• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of Penerapan Pembelajaran Berdiferensiasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Peserta Didik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of Penerapan Pembelajaran Berdiferensiasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Peserta Didik"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Universitas Muhammadiyah Gresik E-ISSN : xxxx-xxxx

DOI : ………..

Vol 1 No 1: Fostering a Learning Community Engagement Though a Lesson Study

115

Penerapan Pembelajaran Berdiferensiasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Peserta Didik

Eko Rahmad Bahrudin1, Fatimatul Khikmiyah2, Kamal Ardiansyah3, Alfiyatur Rohma4

1,2,3 Universitas Muhammadiyah Gresik, 4UPT SMP Negeri 16 Gresik

ARTICLE INFO ABSTRAK

Kata Kunci:

Pemahaman Konsep;

Pemahaman Konsep

Matematika;

Pembelajaran Berdiferensiasi

Matematika lebih dari hanya sekadar mengajarkan tentang kemampuan berhitung dan menghafal rumus. NCTM menyebutkan bahwa aspek penting dalam pembelajaran matematika adalah kemampuan pemahaman konsep. Jika pemahaman konsep dikuasai dengan baik, maka peserta didik akan mampu mengaitkan dan menghubungkan konsep satu dengan yang lainnya. Namun faktanya, masih banyak peserta didik yang memiliki kemampuan pemahaman konsep yang rendah. Salah satu faktor yang membuat peserta didik kesulitan dalam memahami konsep matematika adalah karena pembelajaran yang diciptakan oleh guru tidak bermakna bagi peserta didik. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk dapat memfasilitasi perbedaan karakteristik dan kebutuhan peserta didik adalah dengan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas. Subjek penelitian ini adalah 32 peserta didik kelas VIII C UPT SMP Negeri 16 Gresik tahun ajaran 2022/2023. Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan yaitu perencanaan, tindakan dan observasi, refleksi.

Penelitian ini akan berhenti jika terdapat peningkatan pemahaman konsep matematika peserta didik. Hasil data yang diperoleh menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran berdiferensiasi mampu meningkatkan pemahaman konsep peserta didik kelas VIII C UPT SMP Negeri 16 Gresik. Pada pra siklus, pemahaman konsep peserta didik hanya 41% dengan kategori sangat rendah. Pada siklus I, meningkat menjadi 66% dengan kategori sedang. Pada siklus II, pemahaman konsep peserta didik meningkat menjadi 79% dengan kategori tinggi.

Corresponding Author:

Eko Rahmad Bahrudin

(2)

116

Universitas Muhammadiyah Gresik; ekorahmad4@gmail.com

PENDAHULUAN

Matematika merupakan ilmu yang mempelajari ide-ide asbtrak (Masriyah, 2016). Dengan demikian matematika tidak dapat dipisahkan dari struktur-struktur dan bentuk-bentuk abstrak yang dipelajari dengan cara memahami konsep, kemudian menemukan hubungan antar konsep. Dari keterkaitan hubungan antar konsep tersebut, kemudian mengimplementasikan konsep secara tepat untuk memecahkan masalah. Hal ini sejalan dengan Bahrudin (2019) yang menyatakan bahwa untuk mempelajari matematika, pahami terlebih dahulu materi atau konsepnya, kemudian aplikasikan untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Konsep yang terdapat pada matematika disusun secara terstrukur dan bersifat hierarki. Mempelajari matematika harus berurutan, bertahap, dan berkelanjutan, dimulai dari yang sederhana hingga yang paling kompleks.

Dalam pembelajaran matematika, peserta didik harus memahami suatu konsep matematika terlebih dahulu agar dapat memecahkan masalah dan mampu mengimplementasikan pembelajaran tersebut dalam permasalahan dunia nyata. Dalam National Council of Teacher of Mathematics atau NCTM menyebutkan bahwa aspek penting dalam pembelajaran matematika adalah kemampuan pemahaman konsep. Jika pemahaman konsep dikuasai dengan baik, maka peserta didik akan mampu mengaitkan dan menghubungkan konsep satu dengan yang lainnya (NCTM, 2000). Oleh sebab itu, pemahaman konsep menjadi kemampuan penting yang harus dikuasai oleh peserta didik dalam pembelajaran matematika.

Pemahaman konsep adalah pengetahuan yang melibatkan pemahaman secara menyeluruh tentang konsep dasar dari algoritma yang dilakukan dalam matematika (Andamon & Tan, 2018). Algoritma yang dimaksud adalah metode atau langkah-langkah yang digunakan untuk menyelesaikan masalah. Peserta didik dikatakan memiliki kemampuan pemahaman konsep jika peserta didik mampu menjelaskan kembali konsep yang dipelajari dengan bahasanya sendiri dan menggunakan konsep dalam berbagai situasi atau permasalahan yang berbeda (Kusumaningsih et al., 2019; Umam, 2019).

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran matematika bukan suatu hafalan dimana peserta didik tidak hanya mengetahui atau mengingat sejumlah konsep yang dipelajari, tetapi mampu menjelaskan dalam bentuk lain yang mudah dipahami. Peserta didik yang memahami konsep-konsep dalam matematika, maka ia dapat menggunakan konsep tersebut untuk menyelesaikan berbagai masalah dalam matematika maupun masalah di luar matematika (Saleh Haji, 2019).

