• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS III SDN KATEGUHAN 03 SEMESTER II TAHUN AJARAN 2015/2016

N/A
N/A
didikhp

Academic year: 2023

Membagikan "PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS III SDN KATEGUHAN 03 SEMESTER II TAHUN AJARAN 2015/2016"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS III

SDN KATEGUHAN 03 SEMESTER II TAHUN AJARAN 2015/2016

Ditulis dan Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Pemantapan Kemampuan Profesioal (PKP)

Disusun Oleh:

TRI RETNO MAWARNI NIM 826 266 376

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS TERBUKA

SURAKARTA 2016

(2)

JUDUL : PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS III SDN KATEGUHAN 03 SEMESTER II TAHUN AJARAN 2015/2016

NAMA : TRI RETNO MAWARNI

NIM : 826266376

EMAIL :triretnomawarni@gmail.com ABSTRAK

Tri Retno Mawarni, NIM 826266376. PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS III SDN KATEGUHAN 03 SEMESTER II TAHUN AJARAN 2015/2016.

PGSD BI. Universitas Terbuka Surakarta. Mei 2016. Tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas III Sekolah Dasar Negeri Kateguhan 03 Kecamatan Tawangsari Kabupaten Sukoharjo Tahun Pelajaran 2015/2016 dalam mata pelajaran IPA dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe make a match. Bentuk penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas terdiri dari dua siklus, tiap siklus terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Sebagai subjek penelitian adalah siswa kelas III SD Negeri Kateguhan 03. Teknik pengumpulan data menggunakan, observasi, wawancara, analisis dokumen, tes dan non tes. Hasil penelitian ini adalah (1) Adanya peningkatan rata-rata nilai yang diperoleh siswa. Pada tes awal 67.50; kemudian pada tes siklus pertama 71.35; pada siklus kedua menjadi 80.17 siklus kedua (2) Adanya peningkatan prosentase ketuntasan belajar siswa yang pada tes awal hanya 53.33%; dan pada tes siklus pertama 66.67%; kemudian pada siklus kedua menjadi 90%. Berdasarkan hasil penelitian di atas maka dapat disimpulkan bahwa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe make a match mampu meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas III SDN Kateguhan 03 Kecamatan Tawangsari Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2015/2016.

Kata Kunci : Hasil Belajar, Make A Match, Energi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.

Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk

(3)

mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, secara prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk cooperative learning dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran saling berkaitan (Sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman pembelajaran untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dalam kompetensi berkerja ilmiah secara bijaksana. Cara membelajarkan siswa tentang macam – macam energy dan sumber energi menjadi masalah dalam pembelajaran IPA, dikarenakan siswa sulit memahami konsep dan aplikasi konsep tersebut yang mengakibatkan hasil belajar siswa tidak tercapai, dikarenakan guru menggunakan metode ceramah lebih banyak dalam menyampaikan pembelajaran. Memang metode cemarah lebih mudah digunakan untuk menguasai kelas, mudah mempersiapkan dan melaksanakannya.

Perlu disadari bahwa mengajarkan IPA dengan menggunakan metode ceramah mudah menimbulkan verbalisme, kebosanan dan menjadikan siswa pasif. Dengan menerapkan pendekatan-pendekatan baru dalam proses pembelajaran, akan menghilangkan kejenuhan dan kebosanan siswa dalam pembelajaran IPA semacam ini dapat diperbaiki dengan pendekatan cooperative learning tipe Make A Match.

Ironisnya, model pembelajaran kooperatif belum banyak diterapkan dalam pendidikan walaupun orang Indonesia sangat membanggakan sifat gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat.

(4)

Oleh karena itu, guru dituntut memiliki kualifikasi kemampuan dalam pengetahuan, kecakapan, dan keterampilan, serta sikap yang lebih mantap dan memadai dalam upaya menciptakan aktifitas penguasaan konsep dan kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran IPA khususnya.

Berdasarkan pengamatan penulis dan data yang telah penulis dapatkan dari hasil observasi pada hari senin tanggal 21 April 2016. Hasil belajar siswa kelas III SDN Kateguhan 03 masih terlihat rendah pada ujian semester I tahun pelajaran 2015/2016 dikarenakan: 1) siswa kurang terlibat dalam pemecahan masalah dalam pembelajaran, 2) siswa lebih banyak menjadi pendengar guru, 3) siswa kurang terlatih menggali dan menemukan jawaban dari permasalahan, 4) siswa kurang mendapat pengalaman menarik dalam pembelajaran. Hal ini mengakibatkan bahwa, 14 orang dari 30 orang siswa mendapat hasil belajar dengan rata-rata 67.50. Sedangkan sekolah menetapkan standar ketuntasan minimum (KKM) yaitu 69. Untuk itulah guru perlu mempelajari dan mempertimbangkan masalah pendekatan mengajar yang tepat yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa dan juga memperhatikan tujuan pengajaran IPA itu sendiri.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemampuan siswa dalam mata pelajaran IPA materi Energi masih rendah, sehingga perlu ditingkatkan. Untuk meningkatkan hasil belajar IPA diperlukan model atau strategi yang tepat. Salah satu alternatif adalah, strategi atau model Kooperatif tipe Make A Match.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, pembatasan masalah, dan identifikasi permasalahan tersebut di atas, selanjutnya dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match untuk meningkatkan hasil belajar IPA materi Energi bagi siswa kelas 3 Semester II SDN Kateguhan 03 Tahun Pelajaran 2015/2016.

C. Tujuan Penelitian Perbaikan Pembelajaran

(5)

Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

Untuk meningkatkan hasil belajar pada siswa kelas III SDN Kateguhan 03 Semester II Tahun Pelajaran 2015/2016 dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match.

D. Manfaat Penelitian Perbaikan Pembelajaran

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoretis maupun secara praktis. Manfaat tersebut adalah sebagai berikut:

1. Bagi Siswa

a. Hasil penelitian ini bermanfaat bagi siswa untuk memberikan pengalaman belajar yang baru dalam pembelajaran IPA.

