• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Konvensi UNCLOS 1982 dalam Penyelesaian Sengketa ZEE di Laut Natuna Utara antara Indonesia dan Vietnam

N/A
N/A
johan

Academic year: 2023

Membagikan "Penerapan Konvensi UNCLOS 1982 dalam Penyelesaian Sengketa ZEE di Laut Natuna Utara antara Indonesia dan Vietnam"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Nama : Achmad Johansyah Aldi Afghani

NIM : L1A021023

Matkul : Kajian Kemaritiman Internasional

Penerapan Konvensi UNCLOS 1982 dalam Penyelesaian Sengketa ZEE di Laut Natuna Utara antara Indonesia dan Vietnam

PENDAHULUAN

Laut Natura Utara merupakan salah satu wilayah laut yang sangat strategis di Asia Tenggara. Wilayah Laut Natuna ini sendiri terletak pada persimpangan jalur pelayaran utama, yang kemudian menyebabkan ia menjadi salah satu wilayah vital bagi jalur pelayaran utama di Asia Tenggara yang juga termasuk ke dalam jalur laut internasional. Secara geografis sendiri, Laut Natuna Utara ini berada di Laut Cina Selatan tepatnya yaitu di sebelah utara Pulau Kalimantan dan di sebelah timur kepulauan Riau yang dimana merupakan bagian dari wilayah Indonesia. Laut ini sendiri diyakini memiliki kekayaan akan sumber daya alam, seperti perikanan, cadangan minyak dan gas alam yang melimpah, serta potensi untuk pengembangan energi terbarukan. Hal itu yang kemudian membuat nilai ekonomis yang ada pada laut ini tinggi dan menjadi salah satu wilayah yang sering kali memunculkan potensi ketegangan keamanan maritim.

Dilaporkan bahwa cadangan gas di Natuna sendiri diperkirakan mencapai 14.386.470 barel dan gas bumi sebesar 112.356.680 barel (Ayu Azanella & Ferri Kurniawan, 2021). Tak hanya itu potensi sumber daya lain seperti ikan sendiri juga di perairan ini memiliki nilai yang fantastis. Dari data studi identifikasi potensi sumber daya kelautan dan perikanan Provinsi Kepulauan Riau di tahun 2011 potensi perikanan di Laut Natuna mencapai 504.212,85 ton tiap tahunnya (Diva, 2021).

Hal itu yang kemudian banyak negara di sekitar laut tersebut mencoba mengambil keuntungan dengan cara mengeksploitasinya secara diam-diam dimana salah satu negara yang diketahui adalah Vietnam. Indonesia dengan Vietnam sendiri diketahui seringkali bersitegang terkait dengan Laut Natuna terutama hal yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya yang ada pada di wilayah tersebut. Terkait dengan penggunaan sumber daya yang di laut baik mineral maupun perikanan sendiri sebenarnya negara-negara di dunia tidak dapat dengan seenaknya untuk mengeksploitasinya melainkan terdapat hukum internasional yang mengaturnya yaitu bernama UNCLOS.

United Nations Convention on the Law of the Sea atau yang disingkat UNCLOS merupakan hukum laut internasional yang diterapkan oleh negara-negara di dunia (Susetyorini, 2019). Lebih lanjut lagi UNCLOS ini sendiri dapat di definisikan sebagai sebuah perjanjian internasional yang dihasilkan dari hasil konsensus negara-negara di dunia yang mengatur terkait dengan hukum mengenai penggunaan laut serta pengelolaan sumber daya yang ada di dalamnya. Terbentuknya UNCLOS ini sendiri memiliki sejarah yang sangat panjang. Dimulai dari tahun 1958 ketika Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memutuskan untuk menggelar Konferensi Hukum Laut pertama di Jenewa, Swiss. Konferensi di Swiss itu kemudian menghasilkan sebuah Konvensi Laut Jenewa 1958, yang membahas terkait dengan berbagai aspek hukum laut, namun dalam proses pengesahannya konferensi tersebut gagal mencapai kata mufakat di antara negara-negara peserta. Setelah beberapa putaran negosiasi yang rumit dan berlarut-larut, Majelis Umum PBB dalam sidang umumnya pada tahun 1973 kemudian mengesahkan Resolusi Nomor 3067 yang menyerukan kepada negara-negara supaya menyelenggarakan Konferensi Hukum Laut Internasional di Caracas, Venezuela pada

