PENELITIAN ETNOGRAFI DAN FENOMENOLOGI
TUGAS MAKALAH
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Metode Peneletian Kualitatif Program Studi Manajemen Pendidikan Islam Pascasarjana
Dosen Pengampu:
Dr. Ujang Suyatman, M.Ag.
Disusun oleh:
Atep Ruzhan Nur Alamsyah, NIM (2230060042) Dadan Hidayatuloh, NIM (2230060043) Dadang Supriyanto, S.Pt NIM (2230060044)
PASCASARJANA
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia pada hakikatnya memiliki kedudukan sebagai makhluk sosial dan makhluk individu. Kaitannya dengan kedudukan manusia sebagai makhluk sosial maka dalam menjalankan aktivitas sehari – harinya manusia tidak akan pernah terlepas dari manusia yang lainnya, sehingga dalam prosesnya akan terjadi suatu interaksi yang dapat menimbulkan suatu dampak , baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Dampak itulah yang pada akhirnya akan menimbulkan berbagai fenomena – fenomena yang terjadi dilingkungan manusia, baik fenomena dalam bentuk skala kecil maupun fenomena dalam bentuk skala besar. Karena manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang senantiasa terus berfikir maka manusia senantiasa meneliti setiap fenomena yang berada di sekitar dirinya dan lingkungannya. Dalam proses penelitian tersebut perlu adanya suatu prosedur serta ketetapan yang jelas dengan begitu proses penelaahan tersebut akan menghasilkan suatu informasi yang dapat memberikan manfaat bahkan memberikan kontribusi yang besar bagi setiap permasalahan atau kendala yang sedang dihadapi.
Metode penelitian adalah rangkaian kerja dari suatu kegiatan penelitian yang didasari pada pandangan filosofis, asumsi dasar, ideologis, pertanyaan serta isu yang sedang berkembang dan dihadapi. Penelitian kualitatif adalah studi yang meneliti kualitas hubungan, aktivitas, situasi, atau berbagai material.
Masalah-masalah kualitatif berwilayah pada ruang yang sempit dengan tingkat variasi yang rendah namun memiliki kedalaman bahasa yang tak terbatas. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada deskriptif holistic, yang menjelaskan secara detail tentang kegiatan atau situasi apa yang sedang berlangsung daripada membandingkan efek perlakuan tertentu, atau menjelaskan tentang sikap atau perilaku orang.
Penelitian kualitatif mengkaji perspektif partisipan dengan strategi-strategi yang bersifat interaktif dan fleksibel. Penelitian kualitatif ditujukan untuk memahami fenomena- fenomena sosial dari sudut pandang partisipan. Penelitian kualitatif dilakukan pada kondisi
alamiah dan bersifat penemuan.Penelitian kualitatif lebih menekankan pada makna dan terikat nilai.
Penelitian kualitatif digunakan jika masalah belum jelas, untuk mengetahui makna yang tersembunyi, untuk memahami interaksi sosial, untuk mengembangkan teori, untuk memastikan kebenaran data, dan meneliti sejarah perkembangan.
Ada bebepara jenis penelitian kualitatif, yaitu : 1. Biografi
Penelitian biografi adalah studi tentang individu dan pengalamannya yang dituliskan kembali dengan mengumpulkan dokumen dan arsip-arsip.
2. Fenomenologi
Penelitian fenimenologi mencoba menjelaskan atau mengungkap makna konsep atau fenomena pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang terjadi pada beberapa individu
3. Grounded theory
Tujuan pendekatan grounded theory adalah untuk menghasilkan atau menemukan suatu teori yang berhubungan dengan situasi tertentu.
4. Etnografi
Etnografi adalah uraian dan penafsiran suatu budaya atau sistem kelompok sosial.
Peneliti menguji kelompok tersebut dan mempelajari pola perilaku, kebiasaan, dan cara hidup.
5. Studi kasus
Penelitian studi kasus adalah studi yang mengeksplorasi suatu masalah dengan batasan terperinci, memiliki pengambilan data yang mendalam dan menyertakan berbagai sumber informasi.
Dalam makalah ini yang akan menjadi fokus pembahasan adalah terkait dengan penelitian kualitatif jenis Etnografi dan Fenomenologi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pengertian metode penelitian Etnografi dan Fenomenologi?