2. Hasil penelitian ini bermanfaat bagi siswa untuk meningkatkan hasil belajar dalam pembelajaran IPA.

3. Bagi Guru

a. Hasil penelitian ini bermanfaat bagi guru untuk menambah wawasan mengenai model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match.

b. Hasil penelitian ini bermanfaat bagi guru untuk meningkatkan ketrampilan dalam mengajar IPA melalui model pembelajaran yang inovatif.

4. Bagi Sekolah

a. Hasil penelitian ini bermanfaat bagi sekolah untuk menambah koleksi perpustakaan sekolah dengan karya ilmiah dari guru.

b. Hasil penelitian ini bermanfaat bagi sekolah untuk memberikan tambahan informasi mengenai penggunaan model pembelajaran yang inovatif guna meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah.

II. KAJIAN PUSTAKA A. IPA

1. Hakikat IPA

(6)

IPA adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang alam sekitar beserta isinya. Hal ini berarti IPA mempelajari semua benda alam, peristiwa, dan gejala gejala yang muncul di alam. Ilmu dapat diartikan suatu pengetahuan yang bersifat objektif. Jadi dari sisi istilah IPA adalah suatu pengetahuan yang bersifat objektif tentang alam sekitar beserta isinya.

Istilah Ilmu Pengetahuan Alam atau IPA dikenal juga dengan istilah Sains. Kata sains ini berasal dari bahasa latin yaitu scienta yang berarti

“saya tahu”. Dalam bahasa inggris, kata sains berasal dari kata science yang berarti “pengetahuan”.

IPA merupakan cabang pengetahuan yang berawal dari fenomena alam. IPA didefinisikan sebagai sekumpulan pengetahuan tentang objek dan fenimena alam yang diperoleh dari hasil pemikiran dan penyelidikan ilmuwan yang dilakukan dengan keterampilan bereksperimen dengan menggunakan metode ilmiah. Definisi ini member pengertian bahwa IPA merupakan cabang pengetahuan yang dibangun berdasarkan pengamatan dan klasifikasi data, dan biasanya disusun dan diverifikasi dalam hukum – hukum yang bersifat kuantitatif, yang melibatkan aplikasi penalaran matematis dan analisis data terhadap gejala – gejala alam. Dengan demikian, pada hakikatnya IPA merupakan ilmu pengetahuan tentang gejala alam yang dituangkan berupa fakta, konsep, prinsip, dan hukum yang teruji kebenarannya dan melalui suatu rangkaian kegiatan dalam metode ilmiah.

Oleh karena itu IPA harus dipandang sebagai cara berpikir untuk memahami alam, sebagai cara untuk melakukan penyeledikan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Collete dan Chiapetta (1994) “IPA harus dipandang sebagai suatu cara berpikir tentang pengertian rahasia alam dan sebagai batang tubuh pengetahuan yang dihasilkan dari inquiry”.

Dapat disimpulkan pada hakikatnya IPA merupakan kumpulan pengetahuan atau IPA sebagai produk ilmiah dan cara untuk penyelidikan atau IPA sebagai proses ilmiah.

2. Pembelajaran IPA di SD

(7)

Sains merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan, fakta – fakta, konsep – konsep, prinsip – prinsip, proses penemuan, dan memiliki sikap ilmiah. Pendidikan sains di sekolah dasar bermanfaat bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar (Depdiknas, 2003 : 15).

Sehingga dari pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa sains merupakan suatu proses kegiatan untuk mempelajari alam melalui kerja ilmiah untuk menghasilkan pemahaman konsep – konsep, prinsip – prinsip, hukum – hukum serta ilmiah sehingga bermanfaat bagi kehidupan sehari – hari.

Mata pelajaran IPA di sekolah dasar berfungsi unutuk menguasai konsep dan manfaat sains dalam kehidupan sehari – hari dan berfungsi untuk dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lenih tinggi.

(Depdiknas, 2003 : 27)

Adapun secara rinci fungsi mata pelajaran IPA dijelaskan dalam Sumaji (2006 : 35) antara lain adalah : Memberi bekal pengetahuan dasar, baik untuk dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi maupun untuk diterapkan dalam kehidupan sehari – hari; Mengembangkan keterampilan – keterampilan dalam memperoleh, mengembangkan, dan menerapkan konsep – konsep IPA; Menanamkan sikap ilmiah dan melatih siswa dalam menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya; Menyadarkan siswa akan keteraturan alam dan segala keindahannya sehingga siswa terdorong untuk mencintai dan mengagungkan Pencipta-Nya; Memupuk daya kreatif dan inovatif siswa;

Membantu siswa memahami gagasan atau informasi baru dalam bidang IPTEK; Memupuk serta mengembangkan minat siswa terhadap IPA.

3. Sumber Energi

Energi adalah kemampuan untuk melakukan usaha. Jadi, segala sesuatu dapat melakukan kegiatan atau usaha jika mempunyai energi.

1. Bentuk-Bentuk Energi a. Energi Panas.

(8)

Energi panas adalah energi yang dihasilkan dari panas suatu benda.

Jadi, energi panas berasal dari benda yang memiliki suhu tinggi. Contoh benda yang memiliki suhu tinggi adalah matahari dan api. Panas yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Misalnya, panas matahari untuk mengeringkan pakaian, panas setrika digunakan untuk melicinkan pakaian, dan panas dari api kompor dapat digunakan untuk memasak.

b. Energi Cahaya.

Energi cahaya adalah energi yang dipancarkan oleh sumber cahaya.

Misalnya, energi cahaya yang dipancarkan oleh matahari, bintang, api, dan lampu. Cahaya matahari dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan dari lampu yang dinyalakan.

c. Energi Gerak disebut juga energi kinetik.

Energi kinetik adalah energi yang dimiliki oleh benda yang sedang bergerak. Contohnya, air yang mengalir, angin, orang yang berlari, kereta yang berjalan, dan roda yang berputar.

d. Energi Listrik.

Energi Listrik adalah energi yang timbul karena adanya arus listrik.

