• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN PRINSIP NEW PUBLIC SERVICE DALAM PELAYANAN SURABAYA SINGLE WINDOW (SSW)

N/A
N/A
Sherya Damanda

Academic year: 2023

Membagikan "PENERAPAN PRINSIP NEW PUBLIC SERVICE DALAM PELAYANAN SURABAYA SINGLE WINDOW (SSW)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN PRINSIPNEW PUBLIC SERVICEDALAM PELAYANANSURABAYA SINGLE WINDOW(SSW)

Sherya Damanda 22041010227

Mata kuliah Teori Administrasi Negara F-041

Program Studi Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UPN ‘Veteran’

Jawa Timur

Abstrak

Penerapan prinsipNew Public Service(NPS) dalam konteksSurabaya Single Window(SSW) adalah upaya untuk mengubah paradigma pelayanan publik menjadi lebih berorientasi pada kepentingan masyarakat sebagai warga negara, bukan sekadar sebagai pelanggan layanan.

Konsep NPS menekankan pentingnya mengutamakan kepentingan publik, pemberdayaan masyarakat, transparansi, partisipasi aktif, serta layanan yang adil dan merata. Dalam SSW, penerapan prinsip NPS mengacu pada pengembangan sistem pelayanan publik yang memprioritaskan kepentingan masyarakat, memfasilitasi partisipasi warga dalam proses pengambilan keputusan, dan menciptakan layanan yang responsif, inklusif, dan efisien.

Prinsip NPS juga mempromosikan transparansi dalam tindakan pemerintah, akuntabilitas terhadap masyarakat, dan pendidikan masyarakat tentang hak dan tanggung jawab mereka sebagai warga negara. Penerapan prinsip NPS pada SSW Surabaya memberikan kontribusi penting dalam perubahan paradigma pelayanan publik di Indonesia, di mana masyarakat diposisikan sebagai mitra aktif dalam proses pelayanan dan pengambilan keputusan pemerintah. Hal ini tidak hanya menghasilkan pelayanan yang lebih baik, tetapi juga memperkuat keterlibatan warga negara dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Kata Kunci :New Public Service, Surabaya Single Window, Pelayanan

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sesuai dengan adanya UU No. 5 Tahun 2014 dimana pegawai negeri sipil setiap individu dalam tim wajib memenuhi persyaratan khusus dan memperoleh persetujuan resmi dari pimpinan mereka sebelum dapat mengemban tugas di sektor pemerintahan. Berdasarkan hal ini, demi penilaian yang bagus mereka diharuskan untuk meningkatkan kualitas kerjanya demi kepuasan pelayanan terhadap masyarakat. Pelayanan publik, entah dalam bentuk jasa

(2)

atau barang publik, merupakan tugas yang seharusnya dilaksanakan oleh instansi pemerintah, baik di tingkat pusat, daerah, maupun oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Pelayanan ini merupakan inisiatif pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, dengan salah satu contohnya adalah pelayanan kesehatan yang berfokus pada menjaga dan memulihkan kesejahteraan masyarakat (Pundenswari, 2017).

Pelayanan publik yang efektif dan efisien adalah salah satu pilar utama dari sebuah pemerintahan yang berkualitas dan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dengan baik.

Pada era modern, pelayanan publik yang berkualitas telah menjadi fokus utama dalam upaya menciptakan masyarakat yang sejahtera dan pemerintahan yang transparan. Dalam konteks Indonesia, seperti di banyak negara lain, pemerintah kota-kota besar dan daerah berkomitmen untuk meningkatkan pelayanan publik kepada warganya. Pelayanan publik yang baik sangat mempengaruhi kepuasan terhadap masyarakat baik dari segi pengajuan perizinan. pembuatan ktp, dll, serta pembuatan surat resmi kependudukan. Kepentingan terbesar bagi penyedia layanan publik adalah memperhatikan kepuasan masyarakat, sebab tingkat kepuasan ini memainkan peran sentral dalam menentukan kesuksesan pemerintah dalam menjalankan pelayanan publik. Pada dasarnya, definisi kepuasan masyarakat sering diidentikkan dengan definisi kepuasan pelanggan atau konsumen, perbedaan utamanya hanya terletak pada siapa yang menyediakan layanan dan tujuan di balik penyediaan layanan tersebut (Rezha &

