• Tidak ada hasil yang ditemukan

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh karakteristik perusahaan dan corporate governance terhadap penghindaran pajak yang diukur menggunakan Cash Effective Tax Ratio

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh karakteristik perusahaan dan corporate governance terhadap penghindaran pajak yang diukur menggunakan Cash Effective Tax Ratio"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KARAKTERISTIK PERUSAHAAN DAN CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP PENGHINDARAN PAJAK (STUDI PADA PERUSAHAAN PROPERTI DAN REAL ESTATE YANG

TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA)

Oleh:

Olivia Mega Dyah Pramesti NIM. 15502030111013

Dosen Pembimbing:

Dr. Drs. Rosidi, Ak., MM.

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh karakteristik perusahaan dan corporate governance terhadap penghindaran pajak yang diukur menggunakan Cash Effective Tax Ratio. Karakteristik perusahaan yang digunakan adalah leverage dan profitabilitas, sedangkan corporate governance yang digunakan adalah komisaris independen dan komite audit. Objek penelitian ini adalah perusahaan sektor properti dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2016-2018. Berdasarkan metode purposive sampling dan kriteria yang telah ditentukan, sebanyak 24 perusahaan terpilih sebagai sampel. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode analisis regresi berganda dengan aplikasi SPSS. Hasil pengujian menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat leverage, maka semakin tinggi pula penghindaran pajak. Semakin tinggi jumlah komite audit, maka semakin rendah penghindaran pajak. Selain itu, semakin tinggi profitabilitas, maka semakin rendah penghindaran pajak. Hal ini disebabkan perusahaan yang memiliki tingkat profitabilitas tinggi cenderung menjaga reputasi perusahaan di mata pemegang saham dan memiliki kemampuan dalam membayar beban pajak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Namun, jumlah komisaris independen tidak menggambarkan tingkat penghindaran pajak. Keberadaan komisaris independen hanya sebagai pengawas dan pemberi nasihat kepada direksi tanpa diberi kewenangan dalam pengambilan keputusan di dalam perusahaan termasuk keputusan tindakan penghindaran pajak.

Kata kunci: leverage, profitabilitas, komisaris independen, komite audit, penghindaran pajak

THE INFLUENCE OF FIRM CHARACTERISTICS AND CORPORATE GOVERNANCE ON TAX AVOIDANCE

(A Study of Property and Real Estate Sector Companies Listed on the Indonesia Stock Exchange)

(2)

Abstract

The aim of this study is to test the influence of firm characteristics and corporate governance on tax avoidance, which is measured by the Cash Effective Tax Ratio.

The utilized firm characteristics are leverage and profitability, while corporate governance involves independent commissioners and audit committees. The object of this research is property and real estate companies listed on the Indonesia Stock Exchange from 2016-2018. Using the purposive sampling method and based on certain criteria, 24 companies were selected as the sample for this study. The utilized type of data was secondary data. The results from the analysis, using multiple regression analysis through SPSS, showed that higher leverage means higher tax avoidance. A higher number of audit committees means lower tax avoidance. In addition, higher profitability also means lower tax avoidance. This is because companies that have a high level of profitability tend to maintain company reputation as seen by shareholders and have the ability to pay tax obligations in accordance with applicable regulations. However, the number of independent directors did not reflect the level of tax avoidance. The existence of independent commissioners is only as supervisors and advisers to directors, without being given authority to make decisions within the company, including tax avoidance decisions.

Keywords: leverage, profitability, independent commissioners, audit committee, tax avoidance

PENDAHULUAN

Penghindaran pajak merupakan upaya yang seringkali dilakukan oleh Wajib Pajak untuk meminimalisir pajak terutang dengan memanfaatkan celah-celah kelemahan (grey area) dalam peraturan perpajakan dan dalam lingkup cara yang legal (Pohan, 2014). Penghindaran pajak dikategorikan menjadi salah satu perlawanan terhadap pajak (retensi pajak). Baik disadari atau tidak perlawanan pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak menjadi hambatan dalam pemungutan pajak yang kemudian mempersulit pemasukan pajak sebagai sumber penerimaan negara (Pohan, 2014)

Di sisi lain penerimaan pajak yang besar memang menjadi salah satu tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah. Semakin besar

penerimaan pajak, maka semakin besar pula kesempatan negara untuk meningkatkan pembangunan nasional. Terlebih untuk Indonesia, pajak merupakan sumber penerimaan dan sumber pembiayaan terbesar.

Namun, keinginan pemerintah berbanding terbalik dengan apa yang diinginkan oleh perusahaan sebagai salah satu Wajib Pajak, yang sebisa mungkin ingin pajak terutangnya menjadi kecil. Hal ini dikarenakan manfaat pajak tidak dapat dirasakan secara langsung oleh wajib pajak yang telah membayarkannya. Selain itu bagi perusahaan, pajak merupakan salah satu beban yang dapat mengurangi laba yang diperoleh, seperti halnya dalam akuntansi.

Dalam ilmu akuntansi, pajak menjadi salah satu komponen

(3)

pengurang laba perusahaan. Semakin besar laba yang diperoleh perusahaan, maka semakin besar beban pajak yang harus disetorkan perusahaan atas laba tersebut.

Berdasarkan hal itu perusahaan akan cenderung melakukan berbagai cara untuk meminimalisir pajak terutang yang harus disetorkan, seringkali dengan penghindaran pajak.

Tingginya fenomena penghindaran pajak di Indonesia bisa dilihat dari rendahnya rasio pajak.

Berdasarkan pernyataan Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan, rasio pajak di Indonesia pada tahun 2017 hanya mencapai 10,78% terhadap produk domestik bruto (PDB) selama 2017. Angka ini merupakan angka yang jauh dari standar tax ratio yang dibuat oleh Bank Dunia sebesar 15%

(ekonomi.kompas.com). Selain itu, berdasarkan pemaparan realisasi APBN 2018 pada bulan Januari 2019, Sri Mulyani mengungkapkan bahwa penerimaan pajak tahun 2018 hanya mencapai 92% dari target APBN 2018. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia mengalami kekurangan penerimaan (shortfall) pajak sebesar 8% dari target yang

telah ditentukan

(cnbcindonesia.com).

Fenomena lainnya yang menunjukkan adanya penghindaran pajak di Indponesia juga ditulis oleh Arianti (2016) bahwa DJP Kemenkeu menyatakan sebanyak 2.000 perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia tidak membayar PPh Badan Pasal 25 dan Pasal 29 karena alasan merugi, namun perusahaan tetap eksis.

Penghindaran pajak yang terjadi diduga dilakukan dengan tiga cara utama, pertama perusahaan tersebut

merupakan perusahaan afiliasi yang induk perusahaannya berada di luar negeri sehingga rawan terjadi transfer pricing. Kedua, atas kerugian yang dialami, perusahaan tersebut mendapatkan insentif pajak seperti tax holiday dan tax allowance saat pengajuan izin ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Ketiga, perusahaan sering berganti nama sehingga dapat mengajukan insentif pajak kembali dan perusahaan tersebut bisa menjadi rugi lagi (liputan6.com). Berdasarkan fenomena tersebut menunjukkan bahwa pendapatan negara Indonesia yang berasal dari pajak belum optimal.

