• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of Penerapan Metode Activity-Based Costing dan Penetapan Tarif pada UMKM (Studi Kasus Magnet CyberGame)

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "View of Penerapan Metode Activity-Based Costing dan Penetapan Tarif pada UMKM (Studi Kasus Magnet CyberGame)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Indonesian Accounting Research Journal Vol. 3, No. 2, February 2023, pp. 170 – 182

©Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Bandung

Penerapan Metode Activity-Based Costing dan Penetapan Tarif pada UMKM (Studi Kasus Magnet CyberGame)

The Application of Activity-Based Costing Method and Determining Rate in MSMEs (The Case Study at Magnet CyberGame)

Lita Febrianty Suherman

Program Studi D4-Akuntansi, Politeknik Negeri Bandung E-mail: lita.febrianty.akun417@polban.ac.id

Rahma Nazila Muhammad

Jurusan Akuntansi, Politeknik Negeri Bandung E-mail: rahmanazila@polban.ac.id

Abstract: Magnet CyberGame is MSMEs in Internet Cafe services.Applicable internet rates are estimated by relying on fair prices prevailing in the area without calculating the costs incurred, making it difficult to measure performance in each period. The aim of this research is to compare the rate calculations based on Activity-Based Costing with the rates used before. The method used is a qualitative method with a case study on the actual data obtained from interviews, observations and documentation. The analysis used is comparative analysis, the author compares the applicable rates with the rates based on the ABC method. The results show that the Regular and VIP rates are currently still unable to meet the target of having 50% profit in every hour of each available package. This is based on the calculation of rates plus markup 50% with each difference Rp.

3,500 and Rp. 1,000. This research is expected to be considered by Magnet CyberGame and other MSMEs in the same sector for determining internet rates.

Keywords: MSMEs, cost management, cost of goods sold, Activity Based Costing (ABC), rates

1. Pendahuluan

Kondisi ekonomi makro saat ini mengalami ketidakpastian yang dipicu oleh dinamika geopolitik, gejolak ekonomi dunia serta adanya pandemi global Covid-19 hal tersebut memaksa Usaha Mikro, Kecil Menengah (UMKM) untuk dapat merespon pasar yang dinamis dengan lebih cepat dan cerdas, serta harus mulai sadar akan apa yang terjadi secara internal agar bisa mengukur performa dan labanya serta dapat tetap bertahan dari ketidakpastian pasar. Salah satunya adalah dengan menyadari harga pokok produk, yang merupakan dasar dari tarif produk yang dijual. Agar dapat menilai performa dan kinerja usahanya agar dapat tepat dalam mengambil keputusan, serta melakukan pengendalian terhadap biaya yang dikeluarkan.

Sistem tradisional merupakan metode yang tergolong mudah dan praktis untuk menghitung harga pokok tapi hanya baik digunakan untuk perusahaan yang memiliki produk homogen.

Menurtut Carter & Ursy (2006) metode tradisonal diperuntukan bagi perusahaan manufaktur yang memiliki biaya bahan baku serta biaya tenaga kerja yang dominan, sehingga untuk perusahaan jasa seperti Magnet CyberGame penggunaan metode tradisional menjadi tidak akurat. Jika menggunakan sistem tradisional pemicu biaya hanya ada satu yaitu volume-based measurement. Hapsari (2019) juga mengungkapkan, jika metode tradisional digunakan pada perusahaan yang memiliki produk lebih dari satu, perhitungan harga pokok dengan menggunakan sistem ini kurang sesuai.

(2)

Lita Febrianty Suherman, Rahma Nazila Muhammad

Sedangkan Magnet CyberGame memiliki dua produk yaitu reguler dan VIP. Namun, berkat perkembangan ilmu pengetahuan penentuan harga pokok dapat dihitung berdasarkan aktivitasnya yang dibuat untuk meminimalisir distorsi yang ditimbulkan dalam penetapan harga pokok dengan sistem tradisional. Oleh sebab itu, peneliti memanfaatkan Activity-Based Costing (ABC) sebagai metode dalam menghitung harga pokok pada Magnet CyberGame. ABC merupakan suatu proses perhitungan biaya yang memiliki fokus pada aktivitas dalam menghasilkan sebuah produk (Salman

& Farid, 2016)

Magnet CyberGame merupakan UMKM yang bergerak pada bidang jasa Warung Internet yang menghadapi fluktuasi pendapatan akibat adanya Covid-19 dan masih bertahan serta terus berusaha agar usahanya tetap bisa berjalan dengan baik. Pemilik UMKM melihat adanya peluang karena pada setiap akhir minggu sering terjadi lonjakan pengunjung sehingga pemilik berusaha menambah jumlah komputer dan berharap dapat membuka cabang baru di daerah Ciwidey. Mereka pun menyadari akan adanya persaingan yang cukup tinggi di daerah tersebut karena produk yang mereka hasilkan tidak berbeda dengan warnet lainnya. Kemudian masalah timbul ketika Magnet CyberGame berusaha untuk mengukur performa dan laba pada suatu periode karena perusahaan masih menggunakan harga yang dinilai wajar menurut persepsi pelanggan dalam menentukan tarifnya sehingga Magnet CyberGame tidak mengetahui harga pokok yang sebenarnya. Hal ini mendorong peneliti dalam melakukan penelitian mengenai “Penerapan Metode Activity-Based Costing dalam Penetapan Tarif pada UMKM (Studi Kasus Magnet Cybergame) untuk menilai harga pokok yang lebih relevan serta dapat membantu dalam mempertimbangkan penentuan tarif.