2. Apa karakteristik metode penelitian Etnografi dan Fenomenologi?
3. Apa jenis-jenis metode penelitian Etnografi dan Fenomenologi?
C. Tujuan
1. Mengetahui istilah metode penelitian Etnografi dan Fenomenologi 2. Mengetahui Karakteristik metode penelitian Etnografi dan Fenomenologi 3. Mengetahui jenis-jenis metode penelitian Etnografi dan Fenomenologi.
BAB II PEMBAHASAN
A. METODE PENELITIAN ETNOGRAFI 1. Pengertian Etnografi
Istilah etnografi berasal dari kata Yunani ethnos yang berarti 'orang' dan graphein yang berarti 'tulisan'. Istilah itu kemudian diartikan sebagai sejenis tulisan yang menggunakan bahan-bahan dari penelitian lapangan untuk menggambarkan kebudayaan manusia. Menurut Spradley (1980: 6-8) kebudayaan merupakan seluruh pengetahuan yang dipelajari manusia dan digunakan untuk menginterpretasi pengalaman dan membentuk tingkah laku, dan ethrografi merupakan penelitian yang membahas kebudayaan, baik yang eksplisit maupun implisit.
Etnografi adalah metode riset yang menggunakan observasi langsung terhadap kegiatan manusia dalam konteks sosial dan budaya sehari-hari. Etnografi berusaha mengetahui kekuatan-kekuatan apa saja yang membuat manusia melakukan sesuatu. Objek etnografi adalah manusia dan kebudayaan baik secara eksplisit maupun implisit.
Etnografi adalah deskripsi tertulis mengenai organisasi sosial, aktivitas sosial, simbol dan sumber material dan karakteristik praktik interpretasi suatu kelompok manusia tertentu.
(Duranti, 1997: 85). Mengacu pada pendapat tersebut dapat dikemukakan bahwa, penelitian etnografi merupakan penelitian mengenai aktivitas sosial dan, perilaku masyarakat atau kelompok masyarakat tertentu. Etnografi merupakan salah satu model penelitian yang lebih banyak terkait dengan antropologi, yang mempelajari dan mendeskripsikan peristiwa budaya, yang menyajikan pandangan hidup subjek yang menjadi obyek studi. Deskripsi itu diperoleh oleh peneliti dengan cara berpartisipasi secara langsung dan lama terhadap kehidupan sosial suatu masyarakat.
Suatu penelitian etnografi adalah penelitian kualitatif yang melakukan studi terhadap kehidupan suatu kelompok masyarakat secara alami untuk mempelajari dan menggambarkan
pola budaya satu kelompok tertentu dalam hal kepercayaan, bahasa, dan pandangan yang dianut bersama dalam kelompok itu.
Sebagai sebuah proses, etnografi melibatkan pengamatan yang cukup panjang terhadap suatu kelompok, sehingga peneliti memahami betul bagaimana kehidupan keseharian subjek penelitian tersebut (Participant observation, life history), yang kemudian diperdalam dengan indepth interview terhadap masing-masing individu dalam kelompok tersebut. Penelitian etnografi khusus menggunakan tiga macam metode pengumpulan data: wawancara, observasi, dan dokumen dan menghasilkan tiga jenis data: kutipan, uraian, dan kutipan dokumen tergabung dalam satu produk yaitu uraian naratif.
Pemilihan informan dilakukan kepada mereka yang mengetahui yang memiliki sudut pandang/pendapat tentang berbagai kegiatan masyarakat. Para informan tersebut diminta untuk mengidentifikasi informan - informan lainnya yang mewakili masyarakat tersebut. Informan- informan tersebut diwawancarai berulang-ulang, menggunakan informasi dari informan- informan sebelumnya untuk memancing klarifikasi dan tanggapan yang lebih mendalam terhadap wawancara ulang. Proses ini dimaksudkan untuk melahirkan pemahaman–
pemahaman kultur umum yang berhubungan dengan fenomena yang sedang diteliti.
Dengan demikian penelitian etnografi menghendaki etnografer /peneliti : (1) mempelajari arti atau makna dari setiap perilaku, bahasa, dan interaksi dalam kelompok dalam situasi budaya tertentu, (2) memahami budaya atau aspek budaya dengan memaksimalkan observasi dan interpretasi perilaku manusia yang berinteraksi dengan manusia lainnya, (3) menangkap secara penuh makna realitas budaya berdasarkan perspektif subjek penelitian ketika menggunakan simbol-simbol tertentu dalam konteks budaya yang spesifik.
