• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of Penerapan Asas Persamaan Dihadapan Hukum (Equality Before The Law) Bagi Narapidana Di Rumah Tahanan Negara Kelas I Pekanbaru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of Penerapan Asas Persamaan Dihadapan Hukum (Equality Before The Law) Bagi Narapidana Di Rumah Tahanan Negara Kelas I Pekanbaru"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Penerapan Asas Persamaan Dihadapan Hukum (Equality Before The Law) Bagi Narapidana Di Rumah Tahanan Negara Kelas I Pekanbaru

Elmizar Hamida, Fahmi b, Irfansyah c

a Fakultas Hukum, Universitas Lancang Kuning, Indonesia, Email: elmizar@gmail.com

b Fakultas Hukum, Universitas Lancang Kuning, Indonesia, Email: fahmi@unilak.ac.id

c Fakultas Hukum, Universitas Lancang Kuning, Indonesia, Email: irfansyahspishmh@yahoo.co.id

Abstrack

The research problems in this are: First, how is the Application of the Principle of Equality Before The Law for Prisoners at the Class I State Prison in Pekanbaru? Second, what are the obstacles in the Application of the Principle of Equality Before The Law for Prisoners at the Class I State Prison in Pekanbaru? Third, how are efforts to overcome obstacles in the Application of the Principle of Equality Before The Law for Prisoners at the Class I State Prison in Pekanbaru? The purpose of this research is to explain the Application, obstacles and efforts to overcome obstacles to the Principle of Equality Before The Law for Prisoners at Class I State Prison Pekanbaru.

This research method is conducted directly in the field in accordance with the type of sociological legal research.

Based on the results of research inmates Equality Before The Law has not been fully implemented. This can be seen from the differentiation of treatment and services between one prisoner and another prisoner. Obstacles in the application of the principle of Equality Before The Law for prisoners in Class I Pekanbaru State Detention Center include the lack of officers, lack of education and knowledge of officers, lack of coordination and cooperation with agencies related to coaching patterns in Class I Pekanbaru Detention Center and lack of facilities and infrastructure that support the Independence Development Process. The solutions include conducting periodic independent training to increase officer knowledge of applicable security rules, strengthening supervision and increasing Tupoksi Knowledge, increasing coordination with related agencies, and scheduling the coaching process with related agencies. then proposing additional facilities and infrastructure so that standard operating procedures can be carried out according to applicable regulations.

Abstrak

Permasalahan penelitian dalam ini adalah: Pertama, bagaimanakah Penerapan Asas Persamaan Dihadapan Hukum (Equality Before The Law) bagi Narapidana di Rumah Tahanan Negara Kelas I Pekanbaru? Kedua, apakah yang menjadi hambatan dalam Penerapan Asas Persamaan Dihadapan Hukum (Equality Before The Law) bagi Narapidana di Rumah Tahanan Negara Kelas I Pekanbaru? Ketiga, bagaimanakah Upaya Mengatasi Hambatan dalam Penerapan Asas Persamaan Dihadapan Hukum (Equality Before The Law) bagi Narapidana di Rumah Tahanan Negara Kelas I Pekanbaru? Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan Penerapan, hambatan serta upaya mengatasi hambatan Asas Persamaan Dihadapan Hukum (Equality Before The Law) bagi Narapidana di Rumah Tahanan Negara Kelas I Pekanbaru. Metode penelitian ini dilakukan secara langsung dilapangan sesuai dengan jenisnya penelitian hukum sosiologis. Berdasarkan hasil penelitian narapidana Asas Persamaan Dihadapan Hukum (Equality Before The Law) belum sepenuhnya diterapkan. Hal ini dapat diketahui dari masih adanya pembedaan perlakuan dan pelayanan antara Narapidana yang satu dengan Narapidana yang lain. Hambatan dalam penerapan asas persamaan dihadapan hukum (Equality Before The Law) bagi narapidana di rumah tahanan negara kelas I pekanbaru antara lain kurangnya petugas, minimnya pendidikan serta pengetahuan Petugas, kurangnya koordinasi dan kerjasama dengan Instansi terkait pola pembinaan di Rutan Kelas I Pekanbaru dan Kurangnya sarana dan Prasarana yang mendukung Proses Pembinaan Kemandirian. Solusi yang dilakukan antara lain melakukan pelatihan mandiri secara berkala untuk meningkat pengetahuan petugas terhadap aturan-aturan pengamanan yang berlaku, penguatan pengawasan dan meningkatkan Pengetahuan Tupoksi, meningkatan koordinasi dengan dinas terkait, dan menjadwalkan Proses pembinaan dengan dinas terkait. kemudian pengusulan penambahan sarana dan prasarana agar standar opersional prosedur dapat terlaksana sesuai aturan yang berlaku.

.

(2)

PENDAHULUAN

Salah satu bagian krusial dalam sistem peradilan pidana yaitu lembaga pemasyarakatan, lembaga pemasyarakatan memiliki potensi strategis yang sangat besar untuk membenahi narapidana yang akan dibina dengan harapan agar yang melakukan tindak pidana tidak mengulanginya kembali. Bagian dari satu rangkaian penegakan hukum pidana atau bagian dari rangkaian sistem peradilan pidana (criminal justice system) di Indonesia adalah termasuk pelaksanaan pidana penjara dengan sistem pemasyarakatan1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan membahas mengenai pelaksanaan pembinaan warga binaan permasyarkatan oleh lembaga pemasyarakatan. Peraturan tersebut menjunjung tinggi prinsip persamaan perlakuan dan pelayanan, yang diartikan memberikan pelayanan dan perlakuan yang adil kepada narapidana tanpa membeda-bedakan orang dari status sosial.