Rochmah, 2013)Pada saat ini, pelayanan yang disediakan oleh berbagai lembaga, baik yang berasal dari sektor publik maupun swasta, masih belum memadai. Masalah seperti pungutan liar (pungli) dan ketidakmampuan masyarakat yang kurang beruntung untuk mendapatkan pelayanan dengan segera, dibandingkan dengan masyarakat yang memiliki sumber daya lebih, adalah beberapa contoh gejala yang sering terjadi. Untuk mencapai tujuan yang diinginkan, perlu terus menerus meningkatkan kualitas dan mutu pelayanan (Firmansyah &

Rosy, 2021)

Di era globalisasi ini, pelayanan publik perlu untuk menyeimbangkan perkembangan zaman, salah satunya dengan e-government. Untuk mencapai pelayanan publik yang efektif dan sesuai dengan prinsip good governance, pemerintah Kota Surabaya telah mengembangkan sistem pelayanan publik berbasis elektronik. Ini bertujuan untuk memudahkan penduduk dalam mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan pedoman yang tertuang dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 63 tahun 2003. Layanan publik yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat melalui penggunaan teknologi elektronik dikenal sebagai E-Government. Warga Kota Surabaya berharap bahwa melalui E-Government, layanan publik dapat memenuhi kebutuhan

(3)

dan permintaan warga di seluruh wilayah dan kecamatan di Surabaya, termasuk dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan sektor lainnya (Amrozi et al., 2022). Dalam konteks ini, pemerintah memegang peran kunci dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dengan mutu yang tinggi karena pemerintah memiliki kapasitas untuk menyelenggarakan layanan publik sesuai dengan prinsip-prinsip layanan yang tidak rumit, mudah dipahami, jelas, menyediakan sarana untuk bertanya, transparansi biaya, alur dokumentasi yang terdefinisi, kepastian waktu, akurasi, petugas layanan yang kompeten dan bertanggung jawab, fasilitas dan infrastruktur yang memadai, akses yang mudah, kedisiplinan, keramahan, keamanan, serta kemampuan untuk memberikan kepuasan kepada masyarakat (Riani, 2021).

E-government merupakan bentuk dari implementasi perubahan paradigma dari New Public Management ke New Public Service (NPS), di mana NPS menggarisbawahi pentingnya mendinamisasi peran masyarakat sebagai warga negara. Karena hubungan antara pegawai negeri sipil dan publik memiliki hubungan yang ciri khas dan berbeda dari waktu ke waktu (Denhardt & Denhardt, 2007). Dewasa ini, Kota Surabaya memberdayakan e-government yang terpadu. Pelayanan publik di sini yang dinilai menjadi daya tarik untuk suatu investasi dari daerah lain. Berdasarkan hal tersebut, pemerintah Surabaya mengeluarkan kebijakan pada tanggal 14 maret 2013, Pemkot Surabaya membuat program perizinan terpadu secara online yang diberi nama Surabaya Single Window (SSW). Perijinan yang dibuat ini dapat diakses dengan di www.sswalfa.surabaya.go.id dengan didasari oleh Peraturan Walikota Surabaya Nomor 28 TAHUN 2013 Tentang Tata Cara Pelayanan Perizinan dan Non Perizinan Secara Elektronik di Kota Surabaya. Dalam SSW ini menawarkan kemudahan kepada pemohon izin untuk tidak perlu datang secara langsung karena bisa diakses secara online. Program SSW dinilai sukses sistem pelayanan perizinan yang lama dan rumit.

Perbedaan utama antara program-program ini dengan sistem sebelumnya yaitu mekanisme layanan paralel. Beberapa izin tersedia diproses secara bersamaan tanpa harus berinteraksi satu sama lain atau saling tunggu izin masing-masing. Mekanisme ini secara otomatis memotong istilah tersebut proses perizinan semakin cepat (Gati et al., 2014).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, penulis menentukan perumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana prinsip NPS diterapkan dalam program SSW?