Alat yang dapat menghasilkan energi listrik disebut sumber listrik. Contoh sumber listrik, antara lain, baterai, aki, dan generator. Beberapa alat listrik seperti kipas angin, setrika listrik, pompa air listrik, lampu listrik, dan blender dapat berfungsi karena adanya energi listrik.

e. Energi Bunyi.

Energi Bunyi adalah energi yang ditimbulkan oleh benda yang menghasilkan bunyi. Energi bunyi dapat diketahui melalui telinga kita.

Bunyi dihasilkan oleh benda-benda yang bergetar. Misalnya, senar gitar yang dipetik dapat menimbulkan bunyi karena bergetar, kita dapat mengeluarkan suara karena pita suara yang terletak di dalam tenggorokan kita bergetar. Makin kuat getarannya, makin besar pula energi bunyi yang dihasilkan oleh pita suara.

f. Energi Kimia.

(9)

Energi kimia adalah energi yang dikeluarkan dari hasil reaksi kimia.

Energi kimia banyak terdapat dalam bahan makanan dan bahan bakar.

III. PELAKSANAAN PENELITIAN PERBAIKAN PEMBELAJARAN A. Subjek, Tempat dan Waktu Penelitian

1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas III semester II SD Negeri Kateguhan 03 tahun pelajaran 2015/2016 dengan jumlah siswa sebanyak 30 orang siswa, laki – laki 16 orang dan perempuan 14 orang. Penetapan subjek dilandasi adanya kenyataan bahwa siswa di kelas tersebut mempunyai hasil belajar yang rendah dalam pembelajaran IPA sehingga memerlukan perbaikan dalam pembelajaran.

2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Kateguhan 03 beralamat di Krapyak RT 02 RW 03 Kateguhan Tawangsari. Kira kira 50 meter arah timur dari tugu pasar tawangsari. Titik koordinat berada pada lintang -7.7312 dan bujur 110.7928. Lokasi sekolah berada di belakang kantor Satlantas Kecamatan Tawangsari, kondisi lingkungan ramai karena lokasi sekolah dekat dengan pasar tradisional. SDN Kateguhan 03 mempunyai 7 rombongan belajar dengan jumlah siswa keseluruhan sebanyak 173 siswa yang dikepalai oleh seorang kepala sekolah bernama Sri Lestari, S.Pd dan jumlah guru yang mengajar ada 11 orang terdiri dari 8 orang guru PNS, 3 orang guru WB serta 1 orang petugas perpustakaan dan 1 orang penjaga sekolah. Subjek penelitian adalah siswa kelas III semester II tahun pelajaran 2015/2016. Pemilihan lokasi dilandasi adanya alasan bahwa peneliti merupakan guru di sekolah tersebut sehingga memudahkan dalam pelaksanaan penelitian tindakan yang dilakukan.

3. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada semester II tahun pelajaran 2015/2016.

Penelitian dilaksanakan selama 2 bulan, yaitu bulan April sampai dengan bulan Mei 2016.

Waktu Pelaksanaan:

(10)

a. Siklus I : Selasa, 12 April 2016 dan Sabtu, 16 April 2016 b. Siklus II : Selasa, 19 April 2016 dan Sabtu, 23 April 2016

B. Desain Prosedur Perbaikan Pembelajaran

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) yang dilakukan oleh peneliti secara langsung.. Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan kualitatif, sebab dalam melakukan tindakan kepada subyek penelitian sangat diutamakan adalah mengungkap makna yakni makna dan proses pembelajaran sebagai upaya meningkatkan prestasi belajar melalui tindakan yang dilakukan . Sifat PTK yang dilakukan adalah kolaboratif partisipatoris, yakni kerjasama antara peneliti dengan praktisi di lapangan.

Penelitian tindakan kelas adalah kajian sistematik dari upaya perbaikan pelaksanaan praktik pendidikan oleh sekelompok guru dengan melakukan tindakan-tindakan dalam pembelajaran, berdasarkan refleksi mereka mengenai hasil dari tindakan-tindakan tersebut.

Pada intinya PTK merupakan suatu penelitian yang akar permasalahannya muncul di kelas dan dirasakan langsung oleh guru yang bersangkutan sehingga sulit dibenarkan jika ada anggapan bahwa permasalahan dalam tindakan kelas diperoleh dari persepsi atau lamunan seorang peneliti (Arikunto, 2010: 6). Dengan demikian penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) terkait dengan persoalan praktik pembelajaran sehari-hari yang dihadapi oleh guru.

Menurut Kurt Lewin, prosedur kerja dalam penelitian tindakan kelas terdiri atas empat komponen, yaitu perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). Hubungan keempat komponen tersebut dipandang sebagai satu siklus (Sutama, 2012:

145).

Rancangan penelitian disusun menggunakan prosedur sebagai berikut:

1. Perencanaan Tindakan

a. Setelah ditemukan permasalahan, maka peneliti bersama observer

(11)

merencanakan tindakan yang akan dilakukan.

b. Menetapkan materi yang akan diajarkan.

c. Merancang program pembelajaran berupa silabus, rencana pembelajaran (RP), modul ruang lingkup IPA, gambar-gambar yang berisi proses IPA yang berkaitan dengan materi, instrumen test serta lembar pengamatan untuk penilaian afektif siswa.

d. Sebelum pelaksanaan tindakan, peneliti dan observer berlatih bersama untuk menyamakan persepsi mengenai proses pembelajaran yang telah direncanakan.

2. Pelaksanaan Tindakan

Pada tahap pelaksanaan tindakan, peneliti bersama observer melakukan pembelajaran sesuai dengan perencanaan yang telah disusun.

Peneliti melaksanakan pembelajaran dengan metode pembelajaran model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match menggunakan gambar sebagai media bantu pembelajaran Dalam pelaksanaan tindakan, peneliti berperan sebagai guru, sedangkan guru berperan sebagai observer.