Namun, sudah menjadi rahasia umum, warga binaan dari kalangan atas, yang memiliki kedudukan di pemerintah kerap mendapatkan perlakuan khusus. Hukum yang seharusnya tidak memihak terhadap narapidana, seringkali mendiskriminasi yang lemah dan berkuasa.

Lembaga Pemasyarakatan/Rutan juga mengenal asas menjunjung tinggi perlakuan yang sama didepan hukum (Equality Before The law), menurut pasal 27 ayat 1 UU 1945 menyebutkan “Segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan

1 Romli Atmasasmita, Kapita Selekta Hukum Pidana dan Kriminologi (Bandung: Mandar Maju,1995), 157.

(3)

pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”2. Kemudian, pasal 28 D ayat (1) UU 1945 mengatur “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”. Asas equality before the law adalah bagian pelaksanaan dari Negara hukum (rechtstaat) yang mengakibatkan semua orang harus diperlukukan sama di mata hukum (gelijkheid van ieder voor de wet)3.

Berikutnya ketidakkonsistenan aparat penegak hukum adalah salah satu dari sekian banyak persoalan yang muncul serta dialami oleh masyarakat umum. Perbedaan perlakuan hukum ini kadang-kadang dipengaruhi oleh lingkungan, keluarga, serta lingkungan terdekatnya. Seringkali individu menemukan kontradiksi penegakan hukum di media cetak dan elektronik yang melibatkan tokoh publik (pejabat, orang kaya, dan lain-lain). Secara umum, peralatan listrik seperti ponsel, pemanas air, dan barang sejenis lainnya tidak boleh disimpan atau dimiliki oleh narapidana di penjara atau fasilitas peradilan pidana lainnya.

Namun, pada kenyataannya, gadget teknologi ini bahkan dapat ditemukan di kamar narapidana berpangkat tinggi, memiliki jabatan serta kaya. Ada perbedaan antara narapidana typikor dan narapidana pidum, dimana narapidana pidum tidak mendapat perlakuan yang sama dengan typikor, hukum yang telah disahkan atau diatur tidak sejalan dengan praktek yang sudah ada. Hukum di negara ini hanya memihak mereka yang berkuasa dan berkedudukan, terutama mereka yang kaya.

Hakikat hukum adalah untuk memberikan hukum yang adil bagi masyarakat.4 Manusia membutuhkan aturan hukum karena memiliki makna dan tujuan yang signifikan bagi keberadaan dirinya. L.J. van Apeldoorn menegaskan hukum mengatur setiap aspek kehidupan. Hukum terus mencampuri kehidupan orang-orang bahkan setelah mereka meninggal.5 Meskipun pengertian Negara Hukum telah ada sejak dahulu dan tumbuh sesuai dengan keadaan, namun ungkapan tersebut baru dikenal secara populer pada abad ke-19.

Berikut dalam bukunya Nomoi (hukum), Plato pertama kali memaparkan konsep negara

2 Yasir Arafat, Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945 dan Perubahannya (Surabaya: Permata Press), 26.

3 Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana (Jakarta: Citra Aditya Bakti, 2007), 20.

4 Theo Huijbers, Filsafat Hukum (Yogyakarta: Kanisius, 2010), 77.

5 L.J. van Apeldoorn, Inleiding tot de Studie van het Nederlandse Recht, atau Pengantar Ilmu Hukum, diterjemahkan oleh Oetarid Sadino, Cet. Ke-14, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1976), 18.

(4)

hukum.6 Plato dalam bukunya tersebut mengemukakan penyelenggaraan negara atau pemerintahan harus ditata berdasarkan hukum.7

Aristoteles meneruskan konsep Plato dalam buku berjudul Politica, Aristoteles percaya pemerintahan yang baik adalah pemerintahan yang dikendalikan berdasarkan konstitusi serta supremasi hukum. Ia menegaskan bahwa pemerintahan konstitusional harus memiliki tiga ciri: pertama, harus bertindak untuk kepentingan umum; kedua, itu harus diatur oleh undang-undang berdasarkan ketentuan umum daripada undang-undang yang dibuat secara mendadak yang menyimpang dari konvensi dan konstitusi; dan ketiga, itu harus diatur oleh kehendak rakyat daripada melalui paksaan seperti dalam rezim yang lalim.8 Jelas dari apa yang dilakukan Aristoteles bahwa persamaan hak harus sama di antara individu yang sama sehingga dia menempatkan fokus yang kuat pada keseimbangan atau proporsi dalam teorinya tentang keadilan.9 Akhir abad ke-19 kemudian awal abad ke-20, para pakar dibidang hukum merekonstruksi gagasan negara hukum.10

Menurut F.J. Stahl sarjana Jerman, golongan pakar hukum Eropa Kontinental mengemukakan Idenditas Negara hukum (rechtstaat) yaitu : 11

a. Adanya perlindungan akan hak asasi manusia.

b. Adanya penguraian atau pembagian kewenangan.

c. Negara berlandasakan konsitusi (Wetmatigsheid Van Bestuur).

d. Adanya peradilan hukum tata negara ketika adanya konflik.

