• Tidak ada hasil yang ditemukan

penerapan sistem jaminan halal untuk memenuhi kewajiban

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "penerapan sistem jaminan halal untuk memenuhi kewajiban"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN SISTEM JAMINAN HALAL UNTUK MEMENUHI KEWAJIBAN SERTIFIKASI HALAL DAN MENINGKATKAN DAYA SAING UMKM

OLAHAN DUREN

Poppy Arsil, Rumpoko Wicaksono, Hety Handayani Hidayat

Jurusan Teknologi Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Indonesia E-mail : poppy.arsil@unsoed.ac.id; poppy74arsil@gmail.com

ABSTRAK

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UUJPH) mulai diberlakukan pada tahun 2019 dan secara berangsur mewajibkan sertifikasi halal bagi produk pangan hingga 2024. Hal ini dipertegas dengan PP No 39/2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal yang menyatakan bahwa produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal.

Disatu sisi kendala UMKM di Indonesia yang sebagian besar berbentuk mikro dan kecil tidak mempunyai sumberdaya yang cukup dalam implementasi sistem jaminan halal.

Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini bertujuan untuk pendaftaran sertifikasi produk UMKM olahan duren Cahaya Bulan melalui tansfer pengetahuan, bimbingan teknis dan implementasi Sistem Jaminan Halal (SJH). Metode yang digunakan adalah kombinasi dari transfer teknologi, bimbingan teknis, pembuatan manual SJH dan pendampingan implementasi SJH. Kegiatan ini berlangsung dari bulan Januari sampai Mei 2021 di UMKM Cahaya Bulan, desa Kalisari, Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas. Hasil yang didapatkan adalah Manual SJH dan implementasi 11 kriteria SJH sesuai dengan HAS 23000. Pendaftaran sertifikat halal untuk produk pancake, milk shake dan es krim durian telah di daftarkan melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal, Departemen Agama Kabupaten Banyumas.

Kata Kunci: CPPB, durian, halal, sistem jaminan halal, pangan olahan

PENDAHULUAN Analisis situasi

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UUJPH) mempertegas betapa mendesaknya persoalan halal-haram dalam rantai produksi dimulai dari pelaku usaha hingga dikonsumsi oleh konsumen. Peran pihak perantara seperti distributor, subdistributor, grosir, maupun pengecer juga memainkan peranan penting sebelum sampai ke

tangan konsumen akhir. UU ini diberlakukan mulai tahun 2019 dan secara berangsur akan diwajibkan untuk semua produk pangan yang beredar di Indonesia sesuai dengan pasal 4 UUJPH dan pasal 3(1) PP No 39/2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminann Produk Halal yang menyatakan bahwa

“Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal”. Sehubungan dengan hal tersebut, produsen pangan

(2)

perlu memahami tentang sistem penjaminan produk halal. Produsen juga menuai manfaat dari UU ini yaitu dengan adanya kepastian hukum terhadap seluruh barang yang diproduksi, sehingga UUJPH akan berdampak positif bagi dunia usaha.

Jaminan produk halal untuk setiap produk juga dapat memberikan manfaat bagi perusahaan, mengingat produk yang bersertifikat halal akan lebih dipilih dan disenangi oleh konsumen sehingga dapat meningkatkan penjualan (Arsil et al., 2018). Hal ini bukan saja diminati oleh muslim tetapi juga masyarakat nonmuslim, karena masyarakat nonmuslim beranggapan bahwa produk halal terbukti berkualitas dan sangat baik untuk kesehatan tubuh manusia (Charity, 2017).

Data Kementerian Koperasi dan UKM pada tahun 2019 menunjukkan baru sebanyak 69.577 UMKM dari 65 juta usaha atau 0.11 persen yang memiliki sertifikat halal. Rendahnya jumlah UMKM yang sudah bersertifikat halal mendorong pemerintah melalui BPJPH (Badan Penyenggara Jaminan Produk Halal) melakukan serangkaian aktivitas yang

mendorong UMKM untuk

mendapatkan sertifikasi halal seperti

program SEHATI (Sertifikat Halal Gratis) yang diluncurkan pada tahun 2021. Disamping itu, universitas dan Lembaga Pendidikan Islam juga di dorong mendirikan Halal Center dengan tujuan mendampingi UMKM dalam implementasi Jaminan Produk Halal.

