larut dalam alkohol (Sweetman, 2009).

Menurut hasil penelitian fadillah (2003), interaksi konsentrasi PEG dengan selulosa asetat menunjukan adanya pengaruh yang sangat nyata terhadap ukuran pori-pori membran. Fluks membran akan bertambah dengan bertambahnya konsentrasi PEG dan berkurangnya konsentrasi selulosa asetat. Nilai fluks membran selulosa-kitosan semakin meningkat dengan peningkatan konsentrasi PEG.

PEG banyak digunakan karena memiliki sifat stabil dan inert, tidak mudah terurai, serta rentang titik leleh dan kelarutan yang luas. Penambahan polietilen glikol dapat meningkatkan kinerja membran dengan meningkatkan fluks air murni, permeabilitas hidrolik, dan porositas (Wardani, 2013).

Penambahan aditif dapat meningkatkan sifat permukaan membran.

Terdapatnya aditif dapat mempengaruhi struktur morfologi dan kinerja membran.

Zat aditif yang sering ditambahkan seperti Polivinil Pirolidon (PVP), Polietilen Glikol (PEG), dan alkohol (Chou dkk dalam Rosnelly, 2012). Menurut Mulder (1996) dalam Rosnelly (2012), kinerja membran yang baik sangat ditentukan dari porositas permukaan dan distribusi pori dari membran yang digunakan.

Gambar 2.4 Struktur PEG

(7)

Sifat fisika dan kimia PEG adalah sebagai berikut:

a. Sifat Kimia

Poli etilen glikol (PEG) merupakan senyawa dengan rumus kimia (C2H4O)n+1H2O dan rumus struktur HOCH2-(CH2-O-CH2)n-CH2OH. PEG merupakan senyawa polimer berantai panjang, tidak berubah (inert) dengan berat molekul antara 200-9.500.

b. Sifat Fisik

Poli etilen glikol memiliki sifat mudah larut dalam air, tidak toksik terhadap tanaman, dan tidak mudah diserap, sehingga menjadikan PEG sebagai senyawa yang efektif untuk menirukan kondisi kekeringan.

2.5 Karakteristik Limbah Cair Tahu

Limbah industri tahu tempe ada dua hal perlu diperhatikan yakni karakteristik fisika dan kimia. Karakteristik fisika meliputi padatan total, suhu, warna dan bau. Karakteristik kimia meliputi bahan organik, bahan anorganik dan gas.

Tabel. 2.3 Karakteristik Limbah Tahu Cair Karakteristik Fisik dan

Kimia Limbah Tahu

Nilai

Padatan Terendap 170-190 mg/L

Padatan Tersuspensi 638-660 mg/L

Padatan Total 668-703 mg/L

Warna 2225-250 pt Co

Kekeruhan 524-585 FTU

Amoniak-Nitrogen 23,3-23,5 mg/L

Nitrit-Nitrogen 0,1-0,5 mg/L

Nitrat-Nitrogen 3,5-4,0 mg/L

pH 4-5

BOD 6000-8000 mg/L

COD 7500-14000 mg/L

Abu 0,19 %

(8)

Protein 0,08 %

Karbohidrat 0,15 %

Pati 0,46 %

Suhu buangan industri tahu berasal dari proses pemanasan kedelai. Suhu limbah cair tahu pada umumnya lebih tinggi dari air bakunya, yaitu 80 oC sampai 100 oC. Suhu yang meningkat di lingkungan perairan akan mempengaruhi kehidupan biologis, kelarutan oksigen dan gas lain, kerapatan air, viskositas, dan tegangan permukaan.

Bahan-bahan organik yang terkandung di dalam buangan industri tahu pada umumnya sangat tinggi. Senyawa-senyawa organik di dalam air buangan tersebut dapat berupa protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Senyawa-senyawa tersebut, protein dan lemak yang jumlahnya paling besar yakni mencapai 40% - 60%

protein, 25 - 50% karbohidrat, dan 10% lemak. Gas-gas yang biasa ditemukan dalam limbah adalah oksigen (O2), Hidrogen sulfida (H2S), Amonia (NH3), karbondioksida (CO2) dan metana (CH4).