Oleh karena itu, untuk meminimalisir tindakan penghindaran pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak, Direktorat Jendral Pajak memberlakukan peraturan untuk mengantisipasinya. Nugroho (2009) menyatakan bahwa terdapat peraturan berdasarkan Pasal 18 UU Pajak Penghasilan yang digunakan untuk mengantisipasi skema-skema penghindaran pajak di Indonesia yang dinamakan anti avoidance rules. Peraturan inilah yang menjadi acuan legal tidaknya suatu tindakan penghindaran pajak. Singkatnya, tindakan penghindaran pajak dikatakan legal dan diperbolehkan bila Wajib Pajak tidak menyalahi peraturan tersebut.

Penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan bergantung pada ciri khas dari perusahaan itu sendiri. Ciri yang melekat pada perusahaan disebut karakteristik perusahaan. Terdapat penelitian terdahulu yang meneliti hubungan antara karakteristik perusahaan dan penghindaran pajak.

(4)

Ukuran-ukuran yang menggambarkan karakteristik perusahaan meliputi jenis usaha, profitabilitas, size (ukuran perusahaan), leverage (bunga utang), keputusan investasi dan lain-lain (Surbakti, 2012).

Ukuran karakteristik perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah leverage dan profitabilitas yang diukur dengan ROA. Leverage yang merupakan bunga utang, muncul sebagai akibat utang yang digunakan oleh perusahaan. Penambahan jumlah utang akan mengakibatkan munculnya beban bunga yang harus dibayar oleh perusahaan (Sukartha dan Darmawan, 2014). Oleh karena itu komponen beban bunga akan mengurangi laba sebelum kena pajak, sehingga beban pajak yang harus dibayar akan berkurang. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Surbakti (2012), Wijayanti dan Merkusiwati (2017), serta Ariawan dan Setiawan (2017), mereka meneliti pengaruh leverage terhadap penghindaran pajak dengan hasil bahwa leverage berpengaruh positif penghindaran pajak. Sebaliknya, hasil penelitian yang dilakukan oleh Swingly dan Sukartha (2015) menunjukkan bahwa leverage berpengaruh negatif terhadap penghindaran pajak. Bahkan, hasil penelitian yang dilakukan oleh Sukartha dan Darmawan (2014) menunjukkan bahwa leverage tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak.

Penelitian yang dilakukan oleh Sukartha dan Darmawan (2014), Wardani dan Khoiriyah (2018), serta Dewinta dan Setiawan (2016) menunjukkan bahwa profitabilitas

yang diproksikan dengan ROA juga menjadi pengaruh terjadinya penghindaran pajak. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ROA berpengaruh positif terhadap penghindaran pajak. Artinya semakin tinggi tingkat pendapatan, maka semakin tinggi pula kecenderungan perusahaan tersebut dalam memanfaatkan celah perpajakan untuk melakukan penghindaran pajak. Hal ini didukung oleh fakta yang dikemukakan oleh Setiaji (2018) bahwa peningkatan pendapatan yang diikuti dengan kenaikan saham di beberapa perusahaan sektor properti dan real estate di tahun 2018 namun tidak didukung dengan peningkatan penerimaan pajak. Di sisi lain, hasil yang berbeda muncul dari penelitian yang dilakukan oleh Maharani dan Suardana (2014) yang menunjukkan bahwa ROA berpengaruh negatif terhadap penghindaran pajak.

Penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan tentu melibatkan manajemen perusahaan didalamnya sebagai pengambil keputusan. Oleh karena itu, tidak hanya dituntut untuk melakukan pembayaran pajak sebagai kewajibannya, perusahaan di Indonesia juga dituntut untuk menerapkan Good Corporate Governance. Corporate governance adalah tata kelola perusahaan yang menjelaskan hubungan antara pemilik dan manajer perusahaan dalam menentukan arah kinerja perusahaan (Annisa dan Kurniasih, 2012).

Annisa dan Kurniasih (2012) melakukan penelitian mengenai pengaruh corporate governance terhadap tax avoidance dengan hasil

(5)

adjusted R2 dari model penelitiannya yang hanya sebesar 0,133. Artinya penghindaran pajak dalam model penelitiannya hanya mampu dijelaskan sebesar 13,3% oleh corporate governance, sedangkan sisanya sebesar 86,7% dipengaruhi oleh variabel lain diluar model penelitian yang mereka lakukan.

Oleh karena itu, penelitian ini juga akan menggunakan corporate governance sebagai salah satu faktor yang diindikasi mempengaruhi tindakan penghindaran pajak suatu perusahaan.

Komisaris independen yang berada dalam jajaran dewan komisaris merupakan bagian dari organ perusahaan yang didefinisikan sebagai pihak yang tidak memiliki hubungan atau pihak yang tidak terafiliasi dengan anggota dewan komisaris lainnya, anggota direksi perusahaan, dan pemegang saham mayoritas (Praditasari dan Setiawan, 2017). Komisaris independen memiliki tugas untuk mengawas tindakan yang dilakukan oleh direksi dalam mencapai tujuan perusahaan secara bebas dan bertanggung jawab terhadap pemegang saham.

Keberadaan komisaris independen dalam sebuah perusahaan mencerminkan penerapan prinsip kemandirian, pertanggungjawaban, dan akuntabilitas atas pelaksanaan Good Corporate Governance.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Maharani dan Suardana (2014), Diantari dan Ulupui (2016), serta Wijayanti dan Merkusiwati (2017) yang menggunakan proporsi dewan komisaris independen sebagai proxy Corporate Governance dengan hasil bahwa proporsi dewan komisaris

independen berpengaruh negatif terhadap penghindaran pajak. Namun berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewi dan Jati (2014) yang menunjukkan bahwa proporsi dewan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak.

Penerapan prinsip Good Corporate Governance dalam sebuah perusahaan, menjadikan komite audit menjadi salah satu unsur kelembagaan dalam kerangka Good Corporate Governance. Keberadaan komite audit diharapkan mampu untuk meningkatkan kualitas internal perusahaan karena dalam prinsipnya, komite audit bertugas untuk membantu dewan komisaris dalam melakukan fungsi pengawasan (komiteaudit.or.id). Hal ini berkaitan dengan keputusan penghindaran pajak yang akan dilakukan oleh manajemen, sehingga perlu pengawasan dari komite audit atas penelaahan informasi keuangan, proyeksi keuangan, dan informasi keuangan lainnya.

Sejalan dengan pemaparan hasil penelitian oleh Pohan (2008) dalam Annisah dan Kurniasih (2012) bahwa jika jumlah komite audit dalam perusahaan tidak sesuai dengan peraturan BEI, maka akan meningkatkan tindakan manajemen untuk melakukan penghindaran pajak. Penelitian yang dilakukan oleh Diantari dan Ulupui (2016), Maharani dan Suardana (2014), serta Eksandy (2017) memberikan hasil bahwa komite audit berpengaruh negatif terhadap penghindaran pajak.

Artinya semakin banyak jumlah komite audit dalam dewan komisaris maka penghindaran pajak semakin rendah. Hasil yang berbeda

(6)

dipaparkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Mulyani, et al. (2018) bahwa komite audit berpengaruh positif terhadap penghindaran pajak.

Artinya semakin banyak jumlah komite audit maka semakin tinggi penghindaran pajak yang dilakukan perusahaan.