Bahan pangan yang asal mulanya halal, dapat menjadi tidak baik dari segi kesehatan dan keamanan pangan, bahkan menjadi haram jika proses pembuatannya terkontaminasi bahan yang haram maupun terkena peralatan yang juga digunakan untuk memproses maupun menyajikan bahan pangan haram (Hidayat & Djatna, 2015). Sehubungan dengan hal tersebut, pihak UMKM perlu memiliki pengetahuan yang dimulai dari pengetahuan bahan halal dan haram, system jaminan mutu halal dan sertifikasi halal produk.

Permasalahan yang dihadapi oleh usaha kecil dan menengah adalah kurangnya sumber daya manusia yang mampu mendesain system jaminan halal dan implementasinya di perusahaan UMKM. Selain itu proses sertifikasi yang cukup mahal juga menjadi kendala UMKM mendaftarkan produk mereka untuk mendapatkan sertifikasi halal.

(3)

Proses sertifikasi yang dianggap berbelit, apalagi dalam masa peralihan dari LPPOM MUI ke kementrian Agama (dalam hal iini BPJPH) menjadi kendala utama bagi pihak mitra. Studi terdahulu menunjukkan bahwa kendala yang dihadapi UMKM makanan beku dalam pengajuan sertifikat halal adalah kelengkapan dokumen (33.3%), mahal (23,3%), dan rumit serta memerlukan izin edar (20%) (Maryati et al., 2016).

Selain itu, jaminan produk halal tidak hanya berkaitan dengan penggunaan bahan yang halal saja, namun berkaitan pula dengan cara produksi pangan olahan yang baik, sehingga produk yang dihasilkan tetap terjaga kehalalan dan keamanan pangannya (halal dan toyib).

Oleh karena itu, permasalahan yang mendesak bagi mitra adalah terpenuhinya pengakuan kehalalan produknya dan peningkatan mutu produk yang tidak hanya disukai oleh konsumen, namun juga aman dikonsumsi.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah, seperti bimbingan dan pendampingan sertifikasi halal bagi UMKM. Akan tetapi jumlah UMKM yang mengikuti program ini terbatas.

Disisi lain, UMKM yang ingin mengajukan sertifikasi halal secara

mandiri menghadapi kesulitan sumberdaya manusia untuk melengkapi dokumen dan persyaratan sertifikasi halal sekaligus implementasinya di usaha mereka.

Tujuan dari kegiatan PkM ini adalah:

1. Transfer pengetahuan mengenai Sistem Jaminan Halal (SJH)

2. Bimtek dan pelatihan SJH

3. Pendampingan dan implementasi SJH

4. Pendaftaran sertifikat halal Permasalahan mitra

Mitra dalam kegiatan pengabdian ini adalah UMKM Cahaya Bulan yang bergerak di bidang olahan buah durian.

Perusahaan mitra berdiri pada awal tahun 2019 tepatnya saat pandemi Covid 19 mulai mewabah di Indonesia.

Saat itu, panen durian di area sekitar mitra berlimpah namun pangsa pasar menurun drastis akibat adanya kebijakan lockdown di beberapa area.

Prestiana selaku pemilik UKM mengagas ide untuk membekukan durian agar dapat tahan lebih lama.

UKM yang berlokasi di Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas ini telah memiliki 5 tenaga kerja dan lebih dari 15 reseller.

Meskipun baru berumur 2 tahun UKM

(4)

telah berkembang secara pesat baik dari sisi pengembangan produk olahan durian maupun perkembangan bisnis.

Saat ini UKM tidak hanya memproduksi durian beku namun juga es krim, milk shake, es campur durian, pancake dan dodol durian (Gambar 1).

Tidak hanya itu, UKM ini telah memiliki 3 outlet waralaba yang tersebar di area Kabupaten Banyumas.

Gambar 1. Produk UMKM Cahaya Bulan (a) pancake, b) es krim dan c)

milk shake durian)

Kapasitas produksi sekitar 100 – 300 kg per bulan. Mitra menyadari bahwa kesadaran konsumen terhadap pangan halal makin besar, sehingga ingin meningkatkan mutu produknya, tidak hanya disukai saja, namun juga diakui kehalalannya. Produsen pangan yang tidak memenuhi kaidah kehalalan akan menghadapi risiko persaingan

pemasaran yang lebih ketat dengan adanya produk pangan lain yang sudah tersertifikasi halal. Selain itu, pihak mitra juga menyadari bahwa akan diterapkan peraturan wajib halal bagi industri pangan sebagai dasar untuk izin edar produknya.

METODE

Solusi yang dilaksanakan ke mitra Solusi yang dilaksanakan di mitra sasaran adalah kombinasi dari transfer pengetahuan, bimbingan teknis dan pendampingan implementasi sistem Jaminan Produk Halal (SJH).