Rancangan demokrasi dan negara hukum merupakan gagasan yang saling melengkapi. Secara konstitusional, pengertian negara hukum ini disebut sebagai demokrasi konstitusional.12 Negara hukum pancasila ialah gagasan negara hukum di Indonesia, dan hakekatnya memiliki tiga asas: keselarasan, kepatuhan, dan keselarasan yang mencerminkan

6 Hotma P. Sibuea, Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan, & Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (Jakarta: Erlangga, 2010), 14.

7 Ibid, hlm. 14-15

8 Ridwan HR., Hukum Administrasi Negara. Cet. VI. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), 2.

9 J.H. Rapar, Filsafat Politik Plato, (Jakarta: Rajawali Press, 1991), 82.

10 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik. Edisi Revisi, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), 113.

11 Fatkhurohman, Dian Aminudin dan Sirajudin, Memahami Keberadaan Mahkamah Konstitusi di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004), 1.

12 Djatmiko Anom, Kedudukan Lembaga Negara Sampiran Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, dalam Jurnal konstitusi P3KHAM UNS Volume I. No. 1. 2008, hlm. 41-45.

(5)

nilai-nilai filosofis pancasila tentang pembaharuan, penggantian, penerapan, dan dalam penegakan hukum.13

Gagasan keadilan juga hadir dalam konsep Negara Hukum Material yang lebih kontemporer. Berikut komponen negara hukum yang dikemukakan oleh F.J. Stahl berdasarkan pengertian Negara Hukum Formil 14:

a. Mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia,

b. Untuk melindungi hak-hak tersebut, penyelenggaraan negara harus berlandaskan pada teori trias politika,

c. Pemerintahan berdasarkan ketetapan hukum (wetmatig bestuur) dalam menjalankan tugasnya,

d. Jika pemerintah melanggar hak asasi manusia dalam menjalankan kewajiban hukumnya (mengganggu kehidupan pribadi seseorang), pengadilan tata usaha negara akan memutuskannya.

Gagasan persamaan di depan hukum adalah tiap-tiap orang mempunyai hak yang adil dimuka hukum dan ini diakui dalam studi hukum15. Prasyarat untuk pengertian negara hukum adalah mempunyai hak yang adil dimuka hukum atau dimuka persidangan, aturan hukum, dan hak asasi manusia. Gagasan ini menerangkan yaitu pertimbangan hak asasi manusia harus diberikan prioritas utama dalam peraturan pemerintah dan pelaksanaan kebijakan. Peraturan perundang-undangan yang ada mengatur prinsip-prinsip kebebasan dasar manusia yang tidak dapat dilepaskan dari individu manusia.16

Menurut Soerjono Soekanto, penelitian hukum pada hakekatnya adalah kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan gagasan tertentu yang berusaha mempelajari satu atau lebih gejala hukum tertentu dengan cara menganalisisnya. Selain itu, pemeriksaan fakta hukum secara menyeluruh juga dilakukan untuk mencoba mencari solusi atas permasalahan yang muncul dalam gejala yang relevan.17 Penelitian ini tergolong kategori penelitian hukum sosiologis, yakni penelitian yang mengkaji bagaimana hukum diterapkan

13 Akil Mochtar, Pembalikan Beban Pembuktian Tindak Pidana Korupsi (Jakarta: Mahkamah Konstitusi, 2009), 18.

14 Azhary, Negara Hukum Indonesia (Analisis Yuridis Normatif tentang Unsur-unsurnya) (Universitas Indonesia:UI Press, 1995), 46.

15 SF Marbun, Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara (Yogyakarta: UII Press, 2004),8.

16 A. Mansyur Effendi, Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia dan Proses Dinamika Penyusunan Hukum Hak Asasi Manusia ( Bogor: Ghalia Indonesia, 2005) 32.

17 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta: Rajawali Press 2011), 38.

(6)

dalam masyarakat. Ada dua bentuk penelitian hukum yakni penelitian hukum sosiologis dan normatif.18

ANALISIS DAN PEMBAHASAN 1

Penerapan Prinsip Equality Before The Law Bagi Narapidana Pada Rutan Kelas I Pekanbaru

Fokus dari sistem peradilan pidana adalah memberikan perawatan, arahan, pendidikan, dan bimbingan kepada narapidana dalam upaya untuk memperbaiki ikatan mendasar antara setiap narapidana dan masyarakat. Asas-asas pemasyarakatan merupakan landasan pelaksanaan pembinaan pemasyarakatan yang bertujuan untuk memilihara, mengembangkan, melatih, serta mengarahkan narapidana agar menjadi manusia yang berguna dan bermanfaat.19 Demi mewujudkan masyarakat madani (civil society) yang mana manusia selaku pribadi atau masyrakat memiliki hak yang adil dan setara di hadapan hukum, maka tidak boleh ada tindakan sewenang-wenang dari aparat hukum berdasarkan asas (equality before the law).