Salah satu sektor yang mengindikasikan adanya penghindaran pajak adalah sektor properti dan real estate. Hal ini dibuktikan dari laporan realisasi APBN yang dicatat oleh Kementerian Keuangan bahwa hingga akhir Desember 2018 penerimaan pajaknya mengalami penurunan dari penerimaan tahun sebelumnya. Pada tahun 2017 pertumbuhan penerimaan pajak sektor properti dan real estate mencapai 7,16 % sedangkan pada tahun 2018 hanya mencapai 6,62%

(Kementerian Keuangan, 2019).

Pada penelitian ini, sektor properti dan real estate dipilih menjadi fokus studi karena sesuai dengan pernyataan Asep Nurwanda sebagai Kepala Bidang Primer Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan bahwa pertumbuhan penerimaan pajak dari sektor properti dan real estate sejak 2016 sampai saat ini memang menurun bila dibandingkan dengan sektor lainnya (tribunnews.com).

Kasus yang terjadi pada tahun 2016 yang melibatkan salah satu perusahaan sektor properti, dimana perusahaan tersebut telah menunggak pembayaran pajak selama 10 tahun dengan total akumulasi Rp 6,1 miliar (regional.kompas.com). Selain itu sektor properti dan real estate menjadi salah satu dari sembilan sektor yang diawasi oleh Tim Pusat

Analisis Perpajakan atau Center for Tax Analysis (CTA) dalam rangka intensifikasi penggalian potensi penerimaan pajak (pajak.go.id). Oleh karena itu, jenis perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan properti dan real estate yang listing di BEI pada tahun 2016-2018. Pemilihan tahun yang dipilih oleh peneliti dikarenakan penelitian sebelumnya masih sedikit yang menggunakan data terbaru hingga 2018.

Perbedaan atas beberapa hasil penelitian di atas yang sekaligus didukung dengan kasus penghindaran pajak perusahaan multinasional, fenomena rasio pajak Indonesia yang tergolong rendah, penurunan pertumbuhan penerimaan pajak di sektor properti dan real estate, serta rendahnya nilai adjusted R2 dari penelitian terdahulu baik dari penelitian yang hanya menggunakan karakteristik perusahaan atau corporate governance sebagai faktor yang mempengaruhi penghindaran pajak, membuat peneliti tertarik dan termotivasi untuk meneliti lebih lanjut mengenai faktor-faktor seperti leverage dan profitabilitas yang diukur dengan ROA sebagai proxy karakteristik perusahaan, serta menggabungkan faktor lain seperti proporsi dewan komisaris independen dan komite audit sebagai proxy corporate governance yang mempengaruhi perusahaan sektor properti dan real estate dalam melakukan penghindaran pajak.

Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka peneliti mengangkat judul “Pengaruh Karakteristik Perusahaan dan Corporate Governance terhadap

(7)

Penghindaran Pajak (Studi pada Perusahaan Properti dan Real Estate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia).”

TELAAH PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Agency Theory

Menurut Scott (2015:358) teori agensi adalah teori yang membahas antara hubungan principal dan agen, dimana agen tidak akan bertindak sesuai dengan keinginan principal karena pada dasarnya agen dan principal memiliki kepentingan yang berbeda. Prespektif hubungan keagenan merupakan dasar yang digunakan untuk memahami corporate governance dan penghindaran pajak yang dilakukan perusahaan.

Perbedaan kepentingan memunculkan konflik keagenan.

Konflik ini terjadi karena adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian perusahaan. Adanya konflik tersebut mengakibatkan pentingnya pengawasan dan pemeriksaan untuk mengurangi kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan oleh manajemen.

Pengawasan yang efektif oleh pihak-pihak yang berkaitan dalam pengelolaan perusahaan sangat dibutuhkan. Bagian terpenting yang menjadi dasar dari terlaksananya konsep corporate governance adalah dewan komisaris yang didalamnya terdapat komisaris independen dan komite audit. Dewan komisaris

merupakan pusat ketahanan dan kesuksesan perusahaan karena dewan komisaris bertanggung jawab untuk mengawasi manajemen, sedangkan manajemen bertanggung jawab untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing perusahaan. Oleh karena itu, dewan komisaris dapat mengawasi segala tindakan manajemen dalam mengelola perusahaan termasuk penghindaran pajak.

Penghindaran Pajak

Pohan (2014:41)

mengemukakan pengertian penghindaran pajak sebagai berikut:

Penghindaran pajak merupakan upaya menghindari pajak yang dilakukan secara legal dan aman bagi wajib pajak tanpa bertentangan dengan ketentuan perpajakan yang berlaku dimana metode dan teknik yang digunakan cenderung memanfaatkan kelemahan- kelemahan yang terdapat dalam undang-undang dan peraturan perpajakan itu sendiri untuk memperkecil jumlah pajak terutang.

Berdasarkan pengertian tersebut penghindaran pajak dapat didefinisikan sebagai upaya manajemen perusahaan untuk memperoleh laba yang diharapkan., melalui penerapan manajemen pajak salah satunya yaitu memanfaatkan celah dalam peraturan perpajakan yang berlaku. Penghindaran yang dilakukan pada akhirnya bertujuan untuk mengurangi jumlah pajak yang harus dibayarkan tanpa melanggar peraturan perundang-undangan perpajakan.

(8)

Leverage

Leverage merupakan gambaran tingkat hutang yang digunakan perusahaan dalam melakukan pembiayaan (Surbakti, 2012). Leverage dapat diukur melalui rasio utang. Rasio utang akan menunjukkan proporsi pendanaan perusahaan yang dibiayai dengan utang. Rasio ini dihitung dengan memembandingkan total utang dengan total aktiva. Semakin tinggi leverage sebuah perusahaan berarti semakin tinggi pula ketergantungan perusahaan tersebut kepada kreditornya dan semakin besar risiko yang ditanggung oleh perusahaan.

Akibat utama penggunaan dana pinjaman atau utang adalah perusahaan harus menanggung beban tetap berupa bunga atas pembayaran utang tersebut. Penggunaan dana yang menyebabkan beban tetap ini dapat mengurangi pendapatan kena pajak perusahaan melalui pembebanan bunga utang sebagai biaya. Pembebanan bunga utang tersebut dapat dipergunakan untuk mengurangi beban pajak, sehingga penggunaan utang akan memberikan manfaat pajak bagi perusahaan.

Profitabilitas

Tujuan utama perusahaan adalah untuk memperoleh laba sebesar-besarnya. Rasio profitabilitas dapat menunjukkan kinerja keuangan perusahaan. Hal ini dikarenakan profitabilitas merupakan gambaran

mengenai kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba yang mencerminkan kinerja suatu perusahaan. Semakin tinggi rasio ini, berarti semakin baik performa perusahaan dengan menggunakan asset dalam mendapatkan laba bersih (Dewinta dan Setiawan, 2016).

Laba yang diperoleh perusahaan merupakan dasar dari pengenaan pajak suatu perusahaan.

Wajib pajak yang memperoleh penghasilan atau laba yang berasal dari aktivitas usahanya wajib membayar pajak penghasilannya.

Sehingga, semakin besar penghasilan yang diperoleh perusahaan maka akan berpengaruh terhadap besarnya pajak penghasilan yang harus dibayarkan.

Dewan Komisaris Independen Menurut KNKG (2006) komisaris independen merupakan anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan. Komisaris independen bertugas untuk mengawasi pengelolaan perusahaan dan bertanggung jawab terhadap pemegang saham.