Gas-gas tersebut berasal dari dekomposisi bahan-bahan organik yang terdapat di dalam air buangan. Air limbah industri tahu sifatnya cenderung asam dengan pH 4-5. Keadaan asam ini menyebabkan mudah terlepasnya zat – zat yang mudah menguap. Hal ini mengakibatkan limbah cair tahu mengeluarkan bau busuk.

2.6 Membran

Membran merupakan suatu fasa yang bertindak sebagai penghalang yang selektif terhadap aliran molekul atau ion yang terdapat dalam cairan atau uap yang berhubungan dengan kedua sisinya. Proses membran dapat digunakan dalam aplikasi yang sangat luas dan dapat dipastikan kegunaannya akan semakin meningkat dimasa yang akan datang.

Secara umum membran didefinisikan sebagai suatu lapisan tipis semipermeabel diantara dua fasa yang berbeda karakter, fasa pertama adalah feed atau larutan pengumpan dan fasa kedua adalah permeat atau hasil pemisahan.

(9)

Operasi membran dapat diartikan sebagai proses pemisahan dua atau lebih komponen dari aliran fluida melalui suatu membran. Pemisahan dicapai karena membran mempunyai kemampuan untuk melewatkan suatu komponen yang ukurannya lebih kecil dari pori membran, pada fasa umpan lebih baik daripada komponen lain yang ukurannya lebih besar dari pori membrane. Molekul atau partikel yang dipindahkan melalui membran dari fasa satu ke fasa yang lain disebabkan oleh adanya:

1. Gradien temperatur (ΔT) 2. Gradien konsentrasi (ΔC) 3. Gradien tekanan (ΔP) 4. Gradien energi (ΔE)

Gambar 2.6 Skema Proses Membran

2.6.1 Jenis Membran

Berdasarkan eksistensinya, membran terdiri dari membran alami dan membran sintetik. Membran alami adalah membran pada sistem dan proses kehidupan makhluk hidup. Komponen utama membran alami adalah lemak dan protein. Sedangkan membran sintetik adalah membran buatan yang dapat terbuat dari bahan alami (biomembran) atau bahan non alami. Membran buatan digunakan untuk kepentingan penelitian dan pengujian sifat-sifat membran biologi dan juga

(10)

untuk kepentingan industri. Teknologi membran buatan banyak dimanfaatkan untuk industri kimia dan bahan makanan.

Berdasarkan gradien tekanan sebagai daya dorongnya dan permeabilitasnya, membran dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu:

a. Mikrofiltrasi (MF). Membran jenis ini beroperasi pada tekanan berkisar 0,1-2 bar dan batasan permeabilitasnya lebih besar dari 50 L/m2.jam.bar.

b. Ultrafiltrasi (UF). Membran jenis ini beroperasi pada tekanan antara 1-5 bar dan batasan permeabilitasnya adalah 10-50 L/m2.jam.bar.

c. Nanofiltrasi. Membran jenis ini beroperasi pada tekanan antara 5-20 bar dan batasan permeabilitasnya mencapai 1,4-12 L//m2.jam.bar

d. Reverse osmosis (RO). Membran jenis ini beroperasi pada tekanan antara 10-100 bar dan batasan permeabilitasnya mencapai 0,005-1,4 L/m2.jam.bar Perbedaan dari keempat membran tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.4. Nilai fluks yang dimiliki tiap membran berbeda-beda. Nilai fluks ditentukan oleh tekanan operasi dan permeabilitas dari membran yang digunakan. Rentang nilai tekanan operasi untuk keempat membran tersebut disajikan pada Tabel 2.4 dan Gambar 2.7.

(11)

Gambar 2.7 Bagan proses pemisahan pada membran

(12)

Tabel 2.4 Rentang nilai tekanan operasi dan fluks proses membran Proses Membran Rentang tekanan

(bar)

Rentang fluks (L/m2.jam)

Mikrofiltrasi 0,1-2,0 >50

Ultrafiltrasi 1,0-5,0 10-50

Nanofiltrasi 5,0-20 1,4-12

Osmosis balik 10-100 0,05-1,4

Berdasarkan struktur dan prinsip pemisahan membran dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu membran berpori (porous membrane), membran tidak berpori (non porous membrane) dan membran cair (carrier membrane).