Berdasar penelitian penulis, pembinaan warga binaan pada Rutan Kelas I Pekanbaru dilakukan melalui beberapa cara sebagai berikut:

a. Tahap Orientasi atau Pengenalan

Warga binaan pemasyarakatan yang baru pada Rutan Kelas I Pekanbaru ditanyai tentang segala aspek keberadaannya, termasuk riwayatnya, tempat tinggalnya, status pekerjaannya, dan kualifikasi pendidikannya. Pada tahap ini tingkat keamanannya adalah maksimum.

b. Tahap Asimilasi dalam Arti Sempit

Setiap warga binaan pemasyarakatan yang telah menjalani sepertiga dari hukumannya maka proses pembinaannya ialah di lapangan terbuka yang bertujuan agar narapidana dapat menghirup udara segar dan berolahraga. Tahap ini harus dijalani sampai masa pengenalan lingkungan berakhir. Pada proses ini program keamanannya adalah medium.

c. Tahap Asimilasi dalam Arti Luas

Setiap warga binaan pemasyarakatan yang telah menjalani separuh dari hukumannya maka proses pembinaannya maka dimulai dengan usaha asimilasi para warga binaan dengan

18 Pedoman Penulisan Skripsi, (Pekanbaru: Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning, 2012), 1.

19 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, pasal. 3

(7)

masyarakat sekitar, pada proses ini warga binaan diawasi oleh petugas dan harus ada penjamin dari keluarga yang bersangkutan, program keamanannya adalah minimum.

d. Tahap Integrasi dengan Lingkungan Masyarakat

Jika tahap pembinaan telah berakhir, narapidana dapat diberikan pembebasan bersyarat atau cuti bersyarat sebelum masa hukuman habis, apabila proses pembinaan dari tahap observasi, asimilasi dalam arti sempit, dan asimilasi dalam arti luas telah dilaksanakan dengan benar dan lancar serta terpidana telah menyelesaikan dua pertiga masa tahanan. Pada fase ini, narapidana dibimbing melalui komunitas yang lebih luas sambil menerima lebih sedikit pengawasan sehingga pada akhirnya mereka dapat berintegrasi ke dalam masyarakat.20

POLA PEMBINAAN NARAPIDANA DI RUTAN KELAS I PEKANBARU

Penerapan asas equality before the law dapat dilihat dari pola pembinaan narapidana di Rutan Kelas I Pekanbaru dengan hasil penelitian sebagai berikut :

a. Pembinaan Kepribadian

Pembinaan kepribadian ditujukan untuk pembinaan mental dan perilaku supaya berkewajiban terhadap diri setiap narapidana, keluarga serta kelompok. Pembinaan Kepribadian di Rutan Kelas I Pekanbaru antara lain sebagai berikut :

1) Pembinaan Rohani

Warga binaan pemasyarakatan dapat melaksanakan ibadah sesuai keyakinan agama dan kepercayaannya21. Hak untuk beribadah tersebut telah diwujudkan dalam kegiatan keseharian Narapidana. Lebih lanjut Pembinaan Rohani Keagamaan di berikan berdasarkan keyakinan yang dianut warga binaan yang berupa narapidana beragama Islam diberi kesempatan untuk melaksanakan sholat 5 (lima) waktu sesuai dengan ajaran agama begitu juga yang beragama Kristen Protestan dan Kristen Katolik, seperti kebaktian dan pembinaan rohani yang dilaksanakan setiap hari, kemudian adanya peringatan hari raya agama Kristen Protestan dan Kristen Katolik seperti Natal, Paskah dan lain - lain. Kemudian ada beberapa narapidana yang beragama Hindu, akan tetapi dari Rumah Tahanan Kelas I Pekanbaru sendiri belum menyediakan tempat ibadah untuk warga binaan yang beragama Hindu. Selain itu pihak Rutan Pekanbaru juga belum menyediakan pelayanan pembinaan rohani keagamaan

20 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, pasal. 7 ayat (2) dan pasal 9.

21 Ridho Hakim, S.Tr.Pas., Kepala Seksi Bantuan Hukum Pelayanan Tahanan, Wawancara, Tanggal 25 Februari 2023, Pukul 11.30 Wib, di Rutan Kelas I Pekanbaru.

(8)

untuk narapidana yang beragama Hindu. Di dalam lingkungan Rumah Tahanan Kelas I Pekanbaru terdapat pula tempat ibadah seperti masjid dan gereja tetapi tidak tersedia pura22.

2) Pembinaan Kesadaran Berbangsa dan Bernegara

Pembinaan ini dilaksanakan melalui upacara bendera khusus bagi Narapidana pada tanggal 17 setiap bulannya. Upacara ini dinamakan Upacara Hari Kesadaran Nasional.

Upacara bendera dipimpin oleh Kepala Rutan Kelas I Pekanbaru sebagai Inspektur Upacara.

Upacara ini wajib diikuti oleh seluruh Narapidana. Tidak hanya itu saja warga binaan yang telah memenuhi syarat sebagai Pemilih, juga diberi kesempatan seperti warga negara Indonesia lainnya untuk ikut serta dalam setiap Pemilihan Umum23.

3) Pembinaan Kemampuan Intelektual

Pembinaan ini dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada Narapidana untuk membaca koleksi buku-buku bacaan yang ada di Perpustakaan Jenius Rutan Pekanbaru.