Keberhasilan kegiatan ini dapat menjadi percontohan dan pemicu UMKM lain dalam implementasi sistem jaminan pangan halal. Peta jalan kegiatan adalah sebagai berikut (Gambar 2).

Gambar 2. Peta jalan kegiatan sebagai solusi permasalahan UMKM olahan

duren.

Adapun materi disajikan pada Tabel 1.

Transfer Pengetahuan

•SJH

Bimtek dan Pelatihan

• SJH

Pendampingan Implementasi

• SJH Pendaftaran

sertifikasi halal

• Sertifikasi halal

A C

B

(5)

Tabel 1. Tahapan kegiatan pelaksanaan dan acuan materi yang digunakan

No Kegiatan Acuan Materi

Implementasi Sistem Penjaminan Produk Halal 1 Transfer

pengetahuan tentang sistem jaminan produk halal

• Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal

• Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2019 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal

• HAS 23000 2 Penyusunan

dokumen sistem jaminan produk halal (manual SJH)

3 Bimbingan teknis dan

pendampingan implemenrasi sistem jaminan produk halal 4 Pengajuan

sertifikasi

jaminan produk halal

Peran mitra dalam pelaksanaan program yaitu berpartisipasi aktif dalam menjalankan sistem penjaminan mutu halal yang dimulai dari pembuatan manual Sistem Jaminan Halal, implementasi, audit internal dan perbaikan dari implementasi. Kinerja program ini dievaluasi dengan cara pre- test dan post-test, sedangkan evaluasi kinerja program dilakukan dengan cara observasi secara periodik pada mitra.

Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulan meliputi data primer dan data sekunder terkait dengan sebelas kriteria SJH yang

mengacu kepada HAS 23000. Adapun kriteria SJH yaitu 1) kebijakan halal, 2) tim manajemen halal, 3) pelatihan, 4) bahan, 5) fasilitas produksi 6) produk, 7) prosedur tertulis aktivitas kritis, 8) kemampuan telusur, 9) penanganan produk yang tidak memenuhi kriteria, 10) audit internal, 11) kaji ulang manajemen. Data primer diperoleh dengan cara wawancara langsung dengan pihak mitra. Data sekunder di dapatkan dari pihak eksternal seperti sertifikat halal bahan baku yang digunakan oleh olahan duren.

Teknik Analisa Data

(6)

Data diolah dengan mengacu kepada HAS 23000-1 mengenai Persyaratan Sertifikasi Halal Industri Pengolahan dan HAS 23101 mengenai Panduan Pemenuhan Kriteria SJH Industri Olahan. Data selanjutnya disusun ke dalam manual SJH Olahan Duren Cahaya Bulan sebagai persyaratan pendaftaran sertifikasi halal.

Lokasi, waktu dan durasi kegiatan Kegiatan ini dilakukan di UMKM Cahaya Bulan, desa Kalisari, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas Jawa Tengah dan di Halal Center Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Pelaksanaan kegiatan adalah selama 5 bulan dari bulan Januari sampai Mei 2021.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelatihan dan Implementasi Sistem Jaminan Halal

Transfer teknologi mengenai 11 kriteria SJH serta aplikasinya dalam industri olahan diikuti oleh pemilik mitra UMKM olahan durian Cahawa Bulan, karyawan UMKM, reseller dan pemasok sebanyak 18 orang. Transfer teknolgi dilakukan pada tanggal 15 April 2021. Media yang digunakan adalah melalui zoom meeting dengan pertimbangan kondisi pandemik Covid-

19. Materi SJH diberikan oleh tim Halal Center Universitas Jenderal Soedirman. Pada kegiatan ini dilakukan pretest dan posttest untuk mengevaluasi kegiatan transfer teknologi. Hasil pretest dan posttest menunjukkan terjadinya peningkatan pengetahuan peserta rata-rata sebesar 35 persen.

Gambar 3. Transfer teknologi mengenai kriteria SJH dan CPPB

Sebelum melakukan penyusunan dokumen manual SJH, tim pendamping melakukan kunjungan untuk melihat gap antara kondisi lapang dan kriteria SJH yang ada di UMKM. Gap yang ditemukan di antaranya belum terbentuknya tim manajemen halal, penentuan titik kritis bahan dan proses, prosedur tertulis untuk aktivitas kritis, SOP pencucian fasilitas produksi, dokumen yang dapat ditelusuri, audit internal dan kaji ulang manajemen, penanganan produk yang tidak memenuhi kriteria, Gap ini kemudian dilengkapi dengan bimbingan teknis lapangan sekaligus menyusun manual SJH UMKM olahan durian. Bimbingan

(7)

teknis dilakukan secara periodik untuk melihat perkembangan UMKM apakah sudah memenuhi kriteria SJH Sedangkan kebutuhan freezer kapasitas 270 liter juga dibantu oleh tim pengabdi dari Halal Center UNSOED.