 Membran berpori

Prinsip pemisahan membran berpori adalah didasarkan pada perbedaan ukuran partikel dan ukuran pori membran. Ukuran pori membran berperan penting dalam pemisahan. Membran jenis ini biasanya digunakan untuk mikrofiltrasi, ultrafiltrasi dan nanofiltrasi.

Berdasarkan kerapatan ukuran pori, membran dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :

1. Makropori : membran dengan ukuran pori > 50 nm

2. Mesopori : membran dengan ukuran pori antara 2 nm – 50 nm.

3. Mikropori : membran dengan ukuran pori < 2 nm

 Membran tidak berpori

Pada membran tidak berpori prinsip pemisahannya didasarkan pada perbedaaan kelarutan dan kemampuan berdifusi. Sifat intrinsik polimer membran mempengaruhi tingkat selektifitas dan permeabilitas. Membran jenis ini digunakan untuk proses pemisahan gas, pervaporasi dan dialisis.

Selain itu permselektivitas komponen sangat tergantung pada spesifikasi bahan pembawa tersebut. Komponen yang dapat dipisahkan dapat berupa cair atau gas, ionik dan non ionik.

(13)

Gambar 2.8 Skema jenis-jenis membran

Dalam operasi membran dikenal dua jenis aliran umpan, yaitu aliran cross- flow dan aliran dead-end. Pada sistem cross flow, aliran umpan mengalir melalui suatu membran, dengan hanya sebagian saja yang melewati pori membrane untuk memproduksi permeat, sedangkan aliran pelarut atau cairan pembawa akan melewati permukaan membran sehingga larutan, koloid dan padatan tersuspensi yang tertahan oleh membran akan terus terbawa menjadi aliran balik. Pada system dead-end, keseluruhan dari fluida melewati membran (sebagai media filter) dan partikel tertahan pada membran, dengan demikian fluida umpan mengalir melalui tahanan membran dan tahanan penumpukan partikel pada permukaan membrane (Mallack & Anderson, 1997). Dengan demikian, pada kasus sistem aliran deadend penyumbatan (clogging) pada membran lebih cepat terjadi dibandingkan dengan sistem aliran cross-flow karena deposisi partikel pada permukaan membran akan tersapu (swept away) oleh kecepatan aliran umpan.

Ada dua parameter utama yang menentukan kinerja membran, yaitu laju aliran (fluks) dan permselektivitas. Secara umum, fluks akan menentukan berapa banyak permeat yang dapat dihasilkan (kuantitas), sedangkan permselektivitas berkaitan dengan kualitas permeat.

2.6.2 Teknik Pembuatan Membran

Semua jenis material sintetik berbeda dapat digunakan untuk pembuatan

(14)

membran. Material yang digunakan bisa berupa anorganik seperti logam, keramik, gelas atau organik mencakup semua polimer. Tujuannya adalah untuk memodifikasi material melalui teknik yang cocok untuk memperoleh struktur membran dengan morfologi yang cocok untuk pemisahan. Teknik pembuatan membran diantaranya:

1. Sintering

Bahan membran yang digunakan adalah bubuk yang memiliki ukuran partikel tertentu. Bubuk tersebut ditekan dan dipanaskan pada suhu yang tinggi, sehingga antar muka partikel yang berdekatan akan menghilang dan timbul pori-pori. Metode ini digunakan untuk menghasilkan membran mikrofiltrasi organik dan anorganik yang berpori, dengan ukuran pori antara 0,1-10μm.

2. Stretching

Pada metode ini membran yang terbuat dari polimer semikristalin ditarik searah dengan arah ektrusi, sehingga bagian kritsalin dari polimer terletak sejajar dengan arah ektrusi. Porositas membran dihasilkan dengan metode ini lebih banyak dibandingkan dengan metode sintering. Pori yang terbentuk berukuran antara 0,1-3μm.

3. Track-etching

Metode ini dikenal dengan metode litografi. Membran dari polimer ditembak

dengan partikel radiasi berenergi tinggi pada arah tegak lurus terhadap membran. Partikel radiasi akan membentuk lintasan pada matriks membran. Pada saat membran dimasukan ke dalam bak asam atau basa, maka membran polimer akan terbentuk sepanjang lintasan. Pori yang dihasilkan berukuran seragam (simetri) dan distribusi pori sempit (porositas menurun). Ukuran pori yang diperoleh berkisar antara 0,02-10 μm.