Salah satu faktor yang penting dalam capaian pembelajaran matematika adalah pemahaman konsep (Septian et al., 2020). Meskipun pemahaman konsep menjadi kemampuan yang sangat penting untuk dikembangkan, namun fakta di lapangan menunjukkan masih banyak peserta didik yang belum memahami konsep dengan baik. Dari hasil observasi dan wawancara dengan guru matematika di UPT SMP Negeri 16 Gresik, dapat disimpulkan bahwa pada kenyataannya banyak sekali peserta didik yang mengalami kesulitan dalam memahami materi pelajaran matematika yang dijelaskan oleh guru. Ketika guru bertanya mengenai konsep baru yang telah dijelaskan, hanya 15% peserta didik yang dapat menjelaskan kembali konsep tersebut.

Hal ini diperkuat dengan hasil observasi yang dilakukan peneliti selama melakukan pembelajaran dalam Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) di sekolah tersebut. Pada saat mengajar, guru menuliskan materi kemudian menjelaskan dan memberi contoh, beberapa peserta didik mengatakan paham.

Ketika guru memberikan persoalan yang berbeda dengan contoh yang diberikan meskipun dengan konsep yang sama, ternyata masih ada banyak peserta didik yang tidak dapat menyelesaikannya. Hal tersebut menandakan bahwa pemahaman konsep peserta didik masih rendah.

(3)

117

Data hasil observasi tersebut menunjukkan bahwa untuk mencapai pemahaman konsep peserta didik dalam matematika bukanlah hal yang mudah karena pemahaman konsep matematika dilakukan secara individu. Setiap peserta didik mempunyai karakteristik dan kemampuan yang berbeda dalam mencapai pemahaman konsep matematika. Salah satu kunci kesuksesan dalam pencapaian peserta didik memahami konsep matematika adalah peran guru. Guru bukan lagi sebagai sumber utama dalam proses pembelajaran, guru hanya bertindak sebagai fasilitator yang mengarahkan, mengatur, dan menciptakan proses pembelajaran yang sesuai dan efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Pemahaman konsep yang dicapai oleh peserta didik selama proses pembelajaran dipengaruhi oleh cara guru dalam memilih model pembelajaran untuk menyampaikan materi pelajaran kepada peserta didik (Inayah et al., 2020).

Lestari & Surya (2017) berpendapat jika banyak guru yang beranggapan bahwa konsep-konsep baru hanyalah tambahan bagi peserta didik, sehingga diajarkan hanya untuk diingat dan dihafalkan.

Fakta dilapangan menunjukkan guru mengajar masih secara konvensional dan berpusat pada guru.

Artinya guru hanya menjelaskan, memberi contoh, dan kemudian memberikan latihan soal biasa kepada peserta didik. Praktik pembelajaran seperti ini menjadi salah satu penyebab rendahnya pemahaman konsep peserta didik. Pembelajaran konvensional tidak mampu menciptakan pembelajaran yang bermakna bagi peserta didik. Raj Acharya (2017) menjelaskan bahwa salah satu faktor yang membuat peserta didik kesulitan dalam memahami konsep matematika adalah karena pembelajaran yang diciptakan oleh guru tidak bermakna bagi peserta didik. Pembelajaran yang cenderung pada pencapaian target materi hanya akan mengakibatkan pemahaman konsep peserta didik tidak berkembang dengan baik.

Kemampuan dan ketepatan guru dalam memilih serta menerapkan pendekatan pembelajaran yang cocok dengan materi diajarkan sangat dibutuhkan. Guru dituntut profesional dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran. Guru harus mampu merancang pembelajaran matematika dengan metode, strategi, atau pendekatan yang dapat memposisikan peserta didik sebagai subjek belajar tidak lagi menjadi objek belajar (Ilyas & Basir, 2016). Pembelajaran tidak lagi berpusat kepada guru, melainkan berpusat kepada peserta didik. Guru berperan sebagai pembimbing dan fasilitator, sedangkan peran peserta didik adalah berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran sehingga pembelajaran matematika menjadi bermakna.

Belajar matematika merupakan hak dari setiap peserta didik tanpa memandang kondisi dan latar belakang peserta didik. Faktor kesamaan dalam proses pembelajaran matematika akan memberikan motivasi bagi peserta didik untuk memahami konsep-konsep dalam matematika (Raj Acharya, 2017).

Dibutuhkan suatu pendekatan atau metode pembelajaran yang dapat memenuhi kebutuhan yang beragam dari peserta didik. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk dapat memfasilitasi perbedaan karakteristik dan kebutuhan peserta didik adalah dengan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi.

Istilah berdiferensiasi dalam pembelajaran berarti menyesuaikan pembelajaran agar dapat memenuhi kebutuhan cara belajar peserta didik (Ade Sintia Wulandari, 2022). Tomlinson (2001) mengungkapkan bahwa pembelajaran berdiferensiasi yaitu pembelajaran yang dapat mengakomodasi kebutuhan peserta didik sehingga dapat memaksimalkan potensi yang ada pada peserta didik. Hal ini sejalan dengan pendapat Marlina et al., (2019) yang menyatakan bahwa pembelajaran berdiferensiasi merupakan penyesuaian terhadap minat, gaya belajar, dan kemampuan peserta didik agar tercapai peningkatan hasil belajar.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis akan melakukan penelitian dengan judul

“Penerapan Pembelajaran Berdiferensiasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Peserta Didik”.

Dalam penelitian ini, penulis akan membahas mengenai pemahaman konsep peserta didik melalui pembelajaran berdiferensiasi. Penerapan pembelajaran berdiferensiasi diharapkan dapat

(4)

118

meningkatkan pemahaman konsep peserta didik. Indikator pemahaman konsep yang dimaksudkan dalam penelitian ini tersaji pada tabel 1.