Keberadaan komisaris indepeden dalam suatu perusahaan

(9)

dapat memiliki dampak positif pada kinerja perusahaan dan nilai perusahaan (Ying, 2011). Selain itu, komisaris independen juga memiliki tanggung jawab kepada kepentingan pemegang saham, sehingga komisaris independen akan memperjuangkan ketaatan pajak perusahaan dan dapat mencegah praktik penghindaran pajak (Annisa

& Kurniasih, 2012). Proporsi komisaris independen yang besar dalam struktur dewan komisaris akan memberikan pengawasan yang lebih baik dan dapat membatasi peluang- peluang kecurangan pihak manajemen (Raharjo dan Daljono, 2014).

Komite Audit

Mulyani et al., (2018) mengemukakan pengertian komite audit sebagai sebuah komite yang bertanggungjawab mengawasi audit eksternal perusahaan dan merupakan kontak utama antara auditor dengan perusahaan. Berdasarkan Keputusan Bursa Efek Indonesia tentang Keputusan Direksi BEJ No.Kep- 315/BEJ/06/2000 disebutkan bahwa komite audit adalah sebuah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris yang anggotanya diangkat dan dapat diberhentikan oleh dewan komisaris.

Dalam keputusan Bapepam nomor Kep-29/PM/2004 menyatakan bahwa komite audit terdiri dari sekurang – kurangnya tiga orang yang terdiri dari satu komisaris independen yang bertindak sebagai ketua komite audit

dan dua orang anggota lain yang berasal dari luar emiten atau perusahaan publik.

Rerangka Teroritis

Berdasarkan telaah pustaka yang telah dijelaskan sebelumnya, peneliti menyusun rerangka teoritis sebagai berikut.

Gambar 1. Rerangka Teoritis

Pengembangan Hipotesis

Berdasarkan konflik keagenan yang dapat digambarkan dalam teori agensi, dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang saham. Perbedaan kepentingan tersebut disebabkan oleh keinginan laba yang tinggi oleh manajer yang cenderung dilakukan dengan berbagai cara, namun di sisi lain memiliki kemungkinan besar dapat mengancam nilai jangka panjang dari perusahaan (Santoso, 2014).

Salah satu cara untuk memaksimalkan laba perusahaan adalah dengan meningkatkan utang.

Tidak menutup kemungkinan bahwa perusahaan akan menggunakan utang untuk memenuhi kebutuhan

(10)

operasional dan investasi perusahaannya. Akan tetapi, utang yang ada akan menimbulkan beban tetap (fixed rate of return) yang disebut dengan bunga. Beban bunga yang bersifat deductible akan menyebabkan laba kena pajak perusahaan menjadi berkurang.

Semakin besar utang, maka bunga utang pun semakin besar, sehingga laba kena pajak akan menjadi kecil.

Oleh karena itu, perusahaan akan cenderung meningkatkan utangnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Surbakti (2012), Wijayanti dan Merkusiwati (2017), serta Ariawan dan Setiawan (2017) dengan hasil leverage berpengaruh positif dan signifikan, membuktikan bahwa perusahaan yang memiliki kewajiban pajak yang tingi, akan memilih berutang untuk mengurangi pajaknya. Perusahaan tersebut agresif terhadap penghindaran pajak karena perusahaan dengan sengaja berutang untuk mengurangi beban pajak.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa secara logika, semakin tinggi rasio leverage, maka semakin tinggi jumlah pendanaan dari utang pihak ketiga yang digunakan oleh perusahaan, termasuk biaya bunga dari utang tersebut. Biaya bunga bersifat deductible, sehingga jika semakin tinggi akan mengurangi beban pajak perusahaan. Oleh karena itu hipotesis yang diajukan:

H1 : Leverage berpengaruh positif terhadap penghindaran pajak.

Menurut Syaifullah (2017) ROA berguna untuk mengukur sejauh mana efektifitas perusahaan dalam memanfaatkan seluruh sumber daya yang dimilikinya. Berdasarkan teori agensi, manajer akan akan memaksimalkan seluruh sumber daya yang dimiliki, untuk meminimalkan pajak terutang.

Semakin tinggi nilai ROA, artinya semakin tinggi nilai dari laba bersih perusahaan dan semakin tinggi profitabilitasnya. Undang-undang No. 36 Tahun 2008 Pasal 6 ayat 1b menjelaskan bahwa penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta tetap berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tetap tidak berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun dapat digunakan sebagai pengurang laba kena pajak perusahaan.

Penelitian yang dilakukan Darmawan dan Sukartha (2014), Wardani dan Khoiriyah (2018), serta Dewinta dan Setiawan (2016) membuktikan bahwa ROA berpengaruh positif terhadap penghindaran pajak dikarenakan perusahaan mampu mengelola asetnya dengan baik sehingga memperoleh keuntungan dari insentif pajak dan kelonggaran pajak lainnya sehingga perusahaan tersebut terlihat melakukan penghindaran pajak.

Sesuai dengan teori agensi, bahwa manajemen dengan tingkat ROA

(11)

yang tinggi akan memperoleh intensif keuangan atas laba yang diperoleh. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang diajukan:

H2 : ROA berpengaruh positif terhadap penghindaran pajak

Berdasarkan teori agensi, dapat dinyatakan bahwa semakin besar jumlah komisaris independen pada dewan komisaris, maka semakin baik mereka bisa memenuhi peran mereka di dalam mengawasi dan mengontrol tindakan-tindakan para direktur eksekutif. Menurut Ying (2011) premis dari teori agensi adalah bahwa komisaris independen dibutuhkan pada dewan komisaris untuk mengawasi dan mengontrol tindakan-tindakan direksi, sehubungan dengan perilaku oportunistik mereka.

Kehadiran dewan komisaris dapat meningkatkan pengawasan terhadap kinerja direksi dimana dengan semakin banyaknya jumlah komisaris independen maka pengawasan dari manajemen akan semakin ketat. Pengawasan yang semakin ketat akan membuat manajemen bertindak lebih berhati- hati dalam mengambil keputusan dan transparan dalam menjalankan perusahaan sehingga dapat meminimalisasi praktik tax avoidance.

Dalam penelitian Maharani dan Suardana (2014) keberadaan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap tindakan tax avoidance. Begitu pula dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Diantari dan Ulupui (2016) yang menyatakan bahwa proporsi dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap tindakan penghindaran pajak.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa komisaris independen akan memaksimalkan kinerja dewan komisaris dalam tugasnya melakukan pengawasan terhadap usaha memaksimalkan laba perusahaan dan efektif dalam usaha mencegah tindakan penghindaran pajak, maka hipotesis yang diajukan:

H3 : Dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap penghindaran pajak.

Komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris yang bertujuan untuk membantu pelaksanaan pengawasan, termasuk terhadap laporan keuangan perusahaan dengan tujuan menekan dan menghindari tindakan kecurangan oleh manajemen perusahaan (KNKG, 2006).

Tindakan kecurangan yang dimaksud adalah tindakan yang diambil dalam rangka mementingkan kepentingan manajemen seperti halnya dalam konflik keagenan dalam teori agensi.

Oleh karena itu, komite audit juga berperan dalam mengendalikan keputusan manajer untuk meningkatkan laba perusahaan yang cenderung menekan biaya pajak dan mendorong terjadinya praktik penghindaran pajak.