4. Template leaching

Teknik ini dilakukan dengan melepas salah satu komponen membran, sehingga dihasilkan membran berpori. Sebagai contoh leburan homogen

(15)

dari 3 komponen sistem (Na2O-B2O3-SiO2) didinginkan dan sistem akan memisah menjadi dua fasa. Fasa pertama adalah fasa yang tidak larut dan mengandung SiO2, sedangkan fasa kedua adalah fasa yang larut. Fasa kedua ini dilepas dengan penambahan asam atau basa. Ukuran pori yang dihasilkan bervariasi dengan ukuran minimum sekitar 5 nm.

5. Coating

Polimer membran yang rapat akan menghasilkan nilai fluks yang rendah.

Untuk meningkatkan laju fluks, maka ketebalan membran harus diperkecil dengan membentuk membran komposit. Membran komposit terdiri atas dua material yang sangat selektif diletakan dibagian atas membran.

Selektivitas membran akan ditentukan oleh lapisan atas ini. Sedangkan pada lapisan bawahnya dilapisi dengan material berpori besar. Coating dapat dilakukan dengan cara dip coating, polimerisasi plasma, polimerisasi antar muka, dan polimerisasi in situ.

6. Phase Inversion (inversa fasa)

Inversa fasa adalah proses transformasi polimer dari fasa cair ke fasa padat dengan kondisi terkendali. Proses pengendapan diinisiasi oleh keadaan dari satu cairan menjadi dua cairan yang saling campur (liquid-liquid demixing). Campuran salah satu fasa cair yang mengandung polimer berkonsentrasi tinggi akan memadat dan membentuk matriks sehingga morfologi membran dapat diatur.

2.6.3 Laju Aliran (Fluks)

Fluks adalah jumlah volume permeat yang melewati satu satuan permukaan luas membran dengan waktu tertentu dengan adanya gaya dorong dalam hal ini berupa tekanan. Secara umum fluks dapat dirumuskan sebagai berikut (Mulder, 1996).

𝐽 = 𝑉 𝐴. 𝑡 dimana :

(16)

J = Fluks (L/m2.jam) V = Volume permeat (liter)

A = Luas permukaan membran (m2) t = Waktu (jam)

Suatu membran dikatakan efektif dan efisien jika membran tersebut mempunyai nilai fluks yang tinggi. Masalah yang timbul ketika membran digunakan adalah adanya penurunan nilai fluks terhadap waktu. Hal itu ditunjukkan pada Gambar 10.

Gambar 2.9 Kurva perubahan fluks membran terhadap waktu

Penurunan nilai fluks dalam proses filtrasi dipengaruhi oleh adanya fouling. Fouling pada membran sangat sulit dihindari dalam proses filtrasi molekul-molekul yang terakumulasi pada permukaan membran dan menempati pori-pori membran dan terjebak di dalamnya.

(17)

Gambar 2.10 Gejala fouling 2.6.4 Permselektivitas

Permselektivitas suatu membran merupakan ukuran kemampuan suatu membran menahan suatu spesi atau melewatkan suatu spesi tertentu lainnya.

Permselektivitas membran tergantung pada interaksi antar muka dengan spesi yang akan melewatinya, ukuran spesi dan ukuran pori permukaan membran. Parameter yang digunakan untuk menggambarkan permselektivitas membran adalah koefisien rejeksi (R). Koefisien rejeksi adalah fraksi konsentrasi zat terlarut yang tidak menembus membran, dan dirumuskan sebagai berikut :

𝑅 = 1 −𝐶𝑝

𝐶𝑓𝑥100%

Dimana:

R = Koefisien rejeksi

Cp = Konsentrasi zat terlarut dalam permeat Cf = Konsentrasi zat terlarut dalam umpan

Dengan harga R berkisar antara 0 sampai 1. Jika harga R = 1 berarti zat kontaminan ditahan oleh membran secara sempurna.

Referensi

Dokumen terkait

Gen z sebagai generasi yang inovatif melihat kesempatan menjadi sebuah ide bisnis yang memiliki nilai tambah, gen z juga berperan penting didalam membantu meningkatkan

0.48 I was asking for help from my caregivers during pain 0.46 Labor pain becomes more intense 0.46 The severity of my labor pain was less than I had heard 0.45 I had enough