2. Kajian Pustaka 2.1. Akuntansi Biaya

Akuntansi biaya merupakan sebuah proses pencatatan, pengelompokan, pengikhtisaran, dan penyajian biaya produksi serta penjualan produk / jasa, dengan metode tertentu, serta penafsiran terhadapnya, objek dari kegiatan akuntansi biaya yaitu biaya itu sendiri (Mulyadi, 2016:7). Firdaus Dunia dkk (2018:18) berpendapat bahwa akuntansi biaya adalah sebuah bidang khusus dalam ilmu akuntansi yang berhubungan dengan akumulasi serta analisis biaya yang berfungsi sebagai penentuan harga pokok produk yang dihasilkan, dan juga dapat membantu manajemen dalam melakukan pengendalian, perencanaan serta dalam proses pengambilan keputusan.

Sedangkan biaya (cost) adalah suatu nilai kas ataupun ekuivalen kas yang dikorbankan untuk dapat memperoleh suatu barang atau jasa dengan tujuan untuk dapat memberikan manfaat pada saat ini maupun di masa yang akan datang untuk organisasi (Salman & Farid, 2016). Sedangkan menurut Raiborn Michael (2011), biaya adalah nilai yang setara dengan kas dimana hal tersebut perlu dikorbankan demi mendapatkan barang ataupun jasa berdasarkan kontrak yang disepakati bersama untuk melakukan fungsi ataupun dalam hal produksi maupun distribusi produk yang dimiliki bersama. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa biaya merupakan pengorbanan untuk memperoleh suatu barang dan/atau jasa, melakukan suatu fungsi ataupun memproduksi dan mendistribusikan produk yang memiliki manfaat di masa yang akan datang untuk organisasi.

2.2. Metode Tradisional Costing

Carter (2009) berpendapat bahwa metode perhitungan biaya ini dapat disebut juga dengan unit-based costing karena dalam metode ini biasanya alokasi Biaya Overhead Pabrik (BOP) dihitung berdasarkan unit jumlah yang diproduksi. Sedangkan Bastian dan Nurlela (2009) berpendapat bahwa sistem biaya tradisional yaitu sisatem dimana biaya tenaga kerja langsung (BTKL), biaya bahan baku langsung (BBB), serta BOP baik yang termasuk biaya variabel ataupun biaya tetap akan menjadi biaya produk. Dalam sistem tradisional produk dan volume produk yang terkait adalah sebuah penyebab dari timbulnya suatu biaya. Hal tersebut mengakibatkan adanya biaya yang terdistorsi karena pada kenyataannya ada BOP yang seharusnya tidak termasuk dalam volume

(3)

Lita Febrianty Suherman, Rahma Nazila Muhammad

produk.

Adapun kelebihan dari Tradisional Costing menurut Horngen (2005) adalah sebagai berikut:

1. Lebih mudah untuk dimengerti sehingga leih mudah juga untuk diterapkan.

2. Dapat menunjukan biaya yang dikeluarkan kepada manajemen.

3. Telah sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku secara umum.

Kemudian dijelaskan kelemahan dari Tradisional Costing menurut Carter & Ursy (2006) yaitu sebagai berikut:

1. Sistem ini diperuntukan bagi perusahaan manufaktur sehingga perusahaan jasa maupun dagang tidak dapat menerapkan sistem ini dalam hal perencanaan serta penerappan program demi mengurangi biaya serta dalam hal perhitungan objek biaya.

2. Sistem ini hanya berfokus pada biaya produksi, biaya-biaya lain diperhatikan secara cukup oleh manajemen.

3. Informasi mengenai biaya untuk dapat mengelola perusahaan serta mengenai biaya produk tidak didapatkan oleh manajemen secara akurat.

4. Pengendalian biaya standar difokuskan pada biaya produksi khususnya pada BBB dan BTKL, sehingga pengendalian biaya menggunakan sistem ini hanya baik digunakan bagi perusahaan yang memiliki BBB dan BTKL yang signifikan.

5. Penyimpangan biaya anggaran dan biaya sesungguhnya tidak dapat dianalisis penyebabnya.

6. BOP diperlakukan dengan menggunakan sistem allocation intensive sehingga biaya dari produk yang dihasilkan tidak cukup akurat, karena alokasi biaya yang sembarang.

2.3. Metode Activity-Based Costing

Activity based costing (ABC) dalam Horngren (2008) yaitu sebuah metode untuk menghitung biaya pada setiap aktivitas serta pembebanan biaya pada objek biaya baik barang ataupun jasa berdasarkan aktivitasnya. Sedangkan menurut Nelson (2011), penetapan biaya berdasarkan metode ABC memungkinkan penggunanya untuk dapat mengalokasikan BOP dengan lebih baik dan juga dapat memberikan informasi mengenai pemicu biaya yang mendorong BOP tersebut. Hal itu dapat membantu manajemen untuk membuat keputusan yang lebih baik mengenai produk dan lini layanan, bahkan memungkinkan untuk dapat mengurangi biaya. Berikut merupakan beberapa hal yang dapat dipertimbangkan jika ingin menggunakan metode ABC pada bisnis kecil, yaitu:

1. ABC baik digunakan pada perusahaan yang memiliki banyak BOP dan beberapa jenis produk.

2. ABC tidak baik digunakan pada perusahaan yang memberikan produk atau layanan khusus pada konsumennya. Misalnya dalam kasus pembangunan rumah keluarga tunggal. Serta pada perusahaan yang memiliki produk yang dapat memberikan informasi profitabilitas per lini produk dengan terperinci. Karena fungsi utama ABC adalah mengalokasikan biaya BOP dengan lebih baik.