2. Bagaimana efektivitas program SSW dalam perizinan di Kota Surabaya sebagai penerapanNew Public Service?

1.3 Tujuan Penelitian

(4)

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, ditentukan adanya tujuan sebagai berikut.

1. Mengetahui penerapan prinsip New Public Service dalam program Surabaya Single Window.

2. Mengetahui, menjelaskan, dan menganalisis efektivitas program SSW dalam hal perizinanonlinedi Kota Surabaya.

TINJAUAN PUSTAKA

2..2 Definisi dan KonsepNew Public Service

New Public Service adalah sebuah kerangka kerja yang didasarkan pada konsep yang sesuai dengan nilai-nilai masyarakat. Teori New Public Service memandang birokrasi sebagai alat yang harus melayani masyarakat dan tunduk pada suara masyarakat, baik dari segi rasional maupun secara sah dari segi normatif dan konstitusional.

Konsep New Public Service (NPS) ini diperkenalkan oleh J. V. Denhardt dan R. B.

Denhardt dalam bukunya "The New Public Service: Serving, not Steering" pada tahun 2003, adalah tanggapan terhadap paradigma dominan dalam administrasi publik saat ini, yaitu konsep New Public Management yang mengusung prinsip "mengelola pemerintahan seperti bisnis" atau "pasar sebagai solusi terhadap permasalahan dalam sektor publik." Menurut Denhardt & Denhardt, pemerintah seharusnya tidak menjalankan pelayanan publik seperti perusahaan, melainkan melaksanakan pelayanan publik dengan pendekatan yang demokratis, adil, merata, tanpa diskriminasi, jujur, dan akuntabel.

Dengan demikian, konsep NPS menekankan pentingnya menjalankan pelayanan publik dengan berfokus pada kepentingan masyarakat dan dalam kerangka nilai-nilai demokrasi, yang akan membantu memotivasi birokrat atau pegawai pemerintah untuk memberikan pelayanan yang lebih baik dan responsif kepada masyarakat (Ch Soselisa &

Puturuhu, 2021)

2.2 ParadigmaNew Public Service

Setelah munculnya gagasan dari paradigma New Public Management yang menimbulkan banyak ketidakselarasan terhadap prinsip-prinsip pelayanan publik.

Berdasarkan sejumlah kritikan yang ditujukan pada NPM dari para ahli administrasi publik yaitu Kamensky (1996) dalam artikelnya yang berjudul The Role of Reinventing Government Movement in Federal Management Reform dan beberapa sejumlah ahli administrasi publik yang menuliskan kritikan dalam bukunya.

Kemudian muncul satu tulisan yang ditulis oleh Janet V. Denhardt dan saudaranya

(5)

dengan tanpa kritikan. Buku yang berjudulNew Public Service; Serving not Steering ini memuat pernyataan bahwa pemerintah harus sebagai pelayan publik bukan hanya sebagai pengarah.

Menurut Denhardt, melibatkan nilai-nilai bisnis ke dalam organisasi publik dapat merusak tatanan dan prinsip-prinsip layanan publik. Maka dari itu, mereka merumuskan penerapan nilai-nilai baru. Hal yang dianggap baru ini adalah mengembalikan peran warga negara yang sebenarnya yaitu yang awalnya dianggap sebagai “pelanggan” berubah menjadi “warga negara” yang sebenar-benarnya dilayani oleh pemerintah atau aparatur negara. Sistem yang dilakukan dalam menjalani adanya paradigma baru ini dengan membangun kerjasama bersama lembaga pemerintahan, baik dari swasta maupun masyarakat madani, ini dilakukan demi memenuhi kebutuhan terhadap warga negara yang sebelumnya sudah disepakati bersama. Pendekatan baru dalam hal akuntabilitas adalah pendekatan yang menggabungkan berbagai aspek, di mana pelayan publik diharapkan untuk mematuhi persyaratan hukum, nilai-nilai masyarakat, norma politik, etika profesional, dan kepentingan warga. Struktur organisasinya adalah kerja sama, dengan kepemimpinan yang bersama-sama baik di dalam maupun di luar. Motivasi utama dalam memberikan pelayanan publik adalah keinginan untuk melayani masyarakat dan memberikan kontribusi kepada masyarakat (Alamsyah, 2016).