Tabel 1. Indikator dan Rubrik Penskoran Kemampuan Pemahaman Konsep Indikator

Pemahaman Konsep

Keterangan Skor

Menyatakan ulang konsep yang telah dipelajari

Tidak dapat menyatakan ulang konsep 0

Dapat menyatakan ulang konsep tetapi tidak tepat 1 Dapat menyatakan ulang konsep dengan tepat tetapi belum

lengkap

2 Dapat menyatakan ulang konsep dengan tepat dan lengkap 3 Mengidentifikasi

contoh dan non contoh dari suatu konsep

Tidak dapat mengidentifikasi contoh dan non contoh 0 Dapat mengidentifikasi contoh dan bukan contoh tetapi kurang tepat dan tidak lengkap

1 Dapat mengidentifikasi contoh dan bukan contoh tetapi belum tepat dan lengkap

2 Dapat mengidentifikasi contoh dan bukan contoh dengan tepat tetapi kurang lengkap

3 Dapat mengidentifikasi contoh dan bukan contoh dengan tepat dan lengkap

4 Menyajikan konsep

dalam bentuk representasi matematis

Tidak dapat menyajikan sebuah konsep dalam bentuk representasi matematis

0 Dapat menyajikan sebuah konsep dalam bentuk representasi

matematis (gambar) tetapi tidak tepat

1 Dapat menyajikan sebuah konsep dalam bentuk representasi

matematis (gambar) dengan tepat tetapi ukuran pada gambar salah.

2

Dapat menyajikan sebuah konsep dalam bentuk representasi matematis (gambar) dengan tepat dan ukuran pada gambar benar.

3

Menggunakan prosedur atau operasi tertentu

Tidak dapat memilih dan menggunakan prosedur atau operasi dengan tepat

0 Dapat memilih dan menggunakan prosedur atau operasi, tetapi kurang lengkap

1 Dapat memilih dan menggunakan prosedur atau operasi

dengan tepat, tetapi perhitungan salah

2 Dapat memilih dan menggunakan prosedur atau operasi

dengan tepat, dan perhitungan benar

3 Mengaplikasikan

konsep secara algoritma dalam pemecahan masalah

Tidak dapat mengaplikasikan rumus sesuai prosedur dalam pemecahan masalah

0 Dapat mengaplikasikan rumus sesuai prosedur dalam

pemecahan masalah, tetapi tidak melakukan perhitungan

1 Dapat mengaplikasikan rumus sesuai prosedur dalam

pemecahan masalah tetapi perhitungan banyak salah.

2 Dapat mengaplikasikan rumus sesuai prosedur dalam

pemecahan masalah tetapi perhitungan belum tepat

3 Dapat mengaplikasikan rumus sesuai prosedur dalam

pemecahan masalah dengan tepat

4 Sumber: Adaptasi dari Humaira Syaifar et al., (2022)

(5)

119 METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas. Metode ini cocok digunakan karena penelitian ini bertujuan mengetahui penerapan pembelajaran berdiferensiasi untuk meningkatkan pemahaman konsep peserta didik. Model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Kemiss dan Mc Taggart. Tahapan siklus tersebut adalah tahapan yang berulang, mulai dari perencanaan (planning), tindakan (acting), observasi (observing), refleksi (reflecting), dan kembali ke perencanaan selanjutnya berdasarkan refleksi pada akhir setiap siklus. Untuk pelaksanaan tindakan dan observasi dilakukan pada waktu yang bersamaan (di kelas), sedangkan perencanaan dan refleksi dilaksanakan di luar kelas. Subjek dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas VIII C UPT SMP Negeri 16 Gresik tahun ajaran 2022/2023 sebanyak 32 peserta didik dengan rincian 12 laki-laki dan 20 perempuan dengan karakteristik dan kemampuan belajar yang berbeda-beda.

Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrumen utama karena peneliti yang berperan sebagai perencana, pelaksana, pengamat segala tindakan, serta penganalisis data. Lembar observasi pelaksanaan pembelajaran digunakan untuk memperoleh informasi pembelajaran berdiferensiasi yang dilaksanakan di kelas VIII C UPT SMP Negeri 16 Gresik. Tes pemahaman konsep terdiri dari tes awal dan tes siklus. Peneliti menggunakan Ujian Tengah Sumatif (UTS) sebagai tes awal dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan pemahaman konsep awal peserta didik. Tes pemahaman konsep dilakukan sebanyak dua kali, yaitu formatif I dan formatif II. Bentuk tesnya adalah soal uraian sebanyak 5 soal dengan durasi pengerjaan tes selama 2 Jam Pelajaran atau selama 80 menit. Tes ini dilaksanakan untuk mengukur peningkatan pemahaman konsep peserta didik melalui pembelajaran berdiferensiasi.

Analisis data hasil tes dilakukan untuk mengukur pemahaman konsep peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran berdiferensiasi. Adapun rumus Persentase Pemahaman Konsep (PPK) yang digunakan adalah sebagai berikut.

𝑃𝑃𝐾 =𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡

𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 × 100%

Setelah diperoleh hasil persentase pemahaman konsep peserta didik, peneliti menentukan kategori pemahaman konsep untuk mengetahui kualifikasi pemahaman konsep peserta didik. Berikut merupakan kategori pemahaman konsep peserta didik yang digunakan dalam penelitian ini.

Tabel 2. Kategori Pemahaman Konsep Peserta Didik Persentasi Skor Tes Kriteria/Kategori

86% - 100% Sangat Tinggi

76% - 85% Tinggi

60% - 75% Sedang

55% - 59% Rendah

0% - 54% Sangat Rendah

Sumber: Asdarina & Ridha (2020)

Penelitian Tindakan Kelas ini dinyatakan berhasil apabila memenuhi indikator keberhasilan, yaitu sebagai berikut.

1. Keberhasilan penerapan pembelajaran berdiferensiasi sehingga terjadi peningkatan pemahaman konsep peserta didik secara klasikal dengan nilai rata-rata persentase minimal 75%.