Agar penerapan ABC menjadi lebih optimal Femala (2007), adapun syarat yang perlu diperhatikan, yaitu sebagai berikut:

1. Metode ABC digunakan bagi perusahaan yang memproduksi lebih dari satu produk atau lini produk yang diproses melalui fasilitas yang sama.

2. Adanya persaingan yang cukup tinggi dimana terdapat beberapa perusahaan yang memiliki produk yang sama ataupun sejenis.

3. Manfaat yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan biaya untuk mendapatkan informasi dari sistem ABC. Berikut merupakan hal mendasar yang perlu dipenuhi yaitu:

a. Biaya non unit merupakan persentase yang tinggi dari BOP.

b. BOP yang diterangkan memiliki beberapa pemicu biaya.

Setelah perusahaan dapat memenuhi syarat untuk dapat menerapkan metode ini, adapun

(4)

Lita Febrianty Suherman, Rahma Nazila Muhammad

tahapan ABC dalam membebankan BOP, yaitu sebagai berikut:

1. Mengidentifikasikan dan mengelompokan aktivitas.

a. Mengklasifikasikan aktivitas. Setiap aktivitas diidentifikasi kemudian diklasifikasikan dalam tingkatan aktivitas yaitu: aktivitas pada level unit, batch, produk atau fasilitas.

b. Mengidentifikasi biaya. Dalam hal ini biaya yang harus diperhatikan adalah BOP karena berbeda dengan BTKL maupun BBB, BOP dikonsumsi dengan cara tidak langsung sehingga perlu dianalisis dalam proses pembebanannya.

c. Penentuan aktivitas dan biaya. Aktivitas dinilai memiliki keterkaitan secara langsung dengan biaya, selain itu aktivitas memiliki peran penting dalam menjelaskan sebuah data.

2. Pembebanan biaya pada aktivitas

a. Penentuan Cost Driver. Berbeda dengan metode konvensional yang hanya memiliki satu cost driver yaitu volume-based measurement, ABC memiliki lebih satu cost driver sebagai dasar perhitungan biaya pada produk.

b. Perhitungan biaya. Setelah cost driver dapat ditentukan langkah selanjutnya adalah pengalokasian biaya pada masing-masing produk.

Adapun kelebihan dari metode ABC menurut Bastian & Nurlela (2009) adalah sebagai berikut:

1. Dapat menyajian yang lebih tepat sasaran mengenai biaya karena dipicu berdasarkan aktivitas, hal tersebut dapat membantu manajemenen dalam meningkatkan nilai dari proses dengan cara mengendalikan biaya secara lebih akurat serta membantu dalam meningkatkan nilai proyek.

2. Dapat memperbaiki kualitas dari keputusan.

3. Dengan menggunaan ABC biaya yang dikeluarkan akan lebih jelas terlihat berdasarkan aktivitasnya sehingga manajemen dapat melakukan perbaikan secara terus menerus dengan lebih cepat.

Sedangkan kelemahan dari metode ini adalah penerapannya yang tergolong tinggi, sulitnya merubah pola kepemimpinan dari manajer yang kadangkala juga akan mendapatkan perlawanan dari karyawan, data ABC mudah untuk disalah artikan dan harus digunakan dengan lebih cermat serta bentuk laporan yang biasanya tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku secara umum sehingga biasanya terdapat laporan produksi yang terpisah untuk eksternal dan internal.

2.4. Perbedaan Tradisional Costing dan Activity-Based Costing

Menurut Carter & Ursy (2006) terdapat perbedaan yang mendasar antara metode tradisional dan ABC yaitu:

1. Metode ABC memiiki tingkat ketelitian yang lebih tinggi dalam penentuan harga pokoknya dibandingkan dengan metode tradisional, karena menggunakan Cost Driver yang lebih banyak 2. Pada metode ABC pemacu BOP yang dialokasikan pada produk tertentu menggunakan aktivitas sebagai pemacu dari biayanya. Sedangkan dari metode tradisional BOP dialokasikan dengan menggunakan satu atau dua basis saja.

3. Fokus ABC yaitu pada mutu, biaya maupun faktor waktu. Sedangkan pada metode tradisional kinerja keuangan jangka pendek seperti laba lebih diutamakan. Tetapi pada biaya tradisional penetapan harga pokok dan identifikasi produk tidak akurat.

4. Metode ABC membagi biaya BOP menjadi empat yaitu berdasarkan unit, kelompok, produk dan fasilitas. Sedangkan pada metode tradisional membagi BOP dalam unit yang lain.