Langkah- langkah metode pembelajaran model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, memotivasi siswa agar terlibat pada aktivitas pembelajaran.

b. Guru menyampaikan tujuan, pokok-pokok materi pelajaran dan melakukan apersepsi;

c. Guru menyampaikan permasalahan yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari;

d. Guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok kecil dengan kemampuan merata;

e. Siswa bekerja dalam kelompok untuk mendiskusikan permasalahan dan materi yang sedang dipelajari;

f. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil yang diperoleh selama diskusi;

g. Guru membuat pemodelan;

(12)

h. Guru dan siswa mengadakan refleksi terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima;

i. Guru memberikan penguatan, tes atau kesimpulan kepada siswa.

j. Setelah selesai tindakan dilakukan post-test (pemberian tes akhir semua materi) yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan hasil belajar.

3. Observasi

Observasi dan monitoring dilakukan oleh guru kolaborator.

Pengamatan difokuskan pada kegiatan guru dan siswa selama berlangsungnya proses pembelajaran IPA.

4. Refleksi hasil tindakan

Data dari hasil observasi dapat berupa data kuantitatif yang berupa penguasaan materi (nilai post-test) yang dilaksanakan oleh guru.

Proses refleksi ini memegang peran yang sangat penting dalam menentukan suatu keberhasilan penelitian tindakan kelas. Karena dengan adanya suatu efleksi yang tajam dan terpercaya akan didapatkan suatu masukan yang sangat berharga dan akurat bagi penentuan langkah tindakan selanjutnya.

C. Teknik Analisis Data

Yang dimaksud analisis data adalah cara mengelola data yang sudah diperoleh dari dokumen. Agar hasil penelitian dapat terwujud sesuai dengan tujuan yang diharapkan maka dalam menganalisis data. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif kualitatif, dan interpretatif. Analisis data dilakukan dengan cara mengatur secara sistematis pedoman wawancara, catatan lapangan, data kepustakaan untuk mendapatkan pengetahuan dari data, kemudian memformulasikan secara deskriptif, selanjutnya memproses data tersebut.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Diskripsi Hasil Perbaikan Pembelajaran 1. Deskripsi Pra Siklus

(13)

Kondisi awal tindakan merupakan hasil pengamatan terhadap kondisi pembelajaran IPA materi “Energi pada siswa di kelas III SD Negeri Kateguhan 03 semester II tahun pelajaran 2015/2016.

Berdasarkan hasil tes ulangan harian yang diperoleh dari 30 orang siswa di kelas III SD Negeri Kateguhan 03 pada Semester II tahun pelajaran 2015/2016 dapat diketahui bahwa nilai terendah yang diperoleh siswa adalah 55.00 dan nilai tertinggi adalah sebesar 85.00. Adapun nilai rata-rata kelas yang diperoleh adalah sebesar 67.50.

Berdasarkan nilai rata-rata yang diperoleh, siswa kelas III SD Negeri Kateguhan 03 pada Semester II tahun pelajaran 2015/2016 belum dianggap mencapai ketuntasan belajar. Hal ini dikarenakan nilai yang diperoleh < KKM untuk mata pelajaran IPA yang ditetapkan, yaitu dengan KKM > 69.00. Dengan demikian maka siswa kelas III SD Negeri Kateguhan 03 secara klasikal belum mencapai ketuntasan belajar.

Berdasarkan hasil tersebut di atas, dapat diketahui bahwa jumlah siswa yang sudah mencapai ketuntasan belajar dengan KKM > 69.00 adalah sebanyak 16 orang siswa atau 53.33%. Sisanya sebanyak 14 orang siswa atau 46.67% belum mencapai ketuntasan belajar.

Data perolehan nilai hasil ulangan harian berdasarkan ketuntasan belajar selanjutnya dapat disajikan ke dalam tabel di bawah ini

Tabel 1

Ketuntasan Belajar Siswa Kondisi Awal

No. Ketuntasan Jumlah % Nilai rata-rata

1. Tuntas 16 53.33

67.50

2. Tidak Tuntas 14 46.67

Jumlah 30 100

Berdasarkan hasil-hasil tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa pada kondisi awal masih kurang optimal.

Kurang optimalnya hasil belajar siswa tersebut diindikasikan disebabkan karena keterampilan guru dalam pembelajaran IPA kurang optimal.

2. Diskripsi Tindakan Siklus I

a. Perencanaan Tindakan Pembelajaran

(14)

Perencanaan tindakan pembelajaran merupakan langkah operasional awal dari penelitian tindakan kelas yang disusun dengan mengacu pada hipotesis tindakan. Langkah awal yang dilakukan oleh guru dalam tindakan pembelajaran pada Siklus I meliputi antara lain:

1. Melakukan sosialisasi tentang model

pembelajaran kooperatif tipe Make A Match yang digunakan kepada siswa kelas tindakan;

2. Menentukan materi pembelajaran pada

tindakan Siklus I.

3. Menyusun skenario model pembelajaran

kooperatif tipe Make A Match;

4. Menyiapkan sarana dan prasarana

pembelajaran yang mendukung terlaksananya tindakan pembelajaran, menyiapkan buku sumber rujukan yang relevan dengan materi pembelajaran, dan lain sebagainya;

5. Menyiapkan instrumen observasi berupa

lembar pengamatan untuk mengamati aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran;

6. Menyiapkan instrumen tes hasil belajar;

7. Mendeskripsikan secara jelas peran guru sebagai fasilitator pembelajaran tindakan, sebagai pengamat, dan sebagai evaluator;

8. Melaksanakan simulasi pelaksanaan

tindakan dan menguji keterlaksanaannya di lapangan.

b. Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan tindakan pembelajaran Siklus I dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan. Kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut.

1. Pertemuan Pertama (2 X 35 menit)

Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Kamis, 21 Mei 2015.

Adapun kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan pada pertemuan I adalah sebagai berikut:

(15)

a. Kegiatan tatap muka dimulai dengan guru menjelaskan tentang tujuan pembelajaran dan penjelasan tentang prosedur pembelajaran yang harus dilakukan;

b. Guru menyajikan materi pembelajaran sebagai pengantar.

c. Guru menunjukkan/ memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan materi;

d. Guru membagi siswa ke dalam 5 kelompok yang beranggotakan 6 orang siswa tiap kelompok.

e. Guru menunjuk/ memanggil kelompok siswa secara bergantian memasang/ mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis;

f. Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut kepada masing-masing kelompok;

g. Dari alasan/ urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep/materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai;

h. Guru berperan sebagai fasilitator, motivator, dan pengamat untuk mengamati kegiatan siswa selama berlangsungnya proses pembelajaran;

i. Guru pengamat melakukan observasi terhadap aktivitas siswa dan guru selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran;

j. Kegiatan diakhiri dengan penyampaian hasil evaluasi terhadap proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan tanggapan siswa terhadap evaluasi yang disampaikan guru.