Namun berdasarkan penelitian memang sudah tersedia perpustakaan tetapi perpustakaan itu belum memadai dari segi jumlah buku yang tersedia, sehingga narapidana hanya dapat membaca buku-buku bacaan seadanya24. Disamping itu, diberikan pula kesempatan bagi Narapidana untuk mengikuti pendidikan Buta aksara dasar atau buta Huruf yang merupakan masalah dasar yang membuat masyarakat hidup dalam kesusahan, mereka sudah mendapatkan pembinaan kemampuan intelektual secara layak dan sebagian narapidana menjawab bahwa mereka belum mendapatkan pembinaan kemampuan intelektual secara layak.

4) Pembinaan Jasmani

Pembinaan kesehatan jasmani dilakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, yaitu25 :

a) Memberikan giliran melaksanakan olah raga dan hiburan

Kegiatan olahraga seperti senam pagi dilaksanakan setiap hari sabtu, bergantian per Blok Hunian setiap minggunya. Kegiatan senam pagi ini harus diikuti oleh setiap warga

22 Arjuna, warga binaan pemasyarakatan Wawancara, Tanggal 22 Februari 2023, Pukul 15.30 Wib, di Rutan Kelas I Pekanbaru.

23 Andika, warga Binaan Pemasyarakatan, Wawancara, Tanggal 25 Februari 2023, Pukul 10.20 Wib, di Rutan Kelas I Pekanbaru.

24 Rendi Setiawan, Pengurus Perpustakaan Rutan Pekanbaru, Wawancara, Tanggal 25 Februari 2023, Pukul 13.00 Wib, di Rutan Kelas I Pekanbaru.

25 Ridho Hakim, S.Tr.Pas., Kepala Seksi Bantuan Hukum Pelayanan Tahanan, Wawancara, Tanggal 25 Februari 2023, Pukul 11.30 Wib, di Rutan Kelas I Pekanbaru.

(9)

binaan, sehingga tidak didapatkan narapidana yang beralasan malas untuk mengikutinya.

Olahraga lain yang diperoleh oleh Narapidana yaitu olahraga voli, badminton, futsal tenis meja dan takraw. Pada saat ada acara hari besar Kemenkumham tertentu diadakan pertandingan antar blok dan perorangan. Selain itu setiap Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April diadakan Pekan Olah Raga dan Seni.

b) Memberikan perlengkapan pakaian

Setiap narapidana memperoleh masing-masing 1 (satu) stel pakaian yang disebut sebagai seragam. Seragam narapidana secara umum berwarna biru tua. Setiap narapidana dapat membawa pakaian sendiri. Seragam narapidana wajib dikenakan pada saat berada di luar kamar. narapidana yang bekerja sebagai tamping, memperoleh seragam yang berwarna merah, selain juga memperoleh seragam berwarna biru tua. Selain itu narapidana yang bekerja sebagai pramuka, memperoleh seragam Pramuka itu sendiri yang di pakai setiap hari senin, selain juga memperoleh seragam berwarna biru tua.

c) Memberikan perlengkapan tidur,termos air dan perlengkapan mandi

Setiap narapidana memperoleh masing- masing 1 (satu) buah kasur kecil/Matras untuk alas tidur. Perlengkapan mandi yang diberikan berupa sabun, shampo dan odol. Selain itu per kamar hunian memperoleh termos untuk air panas, agar kebutuhan makanan dan minuman terpenuhi dengan layak.

5) Pembinaan Kesadaran Hukum

Pembinaan ini dilaksanakan melalui pemberian pengarahan dan penyuluhan hukum kepada warga binaan pemasyarakatan, termasuk mengingatkan terkait kelakuan yang mereka perbuat adalah perbuatan melanggar hukum sehingga mengakibatkan mereka dimasukkan ke Lembaga Pemasyarakatan/rutan untuk dibina. Kegiatan ini wajib diikuti oleh setiap narapidana, pelaksanaan pembinaan kesadaran hukum ini dilaksanakan paling tidak sebulan sekali di aula Rutan Kelas I Pekanbaru .

6) Pembinaan Pengintegrasian Diri dalam Masyarakat

Program dapat dilaksanakan terhadap setiap warga binaan yang sudah melengkapi persyaratan, baik syarat substantif maupun syarat administratif sesuai yang diatur dalam Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M. 03-PK.04.02 Tahun 1991 mengenai Cuti Mengunjungi Keluarga bagi Narapidana dan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M. 01-PK.04.10 Tahun 1999 tentang Asimilasi, Pembebasan

(10)

Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas. Pembinaan ini dilakukan dengan melaksanakan program pembinaan dalam bentuk :

a) Asimilasi

(1) Bekerja di luar tembok Lapas

(2) Kerja Bhakti, menghafal Alqur’an dan Hadits (3) Pelatihan mengelas, pembuatan meble, LKBB (4) Pembuatan Roti, Barista, musik.

b) Integrasi

(1) Pembebasan Bersyarat (PB) (2) Cuti Menjelang Bebas (CMB) (3) Cuti Bersyarat (CB)

(4) Cuti Mengunjungi Keluarga (CMK)