(12)

Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan Diantari dan Ulupui (2016) yang membuktikan bahwa komite audit berpengaruh negatif terhadap penghindaran pajak. Dengan kata lain semakin tinggi keberadaan komite audit dalam suatu perusahaan, maka akan mengurangi terjadinya praktik penghindaran pajak. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Maharani dan Suardana (2014), dan Eksandy (2017) dengan hasil serupa.

Berdasarkan uraian tersebut dan penelitian terdahulu, maka hipotesis yang diajukan:

H4 : Komite audit berpengaruh negatif terhadap penghindaran pajak.

METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan sektor properti dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2016-2018. Dalam penetapan sampel, peneliti menggunakan teknik purposive sampling. Teknik ini memilah sampel dengan cara menetapkan pertimbangan atau karakteristik tertentu. Adapun kriteria penetapan sampel sebagai berikut:

1. Perusahaan sektor properti dan real estate yang terdaftar di BEI tahun 2016-2018

2. Perusahaan menerbitkan dan mempublikasi laporan tahunan

(annual report) secara periodik yang berakhir pada tanggal 31 Desember.

3. Perusahaan memiliki data yang berkaitan dengan variabel penelitian.

4. Perusahaan tidak mengalami kerugian dalam laporan keuangan selama tahun 2016-2018 karena dapat menyebabkan distorsi.

Pengukuran Variabel

Dalam sebuah penelitian, penting untuk mengidentifikasi variabel-variabel yang terkait.

Penelitian ini melibatkan penghindaran pajak sebagai variabel dependen, serta leverage, profitabilitas, komisaris independen, dan komite audit sebagai variabel independen.

Merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Dyreng et al., (2010), metode pengukuran penghindaran pajak yang digunakan dalam penelitian ini adalah CETR.

Keterangan:

- Cash tax paid adalah jumlah kas yang dibayarkan perusahaan i untuk membayar pajak pada tahun t berdasarkan laporan keuangan perusahaan.

- Pre tax income adalah pendapatan sebelum pajak untuk perusahaan I pada tahun t berdasarkan laporan keuangan perusahaan.

Dalam penelitian ini leverage diukur menggunakan rasio Debt to Equity Ratio (Hardiningsih, 2008;

(13)

Ariawan dan Setiawan, 2016).

Perhitungan leverage secara sistematis digambarkan sebagai berikut:

Penelitian ini mengacu pada penelitian Maharani dan Suardana (2014) yang menggunakan ROA sebagai proksi profitabilitas.

Pengukuran ROA secara matematis sebagai berikut:

Pengukuran independensi dewan komisaris mengacu pada penelitian Dewi dan Jati (2014) yang dilakukan dengan menghitung rasio atau presentase (%) antara jumlah anggota komisaris independen dibandingkan dengan total anggota dewan komisaris. Pengukuran proporsi komisaris independen secara matematis sebagai berikut:

Dewi dan Jati (2014) menyatakan bahwa semakin banyak jumlah komite audit maka tindakan penghindaran pajak akan semakin rendah. Oleh karena itu, secara sistematis pengukuran komite audit adalah sebagai berikut:

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Analisis Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran atau deskıipsi suatu data yang dapat dilihat dari nilai rata-rata, standar deviasi, variasi, nilai maksimum, minimum, sum, range, kurtosis, dan skewness (Ghozali, 2016:19). Dalam penelitian ini, deskripsi data dilakukan dengan menganalisa nilai rata-rata, standar deviasi, maksimum, dan minimum. Hasil analisis statistic deskriptif pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1

Statistik Deskriptif Sampel Min Max Mean

Std.

Deviati on CETR 0.00 0.6679 0.0657 0.10429

LEV 0.03 3.70 0.7508 0.62759 ROA 0.00 0.359 5.7924 6.07051 INKOM 0.20 0.80 0.3871 0.11751 KOMAU 2.00 5.00 3.0556 0.37110

Sumber: Hasil olah data penulis, 2019

Uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas

Penelitian ini menggunakan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov (Uji K-S.) Apabila nilai p-value >

0,05 maka data dinyatakan berdistribusi normal (Ghozali, 2016:31). Setelah dilakukan uji, didapat nilai sig. sebesar 0.174 atau lebih besar dari 0,05, maka asumsi normalitas terpenuhi.

(14)

2. Uji Multikolinearitas

Pengujian ini digunakan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan linier antara satu variabel independen dengan variabel independen lainnya yang digunakan dalam penelitian (Ghozali,

2016:104). Hasil uji

multikolinearitas pada variabel dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 2

Tabel 2

Hasil Uji Multikolinearitas Variabel

bebas

Collinearity Statistics Tolerance VIF

LEV 0.886 1.128

ROA 0.808 1.238

INKOM 0.901 1.099

KOMAU 0.842 1.187

Sumber: Data sekunder diolah, 2019 Pada Tabel 3 didapat nilai Tolerance pada semua variabel adalah > 0,01 dan nilai VIF dari semua variabel adalah < 10; yang menunjukkan bahwa asumsi multikolinearitas terpenuhi.

3. Uji Heteroskedastisitas

Model regresi yang baik adalah homokedastisitas yaitu semua residual atau error memiliki varian yang sama (Ghozali, 2016:134).

Pengujian heteroskedastisitas dapat menggunakan grafik scatterplot antara nilai prediksi variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Berikut Gambar 2 yang menunjukkan hasil

uji heteroskedastisitas pada model penelitian ini.

Sumber: Data sekunder diolah, 2019 Dari hasil pengujian tersebut didapat bahwa diagram tampilan scatterplot menyebar secara acak dan tersebar baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y serta tidak membentuk pola tertentu yang artinya tidak terjadi heteroskedastisitas.

4. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu (residual) pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (Ghozali, 2016:107).

Pada penelitian ini autokorelasi diuji dengan menggunakan uji Durbin Watson (DW test). Keputusan ada atau tidak adanya autokorelasi diambil dari kriteria (Ghozali, 2016:108):

1. Jika 0 < d < dl, maka terdapat autokorelasi positif

(15)

2. Jika dl ≤ d ≤ du, maka hasil tidak dapat disimpulkan 3. Jika (4 – dl) < d < 4, maka

terdapat autokorelasi negative 4. Jika (4 – du) ≤ d ≤ (4 – dl), maka hasil tidak dapat disimpulkan

Jika du < d < 4 – du, maka tidak ada autokorelasi. Hasil uji autokorelasi pada penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 3

Tabel 3

Hasil Uji Autokorelasi du 1,7296

d 2,081 4-du 2,2704

Sumber: Data sekunder diolah penulis, 2019

Diketahui nilai du < d > 4 – du, sehingga dapat disimpulakan bahwa asumsi tidak terdapat autokorelasi telah terpenuhi.

Persamaan Regresi

Sebelum menganalisis pengaruh variabel secara parsial, diperlukan untuk mengetahui persamaan regresi dari model penelitian. persamaan regresi digunakan mengetahui bentuk hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Setelah uji dilakukan, diperoleh hasil persamaan regresi sebagai berikut (Sumber:

Tabel 4).

Y = 4,345 + 0625 LEV – 0,789 ROA + 0,322 INKOM – 6,188 KOMAU.