2.3 PrinsipNew Public Service

Prinsip-prinsip New Public Service (NPS) menurut Janet V. Denhardt, salah satu tokoh utama dalam pengembangan NPS, melibatkan fokus pada pelayanan publik yang berorientasi pada nilai-nilai masyarakat, etika, partisipasi masyarakat, dan kewarganegaraan aktif. Berikut adalah prinsip-prinsip utama NPS menurut Janet V. Denhardt:

1. Serving, Not Steering(Melayani, Bukan Mengarahkan)

Pelayan publik diharapkan untuk lebih mementingkan pelayanan kepada masyarakat daripada mengendalikan atau mengarahkan masyarakat. Mereka harus bersedia mendengarkan, merespons, dan memenuhi kebutuhan masyarakat dengan cara yang responsif dan etis.

2. Public Interest(Kepentingan Publik)

Prinsip ini menekankan pentingnya menjunjung tinggi kepentingan publik dalam pengambilan keputusan dan tindakan pemerintah. Pelayan publik

(6)

diharapkan untuk bertindak demi kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, bukan hanya menguntungkan kelompok atau individu tertentu.

3. Value Citizenship Over Entrepreneurship (Menghargai Kewarganegaraan daripada Wirausaha)

Mengelola kepentingan publik sebaiknya dilakukan oleh pelayan publik dan warga negara yang memiliki kesetiaan untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat, bukan oleh pengelola bisnis yang berperilaku seolah-olah dana publik adalah kepunyaan mereka sendiri.

4. Think Strategically, Act Democratically (Berpikir Strategis, Bertindak Demokratis)

Kebijakan dan program yang bertujuan untuk memenuhi kepentingan masyarakat dapat berhasil dan bertanggung jawab dengan efisien melalui kerja sama bersama dan melalui proses kolaborasi.

5. Recognize that Accountability Is Not Simple.(Mengenali bahwa Akuntabilitas Bukan Hal Biasa)

Dalam konteks ini, pelayan publik harus menempatkan perhatian yang lebih besar daripada peran mekanisme pasar. Selain itu, mereka juga diharapkan untuk mematuhi hukum, memegang teguh nilai-nilai sosial, mengikuti norma politik, menjalani standar profesional, dan menjalankan kepentingan warga negara.

6. Serve CItizen, not Customer(Melayani Masyarakat, bukan Pelanggan)

Karena kepentingan publik merupakan hasil dari diskusi mengenai nilai-nilai bersama daripada penjumlahan kepentingan individu, pelayan publik tidak hanya merespons permintaan individu, tetapi sebaliknya, mereka berfokus pada upaya membangun kepercayaan dan kerja sama dengan serta di antara warga negara.

7. Value People, Not Just Productivity (Menghargai Manusia Bukan Sekedar Produktivitas)

Organisasi publik dan jaringannya memiliki peluang lebih besar untuk mencapai kesuksesan jangka panjang jika mereka dijalankan melalui proses kolaboratif dan kepemimpinan bersama yang didasarkan pada penghargaan terhadap semua individu.

PEMBAHASAN

(7)

3.1Penerapan PrinsipNew Public Servicepada ProgramSurabaya Single Window Pandangan mengenai New Public Service (NPS) dimulai dengan prinsip legitimasi warga negara dan peran mereka dalam sistem pemerintahan yang demokratis. Warga negara dianggap lebih dari sekadar memiliki kepentingan pribadi; mereka dilihat sebagai nilai, memiliki kepercayaan, dan peduli terhadap kepentingan orang lain. Dengan demikian, peran warga negara dalam pandangan ini adalah sebagai pemilik pemerintah dan pemerintahan (owners of government) yang dapat bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama demi kepentingan negara. Penerapan prinsip New Public Service (NPS) pada Program Surabaya Single Window (SSW) akan mengacu pada pendekatan pelayanan publik yang berorientasi pada nilai-nilai masyarakat, etika, partisipasi masyarakat, dan kewarganegaraan aktif.