Pelaksanaan pembinaan pengintegrasian diri dalam masyarakat di dalam Rutan Kelas I Pekanbaru sudah berjalan cukup baik. Apabila memang sudah saatnya narapidana untuk mendapatkan kesempatan untuk berintegrasi dengan masyarakat maka petugas pemasyarakatan akan membuat pemberitahuan kepada narapidana untuk diberikan kesempatan oleh pihak lembaga pemasyarakatan/Rutan agar narapidana tersebut mendapatkan pembinaan ini. Sebagian besar narapidana menjawab bahwa mereka sudah mendapatkan pembinaan pengintegrasian diri dalam masyarakat secara layak dan ada beberapa narapidana yang memang belum mendapatkan kesempatan untuk berintegrasi dengan masyarakat karena memang belum menjalani/ mencapai masa pidana yang ditentukan agar dapat mendapat kesempatan pengintegrasian diri dalam masyarakat.

b. Pembinaan Kemandirian

Pembinaan Kemandirian dibimbing dibagi menjadi dua yaitu memberikan Skil keahlian bagi narapidana dan yang kedua adalah melatih kemampuan setiap narapidana memproduksi sesuatu yang berguna dan bisa dipasarkan laku dijual. Pembinaan kemandirian ditujukan ke pembinaan bakat dan keterampilan agar setiap narapidana dapat kembali ke tengah-tengah masyarakat yang bebas dan konsekuen. Adapun Pembinaan kemandirian di Rutan Pekanbaru adalah dengan mengajarkan pelatihan kerja kepada warga binaan seperti

(11)

pelatihan bimker, otomotif, pembuatan mebel dari kayu, mengelas ,menjahit, pembuatan Roti, pembuatan miniatur kapal, pangkas rambut, pertukangan kayu dan pelatihan barista26.

PEMENUHAN YANG SAMA ATAS HAK- HAK NARAPIDANA DI RUTAN KELAS I PEKANBARU

Pelaksanaan Asas Equality Before the Law dapat juga dilihat dari pemenuhan yang sama atas hak- hak narapidana di Rutan Kelas I Pekanbaru dengan hasil penelitian yaitu :

a. Hak memperoleh pelayanan kesehatan dan makanan yang layak b. Hak menyampaikan keluhan

c. Hak memperoleh bahan Bacaan dan Mengikuti Siaran Media Massa Lainnya d. Hak Mendapatkan Upah atau Premi atas Pekerjaan yang Sudah Dilakukan

e. Hak untuk Menerima Kunjungan Keluarga, Penasihat Hukum atau Orang Tertentu Lainnya

f. Hak Memperoleh Pengurangan Masa Pidana/ Remisi g. Hak Memilih

h. Hak Keperdataan Lainya i. Hak Politik

ANALISIS DAN PEMBAHASAN 2

Hambatan Dalam Penerapan Asas Persamaan Dihadapan Hukum (Equality Before The Law) Bagi Narapidana Di Rumah Tahanan Negara Kelas I Pekanbaru

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, ditemukan bahwa penerapan asas persamaan dihadapan hukum (equality before the law) bagi narapidana di Rumah Tahanan Negara Kelas I Pekanbaru memiliki beberapa hambatan dengan hasil penelitian sebagai berikut :

a. Kualitas dan Kuantitas Petugas

Menurut penelitian penulis selama melaksanakan penelitian di Rumah Tahanan Negara Kelas I Pekanbaru bahwa kurangnya kualitas dan kuantitas petugas adalah faktor yang paling berpengaruh yang menyebabkan timbulnya kendala dalam pelaksanaan penerapan asas

26 Boy Fernandes, A.md.P. Wawancara pada tanggal 23 Februari 2023 pukul 10:35 selaku Kepala Seksi Pelayanan Tahanan

(12)

persamaan dihadapan hukum (equality before the law) terhadap narapidana di Rumah Tahanan Negara kelas I Pekanbaru. Keadaan tersebut bertentangan dengan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor : M. 02-PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana/ Tahanan dalam BAB II angka 8 Huruf B yang menyatakan bahwa Pembina adalah mereka yang terdiri dari perorangan, kelompok, atau organisasi yang secara langsung maupun tidak langsung ikut melakukan atau mendukung pembinaan napi, anak Negara dan tahanan. Tetapi pada kenyataan pembina/ petugas pemasyarakatan tidak secara maksimal ikut melakukan dan mendukung pembinaan terhadap para narapidana, sehingga pembinaan dan pemunuhan hak- hak narapidana tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya.

Selain itu rasa tanggung jawab yang dimiliki oleh petugas pemasyarakatan terhadap tugas- tugas yang diembannya dirasa kurang sehingga pelaksanaan pembinaan narapidana dan pelaksanaan pemenuhan hak – hak warga binaan menjadi tidak berjalan sesuai yang diharapkan, lalu kurangnya jumlah pegawai yang tidak seimbang dengan jumlah warga binaan yang ada didalam Rutan kelas I Pekanbaru juga menjadi kendala pelaksanaan penerapan asas persamaan dihadapan hukum (equality before the law) terhadap narapidana di Rumah Tahanan Negara kelas I Pekanbaru.

b. Kerjasama dengan Instansi/ Badan Tertentu yang Terkait

Dari hasil penelitian penulis bahwa kurangnya sinergi dengan instansi/ badan tertentu yang terkait, menjadi penghambat pelaksanaan asas equality before the law di Rutan Kelas I Pekanbaru terhadap para narapidana. Dapat dilihat dari tidak terlaksananya kerjasama dengan lembaga-lembaga yang berkecimpung dalam dunia pendidikan, dinas kependudukan dan pencatatan sipil Kota Pekanbaru. Hal ini bertentangan dengan Bab VII Huruf I Angka (2) Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor : M.02-PK.04.10 Tahun 1990 mengenai Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan yang menyebutkan bahwasanya dalam rangka pembinaan dan pemenuhan hak-hak narapidana, maka para petugas pemasyarakatan harus mampu melibatkan instansi- instansi terkait, lembaga-lembaga terkait baik yang sudah terlibat melalui surat keputusan bersama maupun yang belum.