Bimbingan teknis dan pendampingan implementasi pelaksanaan SJH dimulai dari identifikasi produk yang akan disertifikasi halal. Produk yang terpilih adalah produk olahan UMKM yang sudah dikemas dengan baik dan juga dijual oleh reseller karena permintaan yang cukup tinggi. Adapun produk yang diidentifikasikan untuk disertifikasi halal adalah (Gambar 1):

1. Es krim durian

2. Milk shake durian kemasan botol dan cup

3. Pancake durian.

Manual SJH merupakan syarat mutlak untuk mendaftar sertifikasi halal. Manual SJH terkait dengan 11 kriteria mengacu kepada HAS 23000 mengenai kriteria Sistem Jaminan Halal yaitu:

1. Kebijakan halal

Kebijakan halal berupa komitmen tertulis dari UMKM Cahaya Bulan untuk menghasilkan produk halal secara konsisten. Kebijakan halal

disosialisasikan dalam bentuk poster, email, WAG dan briefing kepada karyawan.

Gambar 4. Sosialisasi kebijakan halal di UMKM Cahaya Bulan

dalam bentuk poster 2. Tim Manajemen Halal

Tim manajemen halal sebagai gugus yang bertanggung jawab terhadap perencanaan, implementasi, dan evaluasi sistem jaminan halal dibentuk dengan mengeluarkan Surat Keputusan yang disyahkan oleh pimpinan UMKM Olahan Duren Cahaya Bulan. Tim manajemen selanjutnya bekerja sesuai dengan tugas dan wewenang masing sesuai yang termaktub dalam Surat Keputusan UMKM Olahan Duren Cahaya Bulan. Unit kerja yang menentukan kehalalan produk merupakan bagian struktur organisasi Tim Manajemen Halal yang terdiri dari 1) research and development, 2) pembelian, 3) produksi, 4) Gudang, 5) pengendalian mutu dan 6) transportasi.

(8)

3. Pelatihan

Pelatihan terdiri dari pelatihan internal dan pelatihan eksternal yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap untuk mencapai tingkat kompetensi yang diinginkan. Pelatihan eksternal diikuti oleh pemilik UMKM pada pelatihan LPPOM MUI sekaligus menjadi persyaratan untuk mendaftar sertifikasi halal. Pelatihan internal diberikan oleh tim pendampingan

Halal Center UNSOED pada tanggal 15 April 2021 kepada karyawan dan reseller. Prosedur pelatihan dijabarkan dalam manual SJH.

Pelatihan eksternal harus diikuti setidaknya sekali dalam dua tahun dan pelatihan internal diadakan minimal setahun sekali.

4. Bahan

Bahan baku yang digunakan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Bahan baku dan titik kritis bahan

Bahan Jenis barang Kritis (K) /tidak kritis (TK) Sertifikat Halal

Baku

Durian TK Tidak

Susu UHT putih K Ya

Biji Mutiara K Ya

Tepung terigu K Ya

Gula K Ya

Garam K Ya

Tambahan Air K Ya

Kemasan Cup, botol, dus plastik K Ya

Bahan tidak kritis adalah bahan yang tercakup didalam Daftar Bahan Positif Halal. Sedangkan bahan kritis yang digunakan dilengkapi dengan Sertifikat Halal yang sudah disetujui oleh BPJPH atau memiliki ketetapan halal LPPOM MUI. Bahan yang sifatnya digunakan sebagai bahan pengganti juga dimasukkan ke dalam table bahan dan jika merupakan titik kritis wajib bersertifikat halal.

Conoth jika UMKM Cahaya Bulan

menggunakan merk A, tetapi merk B juga digunakan jika merk A tidak terdapat di pasaran, maka merk A dan B dimasukkan ke dlaam table bahan.

5. Fasilitas produksi

Fasilitas produksi mencakup ruang produksi, peralatan utama dan peralatan pembantu yang digunakan untuk menghasilkan produk. Semua fasilitas produksi dibersihkan dengan

(9)

periode tertentu dengan bahan pembersih yang bersertifikat halal.