Tabel 4 Persamaan Regresi Variabel

Bebas

Unstandardized Coefficients

Beta (Constant) 4.345

LEV 0.625

ROA -0.789

INKOM 0.322

KOMAU -6.188

Sumber: Data sekunder diolah penulis, 2019.

Koefisien Determinasi (R2)

Uji ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Angka korelasi berkisar antara 0-1 (tidak ada hubungan sampai dengan adanya hubungan sempuma) Semakin besar angka korelasi maka hubungan antara variabel dependen dan independen semakin besar (Ghozali, 2016:95). Nilai R2 pada penelitian ini ditunjukkan dari Tabel 5 berikut

Tabel 5

Koefisien Determinasi R

R

Square Adjusted R Square 0,638 0.406 0.365

Sumber : Data Sekunder diolah Penulis, 2019

Berdasarkan analisis pada Tabel 4.7 dapat diketahui bahwa hasil adjusted R2 (koefisien determinasi) sebesar artinya bahwa 36,5% variabel CETR akan dipengaruhi oleh variabel independennya, yaitu Leverage, ROA, Proporsi dewan komisaris

(16)

independen, dan Komite audit.

Sedangkan sisanya 63,5% variabel CETR akan dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini.

Uji F

Uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh seluruh variabel independen terhadap variabel dependen secara serentak.

Jika probabilitas F hitung < α, maka H0 ditolak yang artinya bahwa secara keseluruhan variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (Ghozali, 2016:96). Berikut Tabel 6 yang menunjukkan hasil Uji F pada penelitian ini.

Tabel 6 Hasil Uji F

Model F

hitung F

tabel Sig.

Regression 9.928 2,53 0.000 Sumber : Data Sekunder diolah

Penulis, 2019

Variabel independen pembentuk regresi dikatakan berpengaruh signifikan secara simultan jika F hitung > F Tabel dan nilai profitabilitas ˂ 5%. Dengan nilai F hitung 9,928 > F tabel 2,53 dan nilai signifikansi 0,000 ˂ 0,05 maka dapat disimpulkan model variabel independen yaitu leverage, profitabilitas, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit secara simultan mempengaruhi variabel penghindaran pajak yang diukur menggunakan CETR.

Uji T

Ghozali (2016: 97) menjelaskan bahwa uji t bertujuan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual menerangkan variabel dependen. Hipotesis diterima jika nilai signifikansi ˂ 0.05 dan arah pengaruh negatitif/positif sesuai dengan hipotesis penelitian yang dilihat dari koefisien. Hasil uji T dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Hasil Uji T V. bebas

Unstd Coeff t

hitung Sig.

B

LEV 0,625 2.087 0.041 ROA -0,789 -4.360 0.000 INKOM 0,322 0.391 0.697 KOMAU -6,188 -2.780 0.007 Sumber: Data sekunder diolah

penulis, 2019 Analisis Hasil Penelitian

Pengaruh Leverage terhadap Penghindaran Pajak

Nilai t hitung antara leverage dengan CETR sebagai pengukur penghindaran pajak sebesar 2,087, sedangkan nilai t tabel adalah 2,001.

Karena t hitung > t tabel yaitu 2,087

> 2,001 dan nilai signifikansi t 0,041

< 0,05, berarti bahwa H0 ditolak dan H1 diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa leverage berpengaruh signifikan secara parsial terhadap CETR sebagai pengukur penghindaran pajak.

(17)

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh signifikan antara leverage terhadap penghindaran pajak dengan arah positif yang artinya semakin tinggi tingkat leverage semakin tinggi tindakan penghindaran pajak yang dilakukan perusahaan. Hal ini dikarenakan perusahaan yang memiliki leverage tinggi akan mendapatkan insentif pajak atas beban bunga yang dapat dimanfaatkan dalam memperkecil beban pajak yang harus dibayar perusahaan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Surbakti (2012), Wijayanti dan Merkusiwati (2017), dan Ariawan (2017) yang menemukan pengaruh signifikan dengan arah positif antara leverage dan penghindaran pajak.

Pengaruh Profitabilitas terhadap Penghindaran Pajak

Nilai t hitung antara ROA sebagai pengukur profitabilitas dengan CETR sebagai pengukur penghindaran pajak sebesar -4,360, sedangkan nilai t tabel adalah 2,001.

Karena –t hitung < –t tabel yaitu - 4,360 < -2,001 dan nilai signifikansi t 0,000 < 0,05, berarti bahwa H0

diterima dan H2 ditolak.

Koefisien variabel ROA menunjukkan arah pengaruh negatif terhadap penghindaran pajak.

Artinya semakin tinggi tingkat ROA, semakin rendah penghindaran pajak yang dilakukan perusahaan. Hal ini secara logis dapat terjadi karena

semakin tinggi ROA mencerminkan performa keuangan perusahaan yang semakin baik karena dapat menghasilkan laba yang tinggi.

Perusahaan dengan ROA tinggi akan melakukan perencanaan pajak yang matang sehingga menghasilkan pajak yang sesuai dan mengurangi kecenderungan untuk melakukan penghindaran pajak.

Hasil penelitian ini sesuai dan konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Maharani dan Suardana (2014), serta Ariawan dan Setiawan (2017 yang menemukan adanya pengaruh negatif antara kinerja perusahaan yang diukur dengan ROA dengan penghindaran pajak. ROA merupakan salah satu pengukur laba perusahaan, di sisi lain laba merupakan penentu tarif pajak efektif yang harus dibayarkan perusahaan. Plesko (dikutip oleh Ariawan dan Setiawan, 2017) menyatakan bahwa perusahaan dengan ROA yang tinggi akan memiliki kemampuan dalam membayar beban pajaknya dan akan menjaga reputasi perusahaan di mata pemegang saham, sehingga perusahaan akan melaporkan beban pajak perusahaan sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku, sehingga dapat meminimalkan tindakan penghindaran pajak yang akan dilakukan perusahaan. Oleh karena itu, dapat menguatkan hasil penelitian bahwa terdapat hubungan yang signifikan dengan arah negatif

(18)

antara profitabilitas yang diukur oleh ROA dengan penghindaran pajak.

Pengaruh Dewan Komisaris Independen terhadap Penghindaran Pajak

Nilai t hitung antara proporsi dewan komisaris independen dengan CETR sebagai pengukur penghindaran pajak sebesar 0,391, sedangkan nilai t tabel adalah 2,001.

Karena t hitung < t tabel yaitu 0,391

< 2,001 dan nilai signifikansi t 0,697

> 0,05, berarti bahwa H3 ditolak dan H0 diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa proporsi dewan komisaris independen tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap CETR sebagai pengukur penghindaran pajak. Hasil ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi dan Jati (2014), serta Mulyani, Wijayanti, dan Masitoh (2018) yang menunjukkan tidak adanya pengaruh signifikan antara proporsi dewan komisaris independen dengan penghindaran pajak.

Hasil penelitian pada variabel ini menunjukkan tidak adanya pengaruh yang mengindikasikan karena pihak dewan komisaris independen kurang maksimal dalam menjalankan tugas serta dalam mengawasi manajemen suatu perusahaan. Keberadaan dewan komisaris independen dalam perusahaan hanya sebagai pengawas dan pemberi nasihat kepada direksi serta sebagai pihak yang dapat

memastikan bahwa perusahaan tidak menyalahi peraturan yang berlaku, tanpa diberikan wewenang untuk ikut serta dalam mengambil keputusan operasional perusahaan.