2. Pertemuan Kedua (2 X 35 menit)

Pertemuan II dilaksanakan pada hari Selasa, 19 April 2016. Pertemuan dilaksanakan selama 2 X 35 menit. Adapun kegiatan yang dilakukan adalah meneruskan presentasi kelompok yang pada pertemuan I belum menyampaikan hasil diskusi kelompok mereka. Pertemuan diakhiri dengan pemberitahuan tentang akan dilaksanakannya tes akhir tindakan pada pertemuan berikutnya.

c. Observasi Tindakan

(16)

Observasi dalam pembelajaran tindakan Siklus I dilakukan untuk mengetahui perilaku kelas dan dampak proses yang dihasilkan selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran dilakukan. Hasil-hasil observasi dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Keterampilan guru dalam pembelajaran

Hasil pengamatan yang dilakukan terhadap 9 aspek keterampilan mengajar pada tindakan Siklus I menunjukkan bahwa keterampilan mengajar guru mengalami peningkatan dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya skor ketercapaian keterampilan mengajar dari sebesar 53.33% meningkat menjadi 71.11% pada tindakan Siklus I.

2. Hasil belajar siswa

Hasil belajar siswa pada tindakan Siklus I diperoleh dari tes yang dilaksanakan pada hari Sabtu, 16 April 2016. Berdasarkan hasil tes, dapat diketahui bahwa hasil belajar siswa mengalami peningkatan dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar dan tingkat ketuntasan belajar siswa.

Berdasarkan hasil tes yang dilaksanakan pada akhir tindakan pembelajaran Siklus I, dapat diketahui bahwa nilai terendah yang diperoleh siswa adalah sebesar 60.00, sedangkan nilai tertinggi adalah 85.00. Nilai rata-rata kelas yang diperoleh adalah sebesar 71.35.

Mengingat bahwa nilai rata-rata hasil belajar yang diperoleh siswa sudah melampaui KKM yang ditetapkan, yaitu dengan KKM > 69.00, maka siswa kelas III Semester II SD Negeri Kateguhan 03 tahun pelajaran 2015/2016 secara klasikal sudah dianggap mencapai ketuntasan belajar dalam pembelajaran IPA.

Ditinjau dari ketuntasan belajar, jumlah siswa yang sudah mencapai ketuntasan belajar dengan KKM > 69.00 adalah sebanyak 20 orang siswa atau 66.67%. Jumlah siswa yang masih belum mencapai ketuntasan belajar sebanyak 10 orang siswa atau 33.33%. Atas dasar hal ini maka indikator penguasaan penuh berupa > 80.00% siswa sudah mencapai ketuntasan belajar dengan KKM > 69.00 belum tercapai.

(17)

Data ketuntasan belajar siswa pada tindakan Siklus I dapat disajikan ke dalam tabel berikut:

Tabel 2

Ketuntasan Belajar Siswa Siklus I

No. Ketuntasan Jumlah % Nilai rata-rata

1. Tuntas 20 66.67

71.35

2. Tidak Tuntas 10 33.33

Jumlah 30 100

Berdasarkan hasil tes tindakan pembelajaran Siklus I dapat diketahui bahwa nilai rata-rata hasil belajar siswa sudah melampaui KKM yang ditetapkan dengan KKM > 69.00. Meskipun demikian, indikator penguasaan penuh secara klasikal berupa > 80.00% siswa sudah mencapai ketuntasan belajar dengan KKM > 69.00 belum tercapai. Atas dasar hal tersebut, maka diperlukan perbaikan pembelajaran pada tindakan Siklus berikutnya.

3. Diskripsi Tindakan Siklus II

a. Perencanaan Tindakan Pembelajaran

Berdasarkan hasil refleksi dan evaluasi pelaksanaan tindakan pembelajaran pada Siklus I, terutama yang menyangkut beberapa hal yang direkomendasikan pada Siklus I, selanjutnya disusun rencana tindakan pembelajaran Siklus II sebagai upaya untuk meningkatkan dampak proses dan dampak produk dari tindakan pembelajaran yang lebih baik.

Rencana pembelajaran tindakan ini merupakan hasil revisi dalam rangka perbaikan pembelajaran tindakan siklus I yang dinilai belum berhasil membawa siswa mencapai penguasaan kompetensi penuh.

Beberapa upaya perbaikan yang akan dilaksanakan dalam tindakan pembelajaran Siklus II menyangkut upaya: 1) meningkatkan keterampilan guru dalam memotivasi siswa; 2) meningkatkan keterampilan guru dalam mengajak siswa berdiskusi; 3) meningkatkan peran guru sebagai motivator dan fasilitator pembelajaran.

Kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan pembelajaran tindakan Siklus II adalah sebagai berikut:

(18)

1) Menyusun RPP pembelajaran IPA untuk tindakan Siklus II;

2) Menentukan materi pembelajaran pada tindakan Siklus II;

3) Menyusun skenario pembelajaran sama seperti pada Siklus I;

4) Menyiapkan sarana dan prasarana pembelajaran yang mendukung terlaksananya tindakan pembelajaran interaktif, menyiapkan buku sumber rujukan yang relevan dengan materi pembelajaran, dan lain sebagainya;

5) Menyiapkan instrumen observasi untuk mengamati kegiatan guru dan siswa dalam pembelajaran (dampak proses) dan instrumen tes hasil belajar (dampak produk);

6) Mendeskripsikan secara jelas peran guru sebagai fasilitator pembelajaran tindakan, sebagai pengamat, dan sebagai evaluator;

7) Melaksanakan simulasi pelaksanaan tindakan dan menguji keterlaksanaannya di lapangan.

b. Pelaksanaan Tindakan Pembelajaran

Pelaksanaan tindakan pembelajaran pada Siklus II dilakukan dalam dua kali pertemuan, yaitu selama 4 X 35 menit. Pelaksanaan tindakan pembelajaran pada siklus ini sama dengan yang dilakukan pada siklus sebelumnya dengan disertai beberapa perbaikan.