6. Produk

Produk yang didaftarkan untuk mendapatkan sertifikat halal adalah pancake, es krim, milk shake durian seperti yang terlihat pada Gambar 1 dengan merek Cahaya Bulan.

7. Prosedur tertulis aktivitas kritis Aktivitas kritis adalah aktivitas yang dapat mempengaruhi kehalalan produk. Prosedur tertulis berupa SOP (Standard Operating Procedure) untuk aktivitas kritis ditulis di dalam manual SJH meliputi 1) seleksi bahan baku, 2) pembelian bahan, 3) pemeriksaan barang datang, 4) pengembangan produk baru, 5) proses produksi, 6) formulasi produk, 7) pencucian fasilitas produksi, 8) penyimpanan bahan dan produk dan 9) transportasi.

8. Kemampuan telusur

SOP yang merupakan prosedur tertulis juga dilengkapi dengan form isian sesuai dengan prosedur untuk menjamin ketertelusuran produk yang disertifikasi baik dari sisi bahannya dan fasilitas yang digunakan. Form tersebut diisi oleh

UMKM secara rutin sebagai data UMKM.

9. Penanganan produk yang tidak memenuhi kriteria

UMKM juga melengkapi prosedur tertulis untuk produk yang tidak memenuhi kriteria yang termaktub di dalam manual SJH. Produk yang tidak memenuhi kriteria akan ditarik dan dimusnahkan.

10. Audit internal

Prosedur tertulis audit internal terdapat didalam manual SJH.

Audit internal telah dilaksanakan sekali sebelum pendaftaran sertifikasi halal produk. Selanjutnya rutin dilakukan 2 kali dalam setahun. Jika ada kelemahan maka akan dilakukan perbaikan.

11. Kaji ulang manajemen

Prosedur tertulis kaji ulang manajemen terdapat di dalam manual SJH dan dilakukan sekali dalam setahun. Adapun temuan yang belum sesuai sewaktu audit internal dibahas dan ditentukan Tindakan lanjut untuk perbaikan.

Jangka waktu pelaksanaan Tindakan perbaikan dibatasi sesuai jadwal yang ditetapkan di dalam rapat kaji ulang manajemen.

(10)

KESIMPULAN DAN SARAN

Hasil dari kegiatan ini adalah kesiapan dokumen khususnya manual SJH olahan duren Cahaya Bulan dan implementasi SJH di UMKM. Pada saat ini produk UMKM Cahaya Bulan sudah didaftarkan pengajuan sertifikat halal ke Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) melalui web si Halal.

Permasalahan UMKM berupa kurangnya sumberdaya manusia dalam menguasai dan implementasi SJH dapat diatasi dengan cara kombinasi beberapa metode yaitu: transfer teknologi, bimbingan teknis dan pendampingan, pembuatan manual SJH dan bantuan peralatan untuk perbaikan mutu produk.

Kelengkapan dokumen berupa manual SJH sedangkan implementasi SJH mengikuti SOP yang termaktub di dalam SJH.

Saran untuk keberlanjutan program adalah:

1. Sosialisasi bahwa implementasi SJH merupakan proses yang terus menerus, bukan sesaat pada saat mau mendapatkan sertifikasi halal.

2. Sosialisasi bahwa masalah halal adalah masalah pertanggung jawaban terhadap Allah SWT sekaligus terhadap umat.

DAFTAR RUJUKAN

Arsil, P, Tey, YS, Brindal, M, Phua, CU and Liana, D, 2018. ‘Personal values underlying halal food consumption: evidence from Indonesia and Malaysia’, British Food Journal, Vol. 120 No. 11,

pp. 2524-2538,

https://doi.org/10.1108/BFJ-09- 2017-0519

Charity, ML, 2017, ‘Jaminan produk halal di Indonesia’, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 14, No.

01, pp. 99-108.

Hidayat, HH and Djatna, T, 2015,

‘Value stream mapping for supporting set aside halal food on international in-flight meal services’, Journal of Halal Research, Vol. 1, No. 1, pp. 6-10.

Maryati, T, Syarief, R dan Hasbullah, R, 2016, ‘Analisis Faktor Kendala dalam Pengajuan Sertifikat Halal.

(Studi Kasus: Pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Makanan Beku Di Jabodetabek)’, Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan, Vol.

04 No. 3, pp.364-371.

Peraturan Pemerintah No 39 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal Vasconcellos, J.A., 2005. Quality

Assurance for the Food Industri, a Practical Approach. New York:

CRC Press.

Referensi

Dokumen terkait