Sedangkan perbedaan perhitungan antara metode tradisional dan ABC menurut Amin Widjaja (2009) yaitu sebagai berikut:

1. ABC menggunakan pemicu biaya berdasarkan aktivitas sedangkan dalam metode tradisional

(5)

Lita Febrianty Suherman, Rahma Nazila Muhammad

pemicu biayanya berdasarkan volume.

2. ABC membebankan BOP ke pusat biaya aktivitas, kemudian ke produk. Sedangkan pada metode tradisional BOP dibebankan pada departemen kemudian pada produk.

3. ABC berfokus pada manajemen proses, aktivitas dan juga pemecahan masalah lintas fungsional. Sedangkan pada metode tradisional fokusnya pada manajemen biaya departemen fungsional maupun pusat pertanggungjawaban.

2.5. Penetapan Tarif/ Harga Jual

Pada dasarnya tarif dan jasa merupakan istilah yang sama untuk menunjukan suatu nilai pada produk, namun tarif lazim digunakan dalam penentuan nilai jasa atau layanan sedangkan harga lazim digunakan dalam penentuan nilai barang. Samryn (2012) menjelaskan definisi harga jual yaitu suatu informasi penting bagi pelanggan yang terdapat pada suatu produk. Jadi dapat disimpulkan bahwa harga jual merupakan sebuah informasi bagi pelanggan untuk dapat menikmati ataupun membeli jasa atau barang yang ditawarkan oleh penjual dengan cara memberikan sejumlah nilai dengan mata uang tertentu (yang telah disepakati).

Maka dari itu menjadi penting bagi penjual untuk dapat memberikan harga yang sesuai sehingga tidak merugikan bagi kedua belah pihak. Dalam Hapsari (2019), terdapat 3 metode yang dapat digunakan dalam menentukan harga jual, yaitu:

1. Penentuan Harga Jual Normal

Penentuan Harga Jual Normal atau Cost Plus Pricing yaitu harga jual yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝐽𝑢𝑎𝑙 = 𝑇𝑎𝑘𝑠𝑖𝑟𝑎𝑛 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑢ℎ + 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝐷𝑖ℎ𝑎𝑟𝑎𝑝𝑘𝑎𝑛 2. Penentuan Harga Jual dalam Cost Type Contract

Dalam hal ini terdapat bentuk perjanjian atau kontrak yang telah disepakati kedua belah pihak dalam rangka memperoleh barang atau jasa. Harga yang tertera merupakan harga yang berdasar pada total biaya yang dikeluarkan produsen untuk produksi dan pemasaran kemudian ditambah laba yang dihitung sebesar persentase tertentu.

3. Penentuan Harga Jual Pesanan Khusus

Pesanan khusus adalah pesanan yang diterima oleh perusahaan di luar dari pesanan reguler.

Biasanya konsumen akan meminta harga dibawah normal karena biaya pada pesanan khusus biasanya ada dalam jumlah yang cukup besar. Pada pesanan khusus ini, informasi diferensial dijadikan dasar yang dipakai dalam penentuan harga jualnya.

3. Metode Penelitian

Dalam proses penguraian masalah diperlukannya data dan referensi yang dapat diterima secara objektif dan akurat maka metode yang dipakai yaitu studi kasus yang merupakan jenis metode kualitatif karena penelitian ini dilakukan di Magnet CyberGame dimana peneliti bertujuan untuk dapat menganalisis perbedaan tarif yang telah digunakan sebelumnya dengan tarif dengan menggunakan markup laba yang diinginkan oleh pemilik Magnet CyberGame ditambah dengan harga pokok berdasarkan metode ABC. Adapun pendekatan yang dilakukan yaitu dengan menggunakan pendekatan studi kasus, dimana peneliti memiliki tujuan untuk dapat memberikan penggambaran atau deskripsi mengenai suatu keadaan atas objek yang sedang diteliti berdasarkan pada keadaan yang sebenarnya (Jogiyanto, 2017). Kemudian metode analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif komparatif dimana peneliti akan menentukan dan membandingkan tarif per paket yang ada pada Magnet CyberGame dengan perhitungan tarif dengan markup laba yang telah sesuai dengan harapan pemilik ditambah dengan harga pokok berdasarkan sistem ABC yang kemudian ditarik kesimpulan apakah tarif jasa yang selama ini diterapkan sudah tepat.

(6)

Lita Febrianty Suherman, Rahma Nazila Muhammad

4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Hasil

4.1.1. Tarif Sebelum Penerapan Activity Based Costing

Berikut merupakan tarif layanan paket per jam yang disediakan oleh Magnet CyberGame:

Tabel 4-1 Tarif yang Berlaku

4.1.2. Perhitungan Harga Pokok Menggunakan Metode Activity-Based Costing

Setiap harinya Magnet CyberGame mengalami fluktuasi dalam penerimaan pendapatannya.

Berikut merupakan tabel jumlah reservasi paket reguler dan VIP selama tiga bulan terakhir di tahun 2020 yakni Oktober, November dan Desember 2020.

Tabel 4-2 Daftar Kunjungan Oktober sd Desember 2020

Setelah mengetahui jumlah reservasi peneliti memperhitungkan jumlah komputer yang siap dipakai dalam tiga bulan, dengan cara mengalikan jumlah komputer yang tersedia dengan jumlah hari dalam setiap bulannya.