2. Pertemuan Pertama (2 X 35 menit)

Pertemuan pertama tindakan pembelajaran Siklus II dilaksanakan pada hari Selasa, 19 April 2016.

Adapun kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan pada pertemuan I adalah sebagai berikut:

a) Kegiatan tatap muka dimulai dengan guru menjelaskan tentang tujuan pembelajaran dan penjelasan tentang prosedur pembelajaran yang harus dilakukan;

b) Guru menyajikan materi sebagai pengantar;

c) Guru membagi siswa ke dalam 6 kelompok yang masing- masing beranggotakan 5 orang;

(19)

d) Guru menunjukkan/ memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan materi;

e) Guru menunjuk/ memanggil setiap kelompok siswa secara bergantian memasang/ mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis;

f) Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut pada masing-masing kelompok. Dari alasan/ urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep/ materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai;

g) Guru berperan sebagai fasilitator, motivator, dan pengamat untuk mengamati kegiatan siswa selama berlangsungnya proses pembelajaran;

h) Kegiatan diakhiri dengan penyampaian hasil evaluasi terhadap proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan tanggapan siswa terhadap evaluasi yang disampaikan guru.

3. Pertemuan Kedua (2 X 35 menit)

Pertemuan II dilaksanakan pada hari Sabtu, 23 April 2016. Adapun kegiatan yang dilakukan adalah sama seperti pada pertemuan pertama.

Pertemuan diakhiri dengan pemberitahuan tentang akan diadakannya tes akhir tindakan pada pertemuan berikutnya.

c. Observasi

Hasil-hasil observasi pembelajaran tindakan pada Siklus II dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Keterampilan guru dalam pembelajaran

Hasil pengamatan yang dilakukan terhadap 9 aspek ketrampilan mengajar pada tindakan Siklus II menunjukkan bahwa ketrampilan mengajar guru mengalami peningkatan dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya skor ketercapaian ketrampilan mengajar dari sebesar 71.11% meningkat menjadi 75.56% pada tindakan Siklus II.

2. Hasil belajar siswa

Hasil belajar siswa pada tindakan Siklus II diperoleh dari tes yang dilaksanakan pada hari Selasa, 19 April 2016. Berdasarkan hasil tes, dapat

(20)

diketahui bahwa hasil belajar siswa mengalami peningkatan dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar dan tingkat ketuntasan belajar siswa.

Berdasarkan hasil tes yang dilaksanakan pada akhir tindakan pembelajaran Siklus II, dapat diketahui bahwa nilai terendah yang diperoleh siswa adalah sebesar 65.00, sedangkan nilai tertinggi adalah 90.00. Nilai rata-rata kelas yang diperoleh adalah sebesar 80.17.

Mengingat bahwa nilai rata-rata hasil belajar yang diperoleh siswa sudah melampaui KKM yang ditetapkan, yaitu dengan KKM > 69.00, maka siswa kelas III Semester II SD Negeri Kateguhan 03 tahun pelajaran 2015/2016 secara klasikal sudah dianggap mencapai ketuntasan belajar dalam pembelajaran IPA.

Ditinjau dari ketuntasan belajar, jumlah siswa yang sudah mencapai ketuntasan belajar dengan KKM > 69.00 adalah sebanyak 27 orang siswa atau 90%. Jumlah siswa yang masih belum mencapai ketuntasan belajar sebanyak 3 orang siswa atau 10%. Atas dasar hal ini maka indikator penguasaan penuh berupa > 90.00% siswa sudah mencapai ketuntasan belajar dengan KKM > 69.00 sudah terlampaui.

Data ketuntasan belajar siswa pada tindakan Siklus II dapat disajikan ke dalam tabel berikut:

Tabel 7

Ketuntasan Belajar Siswa Siklus II

No. Ketuntasan Jumlah % Nilai rata-rata

1. Tuntas 27 90

80.17

2. Tidak Tuntas 3 10

Jumlah 30 100

d. Refleksi dan Hasil Evaluasi Tindakan Pembelajaran Berdasarkan hasil evaluasi tindakan pembelajaran pada Siklus II dapat diperoleh refleksi implementasi model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match sebagai berikut.

4. Implementasi model pembelajaran

kooperatif tipe Make A Match tindakan Siklus II berhasil

(21)

meningkatkan dampak proses pembelajaran berupa meningkatnya ketrampilan guru dalam pembelajaran. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya skor ketercapaian dari sebesar 66.67% pada tindakan Siklus I menjadi 90% pada tindakan Siklus II.

5. Implementasi model pembelajaran

kooperatif tipe Make A Match pada tindakan Siklus II berhasil meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar dan ketuntasan belajar siswa a) Nilai rata-rata hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari 71.35 pada akhir tindakan Siklus I, meningkat menjadi 80.17 pada akhir tindakan Siklus II;

b) Tingkat ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan dari sebesar 66.67% pada tindakan Siklus I, meningkat menjadi sebesar 90% pada akhir tindakan Siklus II.

6. Hal-hal yang masih belum berhasil dalam pembelajaran tindakan Siklus II adalah masih adanya 3 orang siswa atau 10% yang belum mencapai ketuntasan belajar. Untuk itu siswa tersebut akan diberikan perlakuan khusus berupa pembelajaran remedial sehingga dapat mencapai ketuntasan belajar.

B. Pembahasan Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran

1. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match efektif untuk meningkatkan keterampilan guru dalam pembelajaran IPA

Hipotesis yang menyatakan bahwa “Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match efektif untuk meningkatkan keterampilan guru dalam pembelajaran IPA” terbukti kebenarannya. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya skor ketercapaian keterampilan guru dalam pembelajaran pada setiap siklus tindakan yang dilakukan.