2. Persentase ketuntasan belajar peserta didik secara klasikal mencapai 50% dari jumlah keseluruhan peserta didik yang telah lulus Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Peserta didik

(6)

120

dianggap telah lulus KKM atau tuntas belajar jika mendapatkan persentase pemahaman konsep minimal > 75% atau minimal dalam kategori Tinggi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil penelitian terhadap penerapan pembelajaran berdiferensiasi untuk meningkatkan pemahaman konsep peserta didik di kelas VIII C UPT SMP Negeri 16 Gresik terlaksana dalam 2 siklus.

Berikut uraian hasil dari masing-masing siklus.

Siklus I

Proses pembelajaran pada siklus I melalui tahapan berikut ini.

1. Perencanaan Tindakan Siklus I

Perencanaan yang dilakukan untuk melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi pada siklus I adalah menyusun tujuan pembelajaran. Pada pertemuan pertama akan membahas mengenai luas permukaan dan volume kubus. Sedangkan pertemuan kedua membahas mengenai luas permukaan dan volume balok. Selanjutnya menyusun modul ajar. Modul ajar tersebut meliputi bahan ajar, LKPD, dan asesmen yang digunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran. Modul ajar yang dibuat harus memuat komponen pembelajaran berdiferensiasi sebagai bentuk intervensi yang akan dilakukan. Sedangkan untuk asesmennya dirancang dengan memuat indikator-indikator pemahaman konsep.

2. Tindakan dan Observasi Siklus I

Pada tahap ini merupakan implementasi dan observasi dari perencanaan yang dilakukan.

Pelaksanaan pada siklus I dilakukan 2 pertemuan yang masing-masing berdurasi 2 jam pelajaran (80menit). Pada pertemuan pertama pada siklus I diawali dengan pembagian kelompok sesuai dengan kemampuan pemahaman konsep peserta didik. Pengelompokkan tersebut berdasarkan hasil pengerjaan tes awal pemahaman konsep yang dilakukan sebelumnya. Peneliti bertindak sebagai guru yang melaksanakan tindakan pembelajaran sesuai dengan modul yang telah direncanakan. Model pembelajaran yang digunakan pada pertemuan pertama ini adalah model pembelajaran penemuan atau Discovery Learning. Guru memulai pembelajaran dengan mengucapkan salam dan berdoa. Kemudian menanyakan kabar peserta didik. Guru meminta didik unttuk melakukan zona feeling. Guru menampilkan emoticon melalui PPT, tugas peserta didik adalah menceritakan perasaannya waktu itu melalui emoticon yang ditampilkan. Tujuan adanya zona feeling adalah untuk menguatkan kesadaran diri peserta didik. Kegiatan selanjutnya adalah guru melakukan apersepsi, pertanyaan pemantik serta pemahaman bermakna terkait cita-cita (menjadi arsitek) yang berkaitan dengan materi bangun ruang sisi datar. Guru kemudian membagi peserta didik menjadi beberapa kelompok berdasarkan kemampuan awal peserta didik dan memberikan LKPD. Tujuan pembagian kelompok berdasarkan kemampuan awal adalah untuk mendukung terjadinya pembelajaran berdiferensiasi berdasarkan aspek proses. Kelompok dengan kemampuan awal rendah mendapatkan bimbingan dan scaffolding yang lebih banyak. LKPD yang digunakan diintegrasikan dengan kearifan lokal daerah setempat yaitu wisata religi Makam Sunan Giri. Pada LKPD tersebut, peserta didik diminta untuk memahami unsur-unsur bangun ruang, menemukan kembali rumus luas permukaan dan volume kubus, serta

(7)

121

menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas permukaan dan volume kubus. Di akhir pembelajaran, ada kelompok yang mempresentasikan hasil diskusinya.

Pada pertemuan kedua, model pembelajaran yang digunakan adalah pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning (PBL). Pembelajaran yang dilakukan tetap dengan berdasarkan aspek-aspek pembelajaran berdiferensiasi proses. Tujuan pembelajarannya adalah menemukan kembali rumus luas permukaan dan volume balok serta menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas permukaan dan volume balok. Pada pertemuan kedua ini, pengelompokkan peserta didik didasarkan pada gaya belajar. Peserta didik dengan gaya belajar auditori dan visual diberikan media berupa video pembelajaran. Sedangkan untuk gaya belajar kinestetik, diberikan media jaring-jaring balok. Setelah menemukan rumus luas permukaan dan volume balok, pada LKPD tersebut juga terdapat permasalahan sehari-sehari yang berkaitan dengan balok. LKPD tersebut juga tersaji soal-soal yang berkaitan dengan translasi. Diakhir pembelajaran terdapat kelompok yang mempresentasikan hasil diskusi mengenai LKPD tersebut dan disimpulkan secara bersama-sama antara guru dan peserta didik mengenai materi luas permukaan dan volume balok.

3. Refleksi Siklus I

Secara umum, pelaksanaan pembelajaran berdiferensiasi berdasarkan aspek proses berjalan dengan cukup baik. Namun, masih ada beberapa hal yang perlu diperbaiki, diantaranya adalah sebagai berikut, beberapa peserta didik msih belum terbiasa dengan pembelajaran berdiferensiasi. Belum ada kerjasama untuk mengerjakan tugas LKPD, sehingga membutuhkan waktu untuk diskusi yang lama. Peserta didik tidak dapat menangkap poin- poin penting terkait permasalahan yang disajikan pada LKPD. Beberapa peserta didik masih kesulitan dalam mengerjakan LKPD. Mereka tidak berusaha untuk membaca terlebih dahulu, tapi langsung bertanya kepada guru. Guru tidak menggunakan media pembelajaran sehingga menyebabkan peserta didik sulit memahami konsep.