2. Asumsi-asumsi penelitian Etnografi :
a. Etnografi mengasumsikan kepentingan penelitian yang prinsip terutama dipengaruhi oleh pemahaman kultural masyarakat. Metodologi secara sungguh- sungguh menjamin bahwa pemahaman kultural umum akan diidentifikasi untuk kepentingan peneliti.
Interpretasi menempatkan tekanan besar pada kepentingan kausal dari pemahaman kultual seperti itu. Fokus etnografi mempertimbangkan secara berlebihan peran persepsi budaya dan tidak mempertimbangkan peran kausal kekuatan-kekuatan objektif.
b. Etnografi mengasumsikan suatu kemampuan mengidentifikasi masyarakat secara relevan dari kepentingan. Masyarakat, organisasi formal, kelompok non formal dan persepsi tingkat lokal semuanya mungkin memainkan peran dalam banyak subjek yang diteliti, dan kepentingan ini mungkin bervariasi menurut waktu, tempat dan masalah.
c. Etnografi mengasumsikan peneliti mampu memahami kelebihan kultural dari masyarakat yang diteliti, menguasai bahasa atau jargon teknis dari kebudayaan tersebut, dan memiliki temuan yang didasarkan pada pengetahuan komprehensif dari budaya tersebut.
d. Penelitian etnografi lintas budaya menghindari risiko asumsi yang keliru bahwa pengukuran yang ada memiliki makna yang sama lintas budaya.
3. Karakteristik penelitian Etnografi
Penelitian etnografi memiliki ciri khas yaitu penelitian bersifat holistik, integrative, thick description dan menggunakan analisis kualitaif dalam mencari sudut pandang yang semula (native’s point of view). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan obeservasi-partisipasi dan wawancara secara terbuka dan mendalam, sehingga penelitian etnografi memerlukan waktu yang lama.
Penelitian etnografi secara umum dilakukan secara bertahap dengan dimulai tahap perkenalan yang meliputi mempelajari bahasa penduduk yang sedang diteliti. Selanjutnya pembelajaran terhadap bahasa asli dipakai untuk membantu dalam menganilis permasalahan-permasalahan yang muncul dari aktivitas sehari-hari.
Elemen-elemen inti dari penelitian etnografi oleh Creswell (dalam. Engkus, 2008, 34) dijabarkan:
a. Penggunaan penjelasan yang detail.
b. Gaya laporan bersifat cerita (story telling)
c. Menggali tema-tema kultural, seperi tema-tema tentang peran dan perilaku masyarakat.
d. Menjelaskan kehidupan keseharian orang-orang (everyday life of persons) bukan peristiwa khusus yang menjadi pusat perhatian.
e. Laporan keseluruhan perbaduan antara deskriptif, analitis dan interpretatif.
f. Hasil penelitian memfokuskan bukan pada apa yang menjadi agen perubahan tetapi pada pelopor untuk berubah yang bersifat terpaksa.
Beberapa karakteristik penelitian etnografi baik yang dirangkum dari Wolcott dan Gay, Mills dan Airasian.
a. Berlatar alami bukan eksperimen di laboratorium
b. Peneliti meneliti tema-tema budaya tentang peran dan kehidupan sehari-hari seseorang
c. Interaksi yang dekat dan tatap muka dengan partisipan d. Mengambil data utama dari pengalaman di lapangan
e. Menggunakan berbagai metode pengumpulan data seperti wawancara, pengamatan, dokumen, artifak dan material visual.
f. Peneliti menggunakan deskripsi dan detail tingkat tinggi
g. Peneliti menyajikan ceritanya secara informal seperti seorang pendongeng
h. Menekankan untuk mengekplorasi fenomena sosial bukan untuk menguji hipotesis.
i. Format keseluruhannya adalah deskriptif, analisis dan interpretasi j. Artikel diakhir dengan sebuah pertanyaan.
Karakteristik penelitian etnografi menurut Nur Syam, yaitu :
a. Deskripsi etnografis sepenuhnya disusun sesuai dengan pandangan, pengalaman warga pribumi (emic view)
b. Memanfaatkan metode wawancara mendalam dan observasi terlibat.
c. Peneliti tinggal di lapangan untuk belajar tentang budaya yang dikajinya. Analisis datanya bercorak menyeluruh (holistik) yaitu menghubungkan antara suatu fenomena budaya dengan fenomena budaya lainya atau menghubungkan antara suatu konsep dengan konsep lainnya.