Tabel 4-3 Jumlah Komputer yang Siap Pakai Setiap Bulannya 2020

Untuk dapat menilai performa perusahaan, sebuah perusahaan harus dapat memperhitungkan harga pokoknya. Dalam memperhitungkan harga pokok di Magnet CyberGame, diperlukan data berupa biaya ariable dan juga biaya tetap yang kemudian diklasifikasikan dalam beberapa elemen biaya, berdasarkan hasil wawancara data yang diperoleh adalah sebagai berikut:

1. Biaya Tetap

Biaya tetap merupakan suatu biaya yang selalu muncul dan tidak dipengaruhi oleh jumlah pengunjung maupun jumlah jam yang dipilih pengunjung.

a. Biaya Gaji Admin

Biaya ini merupakan biaya yang dikeluarkan setiap minggunya oleh Magnet CyberGame dengan tarif Rp. 260.000,- untuk admin 1 dan Rp. 210.000,- untuk admin 2. Tarif tersebut sudah termasuk biaya makan karyawan.

b. Biaya Sewa Tempat dan Depresiasi Mesin

Magnet CyberGame menyewa tempat untuk kegiatan usahanya dengan biaya Rp.

(7)

Lita Febrianty Suherman, Rahma Nazila Muhammad

45.000.000,- per tahun. Mesin yang digunakan adalah seperangkat Komputer dengan jumlah 16 unit untuk VIP, 4 unit regular dan 1 unit ariable induk dengan masing – masing harga Rp.

7.800.000, Rp. 5.000.000 dan Rp. 12.000.000.

c. Biaya Perbaikan

Biaya perbaikan Magnet CyberGame dilakukan setiap tahun dengan tujuan agar layanan yang diberikan menjadi lebih optimal yaitu dengan total biaya Rp. 700.000,-

2. Biaya Variabel

Biaya yang berubah mengikuti jumlah pelanggan ataupun jam sewa pelanggan. Yang termasuk biaya ariable pada Magnet CyberGame yaitu biaya listrik dan air, karena biaya air menggunakan pompa air maka biaya disatukan dengan biaya listrik yang kemudian diperhitungkan dengan menyesuaikan jumlah jam sewa pelanggan.

4.1.3. Mengidentifikasikan Aktivitas

Dalam menentukan harga pokok berdasarkan metode ABC maka hal yang harus dilakukan selanjutnya adalah menentukan aktivitas-aktivitas kedalam golongan level aktivitas serta menentukan cost driver yang ditunjukan oleh tabel berikut:

Tabel 4-4 Penentuan Cost Activity dan Cost Driver

Dalam menentukan level aktivitas peneliti mengacu pada pengertian dari Salman & Farid (2016). Sedangkan Cost Driver pada Magnet CyberGame disesuaikan dengan pemicu aktivitas yang bersangkutan.

4.1.4. Penggolongan Biaya dan Penentuan Tarif Per Unit Cost Driver

Pada tahap ini tarif per unit cost driver dihitung kemudian cost pool rate ditentukan untuk menentukan tarif per unit (Siby et al; 2018). Jumlah biaya yang dihimpun sesuai dengan hasil wawancara dengan wakil manajer Magnet CyberGame. Cara menghitung tarif per unit cost driver adalah jumlah biaya aktivitas dibagi cost driver maka diperoleh tarif per unit nya.

𝑇𝑎𝑟𝑖𝑓 𝑝𝑒𝑟 𝑈𝑛𝑖𝑡 𝐶𝑜𝑠𝑡 𝐷𝑟𝑖𝑣𝑒𝑟 =𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐶𝑜𝑠𝑡 𝐷𝑟𝑖𝑣𝑒𝑟

Dibawah ini merupakan perhitungan aktivitas per unit cost driver untuk bulan Oktober 2020.

Cost driver untuk biaya listrik, internet, biaya pemeliharaan komputer, depresiasi perangkat komputer reguler, dan depresiasi perangkat komputer VIP yaitu merupakan jam pemakaian pada bulan Oktober 2020 yaitu 5.595 jam, sedangkan cost driver untuk penggajian karyawan menggunakan jam kerja karyawan yaitu 24jam dalam satu bulan, maka jam kerja karyawan dapat dihitung sekitar 744 jam, selanjutnya cost driver yang digunakan untuk Depresiasi Perangkat Komputer Induk, biaya sewa, dan depresiasi peralatan yaitu jumlah tamu atau jumlah pelanggan pada bulan Oktober 2020 yaitu

(8)

Lita Febrianty Suherman, Rahma Nazila Muhammad

sebanyak 2.111 tamu.

Tabel 4-5 Aktivitas per Unit Cost Driver (Oktober 2020)

Jumlah biaya pada masing-masing aktivitas tersebut diatas merupakan data primer maupun sekunder yang kemudian diolah oleh peneliti dengan mendapatkan validasi dari Wakil Manajer Magnet CyberGame yang kemudian disederhanakan. Biaya yang dibuat ke dalam aktivitas tersebut di atas dibuat kedalam tiga bulan hal tersebut dilakukan untuk menemukan perbedaan dalam setiap periodenya.