4. Pemahaman Konsep Peserta Didik Siklus I

Tes pemahaman konsep siklus I dilaksanakan selama 80 menit (2JP). Tes ini terdiri dari 5 soal essay dengan materi yang berkaitan dengan kubus dan balok. Dari 32 peserta didik, terdapat 14 peserta didik yang tuntas belajar, sedangkan 18 peserta didik lainnya belum tuntas belajar.

Sehingga persentase ketuntasan belajar pada siklus I ini sebesar 44%. Secara klasikal, rata-rata persentase pemahaman konsep peserta didik pada siklus I ini sebesar 66%, tergolong dalam kategori sedang. Adapun persentase per-indikator pemahaman konsep matematika peserta didik pada siklus I dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3. Persentase Per-Indikator Pemahaman Konsep Peserta didik Siklus I

Indikator Siklus I

(%) Kategori Menyatakan ulang konsep yang telah

dipelajari 78 Tinggi

Mengidentifikasi contoh dan non contoh

dari suatu konsep 77 Tinggi

Menyajikan konsep dalam bentuk

representasi matematis 78 Tinggi

Menggunakan prosedur atau operasi

tertentu 64 Sedang

(8)

122

Indikator Siklus I

(%) Kategori Mengaplikasikan konsep secara algoritma

dalam pemecahan masalah 33 Sangat Rendah

Rata-rata 66 Sedang

Siklus 2

Proses pembelajaran pada siklus II melalui tahapan berikut ini.

1. Perencanaan Tindakan Siklus II

Perencanaan yang dilakukan untuk melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi pada siklus II adalah menyusun tujuan pembelajaran. Pada pertemuan pertama akan membahas mengenai luas permukaan dan volume prisma. Sedangkan pertemuan kedua membahas menganai luas permukaan limas. Selanjutnya menyusun modul ajar. Modul ajar tersebut meliputi bahan ajar, LKPD, dan asesmen yang digunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran.

Modul ajar yang dibuat harus memuat komponen pembelajaran berdiferensiasi sebagai bentuk intervensi yang akan dilakukan. Sedangkan untuk asesmennya dirancang dengan memuat indikator-indikator pemahaman konsep.

2. Tindakan dan Observasi Siklus II

Pada pertemuan pertama pada siklus II diawali dengan pembagian kelompok sesuai dengan keaktifan peserta didik. Pengelompokkan tersebut berdasarkan hasil pengamatan selama proses pembelajaran pada siklus I. Model pembelajaran yang digunakan yaitu model pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning (PBL). Guru memulai pembelajaran dengan mengucapkan salam dan berdoa. Guru memberikan sticky note kepada peserta didik untuk menuliskan perasaannya hari itu. Tujuan adanya zona feeling adalah untuk menguatkan kesadaran diri peserta didik. Peserta didik sudah mulai bisa untuk aktif menulis dan menceritakan emosinya. Kegiatan selanjutnya adalah guru melakukan apersepsi, pertanyaan pemantik serta pemahaman bermakna yang berkaitan dengan materi bangun ruang sisi datar.

Guru kemudian membagi peserta didik menjadi beberapa kelompok berdasarkan keaktifan peserta didik dan memberikan LKPD. Tujuan pembagian kelompok berdasarkan keaktifan peserta didik adalah untuk mendukung terjadinya pembelajaran berdiferensiasi berdasarkan aspek proses. Kelompok dengan keaktifan rendah mendapatkan bimbingan dan scaffolding yang lebih banyak. Hal ini agar peserta didik dapat saling berdiskusi menyelesaikan permasalahan di LKPD. Guru menggunakan media geogebra untuk membantu peserta didik memahami konsep prisma dan limas. Di akhir pembelajaran, ada kelompok yang mempresentasikan hasil diskusinya.

Pada pertemuan kedua, pembelajaran yang dilakukan tetap dengan berdasarkan aspek-aspek pembelajaran berdiferensiasi proses dan model pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning (PBL). Pada pertemuan kedua ini, pengelompokkan peserta didik didasarkan pada kemampuan pemahaman konsep peserta didik berdasarkan hasil tes pemahaman konsep siklus I. Kelompok dengan kemampuan pemahaman konsep rendah mendapatkan bimbingan dan scaffolding yang lebih banyak. Peserta didik mulai dapat memahami konsep dengan baik.

Hal ini ditunjukkan dengan adanya diskusi antar peserta didik dalam menyelesaikan LKPD.

Diakhir pembelajaran terdapat kelompok yang mempresentasikan hasil diskusi mengenai

(9)

123

LKPD tersebut dan disimpulkan secara bersama-sama antara guru dan peserta didik mengenai materi luas permukaan dan volume prisma serta limas.

3. Refleksi Siklus II

Dalam proses pembelajaran, Peserta didik kesulitan memahami perbedaan tinggi bangun ruang dengan tinggi pada bidang alas dari bangun ruang. Guru perlu memberikan penguatan kepada peserta didik yang mengalami kesulitan membedakan tinggi bangun ruang dengan tinggi pada bidang alas dari bangun ruang. Setelah diberikan penguatan dengan menggunakan media geogebra, peserta didik mulai dapat memahami perbedaannya.

4. Pemahaman Konsep Peserta Didik Siklus II

Tes pemahaman konsep siklus II dilaksanakan selama 80 menit (2JP). Tes ini terdiri dari 5 soal essay dengan materi yang berkaitan dengan prisma dan limas. Dari 32 peserta didik, terdapat 21 peserta didik yang tuntas belajar, sedangkan 11 peserta didik lainnya belum tuntas belajar.