Mulyani et al., (2018) dalam penelitiannya menambahkan alasan senada bahwa tidak semua anggota dewan komisaris independen dapat menunjukkan independensinya sehingga fungsi pengawasan tidak dapat berjalan dengan baik yang kemudian berdampak pada tindakan penghindaran pajak yang dilakukan oleh manajemen.

Pengaruh Komite Audit terhadap Penghindaran Pajak

Nilai t hitung antara komite audit dengan CETR sebagai pengukur penghindaran pajak sebesar -2,780, sedangkan nilai t tabel adalah 2,001. Karena –t hitung

< –t tabel yaitu -2,780 < -2,001 dan nilai signifikansi t 0,007 < 0,05, berarti bahwa H0 ditolak dan H4

diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa komite audit berpengaruh signifikan secara parsial terhadap CETR sebagai pengukur penghindaran pajak.

Koefisien komite audit menunjukkan arah negatif terhadap penghindaran pajak. Artinya semakin besar jumlah komite audit maka semakin rendah tingkat penghindaran pajak perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki komite audit dalam strukturnya akan lebih

(19)

bertanggungjawab dan terbuka dalam menyajikan laporan keuangan karena komite audit juga bertugas untuk memonitor kegiatan yang berlangsung dalam perusahaan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Diantari dan Ulupui (2016), Maharani dan Suardana (2014), serta Eksandy (2017).

Berdasarkan teori agensi, agen akan berupaya untuk memaksimalkan laba dan mengelola beban pajak perusahaan, yang bertujuan untuk melindungi berkurangnya kompensasi kinerja agen akibat berkurangnya laba perusahaan oleh beban pajak (Sukartha dan Darmawan, 2014).

Oleh karena itu, untuk melindungi reputasi perusahaan dan sesuai dengan prinsip corporate governance adanya komite audit yang memiliki pengetahuan dalam bidang akuntansi dapat menjadi salah satu pihak yang melakukan pengawasan dalam penyusunan laporan kuangan perusahaan dapat mencegah tindakan oportunistik pihak agen atau manajemen dalam melakukan tindakan penghindaran pajak.

KESIMPULAN DAN SARAN Berdasaarkan uji regresi linear berganda dapat disimpulkan bahwa leverage berpengaruh positif terhadap penghindaran pajak.

Profitabilitas dan komite audit berpengaruh negatif terhadap penghindaran pajak. Sedangkan

komisaris independen tidak terbukti memiliki pengaruh terhadap penghindaran pajak.

Adapun keterbatasan dalam penelitian ini adalah: 1) adanya beberapa perusahaan dalam populasi yang tidak mempublikasikan laporan keuangannya sehingga mengurangi jumlah sampel dalam penelitian ini.

Sedikitnya sampel kemungkinan dapat mempengaruhi hasil penelitian.

2) Pengukuran penghindaran pajak yang ada saaat ini kemungkinan belum bisa menunjukkan tindakan penghindaran pajak yang benar- benar dilakukan oleh perusahaan secara pasti. Hal ini dikarenakan untuk mendapatkan data sebenarnya dari pajak yang dibayarkan perusahaan merupakan hal yang sulit, serta sampai saat ini para ahli masih memperdebatkan dan masih mencari alternatif pengukuran sebagai proksi penghindaran pajak yang lebih akurat.

Berdasarkan keterbatasan tersebut, dapat dikemukakan beberapa saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi penelitian selanjutnya yaitu untuk mencari alternatif pengukuran yang dapat digunakan untuk mencerminkan penghindaran pajak dengan tepat sehingga hasil penelitian akan lebih akurat. Selain itu, apabila data sebenarnya dari pajak penghasilan perusahaan memungkinkan untuk diperoleh, maka data tersebut dapat digunakan dalam mengukur

(20)

penghindaran pajak perusahaan dengan lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Anastasia, R. (2019). Realisasi Penerimaan Pajak Sektor Properti Capai Rp. 83,51 Triliun Sepanjang 2018.

Diakses dari

http://www.tribunnews.com/b isnis/2019/01/24/realisasi- penerimaan-pajak-sektor- properti-capai-rp-8351- triliun-sepanjang-2018.

Annisa, N. A., & Kurniasih, L.

(2012). Pengaruh Corporate Governance Terhadap Tax Avoidance. Jurnal Akuntansi

& Auditing, Volume 8/No.2 : 95-189.

Ariawan, I. M., & Setiawan, P. E.

(2014). Pengaruh Komisaris Independen, Kepemilikan Institusional, Profitabilitas dan Leverage terhadap Tax Avoidance. Jurnal Akuntansi, Volume 18.3:1831-1859.

Badan Pengawas Pasar Modal.

(2004). Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal No. KEP/29/PM/2004 Tentang Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit. Jakarta.

Bursa Efek Jakarta. (2000).

Ketentuan Umum Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas di Bursa, Keputusan Direksi No: KEP-315/BEJ/06-2000.

Jakarta.

Christopher, S. A., Jennifer L. B., &

David, F. L. 2012.”Corporate Governance, Incentives, and Tax Avoidance”. Journal of Accounting and Economics.

Darmawan, I. G., & Sukartha, I. M.

(2014). Pengaruh Penerapan Corporate Governance, Leverage, Return On Assets, dan Ukuran Perusahaan Pada Penghindaran Pajak. Jurnal Akuntansi, Volume 9.1:143- 161.

Desai, M. A., & Dharmapala, D.

(2006). Corporate Tax Avoidance and High- Powered Incentives. Journal of Financial Economics.

Dewi, K. N., & Jati, K. (2014).

Pengaruh Karakteristik Eksekutif, Karakter Perusahaan, dan Dimensi Tata Kelola Perusahaan yang Baik pada Tax Avoidance di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Volume 6(2): 249-260.

Dewinta, I. A., & Setiawan, P. E.

(2016). Pengaruh Ukuran

Perusahaan, Umur

Perusahaan, Profitabilitas, Leverage, dan Pertumbuhan Penjualan terhadap Tax Avoidance. Jurnal Akuntansi, Volume 14.3: 1584-1613.

Diantari, P. R., & Ulupui, I. (2016).

Pengaruh Komite Audit Proporsi Komisaris Independen dan Proporsi Kepemilikan Institusional

(21)

Terhadap Tax Avoidance.

Junal Akuntansi, Volume 16.1. Juli(2016): 702-732.

Direktorat Jenderal Pajak. (2016).

Laporan Tahunan 2015.

Diakses dari

www.pajak.go.id.

Dyreng, S. D., Hanlon, M., &

Maydew, E. (2008). Long- run Corporate Tax Avoidance. American Accounting Association, The Accounting Review, Volume 83(1): 61-82.

Eksandy, A. (2017). Pengaruh Komisaris Independen, Komite Audit, dan Kualitas Audit terhadap Penghindaran Pajak (Tax Avoidance).

Competitive, Volume 1 No.1, Januari-Juni 2017.

Ghozali, I. (2016). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 23. Semarang:

Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Gupta, S & Newberry. 1997.

Determinants of Variability in Corporate Effective Tax Rates: Evidence from Longitudinal Data. Journal of Accounting and Public Policy, Volume 16(1): 1-34.

Hadian, A. I. (2018). Tiga Raksasa Properti Terseret Masalah Akibat Terpuruknya Rupiah.