4. Jenis-jenis penelitian etnografi a. Etnografi realis
Etnografi realis mengemukakan suatu kondisi objektif suatu kelompok dan laporannya biasa ditulis dalam bentuk sudut pandang sebagai orang ke-3.
b. Etnografi kritis
Pendekatan etnografi kritis ini penelitian yang mencoba merespon isu-isu sosial yang sedang berlangsung misalnya dalam masalah jender/emansipasi, kekuasaan, status quo, ketidaksamaan hak, pemerataan dan lain sebagainya.
c. Etnografi Konfensional
Laporan mengenai pengalaman pekerjaan lapangan yang dilakukan etnografer.
d. Autoetnografi
Refleksi dari seseorang mengenai konteks budayanya sendiri.
e. Mikroetnografi
Studi yang memfokuskan pada aspek khusus dari latar dan kelompok budaya.
f. Etnografi feminis
Studi mengenai perempuan dalam praktek budaya yang yang merasakan pengekangan akan hak-haknya.
g. Etnografi postmodern
Suatu etnografi yang ditulis untuk menyatakan keprihatinan mengenai masalah- masalah sosial terutama mengenai kelompok marginal.
h. Studi kasus etnografi
Analisis kasus dari seseorang, kejadian, kegiatan dalam perspektif budaya.
5. Kekuatan dan Kelemahan Etnografi a. Kekuatan
Penelitian etnografi memiliki keunggulan dibandingkan dengan penelitian yang lain Kekuatan etnografi oleh Anne Suryani (2008, 124) dijelaskan bahwa etnografi menyediakan kesempatan yang lebih dalam mengumpulkan data yang komplet dan relevan dalam menjawab permasalahan karena penelitian etnografi ini mengadakan penelitian secara mendalam dan bersifat partisipan. Etnografi juga mempertimbangkan data dari sumber terbaik untuk studi perbandingan dan analisis. Seorang etnografer dapat berpartisipasi dalam kehidupan sehari-hari dengan memperhatikan, mendengar, bertanya dan mengumpulkan data.
b. Kelemahan
Dalam research etnografi hanya dapat meneliti sedikit atau bahkan hanya satu kasus, dan hasil dari penelitian etnografi tidak dapat digeneralisasi ke dalam konteks sosial yang lain. Kelemahan lainnya adalah peneliti sebagai instrumen primer dalam mengumpulkan data.
B. METODE PENELITIAN FENOMENOLOGI 1. Pengertian Fenomologi
Fenomenologi (Inggris: Phenomenology) berasal dari bahasa Yunani phainomenon dan logos. Phainomenon berarti tampak dan phainen berarti memperlihatkan. Sedangkan logos berarti kata, ucapan, rasio, pertimbangan. Dengan demikian, fenomenologi secara umum dapat diartikan sebagai kajian terhadap fenomena apa-apa yang nampak atau sebuah studi dalam bidang filsafat yang mempelajari manusia sebagai sebuah fenomena, dengan pendekatan ini peneliti berusaha untuk masuk lebih dalam dengan memahami respon pertama dari individu dalam memaknai peristiwa tersebut. Lorens Bagus memberikan dua pengertian terhadap fenomenologi.
Dalam arti luas, fenomenologi berarti ilmu tentang gejala-gejala atau apa saja yang tampak. Dalam arti sempit, ilmu tentang gejala-gejala yang menampakkan diri pada kesadaran kita. Sebagai sebuah arah baru dalam filsafat, Fenomenologi sebagai aliran filsafat sekaligus sebagai metode berfikir diperkenalkan oleh Edmund Husserl (1859 – 1938), untuk mematok suatu dasar yang tak dapat dibantah, ia memakai apa yang disebutnya metode fenomenologis. Ia kemudian dikenal sebagai tokoh besar dalam mengembangkan fenomenologi. Namun istilah fenomenologi itu sendiri sudah ada sebelum Husserl. Istilah fenomenologi secara filosofis pertama kali dipakai oleh J.H.