Kurang adanya koordinasi dan sinergi dengan Lembaga instansi/ badan tertentu terkait mengenai penyelenggaran pembinaan narapidana, dikarenakan banyak faktor salah satunya karena kita masih dalam masa pemulihan pasca pandemi covid-19 yang menghambat pembinaan, sinergi dengan Instansi/lembaga tertentu baik yang terkait secara langsung maupun tidak langsung.

(13)

c. Sarana dan Prasarana Pembinaan dan Pengamanan

Salah satu kendala penerapan prinsip persamaan di depan hukum di Rutan Pekanbaru adalah kurangnya sarana atau fasilitas peralatan yang membantu proses pembinaan dan pengamanan. Sarana atau fasilitas jelas merupakan syarat mutlak untuk mendukung pembinaan dan penunjang keamanan, dan tidak adanya peralatan yang baik dalam jumlah dan kualitas yang memadai mengakibatkan pembinaan kemandirian narapidana tidak berjalan secara optimal dan maksimal. Karena daya tampung Rutan/lapas yang terus menerus bertambah dari tahun ke tahun, maka peralatan di Rutan Kelas I Pekanbaru harus dipelihara bahkan diganti, seiring dengan penambahan warga binaan pemasyarakatan.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN 3

Upaya Dalam Mengatasi Hambatan Penerapan Asas Persamaan Dihadapan Hukum (Equality Before The Law) Bagi Narapidana Di Rumah Tahanan Negara Kelas I Pekanbaru

A. Pelatihan Mandiri Petugas Pengamanan

Direktorat jendral pemasyarakatan membuat program pendidikan dan pelatihan (diklat) untuk meningkatkan standar pengetahuan dan skil keamanan yang dibutuhkan sebagai petugas Lapas/rutan. Dirjen Pemasyarakatan menciptakan program penguatan tugas dan fungsi pengamanan melalui pembinaan mandiri sesuai dengan Surat Edaran Plt Dirjen Pemasyarakatan Nomor PAS30.PK.02.04.01/2018 tanggal 5 Februari 2018, dalam rangka mengatasi kurangnya pelatihan tentang keamanan. Pelatihan mandiri bertujuan untuk mengatasi kurangnya pelatihan petugas, yang merupakan hambatan dalam pelaksanaan hak- hak narapidana berdasarkan prinsip persamaan di depan hukum. Selain itu, pelatihan bertujuan untuk mempersiapkan peserta menciptakan lingkungan yang aman dan tertib bagi narapidana dan petugas saat mereka bekerja untuk menegakkan hak mereka atas persamaan di depan hukum. Pelatihan mandiri dibutuhkan untuk memberi petugas penambahan pengetahuan dan cakrawala secara teratur mengenai norma-norma keamanan yang berfungsi bagi warga binaan untuk memberikan perlindungan dan perlakuan yang adil terhadap setiap aktivitas keamanan narapidana.

Selain meningkatkan profesionalisme petugas dan meningkatkan kejujuran mereka, pelatihan mandiri merupakan metode yang berhasil untuk meningkatkan keterampilan petugas. Tujuan dari pembinaan mandiri adalah untuk meningkatkan kualitas aparat

(14)

keamanan yang menjaga prinsip keadilan dan kebenaran dalam pelaksanaan tanggung jawabnya. Petugas diikutsertakan dalam pelatihan untuk menambah pengetahuan dan menambah wawasan petugas dalam menjalankan tugas menjamin terlaksananya prinsip persamaan di depan hokum terhadap warga binaan di Rutan Pekanbaru, pelatihan ini dilaksanakan pada Rutan Kelas I Pekanbaru dan dilakukan secara mandiri. Dengan memanfaatkan pegawai-pegawai yang ada di kantor dengan sebaik-baiknya, Rutan Kelas I Pekanbaru dapat mengatasi kekurangan pegawai dengan melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap narapidana secara bergantian setiap hari.

B. Meningkatkan Kerjasama dengan Instansi/ Badan Tertentu yang Terkait

Untuk mengatasi kurangnya koordinasi dan kerjasama dengan Instansi terkait pola pembinaan di Rutan Pekanbaru Sesuai dengan peraturan pemerintah diatas, Pihak Rutan Kelas I Pekanbaru harus lebih meningkatkan koordinasi dan kerjasama antara instansi atau badan yang terkait misalnya dari dinas pendidikan, pencatatan sipil baik yang terkait dilakukan langsung maupun secara tidak langsung agar pemenuhan hak-hak narapidana dapat lebih optimal.