Skor ketercapaian ketrampilan guru dalam pembelajaran pada kondisi awal baru mencapai 53.33% dari skor ideal. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa keterampilan guru dalam pembelajaran masih belum optimal. Guru

(22)

masih mempunyai beberapa kelemahan dalam pembelajaran. Kelemahan tersebut pada aspek-aspek: menjelaskan materi dan cara menyusun Make A Match, keterampilan dalam hal menyediakan gambar, menyiapkan alat peraga pembelajaran, keterampilan dalam memotivasi siswa, mengajak dan melibatkan siswa dalam diskusi, serta dalam hal mengajukan pertanyaan.

Berangkat dari kondisi tersebut, guru berupaya melakukan perbaikan pada aspek-aspek keterampilan yang masih lemah. Perbaikan yang dilakukan guru pada tindakan Siklus I menunjukkan hasil yang cukup baik. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya skor ketercapaian keterampilan dari 53.33% menjadi 71.11% pada tindakan Siklus I.

Hasil pengamatan pada tindakan Siklus I menunjukkan bahwa guru masih memiliki kelemahan pada beberapa aspek keterampilan. Kelemahan yang masih dijumpai pada tindakan Siklus I adalah berupa kelemahan pada aspek: keterampilan menyiapkan alat peraga pembelajaran, keterampilan memotivasi siswa, keterampilan melibatkan siswa dalam berdiskusi, dan keterampilan mengajukan pertanyaan.

Berangkat dari hal tersebut, maka guru melakukan perbaikan pada aspek-aspek yang masih menjadi kelemahan pada tindakan Siklus II.

Perbaikan yang dilakukan pada tindakan Siklus II cukup berhasil dalam meningkatkan keterampilan guru melaksanakan pembelajaran. Hal ini diindikasikan dengan meningkatnya skor ketercapaian ketrampilan dari 71.11% pada tindakan Siklus I menjadi 75.56% pada tindakan Siklus II.

2. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match efektif untuk meningkatkan hasil belajar IPA materi Energi Bagi Siswa Kelas III Semester II SD Negeri Kateguhan Tahun Pelajaran 2015/2016

Hipotesis tindakan yang menyatakan bahwa “Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match efektif untuk meningkatkan hasil belajar IPA materi Energi Bagi Siswa Kelas III Semester II SD

(23)

Negeri Kateguhan 03 Pelajaran Tahun 2015/2016” terbukti kebenarannya.

Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya prestasi belajar siswa pada setiap siklus tindakan yang dilakukan.

Prestasi belajar siswa pada kondisi awal masih cukup rendah. Hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata hasil belajar sebesar 67.50 dan tingkat penguasaan penuh secara klasikal sebesar 53.33%. Nilai rata-rata kelas tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan KKM yang ditetapkan dengan KKM > 69.00.

Ditinjau dari tingkat penguasaan penuh secara klasikal, tingkat ketuntasan belajar siswa kelas III Semester II SD Negeri Kateguhan 03 tahun pelajaran 2015/2016 baru mencapai 53.33%. Hal ini diartikan bahwa dari 30 orang siswa yang ada, baru ada 16 orang siswa yang sudah memperoleh nilai > 69.00 dalam pembelajaran IPA.

Atas dasar hal tersebut, guru perlu melakukan perbaikan pembelajaran guna memperbaiki proses pembelajaran yang selama ini dilakukan. Upaya yang dilakukan guru adalah dengan mengaplikasikan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match untuk meningkatkan prestasi belajar siswa kelas III SD Negeri Kateguhan 03 Semester II tahun pelajaran 2015/2016 dalam pembelajaran IPA.

Upaya yang dilakukan guru dalam tindakan Siklus I cukup berhasil dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai hasil belajar dan tingkat ketuntasan belajar siswa. Nilai rata-rata diperoleh sebesar 71.35. Mengingat nilai rata-rata yang diperoleh sudah melampauai KKM yang ditetapkan dengan KKM > 69.00, maka secara klasikal siswa sudah dianggap mencapai ketuntasan belajar.

Ditinjau dari penguasaan penuh secara klasikal, tindakan Siklus I berhasil meningkatkan tingkat ketuntasan belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya tingkat ketuntasan kelas dari sebesar 53.33% pada kondisi awal meningkat menjadi 66.67% pada akhir tindakan

(24)

Siklus I. Tingkat ketuntasan belajar yang diperoleh siswa tersebut masih jauh dari indikator penguasaan penuh secara klasikal dengan tingkat ketuntasan kelas > 80.00% dari jumlah siswa.

Berangkat dari kondisi tersebut, guru berupaya melakukan perbaikan pembelajaran pada tindakan Siklus II. Perbaikan yang dilakukan adalah dengan memperbanyak jumlah kelompok, yaitu jadi 6 kelompok pada tindakan Siklus II. Dengan cara ini secara otomatis jumlah anggota masing-masing kelompok akan menjadi lebih sedikit, yaitu dari 6 orang siswa pada tindakan Siklus I diperkecil menjadi 5 orang siswa pada tindakan Siklus II.

Perbaikan yang dilakukan guru pada tindakan pembelajaran Siklus II mampu meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar dan tingkat ketuntasan belajar siswa. Nilai rata-rata hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari sebesar 71.35 pada akhir tindakan Siklus I meningkat menjadi 80.17 pada Siklus II.

Ditinjau dari penguasaan penuh secara klasikal, tindakan Siklus II berhasil meningkatkan tingkat ketuntasan belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya tingkat ketuntasan kelas dari sebesar 66.67% pada akhir tindakan Siklus I meningkat menjadi sebesar 90.%

pada akhir tindakan Siklus II.