Sehingga persentase ketuntasan belajar pada siklus II mencapai 66% dan sudah memenuhi indikator keberhasilan penelitian ini. Secara klasikal, rata-rata persentase pemahaman konsep peserta didik pada siklus II ini sebesar 79% atau berada dalam kategori tinggi. Adapun persentase per-indikator pemahaman konsep matematika peserta didik pada siklus II dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4. Persentase Per-Indikator Pemahaman Konsep Peserta didik Siklus II

Indikator Siklus I

(%) Kategori Menyatakan ulang konsep yang telah

dipelajari

88 Sangat Tinggi Mengidentifikasi contoh dan non contoh

dari suatu konsep

89 Sangat Tinggi Menyajikan konsep dalam bentuk

representasi matematis

93 Sangat Tinggi Menggunakan prosedur atau operasi

tertentu

70 Sedang

Mengaplikasikan konsep secara algoritma dalam pemecahan masalah

56 Rendah

Rata-rata 79 Tinggi

Pembahasan

(10)

124

Rangkaian tahap penelitian sudah berjalan dengan baik, dimulai dari perencanaan, tindakan, dan refleksi. Berikut persentase rata-rata pemahaman konsep matematika peserta didik kelas VIII C secara keseluruhan.

Gambar 1. Diagram Persentase per-Indikator Pemahaman Konsep Peserta Didik

Pembelajaran matematika dengan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi yang dilakukan di kelas VIII C UPT SMP Negeri 16 Gresik dapat meningkatkan pemahaman konsep matematika peserta didik. Pembelajaran berdiferensiasi yang dilakukan disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik peserta didik, sehingga peserta didik dapat belajar dengan lebih optimal. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh (Kamal, 2021) yang menyimpulkan bahwa penerapan pembelajaran berdiferensiasi dapat meningkatkan hasil belajar matematika. Peserta didik dengan kemampuan pemahaman konsep yang baik akan memperoleh hasil belajar yang baik dalam pembelajaran matematika (Sihombing et al., 2021). Dalam penelitian ini, peningkatan hasil belajar ditunjukkan dari peningkatan persentase ketuntasan belajar peserta didik. Peserta didik dianggap telah lulus KKM atau tuntas belajar jika mendapatkan persentase pemahaman konsep minimal ≥ 75%.

Pada pra siklus, hanya 9% dari 32 peserta didik yang tuntas belajar. Sedangkan pada siklus I, persentase ketuntasan belajar peserta didik mengalami peningkatan menjadi 44% (14 peserta didik). Ketuntasan belajar peserta didik mencapai 66% atau 21 peserta didik yang tuntas belajar dalam siklus II.

Penerapan pembelajaran berdiferensiasi dilakukan dengan pengelompokkan peserta didik berdasarkan kebutuhan belajar peserta didik. Syarifuddin & Nurmi (2022) menjelaskan bahwa melalui pengelompokkan kemampuan peserta didik dan menggunakan pengembangan materi yang bervariasi sesuai kemampuan peserta didik dapat meningkatkan hasil belajar. Peserta didik dengan tingkat pemahaman kategori tinggi dapat menerima dan memahami konsep-konsep matematika dengan mudah, walaupun bimbingan dari guru yang tidak terlalu intensif. Kemudian peserta didik dengan tingkat pemahaman yang sedang, dapat menerima dan memahami konsep dengan baik dengan bimbingan dari guru maupun dari teman yang memiliki kemampuan tinggi. Akan tetapi, peserta didik dengan kategori kemampuan rendah, sangat dibutuhkan pendekatan atau tindakan yang lebih ekstra dari seorang guru untuk memberikan pemahaman dan menanamkan konsep yang sama dengan peserta didik yang pemahaman berkategori tinggi dan sedang. Oleh karena itu, dengan pengelompokkan yang disesuaikan dengan kemampuan awal peserta didik diharapkan pula dapat meningkatkan pemahaman konsep matematika sehingga berdampak pula pada hasil belajar peserta didik. Peserta didik yang memiliki kemampuan pemahaman konsep matematika yang tinggi mampu menghasilkan nilai yang bagus terhadap hasil belajar matematika (Novitasari & Leonard, 2017).

Berdasarkan hasil penerapan pembelajaran berdiferensiasi, pemahaman konsep matematika peserta didik secara bertahap mengalami peningkatan. Pada pra siklus persentase rata-rata

54% 48%

24%

42% 36%

78% 77% 78%

64%

33%

88% 89% 93%

70%

56%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

Indikator 1 Indikator 2 Indikator 3 Indikator 4 Indikator 5

Persentase per-Indikator Pemahaman Konsep Peserta Didik

Pra Siklus Siklus I Siklus II

(11)

125

pemahaman konsep peserta didik secara klasikal hanya 41%. Hasil tes siklus I, persentase rata-rata meningkat menjadi 66%. Kemudian pada siklus II, persentase rata-rata pemahaman konsep peserta didik secara klasikal menjadi 79%. Hasil ini sesuai dengan penelitian Eviana (2023) yang menyimpulkan bahwa penerapan pembelajaran berdiferensiasi dalam pembelajaran matermatika dapat meningkatkan pemahaman konsep dan mengatasi kejenuhan. Hal ini terlihat dari proses pembelajaran yang lebih menyenangkan karena dapat belajar sesuai dengan profil peserta didik dan hasil tes yang menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan.

Peningkatan pemahaman konsep matematika peserta didik pada siklus I dipengaruhi oleh penerapan pembelajaran berdiferensiasi melalui pembelajaran berbasis penemuan (Discovery Learning).