(2)

tahun 1973 (Fachrudin & Solihin, 2012). Tujuannya tidak lain adalah untuk menghasilkan kesepakatan bersama di antara negara-negara terkait dengan permasalahan laut. Proses tersebut berlangsung hampir satu dekade lamanya, yang dimana akhirnya pada 10 Desember 1982, UNCLOS akhirnya diadopsi dan ditandatangani oleh sejumlah besar negara di Montego Bay, Jamaika.

Tulisan kali ini bertujuan untuk menyelidiki dan menganalisis penerapan Konvensi UNCLOS 1982 dalam konteks penyelesaian sengketa Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di Laut Natuna Utara antara Indonesia dan Vietnam. Dalam kerangka ini, penelitian akan mengeksplorasi bagaimana UNCLOS 1982 digunakan sebagai kerangka hukum laut internasional yang mengatur hak dan kewajiban negara-negara di laut, serta digunakan sebagai landasan untuk menyelesaikan konflik kedaulatan dan hak ekonomi di wilayah yang menjadi sumber ketegangan antara kedua negara yang dimana pada tulisan ini merujuk pada Indonesia dengan Vietnam.

RUMUSAN MASALAH

Bagaimana penerapan Konvensi UNCLOS 1982 memengaruhi penyelesaian sengketa Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di Laut Natuna Utara antara Indonesia dan Vietnam?

HASIL DAN PEMBAHASAN

Awal Mula Konflik ZEE Antara Indonesia Vietnam di Natuna

Konflik antara Indonesia dengan Vietnam terkait dengan masalah wilayah laut ini sendiri bisa dikatakan merupakan sebuah konflik panjang yang telah lama bermula. Konflik antara dua negara yang sama-sama merupakan anggota ASEAN ini telah berlangsung sejak 1963 dimana pada saat itu ketegangan bermula di wilayah laut Kalimantan Utara, yang pada saat itu batas-batas wilayah lautnya belum mendapat pengaturan pasti dan mengikat secara internasional (Dita Millenia et al., 2022). Sengketa terkait hal itu pun kemudian terus berlanjut hingga bertahun-tahun yang disebabkan Indonesia dan Vietnam terus mengutamakan kepentingan nasional mereka masing-masing, sehingga belum berhasil mencapai kesepakatan yang memiliki dasar hukum yang kuat.

Jika dilihat dari segi geografinya kembali, Laut Natuna yang terdiri dari 157 pulau di dalamnya ini terletak di wilayah Laut China Selatan atau yang disebut juga Laut Natuna Utara. Wilayah ini di himpit oleh dua wilayah Malaysia, yaitu Sabah dan Serawak, dan ia berbatasan langsung dengan beberapa negara, termasuk Malaysia, Brunei, Filipina, Kamboja, Vietnam, dan wilayah Laut Tiongkok Selatan. Jika kemudian UNCLOS 1982 diterapkan di wilayah ini yang dimana penarikan garis ZEE dilakukan sejauh 200 mil laut, maka sudah jelas wilayah ini akan menjadi zona tumpang tindih antara Indonesia dan juga Vietnam. Hal ini tentu saja akan menyebabkan akan adanya saling klaim wilayah yang berujung pada terjadi sengketa perbatasan maritim yang sering kali menjadi sumber ketegangan dan konflik diplomatik antara kedua negara.

Ketegangan antara keduanya terkait hal tersebut pun sempat memanas di tahun 2019.