Lambert (1764). Dia memasukkan dalam kebenaran (alethiologia), ajaran mengenai gejala (fenomenologia). Maksudnya adalah menemukan sebab-sebab subjektif dan objektif ciri-ciri bayangan objek pengalaman inderawi (fenomen). Aliran Fenomenologi lahir sebagai reaksi metodologi positivistic yang diperkenalkan Comte (Waters, 1994:
30). Pendekatan positivism ini selalu mengandalkan seperangkat fakta sosial yang bersifat objektif, atas segala yang tampak secara kasat mata.
Pendekatan fenomenologis memusatkan perhatian pada pengalaman subyektif.
Pendekatan ini berhubungan dengan pandangan pribadi mengenai dunia dan penafsiran mengenai berbagai kejadian yang dihadapinya. fenomenologi ini dengan pendekatan interpretatif praktis.
Pendekatan tersebut mencoba memahami kejadian fenomenal yang dialami individu tanpa adanya beban prakonsepsi. Pendekatan fenomenologis meliputi yaitu :
1. Pengamatan , yaitu suatu replika dari benda di luar manusia yang intrapsikis, dibentuk berdasar rangsang-rangsang dari obyek..
2. Imajinasi , yaitu suatu perbuatan (act) yang melihat suatu obyek yang absen atau sama sekali tidak ada melalui suatu isi psikis atau fisik yang tidak memberikan dirinya sebagai diri melainkan sebagai representasi dari hal yang lain. Dunia imajinasi berdasa aktivitas suatu kesadaran.
3. Berpikir secara abstrak. Bidang yang sangat penting dalam hidup psikis manusia ialah pikiran abstrak. Aristoteles berpendapat bahwa pikiran abstrak berdasarkan pengamataan ; tak ada hal yang dapat dipikirkan yang tidak dulu menjadi bahan.
Dengan menghilangkan ciri-ciri khas (abstraksi) terjadi kumpulan ciri-ciri umum, yaitu suatu ide yang dapat dirumuskan dalam suatu defenisi.
4. Merasa/menghayati. Merasa ialah gejala lain dari kesadaran mengalami.
Pengalaman tidak disadari dengan langsung, sedangkan perasaan biasanya disadari. Merasa ialah gejala yang lebih dekat pada diri manusia daripada pengamatan atau imajinasi.
Bapak dari filsafat fenomenologi adalah Edmund Husserel. Edmund Husserl memahami fenomenologi sebagai suatu analisis deskriptif serta introspektif mengenai kedalaman dari semua bentuk kesadaran dan pengalaman-pengalaman langsung; religius, moral, estetis, konseptual, serta indrawi. Perhatian filsafat, menurutnya, hendaknya difokuskan pada penyelidikan tentang Labenswelt (dunia kehidupan) atau Erlebnisse (kehidupan subjektif dan batiniah). Penyelidikan ini hendaknya menekankan watak intensional kesadaran, dan tanpa mengandaikan praduga-praduga konseptual dari ilmu-ilmu empiris.
Fenomenologi merupakan metode dan filsafat. Sebagai metode, fenomenologi membentangkan langkah-langkah yang harus diambil sehingga kita sampai pada fenomena yang murni.
Fenomenologi mempelajari dan melukiskan ciri-ciri intrinsik fenomen-fenomen sebagaimana fenomen-fenomen itu sendiri menyingkapkan diri kepada kesadaran. Kita harus bertolak dari subjek (manusia) serta kesadarannya dan berupaya untuk kembali kepada
“kesadaran murni”. Untuk mencapai bidang kesadaran murni, kita harus membebaskan diri dari pengalaman serta gambaran kehidupan sehari-hari. Sebagai filsafat, fenomenologi menurut Husserl memberi pengetahuan yang perlu dan esensial mengenai apa yang ada. Dengan demikian fenomenologi dapat dijelaskan sebagai metode kembali ke benda itu sendiri (Zu den Sachen Selbt), dan ini disebabkan benda itu sendiri merupkan objek kesadaran langsung dalam bentuk yang murni. Husserl sangat tertarik dengan penemuan makna dan hakikat dari pengalaman. Dia berpendapat bahwa terdapat perbedaan antara fakta dan esensi dalam fakta, atau dengan kata lain perbedaan antara yang real dan yang tidak. Berikut adalah komponen konseptual dalam fenomenologi transcendental Husserl:
a. Kesengajaan (Intentionality)
Kesengajaan (intentionality) adalah orientasi pikiran terhadap suatu objek (sesuatu) yang menurut Husserl, objek atau sesuatu tersebut bisa nyata atau tidak nyata. Objek nyata seperti sebongkah kayu yang dibentuk dengan tujuan tertentu dan kita namakan dengan kursi. Objek yang tidak nyata misalnya konsep tentang tanggung jawab, kesabaran, dan konsep lain yang abstrak atau tidak real. Husserl menyatakan bahwa kesengajaan sangat terkait dengan kesadaran atau pengalaman seseorang dimana kesengajaan atau pengalaman tersebut dipengaruhi oleh faktor kesenangan (minat), penilaian awal, dan harapan terhadap objek. Misalnya minat terhadap bola akam menentukan kesengajaan untuk menonton pertandingan sepak bola.