4.1.5. Pembebanan ke Jasa

Langkah terakhir yaitu membebankan biaya ke produk atau jasa, dalam kasus ini biaya dibebankan pada jasa internet yang dibagi menjadi dua tipe yaitu Reguler dan VIP. Biaya tidak langsung (BOP) dihitung berdasarkan produk tarif kelompok biaya aktivitas berdasarkan cost driver setiap tipe yang ada.

𝐵𝑂𝑃 𝑑𝑖𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛𝑘𝑎𝑛 = 𝑇𝑎𝑟𝑖𝑓 𝑝𝑒𝑟 𝑈𝑛𝑖𝑡 𝐶𝑜𝑠𝑡 𝐷𝑟𝑖𝑣𝑒𝑟 × 𝐶𝑜𝑠𝑡 𝐷𝑟𝑖𝑣𝑒𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝐷𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛 Setelah BOP dibebankan kemudian BOP pada setiap kelompok dijumlahkan sehingga ditemukanlah Jumlah BOP per Paket yang kemudian dibagi jumlah jam yang terjual pada bulan yang bersangkutan untuk dapat diketahui harga pokok per jam pada masing – masing paket.

Sehingga ditemukan lah harga paket Reguler dan VIP untuk bulan Oktober Rp. 4.580 dan Rp.

3.512 bulan November Rp. 4.162 dan Rp 3.328 serta Desember Rp4.624 dan 3.202.

Tabel 4-6 Harga Pokok Paket per Jam (Oktober 2020)

(9)

Lita Febrianty Suherman, Rahma Nazila Muhammad

Perhitungan harga pokok paket per jam bulan Oktober 2020 dilakukan dengan mengalikan tarif dengan cost driver yang telah ditentukan yaitu untuk kelompok biaya A dan B menggunakan jumlah pelanggan pada masing-masing paket yaitu 471 untuk paket reguler dan 1.499 untuk paket VIP, sedangkan untuk kelompok biaya C menggunakan banyaknya jam yang tersedia untuk digunakan yang dihitung dari banyaknya komputer yaitu 124 untuk paket reguler dan 496 untuk paket VIP, kemudian pada kelompok biaya D menggunakan jumlah jam pemakaian atau jam yang terjual kepada pelanggan pada bulan Oktober 2020 yaitu 779 untuk paket reguler dan 4.442 untuk paket VIP. Setelah tarif dikalikan dengan cost driver masing-masing maka ditemukan jumlah biaya tiap paketnya yaitu sebesar Rp 3.567.491 untuk paket reguler dan Rp 15.599.774 pada paket VIP.

Jumlah biaya tiap paket tersebut kemudian dibagi dengan jumlah jam yang terjual yaitu 799 untuk paket reguler dan 4.442 untuk paket VIP, sehingga menghasilkan harga pokok paket reguler yaitu sebesar Rp 4.580 dan harga pokok paket VIP sebesar Rp 3.512. Selanjutnya yaitu pembebanan pada jasa di bulan November dan Desember 2020 dengan menggunakan cara yang serupa.

4.1.6. Perhitungan Tarif dengan Menggunakan Cost Plus Pricing

Dibawah ini merupakan perhitungan tarif dengan metode Cost Plus Pricing dengan rumus:

𝑇𝑎𝑟𝑖𝑓 = 𝑇𝑎𝑘𝑠𝑖𝑟𝑎𝑛 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑢ℎ + 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝐷𝑖ℎ𝑎𝑟𝑎𝑝𝑘𝑎𝑛

Setelah masing – masing tarif pada setiap bulan ditemukan kemudian peneliti mencari rata- rata tarif, lalu dibulatkan ke atas agar laba yang diharapkan dapat mencapai 50% setiap bulannya.

Tabel 4-7 Tarif dengan Metode Cost Plus Pricing

(10)

Lita Febrianty Suherman, Rahma Nazila Muhammad

4.2. Pembahasan

4.2.1. Tarif pada Setiap Paket yang disediakan Magnet CyberGame Sebelum Penerapan Metode Activity-Based Costing

Magnet CyberGame menyediakan dua jenis layanan yaitu regular dan VIP. Dalam layanan regular spesifikasi komputer tidak lebih baik dari spesifikasi pada layanan VIP hal itu berdampak pada kecepatan komputasi upload dan download. Selain itu perangkat yang digunakan pada paket reguler dan VIP berbeda misalnya untuk headphone yang digunakan untuk paket reguler memiliki kualitas yang lebih rendah dibandingkan pada layanan VIP, begitu pula keyboard dan mouse. Dengan adanya perbedaan kualitas dan fasilitas tersebut maka tarifnya pun berbeda, dengan tarif untuk paket VIP Rp 4.000 dan regular Rp 3.000

Dasar penentuan tarif tersebut ditetapkan oleh manajer tanpa melakukan perhitungan terlebih dahulu tetapi berdasarkan harga wajar yang menurut persepsi pelanggan dan tren di daerah tempat usaha yaitu Soreang.

4.2.2. Harga Pokok Setelah Penerapan Metode Activity-Based Costing pada Setiap Paket yang Disediakan Magnet CyberGame

Harga Pokok dengan menggunakan metode ABC sesuai perhitungan yang telah dilakukan untuk paket reguler selama bulan Oktober sampai Desember 2020 yaitu: Rp 4.326, Rp 4.162, dan Rp 4.264 sedangkan untuk paket VIP yaitu Rp 3.305, Rp 3.328, dan Rp 3.202. Fluktuasi harga pokok tidak terlalu besar baik pada paket VIP maupun Reguler hal tersebut dikarenakan jumlah pengunjung setiap bulannya tidak mengalami perubahan yang besar.