1. Melayani Bukan Mengarahkan

Prinsip "Serving, Not Steering" menempatkan kepentingan publik sebagai prioritas utama. Dalam konteks SSW, pelayanan dan proses harus dirancang untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan warga serta pemangku kepentingan lainnya.

Pemerintah memiliki peran penting dalam mempromosikan solidaritas dan membangun nilai-nilai bersama dalam kepentingan publik. Tujuan utamanya adalah untuk menemukan solusi yang sesuai dengan aspirasi masyarakat dan menciptakan kepentingan bersama.

Hal ini menciptakan tanggung jawab bersama antara warga negara dan pemerintah atau aparat pemerintahan (Ch Soselisa & Puturuhu, 2021). Pada penerapan SSW ini, bagi pemohon yang masih memiliki kurang pengetahuan akan teknologi, pegawai SSW dapat berinteraksi langsung dengan pemohon demi menerapkan pelayanan yang baik.

2. Berpikir Strategis, Bertindak Demokratis

Program SSW dapat bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan, baik dari sektor swasta, pemerintah, maupun masyarakat sipil. Kolaborasi ini dapat memperkuat penerapan prinsip NPS. Pelaksanaan SSW didukung oleh sistem S-ECS atau Sistem Kolaborasi Surabaya. Adanya sistem ini, bertujuan untuk penyampaian sistem tunggal dan penyampaian data yang dapat disinkronkan ke setiap unit kerja lokal. Ini mempermudah unit-unit yang menyediakan layanan untuk membuat keputusan secara efisien dan cepat. S-ECS membantu menyederhanakan proses produksi, baik yang berhubungan dengan teknologi maupun yang tidak, dengan memanfaatkan sistem data bersama yang dapat diakses oleh setiap unit kerja lokal.

(8)

3. Mengenali bahwa Akuntabilitas Bukan Hal Biasa

Dalam situasi ini, birokrat atau aparat pemerintah seharusnya tidak hanya memprioritaskan kepentingan pasar semata, melainkan juga harus menekankan pentingnya patuh terhadap undang-undang, norma, etika politik, standar profesional, dan kepentingan warga negara. Dalam situasi ini, birokrat atau aparat pemerintah seharusnya tidak hanya memprioritaskan kepentingan pasar semata, melainkan juga harus menekankan pentingnya patuh terhadap undang-undang, norma, etika politik, standar profesional, dan kepentingan warga negara.

Sistem perizinan baru ini dianggap memiliki kemampuan untuk mengurangi tindakan birokrasi yang berlebihan, mengurangi pertemuan langsung antara pemohon dan birokrat yang seringkali terkait dengan praktik-praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, menciptakan sistem birokrasi yang lebih transparan, dan mempermudah proses permohonan perizinan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Kota Surabaya.

4. Melayani Masyarakat, Bukan Pelanggan

Dalam situasi ini, New Public Service dipandang sebagai individu atau penduduk negara yang memiliki hak dan tanggung jawab sebagai anggota masyarakat yang setara. Warga negara tidak hanya dianggap sebagai konsumen yang sekadar membeli atau membayar barang dan jasa. Warga negara berperan ganda sebagai penerima dan pengguna layanan publik, serta sebagai individu yang memiliki berbagai kewajiban sebagai anggota negara, termasuk kepatuhan terhadap hukum, pembayaran pajak, kewajiban pertahanan negara, dan sebagainya. Oleh karena itu, pemerintah harus memberikan layanan publik dengan kualitas yang baik.

Dalam penerapannya, Surabaya Single Window tidak menjadikan pemohon sebagai “pelanggan” karena siapapun dapat mengaksesnya tanpa memandang pemohon tersebut. Pemohon bisa dapat langsung membuka laman SSW secara gratis tanpa membayar sepeserpun.