b. Noema dan Noesis
Noema atau noesis merupakan turunan dari kesengajaan atau intentionality.
Intentionality adalah maksud memahami sesuatu, dimana setiap pengalaman individu memiliki sisi obyektif dan subyektif. Jika akan memahami, maka kedua sisi itu harus dikemukakan. Sisi obyektif fenomena (noema) artinya sesuatu yang bisa dilihat, didengar, dirasakan, dipikirkan, atau sekalipun sesuatu yang masih akan dipikirkan
(ide). Sedangkan sisi subyektif (noesis) adalah tindakan yang dimaksud (intended act) seperti merasa, mendengar, memikirkan, dan menilai ide.
c. Intuisi
Intuisi yang masuk dalam unit analisis Husserl ini dipengaruhi oleh intuisi menurut Descrates yakni kemampuan membedakan “yang murni” dan yang diperhatikan dari the light of reason alone (semata-mata alasannya). Intuisilah yang membimbing manusia mendapatkan pengetahuan. Bagi Husserl, intuisilah yang menghubungkan noema dan noesis. Inilah sebabnya fenomenologi Husserl dinamakan fenomenologi transendental, karena terjadi dalam diri individu secara mental(transenden).
d. Intersubjektivitas
Makna intersubjektif ini dijabarkan oleh Schutz. Bahwa makna intersubjektif ini berawal dari konsep ‘sosial’ dan konsep ‘tindakan’. Konsep sosial didefinisikan sebagai hubungan antara dua atau lebih orang dan konsep tindakan didefinisikan sebagai perilaku yang membentuk makna subjektif. Akan tetapi, makna subjektif tersebut bukan berada di dunia privat individu melainkan dimaknai secara sama dan bersama dengan individu lain. Oleh karenanya, sebuah makna subjektif dikatakan intersubjektif karena memiliki aspek kesamaan dan kebersamaan (common and shared).
2. Jenis-Jenis Tradisi Fenomenologi
Inti dari tradisi fenomenologi adalah mengamati kehidupan dalam keseharian dalam suasana yang alamiah. Tradisi memandang manusia secara aktif mengintrepretasikan pengalaman mereka sehingga mereka dapat memahami lingkungannya melalui pengalaman personal dan langsung dengan lingkungannya. Titik berat tradisi fenomenologi adalah Pada bagaimana individu mempersepsi serta memberikan interpretasi pada pengalaman subyektifnya. Adapun varian dari tradisi Fenomenologi ini adalah sebagai berikut:
a. Fenomena Klasik, percaya pada kebenaran hanya bisa didapatkan melalui pengarahan pengalaman, artinya hanya mempercayai suatu kebenaran dari sudut pandangnya tersendiri atau obyektif.
b. Fenomenologi Persepsi, percaya pada suatu kebenaran bisa di dapatkan dari sudut pandang yang berbeda – beda, tidak hanya membatasi fenomenologi pada obyektifitas, atau bisa dikatakan lebih subyektif.
c. Fenomenologi Hermeneutik, percaya pada suatu kebenaran yang di tinjau baik dari aspek obyektifitas maupun subyektifitasnya, dan juga disertai dengan analisis guna menarik suatu kesimpulan.
3. Kelebihan dan kekurangan filsafat fenomenologi
Kelebihan filsafat fenomenoligi diantaranya dapat diuraikan sebagai berikut :
fenomenologi sebagai suatu metode keilmuan, dapat mendiskripsikan penomena dengan apa adanya dengan tidak memanipulasi data, aneka macam teori dan pandangan. fenomenologi mengungkapkan ilmu pengetahuan atau kebenaran dengan benar-benar yang objektif.