Tepatnya pada tanggal 27 April 2019 dimana terjadi peristiwa yang menyebabkan timbulnya tindakan konfrontasi antara kapal Indonesia dengan kapal Vietnam. Hal itu terjadi karena adanya dua kapal pengawas milik pemerintah Vietnam diketahui telah memasuki wilayah ZEE Indonesia di Natuna Utara tanpa izin yang kemudian juga diketahui melakukan tindakan dengan menabrak lambung Kapal Republik Indonesia (KRI) Tjiptadi-381 milik TNI

(3)

Angkatan Laut. Diketahui sebelumnya bahwa KRI Tjiptadi sedang melaksanakan operasi penegakan hukum di kawasan ZEE Indonesia. Pada saat itu pula mereka menemukan sebuah kapal penangkap ikan Asing yang berbendera Vietnam sedang melakukan kegiatan pencurian ikan di perairan Indonesia. Namun ketika hendak menangkap kapal tersebut, ternyata terdapat sebuah kapal pengawas perikanan Vietnam yang ikut mengawal kapal penangkap ikan tersebut. Kapal pengawal itu kemudian berusaha menghalangi proses penegakan hukum oleh personel TNI AL di KRI Tjiptadi-381 dengan cara memprovokasi hingga melakukan gangguan fisik berupa menabrakkan badan kapalnya ke KRI Tjiptadi-381 (Hantoro, 2019).

Dari hal tersebut pun kemudian membuat hubungan diplomatik kedua negara memanas dimana Kementerian Luar Negeri Indonesia melayangkan protes kerasnya kepada pihak Kedutaan Besar Vietnam di Jakarta terkait insiden tersebut.

Bagi Vietnam dalam argumennya sendiri mengklaim bahwa wilayah Laut Natuna telah masuk ke dalam ZEE mereka. Hal itu di dasarkan pada pengukuran berdasar UNCLOS 1982 yang menyatakan bahwa ZEE suatu negara diukur dari garis dasar selebar 200 mil ke arah laut terbuka. Vietnam sendiri diketahui juga merupakan negara yang termasuk ke dalam negara yang meratifikasi perjanjian tersebut. Dalam interpretasinya, mereka menganggap Laut Natuna Utara sebagai wilayah yang memberikan hak eksklusif serta legal untuk dieksplorasi dan dieksploitasi sumber daya alamnya, termasuk perikanan dan potensi sumber daya energi di dalam ZEE mereka. Selain mengklaim dengan UNCLOS 1982, Vietnam juga menyatakan bahwa wilayah Laut Natuna merupakan wilayah penangkapan ikan tradisional yang sejak dahulu digunakan oleh nenek moyang mereka ketika melaut.

Bagi Indonesia, dalam argumennya sendiri hampir sama dengan Vietnam. Mereka menyatakan bahwa Laut Natuna masih masuk ke dalam jarak 200 mil ZEE mereka berdasar UNCLOS 1982. Tak hanya itu Indonesia juga menyatakan bahwa laut tersebut merupakan zona penangkapan ikan tradisional bagi nelayan Indonesia. Klaim ini didasarkan pada praktik penangkapan ikan oleh nelayan Indonesia yang telah berlangsung selama bertahun-tahun dan dianggap sebagai hak historis yang harus dihormati. Laut Natuna Utara ini sendiri memiliki peran penting dalam berbagai aspek, mulai dari keamanan hingga ekonomi. Dalam aspek keamanan sendiri keberadaan Laut Natuna Utara dapat menciptakan cakupan pertahanan maritim yang luas, yang kemudian nantinya akan mendukung Indonesia dalam melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap potensi ancaman dan tantangan yang dapat timbul terutama di wilayah regional Asia Tenggara. Kemudian dalam aspek ekonomi, seperti yang sudah dikatakan sebelumnya bahwa perairan ini menyimpan banyak sekali sumber daya alam yang jika di dimanfaatkan dengan baik maka akan menjadi kontributor signifikan bagi tumbuhnya perekonomian Indonesia.