4.2.3. Perbandingan Tarif Sebelum dengan Harga Pokok Setelah Penerapan Metode Activity-Based Costing pada Setiap Paket yang Disediakan Magnet CyberGame Tarif paket yang digunakan oleh Magnet CyberGame yaitu berdasarkan dasar asumsi dengan memperhatikan kondisi pasar serta tren harga pada daerah Soreang. Berikut adalah perbandingan tarif yang telah ditetapkan dengan harga pokoknya menggunakan metode Activity Based Costing.

(11)

Lita Febrianty Suherman, Rahma Nazila Muhammad

Tabel 4-8 Perbandingan Tarif yang Berlaku dengan Harga Pokok ABC

Tabel diatas menunjukan bahwa perbedaan tarif pada paket regular mengalami kerugian dengan masing-masing kerugian dari oktober hingga desember 2020 yaitu Rp 1.326; Rp. 1.162; Rp 1.264 sedangkan untuk paket VIP Magnet CyberGame mengalami keuntungan dengan masing- masing keuntungan sebesar Rp 695; Rp 672; Rp 798. Hal itu dipengaruhi oleh minat pelanggan yang lebih memilih paket VIP, sehingga biaya tetap dan BOP yang dibebankan terdistribusi pada kuantitas aktivitas yang lebih banyak dan menghasilkan distribusi biaya yang lebih kecil dibandingkan paket regular.

4.2.4. Perbandingan Tarif sebelum dan Setelah Tarif Penerapan Cost Plus Pricing berdasarkan Harga Pokok Metode Activity-Based Costing

Seperti yang telah dijelaskan dalam Tabel IV-6 yang menunjukan perhitungan tarif dengan metode Cost Plus Pricing dengan Markup laba sebesar 50% yang diambil berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan pemilik Magnet CyberGame. Pemilik Magnet CyberGame mengharapkan laba sebesar 50% dari HPP setiap jamnya pada saat kondisi normal. Kemudian peneliti mencoba menghitung HPP dengan menggunakan metode ABC dan tarif dibuat dengan menggunakan Cost Plus Pricing sehingga dapat dibandingkan dengan tarif yang telah berlaku sebelumnya.

Tabel 4-9 Perbandingan Tarif yang Berlaku dengan Tarif Cost Plus Pricing

Tarif Cost Plus Pricing pada tabel di atas merupakan rata-rata tarif yang telah dihitung selama tiga bulan kemudian dibulatkan ke atas, agar melampaui target laba Magnet CyberGame yaitu minimal 50%. Dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan metode ABC untuk menghitung HPP dengan harapan memiliki markup laba sebesar 50% ternyata belum dapat terpenuhi dari paket Reguler maupun VIP dengan selisih masing-masing sebesar Rp 3.500 dan Rp 1.000. Hal tersebut dikarenakan HPP berdasarkan metode ABC serta target laba dari masing-masing paket yang cukup besar.

5. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini penulis dapat menyimpulkan beberapa hal yang telah dibahas pada bab sebelumnya, diantara lain adalah:

1. Tarif yang berlaku sebelum menggunakan perhitungan yaitu Rp 3.000 untuk paket Reguler dan Rp 4.000 untuk paket VIP. Haltersebut di tentukan oleh pemilik dari Magnet CyberGame dengan melihat harga wajar dan tren pada daerah Soreang

(12)

Lita Febrianty Suherman, Rahma Nazila Muhammad

2. Penerapan metode ABC untuk menghitung harga pokok sesuai perhitungan yang telah dilakukan untuk paket regular selama bulan Oktober sampai Desember 2020 yaitu: Rp 4.326, Rp 4.162, dan Rp 4.264 sedangkan untuk paket VIP yaitu Rp 3.305, Rp 3.328, dan Rp 3.202.

Fluktuasi harga pokok tidak terlalu besar baik pada paket VIP maupun Reguler hal tersebut dikarenakan jumlah pengunjung setiap bulannya tidak mengalami perubahan yang besar 3. Ditemukan bahwa dalam paket regular mengalami kerugian jika dinilai dengan menggunakan

metode Activity-Based Costing sedangkan untuk paket VIP mengalami keuntungan. Hal itu dipengaruhi oleh minat pelanggan yang lebih memilih paket VIP, sehingga biaya tetap dan BOP yang dibebankan terdistribusi pada kuantitas aktivitas yang lebih banyak dan menghasilkan distribusi biaya yang lebih kecil dibandingkan paket regular.

4. Dengan menggunakan metode ABC untuk menghitung HPP dengan harapan memiliki markup laba sebesar 50% ternyata belum dapat terpenuhi dari paket Reguler maupun VIP dengan selisih masing-masing sebesar Rp 3.500 dan Rp 1.000

Daftar Pustaka

Abas PO. Sunarya, Sudaryono dan Saefullah. Kewirausahaan. Edisi satu . Yogyakarta: Andi Offset, 2011.