Peningkatan prestasi belajar siswa dari kondisi awal hingga akhir tindakan pembelajaran Siklus II selanjutnya dapat disajikan ke dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 9

Prestasi Belajar Siswa dari Kondisi Awal hingga Akhir Tindakan Siklus II

No. Ketuntasan Awal Siklus I Siklus II

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

1. Tuntas 16 53.33 20 66.67 27 90

2. Blm Tuntas 14 46.67 10 33.33 3 10

(25)

Jumlah 30 100 30 100 30 100

Nilai Rata-rata 67.50 71.35 80.17

Nilai Terendah 50 60 65

Nilai Tertinggi 85 85 90

Peningkatan prestasi belajar siswa menunjukkan bahwa dampak produk proses pembelajaran menjadi semakin jelas dan nyata. Hasil ini bila dikaji dari tingkat ketuntasan belajar siswa akan menjadi semakin jelas.

Model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match yang digunakan guru mampu mendorong siswa untuk teribat dalam proses pembelajaran secara aktif. Aktivitas siswa dalam pembelajaran ditunjukkan dengan keterlibatan mereka dalam kerja kelompok maupun kerja individu.

Dorongan yang diberikan guru dalam model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match dapat menciptakan keberanian dalam diri siswa untuk berinteraksi dalam pembelajaran dan meningkatkan rasa percaya diri siswa. Hal ini dapat mendorong adanya keinginan untuk melakukan suatu usaha dengan melakukan latihan dalam proses belajar pada diri siswa.

Dengan demikian maka aktivitas belajar siswa semakin meningkat dalam proses pembelajaran. Meningkatnya aktivitas belajar tersebut pada gilirannya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

V. SIMPULAN DAN SARAN TINDAK LANJUT A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, selanjutnya dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match guna meningkatkan hasil belajar IPA dilaksanakan dalam 2 (dua) siklus tindakan. Kegiatan yang dilakukan dalam setiap siklus tindakan mencakup 7 (tujuh) tahapan, yaitu: a) Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai; b) Guru menyajikan materi sebagai pengantar; c) Guru

(26)

menunjukkan/ memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan materi; d) Guru menunjuk/ memanggil siswa secara bergantian memasang/

mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis; e) Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut; f) Dari alasan/

urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep/materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai; dan g) Di akhir pembelajaran, guru bersama siswa mengambil kesimpulan sebagai penguatan materi pelajaran.

2. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match efektif untuk meningkatkan ketrampilan guru dalam pembelajaran IPA. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya skor ketercapaian ketrampilan guru pada setiap siklus tindakan yang dilakukan. Skor ketercapaian ketrampilan guru dalam pembelajaran meniingkat dari sebesar 53.33% pada kondisi awal, meningkat menjadi 66.67% pada tindakan Siklus I, kemudian meningkat menjadi 90% pada tindakan Siklus II.

3. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match efektif untuk meningkatkan hasil belajar IPA materi “Sumber Energi, macam – macam sumber energi” Bagi Siswa Kelas III Semester II SD Negeri Kateguhan 03 Tahun Pelajaran 2015/2016. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar dan tingkat ketuntasan belajar siswa pada setiap siklus tindakan yang dilakukan. Nilai rata-rata hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari sebesar 67.50 pada kondisi awal menjadi 71.35 pada akhir tindakan Siklus I, kemudian meningkat menjadi 80.17 pada akhir tindakan Siklus II. Tingkat ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan dari sebesar 55.53% pada kondisi awal meningkat menjadi 66.67% pada tindakan Siklus I, kemudian meningkat menjadi sebesar 90%

pada akhir tindakan Siklus II.

B. Saran dan Tindak Lanjut

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, selanjutnya dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut:

1. Bagi Siswa

a. Siswa disarankan untuk ikut terlibat aktif dalam proses pembelajaran sehingga hasil yang diperoleh semakin optimal.

(27)

b. Siswa disarankan untuk bertanya kepada guru atau teman lain apabila menghadapi kesulitan dalam memahami materi sehingga penguasaan terhadap materi semakin meningkat.

2. Bagi Guru Kelas

a. Guru disarankan untuk lebih optimal dalam meningkatkan kapasitas diri sehingga ketrampilan dalam melaksanakan pembelajaran semakin meningkat.

b. Guru disarankan agar mau mencoba berbagai metode pembelajaran yang bervariatif sehingga siswa dapat memperoleh pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna.

3. Bagi Sekolah

Sekolah disarankan untuk mendorong para guru untuk meningkatkan ketrampilan dalam melaksanakan pembelajaran dan menerapkan berbagai metode pembelajaran yang inovatif guna memberikan pengalaman belajar yang baru bagi siswa mereka.

DAFTAR PUSTAKA

.

I G A K Wardani & Wihardit, K. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta:

Universitas Terbuka.

Isjoni. 2009. Cooperatif Learning Mengembangkan Kemempuan Belajar Berkelompok. Bandung. Alfabeta

Lie, A. 2008. Cooperative Learning Mempraktikan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: Grasindo.

Suharsimi Arikunto, Suhardjono, dan Supardi . 2006. Penelitian Tindakan Kelas.

Jakarta : PT Bumi Aksara.

Sri Anitah W,DKK. 2014. Strategi Pembelajran di SD. Tangerang Selatan : Universitas Terbuka.

Sugiyanto. 2009. Model Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta. Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13 FKIP UNS.

Slavin, Robert E. 1995. Cooperative Learning . Printed in United states of Amirica.

(28)

_____________ . 2009. Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media.

Aqib, Zainal. 2012. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru. Bandung: Yrama Widya.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Penelitian Tindakan untuk Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas. Yogyakarta: Aditya Media.

Asep Herry Hernawan, dkk . 2008. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam.Yogyakarta:Pustaka Belajar.

Dimyati & Mudjiono. 2010. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Hamalik, Oemar. 2012. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru.

Istarani. 2011. Pembelajaran kooperatif tipe picture in picture. Jakarta: Gramedia Pustaka Tama.

Maslichah Asy’ari. 2006. Pembelajaran sains di Sekolah Dasar .Jakarta:

Gramedia Pustaka Tama.

Purwanto, Ngalim.2008. Ilmu pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung : Remaja.

Rosda Karya.

Rositawaty. 2008. Belajar Ilmu Pengetahuan Alam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Referensi

Dokumen terkait