Melihat hal diatas dapat dilihat bahwa konflik Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) antara Indonesia dan Vietnam di Laut Natuna menggambarkan kerumitan dalam menafsirkan dan menuntut penyelesaian yang secepatnya terkait dengan hal tersebut agar konflik tidak berlarut larut. Seiring dengan meningkatnya ketegangan dan insiden-insiden di wilayah tersebut, penting bagi kedua negara untuk terus berupaya mencari solusi damai, baik melalui jalur diplomatik maupun mekanisme penyelesaian sengketa internasional yang diakui secara global.

UNCLOS Sebagai Solusi Penyelesaian Sengketa ZEE Antara Indonesia-Vietnam

Dalam menyelesaikan masalah terkait dengan ZEE sendiri sebenarnya Indonesia dan Vietnam telah beberapa kali mencari cara agar menemukan solusi yang tepat. Sejak

(4)

disahkannya UNCLOS 1982, usaha penemuan solusi antara Indonesia dan Vietnam telah menghasilkan 12 kali perundingan, yang ke semuanya belum berhasil menemukan solusi konkret yang mengikat kedua negara dengan landasan hukum berupa perjanjian yang pasti (Dita Millenia et al., 2022.Op.cit). Sengketa perbatasan antara Indonesia dan Vietnam tersebut pun kemudian semakin diperumit dengan penemuan terbaru yang mengungkapkan adanya SDA berupa perikanan dan cadangan gas alam yang sangat besar di Natuna Utara.

Penemuan ini efektif meningkatkan dorongan kedua negara untuk lebih memprioritaskan kepentingan nasional mereka masing-masing.

Terkait dengan penggunaan UNCLOS, kedua negara baik Indonesia dan juga Vietnam diketahui merupakan negara yang meratifikasi perjanjian tersebut. Vietnam sendiri diketahui meratifikasi UNCLOS pada 24 Juni tahun 1994, sedangkan Indonesia dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 telah lebih dahulu melakukan ratifikasi UNCLOS. Dengan adanya peratifikasian Konvensi Hukum Laut Internasional oleh Indonesia dan Vietnam ini UNCLOS dinilai sebagai kerangka kerja utama yang paling tepat untuk menyelesaikan sengketa perbatasan laut antara kedua negara.

Jika di dasarkan pada pasal No. 74 UNCLOS, maka terdapat empat poin penting yang dapat digunakan dalam penyelesaian terkait suatu ZEE yang berhimpitan di antara dua negara atau lebih. Pertama yaitu, suatu ZEE yang dimana pantainya berhadapan atau berdampingan maka penetapannya akan dilakukan dengan cara dilaksanakannya suatu persetujuan dengan di dasarkan pada hukum internasional yang ada agar menghasilkan suatu solusi yang adil bagi negara yang bersengketa. Kedua adalah, jika persetujuan di antara kedua negara tidak mencapai kata mufakat maka penyelesaian perkara sengketa harus menggunakan prosedur yang ditentukan dalam Bab XV UNCLOS tentang Settlement of Disputes (Masdin, 2016).

Ketiga, dalam upaya mencapai persetujuan bersama sesuai dengan poin pertama, negara- negara terkait harus bekerja sama dengan semangat saling pengertian dan kerjasama untuk mengimplementasikan pengaturan sementara yang praktis. Selama periode transisi ini, mereka tidak diperbolehkan untuk melakukan tindakan-tindakan yang dapat merusak prinsip- prinsip yang mendasari proses tersebut atau menghambat pencapaian kesepakatan mengenai batas wilayah. Dan yang terakhir adalah jika negara-negara yang terlibat dalam sengketa perbatasan laut telah mencapai kesepakatan yang sah, maka segala hal yang berkaitan dengan penentuan batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) harus diatur sesuai dengan aturan yang telah disetujui dalam kesepakatan tersebut. Dengan kata lain, ketika ada perjanjian mengenai perbatasan laut yang mencakup ZEE, maka tindakan atau ketentuan tentang ZEE harus mengikuti apa yang telah disepakati dalam perjanjian tersebut, yang menjadi dasar hukum untuk menentukan batas ZEE antara negara-negara tersebut.