3.2 Efektivitas program SSW dalam Perizinan di Kota Surabaya sebagai Penerapan New Public Service

Efektivitas adalah salah satu standar penilaian yang diajukan oleh Dunn, yang mengindikasikan apakah suatu opsi kebijakan mencapai hasil yang diinginkan atau mencapai

(9)

tujuan kegiatan yang dilaksanakan. Efektivitas seringkali diukur melalui penilaian aspek teknis, yang dapat mencakup nilai unit produk atau layanan, atau nilai moneternya (Kurniawan & Prabawati, 2021). Tingkat efektivitas dari layanan SSW ini sudah diukur kebenarannya, ini berdasarkan indikator ketepatan waktu perizinan yang sudah melebihi target yang ada. Pada tahun UPTSA mematok target sebesar 72% dan hasilnya telah melebihi target tersebut yaitu dengan 75%. Tujuan dari layanan SSW ini adalah untuk mempersingkat waktu yang digunakan masyarakat untuk proses pelayanan perizinan, di mana masyarakat hanya dapat mengaksesnya melalui daring.

Dalam pencapain dan ketepatan pelayanan Surabaya Single Window selama satu tahun ini memang masih memiliki banyak kendala. Namun, dalam pencapaian jika dibandingkan dengan mekanisme yang lama, dimana membutuhkan waktu lama dan mempersulit pemohon untuk mengajukan permohonan serta pernah menimbulkan nama yang buruk di mata masyarakat, program ini dinilai cukup efektif untuk meyakinkan masyarakat bahwa jika ingin mengajuka perizinan tidak perlu repot dan dapat diakses dengan mudah, cepat, dan transparan (Gati et al., 2014).

Dalam konteks efisiensi, peneliti sejak awal telah memperhatikan bahwa pendirian sistem Surabaya Single Window (SSW) sangat membantu masyarakat dalam mengurus layanan dengan mudah, terutama terkait pelayanan perizinan. Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Ramli dan rekan (2019:846), yang mencatat bahwa Pemerintah telah berupaya luar biasa untuk mengembangkan Surabaya Single Window (SSW). Program ini telah menjadi pelopor di Indonesia dalam hal penyelenggaraan perizinan yang efektif, efisien, dan transparan, serta telah menjadi referensi bagi pemerintah daerah lain dalam penyelenggaraan perizinan, berdasarkan data hasil aspirasi masyarakat terkait layanan perizinan.

Selain itu, pelaksanaan sistem SSW didukung oleh Surabaya Enterprise Collaboration System (S-ECS), yang memungkinkan pengiriman data dan informasi secara terpadu sehingga dapat disinkronkan dengan setiap unit kerja lokal. Hal ini mempermudah pengambilan keputusan oleh unit kerja dengan cepat dan efisien. Selain itu, sistem S-ECS juga memungkinkan Walikota dan pengguna untuk memantau dan melacak alur proses layanan perizinan secara online, serta melihat perkembangan investasi di setiap perusahaan yang terdaftar dalam sistem tersebut di Kota Surabaya.

KESIMPULAN

(10)

Pelayanan publik khususnya pada pelayanan Surabaya Single Window ini menjadi salah satu penerapan prinsip New Public Service di pelayanan kota Surabaya. Hal ini dapat dibuktikan adanya penempatan pelayanan publik dalam prioritas utama. Dalam konteks SSW ini pelayanan dan proses harus dirancang untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan warga serta pemangku kepentingan lainnya. Pemerintah memiliki peran penting dalam mempromosikan solidaritas dan membangun nilai-nilai bersama dalam kepentingan publik.