Setyaningrum et al., (2018) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa penerapan pembelajaran berbasis penemuan dapat meningkatkan pemahaman konsep peserta didik. Dengan menggunakan model pembelajaran discovery, peserta didik dapat menemukan konsep-konsep melalui proses mentalnya sendiri. Dalam menemukan konsep, peserta didik melakukan pengamatan, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, dan menarik kesimpulan (Surur et al., 2019).

Selain itu, penggunaan budaya yang diintegrasikan dalam pembelajaran matematika juga dapat membantu peserta didik dalam memahami konsep matematika. Pada siklus I, LKPD yang digunakan diintegrasikan dengan kearifan lokal daerah setempat yaitu wisata religi Makam Sunan Giri. (Hasanah et al., 2019) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa penggunaan budaya atau kearifan lokal dalam LKPD dapat membantu meningkatkan kemampuan belajar peserta didik dalam mengaitkan konsep-konsep yang dipelajari dengan situasi dunia nyata atau masalah kontekstual.

Sejalan dengan hal tersebut, Okta Marinka et al. (2018) menyimpulkan bahwa pembelajaran matematika berbasis budaya efektif dalam meningkatkan pemahaman konsep peserta didik.

Mempelajari budaya yang terintegrasi dalam pembelajaran matematika, akan membangun pemahaman konsep dan pengetahuan peserta didik, serta menghargai budaya masing-masing daerah (Mendrofa et al., 2022). Lebih lanjut, Wahyudin (2018) menjelaskan bahwa integrasi pendidikan berbasis budaya dalam pembelajaran matematika tampak memberikan suatu jalan untuk meningkatkan akses menuju proses belajar mengajar dan pemahaman konsep matematika yang lebih baik bagi para siswa di Indonesia yang memiliki keberagaman. Dengan pengintegrasian budaya ke dalam pembelajaran, peserta didik dapat mengaitkan konsep matematika ke dalam aktivitas sehari- hari yang berkaitan dengan budaya tersebut.

Peningkatan pemamahan konsep peserta didik dalam penelitian ini juga dipengaruhi oleh pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) yang dilakukan pada siklus II. Model Problem Based Learning menyajikan pembahasan permasalahan sebelum mempelajari konsep yang dibutuhkan untuk penyelesaiannya sehingga permasalahan menjadi basis dalam belajar (Hariyadi et al., 2020).

Kegiatan pembelajaran yang dekat dengan kehidupan sehari-hari peserta didik, dapat memposisikan peserta didik sebagai pemecah masalah yang mampu menggunakan konsep matematika untuk memahami masalah pada kehidupan dunia berkembang sangat cepat (Aguirre, 2016).

KESIMPULAN

Berdasarkan analisis hasil data penelitian, dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran berdiferensiasi sudah disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik peserta didik untuk mengembangkan pemahaman konsep yang dimiliki. Penekanan yang menjadi dasar dalam peningkatan pemahaman konsep peserta didik melalui pembelajaran berdiferensiasi adalah aktivitas pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik. Peserta didik akan dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep yang dimilikinya apabila proses pembelajaran matematika yang dilakukan memfasilitasi peserta didik untuk memahami dan mengaitkan konsep-konsep matematika.

(12)

126

Penerapan pembelajaran berdiferensiasi dapat meningkatkan pemahaman konsep peserta didik kelas VIII C UPT SMP Negeri 16 Gresik. Pada pra siklus, pemahaman konsep peserta didik VIII C UPT SMP Negeri 16 Gresik hanya 41% dengan kategori sangat rendah. Pada siklus I, pemahaman konsep peserta didik kelas VIII C UPT SMP Negeri 16 Gresik meningkat menjadi 66% dengan kategori sedang.

Pada siklus II, pemahaman konsep peserta didik kelas VIII C UPT SMP Negeri 16 Gresik meningkat menjadi 79% dengan kategori tinggi.

REFERENCES

Ade Sintia Wulandari. (2022). Literature Review: Pendekatan Berdiferensiasi Solusi Pembelajaran dalam Keberagaman. JURNAL PENDIDIKAN MIPA, 12(3), 682–689.

https://doi.org/10.37630/jpm.v12i3.620

Aguirre, J. M. (2016). Special Issue Mathematics Education: Through the Lens of Social Justice. In Teaching for Excellence and Equity in Mathematics (Vol. 3, Issue 1).

Andamon, J. C., & Tan, D. A. (2018). Attitude And Performance In Mathematics Of Grade 7 Students Article in. International Journal of Scientific & Technology Research, 7(8). www.ijstr.org

Asdarina, O., & Ridha, D. M. (2020). ANALISIS KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL SETARA PISA KONTEN GEOMETRI. Jurnal Numeracy, 7(2).

Bahrudin, E. R. (2019). PROFIL PEMAHAMAN KONSEP SISWA KELAS VII MATERI BANGUN DATAR DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT. EDU-MAT:

Jurnal Pendidikan Matematika, 7(2), 168. https://doi.org/10.20527/edumat.v7i2.6408

Eviana, M. (2023). Penerapan Pembelajaran Berdiferensiasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Luas Permukaan Bangun Ruang dan Mengatasi Kejenuhan Pada Siswa Kelas VI A SDI Labat Kota Kupang Tahun Pelajaran 2021/2022. Jurnal Lazuardi, 6(1).

Hariyadi, S., Fauzan Muttaqin, M., Studi, P., Guru, P., Ibtidaiyah, M., Tarbiyah, F., Keguruan, D., &

Daarul Qur’an, I. (2020). PEMAHAMAN KONSEP GEOMETRI PADA PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING BERMUATAN ETNOMATEMATIKA BANGUNAN CAGAR BUDAYA KOTA SEMARANG. Jurnal Review Pendidikan Dasar, 6(3).

http://journal.unesa.ac.id/index.php/PD

Hasanah, S. I., Hafsi, A. R., & Zayyadi, M. (2019). PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA BERBASIS ETNOMATEMATIKA DALAM MEMBANGUN PEMAHAMAN KONSEP SISWA.