Merujuk pada Pasal 279 UNCLOS 1982, di sana juga menjelaskan bahwa setiap Negara yang bersengketa seperti Indonesia dan Vietnam diwajibkan menyelesaikan setiap sengketanya dengan cara berdamai, sebagaimana yang dijelaskan juga pada Pasal 2 ayat (3) bahwa setiap anggota harus mencari cara penyelesaian yang sedemikian rupa sehingga keamanan dan perdamaian serta keadilan tidak terancam (Rizza et al., 2021). Penyelesaian dengan cara damai pun telah dijamin oleh UNCLOS melalui pasal 280 yang menegaskan bahwa dengan cara damai ini tidak ada pengurangan hak-hak bagi negara-negara yang berselisih ketika nantinya akan bersepakat ketika menyelesaikan sengketa.

Pelaksanaan dari apa yang telah dianjurkan UNCLOS tersebut pun tercermin ketika Indonesia dan Vietnam pada tahun 2022 lalu menyatakan telah menyelesaikan permasalahan terkait dengan ZEE mereka secara damai. Hal itu sendiri disampaikan oleh Presiden Jokowi

(5)

dalam pertemuan bilateralnya dengan Presiden Republik Sosialis Vietnam Nguyễn Xuân Phúc di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat pada kamis, 12 Desember 2022 (Intan, 2022). Ia menyatakan bahwa Indonesia dan Vietnam akhirnya telah menyepakati garis batas ZEE kedua negara setelah melalui perundingan yang intensif selama kurang lebih 12 tahun lamanya. Lebih lanjut lagi Presiden Jokowi juga menyatakan bahwa penyelesaian masalah terkait dengan ZEE tersebut, di telah dasarkan pada nilai-nilai yang terkandung dalam UNCLOS yang menjadi acuan kedua negara dalam menetapkan batas-batas laut mereka.

Namun sayangnya Presiden Jokowi sendiri tidak merincikan bagaimana besaran batas-batas yang telah ditetapkan kedua negara.

Melihat dari hal tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa penerapan UNCLOS dinilai cukup efektif untuk digunakan sebagai dasar penyelesaian sengketa ZEE antara Indonesia dan Vietnam. Walaupun membutuhkan waktu yang cukup lama, UNCLOS tetap menunjukkan bahwa ia mampu memberikan kerangka kerja hukum yang jelas untuk menjadi dasar bagi negara-negara pesisir seperti Indonesia dan Vietnam untuk menentukan hak dan kewajiban mereka terkait dengan masalah laut. Dari keberhasilan ini pula menegaskan pentingnya eksistensi hukum internasional sebagai alat yang efektif untuk meresolusi sengketa, mempromosikan perdamaian, dan memastikan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan di wilayah perairan yang bersengketa.

KESIMPULAN

Dengan diterapkannya Konvensi Hukum Laut Internasional atau UNCLOS 1982 dalam penyelesaian sengketa Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di Laut Natuna Utara antara Indonesia dan Vietnam merupakan suatu langkah yang positif dalam menjaga perdamaian, stabilitas, dan keberlanjutan eksploitasi sumber daya alam di wilayah perairan Natuna Utara.

Dari hal tersebut juga UNCLOS telah membuktikan dirinya sebagai kerangka hukum yang efektif dalam mengatasi sengketa laut yang kompleks, memberikan panduan yang jelas bagi negara-negara untuk menentukan hak dan kewajiban mereka terkait dengan masalah ZEE.

Keberhasilan kedua negara dalam mencapai kesepakatan mengenai batas ZEE mereka dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip UNCLOS juga mencerminkan semangat kerja sama dan diplomasi yang konstruktif yang terbangun antar Indonesia dan juga Vietnam yang tentu nantinya dapat ditiru oleh negara-negara lain ketika melakukan penyelesaian masalah sengketa yang serupa.