C. Penambahan Sarana dan Prasarana

Rutan Kelas I Pekanbaru sudah mengajukan permohonan pembelian atau penyediaan sarana dan prasarana untuk membantu mewujudkan agenda atau program-program pembinaan narapidana setiap tahun. Pengadaan fasilitas tersebut sudah dimasukkan kedalam Usulan Rencana Kerja dan Anggaran Rutan Kelas I Pekanbaru setiap tahunnya.

KESIMPULAN

Rutan kelas I Pekanbaru belum sepenuhnya menerapkan konsep persamaan dihadapan hukum bagi tahanan. Hal ini terlihat dari bagaimana setiap narapidana menerima kebijakan dan layanan yang bervariasi. Akibatnya, pelayanan yang diberikan di Rutan Pekanbaru masih di bawah standar. Hal ini dapat ditunjukkan dalam contoh perlakuan istimewa atau diskriminasi berdasarkan kedudukan dan posisi sosial. Pada akhirnya, penerapan konsep persamaan di depan hukum (equality before the law) di Rutan Kelas I Pekanbaru mengandung kekurangan. Hambatan penerapan asas persamaan di depan hukum bagi narapidana di Rutan kelas I Pekanbaru antara lain kurangnya petugas, kurangnya pendidikan dan pengetahuan petugas, kurangnya koordinasi dan sinergi dengan instansi atau lembaga terkait pola pembinaan kemudian kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung

(15)

pembinaan warga binaan, solusi untuk mengatasi hambatan adalah meningkatkan pengetahuan tupoksi petugas pemasyarakatan melalui pelatihan mandiri serta diadakannya diklat pemahahaman dan penambahan pengetahuan aturan bagi pegawai, melakukan kolaborasi dengan Instansi serta lembaga terkait, dan pengusulan penambahan sarana dan prasarana pembinaan agar dapat mendukung pembinaan warga binaan dan juga standar operasional prosedur dapat dilaksanakan sesuai aturan yang berlaku.

BAGIAN TAMBAHAN

Alhamdulillah puji syukur atas nikmat dan kebaikan dari Allah Subhanahu wata'ala yang selalu memudahkan setiap langkah urusan saya di dunia ini. Kemudian saya ingin menyampaikan bahwasanya Skripsi ini saya persembahkan untuk amak saya tersayang Nurhayani, S.Pd. beliau merawat dan mendidik serta mencurahkan cinta kasih, mungkin tanpa inspirasi, semangat, dan do'a yang selalu beliau langitkan, saya mungkin bukan apa-apa saat ini. Jazakillahu Khairan ya Ummah Semoga Allah membalasnya dengan lebih baik.

Selanjutnya saya juga ucapkan terimakasih kepada Istri saya tercinta Ravica Rahmadani dan anak saya Zubair Musa'id Hamid. Mereka tempat saya pulang ketika lelah diterpa kerasnya dunia dan selalu menyambut dengan senyuman kasih sayangnya, Jazakumullahu Khairan Semoga Allah membalasnya dengan lebih baik

DAFTAR PUSTAKA

Arafat, Yasir. Undang – Undang Dasar Republik Indonesia 1945 dan Perubahannya.

Surabaya: Permata Press, 2020.

Anom, Djatmiko. “Kedudukan Lembaga Negara Sampiran Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia”. dalam Jurnal konstitusi P3KHAM UNS Volume I. No. 1.

(2008).

Apeldoorn, L.J. van. Inleiding tot de Studie van het Nederlandse Recht, atau Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Pradnya Paramita, 1976.

Azhary. Negara Hukum Indonesia (Analisis Yuridis Normatif tentang Unsur-unsurnya).

Universitas Indonesia:UI Press, 1995.

Atmasasmita, Romli. Teori dan Kapita Selekta Krimonologi. Bandung: Refika Aditama, 2007.

Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Edisi Revisi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008.

Effendi, Mansyur A. Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia dan Proses Dinamika Penyusunan Hukum Hak Asasi Manusia. Bogor: Ghalia Indonesia, 2005.

Fatkhurohman, Dian Aminudin dan Sirajudin. Memahami Keberadaan Mahkamah Konstitusi

(16)

di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004.

Huijbers, Theo. Filasafat Hukum. Yogyakarta: Kanisius, 2010.

HR, Ridwan. Hukum Administrasi Negara. Cet. VI. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011.

Mochtar, Akil. Pembalikan Beban Pembuktian Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Mahkamah Konstitusi, 2001.

Mulyadi, Lilik. Hukum Acara Pidana. Jakarta: Citra Aditya Bakti, 2007.

Marbun, SF. Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara. Yogyakarta: UII Press, 2004.

Pedoman Penulisan Skripsi. Pekanbaru: Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning, 2012.

Rapar, J.H. Filsafat Politik Aristoteles. Jakarta: Rajawali Press, 2001.

Sunggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Rajawali Press, 2011.

Sibuea, Hotma P. Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan, & Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik. Jakarta: Erlangga, 2010.

Referensi

Dokumen terkait

Based on previous research literature on the stemming process, this study will compare the results of the Tala stemming test with Nazief Adriani on abstract

The antibacterial activity of RGO and GO nanosheets For the first time Hu et al., [37] investigated antibacterial properties of GBNs by studying the interaction of Gram-negative