Kemudian daripada itu, penerapan NPS dibuktikan adanya kolaborasi yang dapat memperkuat penerapan prinsip NPS yaitu pelaksanaan SSW didukung oleh sistem S-ECS atau Sistem Kolaborasi Surabaya. Kemudian dibuktikan oleh sistem perizinan baru yang dianggap memiliki kemampuan untuk mengurangi tindakan birokrasi yang berlebihan, mengurangi pertemuan langsung antara pemohon dan birokrat yang seringkali terkait dengan praktik-praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, menciptakan sistem birokrasi yang lebih transparan, dan mempermudah proses permohonan perizinan

Penerapan SSW ini juga menimbulkan keefektifan dari adanya pelayanan akan permohonan izin atas Surat Keterangan Kota (SKRK), dan surat perizinan lain. Hal ini dibuktikan karena efektivitas dari layanan SSW ini sudah diukur kebenarannya, ini berdasarkan indikator ketepatan waktu perizinan yang sudah melebihi target yang ada. Pada tahun UPTSA mematok target sebesar 72% dan hasilnya telah melebihi target tersebut yaitu dengan 75%. Tujuan dari layanan SSW ini adalah untuk mempersingkat waktu yang digunakan masyarakat untuk proses pelayanan perizinan, di mana masyarakat hanya dapat mengaksesnya melalui daring.

Berdasarkan hal tersebut, Surabaya Single Window merupakan program yang efektif dan mengikuti perkembangan teknologi. Hal ini juga menjadikan SSW sebagai salah satu penerapan prinsip dasar NPS.

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, A. (2016). PERKEMBANGAN PARADIGMA ADMINISTRASI PUBLIK (New Public Administration, New Public Management dan New Public Service).Jurnal Politik Profetik,4(2).

Amrozi, Y., Dewi, E. C., & Rosida, L. A. (2022). IMPLEMENTASI E-GOVERNMENT PELAYANAN PUBLIK PADA APLIKASI E-kios.Jurnal Kebijakan Publik,13(3), 310-316.

(11)

Ch Soselisa, H. C., & Puturuhu, D. (2021). Penerapan Prinsip New Publik Service dalam Pelayanan STNK pada Kantor Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap.PUBLIC POLICY; Jurnal Aplikasi Kebijakan Publik dan Bisnis,2(2), 315-330.

Denhardt, J. V., & Denhardt, R. B. (2007).The New Public Service: Serving, Not Steering.

M.E. Sharpe.

Firmansyah, A. C., & Rosy, B. (2021). Pengaruh Kualitas Pelayanan Publik Terhadap Kepuasan Masyarakat (Studi Pembuatan E-KTP di Kecamatan Sekaran Kabupaten Lamongan).Journal of Office Administration: Education and Practice,1(2), 82-93.

https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/joa/article/view/42112

Gati, R. A., Domai, T., & Hayat, A. (2014). EFEKTIVITAS PROGRAM SURABAYA SINGLE WINDOW (SSW) DALAM PELAYANAN PUBLIK : PERSPEKTIF E-GOVERNMENT (Studi tentang Perijinan Online di Kota Surabaya).Jurnal Administrasi Publik (JAP,2(6), 1-6.

Indonesia, P. R. (n.d.).UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA.

Kurniawan, Y. D., & Prabawati, I. (2021). Evaluasi Layanan Surabaya Single Window (SSW) Pada Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA) Kota Surabaya.Publika,9(1), 227-238. https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/publika/article/view/37794 Pundenswari, P. (2017). Analisa Pengaruh Kualitas Pelayanan Publik bidang Kesehatan

terhadap Kepuasan Masyarakat.Jurnal Publik,11(1), 13-21.

Rezha, F., & Rochmah, S. (2013). ANALISIS PENGARUH KUALITAS PELAYANAN PUBLIK TERHADAP KEPUASAN MASYARAKAT (Studi tentang Pelayanan Perekaman Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) di Kota Depok).Jurnal Administrasi Publik (JAP),1(5), 981-990.

(12)

https://www.neliti.com/publications/74038/analisis-pengaruh-kualitas-pelayanan-publ ik-terhadap-kepuasan-masyarakat-studi-t

Riani, N. K. (2021). STRATEGI PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK.Jurnal Inovasi Penelitian,1(11), 2443-2452.

Referensi

Dokumen terkait