Diakses dari

https://katadata.co.id/inside/2 018/05/24/tiga-raksasa-

properti-terseret-masalah- akibat-terpuruknya-rupiah.

Hanlon, M., & Heitzman, S. (2010).

A Review of Tax Research.

Journal of Accounting and Economics, Volume 50: 127- 178.

Hardiningsih, P. (2008). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Voluntary Disclosure Laporan Tahunan Perusahaan. Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Volume 15 No.1.

Ikatan Komite Audit Indonesia.

(n.d.). Tentang Komite Audit.

Diakses dari

http://www.komiteaudit.or.id/

tentang-komite-audit/.

Inggit, I. (2019). Kinerja Pajak 2018, Lagi-Lagi Tak Capai Target.

Diakses dari

https://www.cnbcindonesia.c om/market/20190103101148- 17-48886/kinerja-pajak- 2018-lagi-lagi-tak-capai- target.

Jensen, M. C., & Meckling, W.

(1976). Theory of The Firm:

Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership Structure. Journal of Finance Economics, Volume 3 No.4:

305-360.

Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2019). APBN KITA KINERJA DAN FAKTA.

www.kemenkeu.go.id/apbnki ta.

(22)

Komite Nasional Kebijakan Governance. (2006).

Pedoman Umum Good Corporate Governance.

Jakarta.

Kurniasih, T., & Sari, M. M. (2013).

Pengaruh Return On Assets, Leverage, Corporate Governance, Ukuran Perusahaan dan Kompensasi Rugi Fiskal pada Tax Avoidance. Buletin Studi Ekonomi, Volume 18, No.1.

Maharani, I. G., & Suardana, K.

(2014). Pengaruh Corporate Governance, Profitabilitas, dan Karakteristik Eksekutif pada Tax Avoidance Perusahaan Manufaktur.

Jurnal Akuntansi, Volume 9.2: 525-539.

Menteri Keuangan Republik Indonesia. (2015). Peraturan Menteri Keuangan Republik

Indonesia No.

169/PMK.010/2015 Tentang Penentuan Besarnya Perbandingan Antara Utang dan Modal Perusahaan Untuk Keperluan Perhitungan Pajak Penghasilan. Jakarta.

Mulyani, S., Wijayanti, A., &

Masitoh, E. (2018). Pengaruh Corporate Governance Terhadap Tax Avoidance.

Jurnal Riset Akuntansi dan Bisnis Airlangga, Volume 3 No.1: 322-340.

Nugroho, A. D. (2009). Anti- Avoidance Rules di Indonesia

Pasca Amandemen UU Pajak Penghasilan. Jurnal Fakultas Hukum, Volume 21(1): 109- 126.

Otoritas Jasa Keuangan. (2014).

Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan Nomor

33/POJK.04/2014 Tentang Direksi dan Dewan Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik. Jakarta:

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 375.

Pemerintah Republik Indonesia.

(2008). Undang-Undang No.

36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan. Jakarta.

Pohan, C. A. (2014). Pembahasan Komprehensif Perpajakan Indonesia Teori dan Kasus.

Jakarta: Mitra Wacana Media.

Plesko,G. 2004. Corporate Tax Avoidance and the Properties of Corporate Earnings.

National Tax Journal.

Volume LVII No.3: 729-737.

Praditasari, N. K., & Setiawan, P.

(2017). Pengaruh Good Corporate Governance, Ukuran Perusahaan, Leverage, dan Profitabilitas pada Tax Avoidance. Jurnal Akuntansi, Volume 19.2 Mei:

1229-1258.

Quddus, G. G. (2018). Rasio Pajak dibawah Standar Bank Dunia, Sri Mulyani Malu. Diakses dari

(23)

https://ekonomi.kompas.com/

read/2018/08/07/0904007 26/rasio-pajak-di-bawah-standar-

bank-dunia-sri-mulyani-malu.

Raharjo, A. S., & Daljono. (2014).

Pengaruh Dewan Komisaris, Direksi, Komisaris Independen, Struktur Kepemilikan dan Indeks Corporate Governance terhadap Asimetri Informasi.

Jurnal Akuntansi, Volume 3 (3): 1.

Santoso, T. B. (2014). Pengaruh Corporate Governance terhadap Penghindaran Pajak Perusahaan. Skripsi, Universitas Diponegoro.

Semarang.

Sartori, N. 2010. Effect of Strategic Tax Behaviors on Corporate Governance. SSRN Electric Journal

Scott, W. R. (2015). Financial Accounting Theory 7th Edition. Canada: Pearson Inc.

Setiaji, H. (2018). Penjualan Membaik, Saham Properti Mulai Diincar. Diakses dari https://www.cnbcindonesia.c om/market/20180209153522- 17-3956/penjualan-membaik- saham-properti-mulai-diincar.

Sitanggang, L. M. (2018). Sinyal Positif, Kredit NPL Pertambangan Membaik di Kuartal III. Diakses dari https://keuangan.kontan.co.id /news/sinyal-positif-kredit-

dan-npl-pertambangan- membaik-di-kuartal-iii-2018.

Suandy, E. (2011). Perencanaan Pajak. Jakarta: Salemba Empat.

Surbakti, T. A. (2012). Pengaruh Karakteristik Perusahaan dan Reformasi Perpajakan Terhadap Penghindaran Pajak. Skripsi, Universitas Indonesia.

Sutedi, A. (2011). Good Corporate Governance. Jakarta: Sinar Grafika.

Swingly, C., & Sukartha, I. (2015).

Pengaruh Karakter Eksekutif, Komite Audit, Ukuran Perusahaan, Leverage, dan Sales Growth pada Tax Avoidance. Jurnal Akuntansi, Volume 10.1: 47-62.

Syaifullah, A. (2017). Pengaruh Karakter Eksekutif, Karakteristik Perusahaan, dan Sistem Perpajakan terhadap Penghindaran Pajak. Skripsi, Universitas Negeri Maulana Malik Ibrahim. Malang.

Syakhroza, A. (2005). Corporate Governance: Sejarah dan Perkembangan, Teori, Model dan Sistem Governance serta Aplikasinya pada Perusahaan BUMN. Pidato Pengukuhan Guru Besar FE UI.

Universitas Indonesia. Jakarta Wardani, D. K., & Khoiriyah, D.

(2018). Pengaruh Strategi Bisnis dan Karakteristik Perusahaan terhadap

(24)

Penghindaran Pajak.

Akuntansi Dewantara, Volume 2 No.1.

Widyastuti, R. A. (2018). Di Pertemuan G-20, Sri Mulyani Minta Kesetaraan Pajak Digital. Diakses dari https://bisnis.tempo.co/read/1 072552/di-pertemuan-g-20- sri-mulyani-minta-

kesetaraan-pajak- digital/full&view=ok.

Wijayanti, Y. C., & Merkusiwati, N.

(2017). Pengaruh Proporsi

Komisaris Independen, Kepemilikan Institusional, Leverage, dan Ukuran

Perusahaan pada

Penghindaran Pajak. Jurnal Akuntansi, Volume 20.1:

699-728.

Ying, Z. (2011). Ownership

Structure Board

Characteristic, an Tax Aggresive. Thesis, Lingnan University, Hongkong.

Referensi

Dokumen terkait

Based on the data, the application of learning human reproductive system with cultural approach can improve students' understanding of the human reproductive system concept.. In