Abdullah, Firdaus Ahmad dan Wasilah. Akuntansi Biaya Edisi 2 . Jakarta: Selemba Empat, 2009.

Ardiansyah, Rizal. "Penerapan Metode Activity Based Costing Dalam Penetapan Tarif Rawat Inap Pada Rumah Sakit (Studi pada Rumah Sakit Islam Gondanglegi Malang)." Neliti, 2013.

Baldric Siregar, Bambang Suripto, Eko Widodo Lo dan Frasto Biyanto. Akuntansi Manajemen.

Jakarta : Selemba Empat, 2013.

Baldrick Siregar, Bambang Suripto, Dody Hapsoro, Eko Widodo Lo, & Frasto Biyanto.

Akuntansi Manajemen. Selemba Empat: Jakarta, 2013.

Bustami Bastian & Nurlela. Akuntansi Biaya Melalui Pendekatan Manajerial. Jakarta : Wacana Media, 2009.

Carter & Ursy. Akuntansi biaya Edisi 13. Jakarta : Selemba Empat, 2006.

Carter, Wilimiam K. Akuntansi Biaya Buku 1. Jakarta: Selemba Empat, 2009.

Dani Permana, Gunardi. "Penerapan Activity-Based Costing sebagai Dasar Penentuan Harga Sewa Room Karaoke (Studi Kasus pada NAV Karauke Keluarga Cabang Braga Citywalk)." Fair Value: Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Keuangan, 2021: 106-124.

David E Stount Blocher, & Gery Cokins. Manajemen Biaya Penekanan Strategis. Buku 1 Edisi kelima.

Jakarta: Selemba Empat, 2011.

Dellmann K, Franz K. "Von der Kostenrechnung zum Kotenmanagement (From Accounting to Cost Management)." In NeuereEntwicklungen im Kostenmanagement (New Development in Cost Management), by Franz K Dellmann K, 15-30. Stuttgart, 1994.

Efraim Honey P; Ariadi Santoso; Endang Girahani. "Pengaruh Kualitas Layanan Pada Warung Internet I-Cafe Terhadap Loyalitas Pelanggan Melalui Kepuasan Pelanggan Di Kota Blitar." JIMEK, 2018: 179-188.

Farid, Riza Kausar Salman & Mochamad. Akuntansi Manajemen: Alat dan tarif setelah menggunakan metode Activity-Based Costing. Jakarta: Indeks, 2016.

Haladu, Alhassan. "The Practicability Of Activity-Based Costing In Service Firms." International Journal of Management Research & Review, 2016: 876-886.

Hapsari, Alexia Ardianti Wahyu. "Analisis Penentuan Harga Jual Jasa Bus dengan Metode Cost

(13)

Lita Febrianty Suherman, Rahma Nazila Muhammad

Plus Pricing Pendekatan Functional Based Costing dan Activity Based Costing." 2019.

Herdiansyah, Haris. Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Selemba Humanika, 2010.

Horngren, Charles T. Akutansi Biaya edisi 7. Jakarta: PT. Indeks Gramedia, 2008.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. n.d. https://kbbi.web.id/tarif (accessed Agustus 25, 2021).

Krismiaji, Y Anni Aryani . Akuntansi Manajemen. Edisi 2. Yogyakarta: UPP-STIM YKPN, 2011.

Lestari, Wiwik & Dhyka Bagus Permana. Akuntansi Biaya dalam Perspektif Manajerial. Depok: PT.

Raja Grafindo Persada, 2017.

Mulyadi. Activity-Based Costing System. Edisi keenam cetakan kedua. Yogyakarta: BPFE, 2007.

—. Akuntansi Manajemen: Konsep Manfaat Rekayasa. Cetakan ketiga. Yogyakarta : Selemba Empat, 2001.

Ngurah Budlathar Wicaksana, Ladln Korawjayanti. "Penerapan Metode Activity-Based Costing dalam Perhitungan Tarif Jasa Laundry." Journal Polines, 2016.

Rudianto. Akuntansi Manajemen Informasi untuk Pengambilan Keputusan Strategis. Jakarta: Erlangga, 2013.

S. E. Siby, V. Ilat & MY.B Kalalo. "Penerapan Activity Based Costing System Dalam Menentukan Harga Pokok Kamar Hotel (Studi Pada Hotel Green Eden Manado)." Going Concern : Jurnal Riset Akuntansi, 2018: 140-148.

Samryn, L.M. Akuntansi Manajemen. Jakarta: Penerbit Kencana, 2012.

Siregar, Baldric, Bambang Suripto, Dodi Hapsori. dkk. Akuntansi Biaya Edisi 2. Jakarta : Selemba Empat, 2014.

Subiyanto, Ibnu. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: YKPN, 2000.

Sugiyono, Prof.Dr. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: CV. ALFABETA, 2013.

Zulkifli, Sulastiningsih &. Akuntansi Biaya: Dilengkapi dengan Isu-isu Kontemporer. Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 1999.

Referensi

Dokumen terkait

Tidak terkecuali koperasi yang berada di wilayah Provinsi Gorontalo, permasalahan partisipasi anggota dan kinerja koperasi merupakan permasalahan yang cukup rumit, oleh sebab itu

Narcotics Law and Regulation of the Minister of Health of the Republic of Indonesia Number 4 of 2021 concerning changes to the classification of narcotics which is