DAFTAR PUSTAKA

Ayu Azanella, L., & Ferri Kurniawan, R. (2021). Mengenal Natuna, Letak dan Potensi

Kekayaan Alamnya. Kompas.

https://www.kompas.com/tren/read/2021/12/03/183000865/mengenal-natuna-letak- dan-potensi-kekayaan-alamnya?page=all

Dita Millenia, M., Nurhazizah Munte, H., Genta Anugrah Saputra, O., & Mardhatillah, Z.

(2022). RESOLUSI KONFLIK ZONA EKONOMI EKSLUSIF INDONESIA DAN VIETNAM DALAM PENGAMANAN SUMBER DAYA MARITIM NATUNA UTARA. Bullet : Jurnal Multidisiplin Ilmu, 1(03), 418–425.

https://journal.mediapublikasi.id/index.php/bullet/article/view/2246/996

Diva, A. (2021). Potensi Besar Kekayaan Laut Natuna. Good News From Indonesia.

https://www.goodnewsfromindonesia.id/2021/12/18/mengintip-potensi-kekayaan-laut-

(6)

natuna

Fachrudin, A., & Solihin, A. (2012). Perkembangan Hukum Laut Internasional dan Perundang- Undangan Indonesia. Pustaka UT. https://pustaka.ut.ac.id/lib/wp- content/uploads/pdfmk/MMPI530202-M1.pdf

Hantoro, J. (2019). Begini Kronologi KRI Tjiptadi-381 yang Ditabrak Kapal Vietnam.

Tempo.Co. https://nasional.tempo.co/read/1200170/begini-kronologi-kri-tjiptadi-381- yang-ditabrak-kapal-vietnam

Intan, G. (2022). Dua Belas Tahun Berunding, Indonesia-Vietnam Sepakati Batas ZEE.

Voice of America (VOA). https://www.voaindonesia.com/a/dua-belas-tahun- berunding-indonesia-vietnam-sepakati-batas-zee/6887429.html

Masdin. (2016). Implementasi Ketentuan-Ketentuan United Nations Convention on The Law of The Sea (UNCLOS) 1982 terhadap Perlindungan dan Pelestarian Lingkungan Laut di Indonesia. Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion, 4.

Rizza, A., Ramlan, & Harahap, R. R. (2021). Penyelesaian Sengketa Perbatasan Laut Antara Indonesia-Vietnam Di Perairan Zona. Uti Possidetis: Journal of International Law, 2(2), 167–188.

Susetyorini, P. (2019). Kebijakan Kelautan Indonesia Dalam Perspektif Unclos 1982.

Masalah-Masalah Hukum, 48(2), 164. https://doi.org/10.14710/mmh.48.2.2019.164- 177

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi berjudul “Implementasi United Nations Convention On The Law Of The Sea (UNCLOS) 1982 Terhadap Penetapan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI)” telah

Emanuel Dewanto Bagus Nugroho, 1999, Ketentuan-Ketetuan Konvensi Hukum Laut 1982 Tentang Perlindungan Dan Pelestarian Sumber Daya Alam Hayati Di Zona Ekonomi

Konvensi PBB mengenai Hukum Laut Internasional (UNCLOS) 1982 yang diatur. dalam Bagian IV Konvensi (Pasal 46-54) untuk

Negara Kepulauan (bahasa Inggris: “archipelagic State ) adalah hasil keputusan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut yang berarti suatu Negara yang

Alasan lainnya yang menguatkan penyelesaian duplikasi (overlapping) klaim di wilayah Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia di Laut Sulawesi melalui jalur MI ini

Negara Kepulauan (bahasa Inggris: “archipelagic State) adalah hasil keputusan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut yang berarti suatu Negara yang

“Penyelesaian Kasus Pelanggaran Hukum Di Perairan Natuna Yang Dilakukan Oleh Kapal Asing Vietnam Dalam Perspektif Hukum Laut Internasional.” Jurnal Selat 71: 98–117.. “Penyelesaian

Disebutkan bahwa Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia ZEEI adalah jalur di luar dan berbatasan dengan Laut Territorial Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang – undang yang