Fenomenologi memandang objek kajian sebagai bulatan yang utuh tidak terpisah dari objek lainnya. Dengan demikian fenomenologi menuntut pendekatan yang holistik, bukan pendekatan partial, sehingga diperoleh pemahaman yang utuh mengenai objek yang diamati, hal ini lah yang menjadi kelebihan filsafat ini sehingga banyak dipakai oleh ilmuan-ilmuan pada saat ini terutama ilmuan sosial, dalam berbagai kajian keilmuan mereka termasuk bidang kajian agama.
Dari berbagai kelebihan tersebut, fenomenologi sebenarnya juga tidak luput dari berbagai kelemahan, seperti :
Tujuan fenomenologi untuk mendapatkan pengetahuan yang murni objektif tanpa ada pengaruh berbagai pandangan sebelumnya, baik dari adat, agama ataupun ilmu pengetahuan, merupakan suatu yang absurd.
Pengetahuan yang didapat tidak bebas nilai (value-free), tapi bermuatan nilai (value- bound)
BAB III KESIMPULAN
A. Penelitian Etnografi
Etnografi pada dasarnya adalah kegiatan penelitian untuk memahami cara orang-orang berinteraksi dan bekerjasama melalui fenomena teramati kehidupan sehari-hari. Ciri khas
Etnografi yaitu penelitian bersifat holistik, integratif, uraian tebal, dan menggunakan analisis kualitatif dalam mencari sudut pandang asli (native’s point of view).
B. Penelitian Fenomenologi
Fenomenologi mempelajari dan melukiskan ciri-ciri intrinsik fenomen-fenomen sebagaimana fenomen-fenomen itu sendiri menyingkapkan diri kepada kesadaran. Kita harus bertolak dari subjek (manusia) serta kesadarannya dan berupaya untuk kembali kepada “kesadaran murni”.
DAFTAR PUSTAKA
1. Webster’s New Encyclopedic Dictionary, (New York: Black Dog and Leventhan Publ.
Inc, 1994).
2. Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013).
3. Lexy J. Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005).
4. Bungin, Burhan. (2007). Analisis Data Penelitian Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
5. Kuswarno, Engkus. (2008). Suatu Pengantar dan Contoh Penelitiannya. Bandung : Widya Padjadjaran.
6. Mulyana, Deddy. (2001). Metodologi Penelitian Kualitataif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
7. Mulyana, Deddy dan Solatun. (2008). Metode Penelitian Komunikasi: Contoh-Contoh Penelitian Kualitatif Dengan Pendekatan Praktis. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
8. Muriel Sabille-Troike. (1982). The Ethonography Of Communication: An Intrduction.
9. Southampton: Basil Blackwell Publisher Limited.
10. Sukidin, Basrowi. (2002). Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro. Surabaya:
Insan Cendekia.
11. Suryani, Anne. (2008). Comparing Case Stury and Ethnography as Qualitative Research Approaches. Jurnal Ilmu Komunikasi. Vol. 5, No. 1. September 2008.
12. Prof. Dr. I.B. WIRAWAN, 2012. Teori-teori Sosial Dalam Tiga Paradigma. Jakarta: Kencana 13. IAN CRAIB,1994. Teori-teori Sosial Modern. Jakarta: PT RajaGrafindo
14. Creswell, John W. 1994. Research Design: Qualitative & quantitativee approach.
15. Denzim, Norman K., and Lincoln, Yvonna S.(Editor). 1994. Handbook of qualitative research. Thousand Oaks, London, New Delhi: Sage.
16. Denzim, Norman K., and Lincoln, Yvonna S. 2009. Handbook of qualitative research (terjemahan). Yogyakara Pustaka Pelajar.
17. Denny Moeryadi. 2009. Pemikiran Fenomenologi menurut Edmund Husserl.
18. Dipublikasi oleh jurnalstudi.blogspot.
19. Donny .2005. Fenomenologi dan Hermeneutika: sebuah Perbandingan. Dipublikasi oleh kalamenau.blogspot.
20. Lincoln. Yvonna S. and Guba, Egon G. 1985. Naturalistic Inquiri. Sage Publications, Inc.
21. Kuhn, Thomas. 2005. The structure of scientific revolutions. (terjemahan). Jakarta:
remaja Rosdakarya Lincoln, Y. S. & Guba, E. G. (1985). Naturalistic Inquiry. Beverly Hills, CA: Sage.