Jurnal Pendidikan Matematika Dan IPA, 10(2), 21. https://doi.org/10.26418/jpmipa.v10i2.29609 Humaira Syaifar, M., Roza, Y., Studi Magister Pendidikan Matematika, P., & Riau Jalan Kampus Bina

Widya, U. K. (2022). Analisis Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Peserta Didik pada Materi Bangun Ruang Sisi Datar Ditinjau dari Gender. Jurnal Cendekia: Jurnal Pendidikan Matematika.

Ilyas, M., & Basir, F. (2016). ANALYSIS OF STUDENT’S CONCEPTUAL UNDERSTANDING OF MATHEMATICS ON SET AT CLASS VII SMP FRATER PALOPO.

Inayah, S., Septian, A., Fazrianto, R., & History, A. (2020). Student Procedural Fluency in Numerical Method Subjects. Desimal: Jurnal Matematika, 3(1), 53–64. https://doi.org/10.24042/djm

Kamal, S. (2021). Implementasi Pembelajaran Berdiferensiasi dalam Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas XI MIPA SMA Negeri 8 Barabai. JULAK: Jurnal Pembelajaran Dan Pendidik, 1(1).

Kusumaningsih, W., Saputra, H. A., & Aini, A. N. (2019). Cognitive style and gender differences in a conceptual understanding of mathematics students. Journal of Physics: Conference Series, 1280(4).

https://doi.org/10.1088/1742-6596/1280/4/042017

(13)

127

Lestari, L., & Surya, E. (2017). The Effectiveness of Realistic Mathematics Education Approach on Ability of Students’ Mathematical Concept Understanding. International Journal of Sciences: Basic and Applied Research. http://gssrr.org/index.php?journal=JournalOfBasicAndApplied

Marlina, S., Pd, M., & Si. (2019). PANDUAN PELAKSANAAN MODEL PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI DI SEKOLAH INKLUSIF.

Masriyah. (2016). Dasar-dasar Matematika.

Mendrofa, N. K., Dewi, I., Simamora, E., & History, A. (2022). Mathematics Learning Based on Multicultural Education to Realize Pancasila Students. EDUTEC: Journal of Education And Technology, 6(2).

NCTM. (2000). Principle and Standards For School Mathematics. NCTM.

Novitasari, L., & Leonard. (2017). Pengaruh Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Terhadap Hasil Belajar Matematika. Prosiding Diskusi Panel Nasional Pendidikan Matematika.

Okta Marinka, D., Febriani, P., & nyoman Wirne, I. (2018). Efektifitas Etnomatematika dalam Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematika Siswa. In Jurnal Pendidikan Matematika Raflesia (Vol. 03, Issue 02). https://ejournal.unib.ac.id/index.php/jpmr

Raj Acharya, B. (2017). Factors Affecting Difficulties in Learning Mathematics by Mathematics Learners.

International Journal of Elementary Education, 6(2), 8. https://doi.org/10.11648/j.ijeedu.20170602.11 Saleh Haji. (2019). NCTM’s Principles and Standards for Developing Conceptual Understanding in

Mathematics. Journal of Research in Mathematics Trends and Technology, 1(2), 56–65.

https://doi.org/10.32734/jormtt.v1i2.2836

Septian, A., Agustina, D., Maghfirah, D., & Suryakancana, U. (2020). Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematika. In MATHEMA JOURNAL E-ISSN (Vol. 2, Issue 2).

Setyaningrum, V. F., Hendikawati, P., & Nugroho, S. (2018). Peningkatan Pemahaman Konsep Dan Kerja

Sama Siswa Kelas X Melalui Model Discovery Learning.

https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/prisma/

Sihombing, S., Silalahi, H. R., Sitinjak, J. R., & Tambunan, H. (2021). Analisis Minat dan Motivasi Belajar, Pemahaman Konsep dan Kreativitas Siswa terhadap Hasil Belajar Selama Pembelajaran dalam Jaringan. Jurnal Pendidikan Matematika (JUDIKA EDUCATION), 4(1), 41–55.

https://doi.org/10.31539/judika.v4i1.2061

Surur, M., Tri Oktavia, S., Prodi Pendidikan Ekonomi, D., & PGRI Situbondo, S. (2019). PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP

MATEMATIKA. JPE (Jurnal Pendidikan Edutama, 6(1).

http://ejurnal.ikippgribojonegoro.ac.id/index.php/JPE

Syarifuddin, S., & Nurmi, N. (2022). Pembelajaran Berdiferensiasi dalam Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IX Semester Genap SMP Negeri 1 Wera Tahun Pelajaran 2021/2022.

JagoMIPA: Jurnal Pendidikan Matematika Dan IPA, 2(2), 35–44.

https://doi.org/10.53299/jagomipa.v2i2.184

Tomlinson, C. A. (2001). How to differentiate instruction in mixed-ability classrooms.

Umam, K. (2019). Conceptual Understanding and Mathematical Representation Analysis of Realistic Mathematics Education Based on Personality Types. In Jurnal Pendidikan Matematika (Vol. 10, Issue 2).

Wahyudin. (2018). Etnomatematika dan Pendidikan Matematika Multikultural.

Referensi

Dokumen terkait

Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: 1 Proses pembelajaran dengan menggunakan media STRATUM PUZZLE efektif untuk meningkatkan pemahaman konsep peserta didik pada