• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1981 TENTANG METROLOGI LEGAL PADA DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KABUPATEN KARO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1981 TENTANG METROLOGI LEGAL PADA DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KABUPATEN KARO"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

226

PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1981 TENTANG METROLOGI LEGAL PADA DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN

KABUPATEN KARO

Debora Morina Br Barus 1), Syawal Amry Siregar 2), Maurice Rogers 3) Fakultas Hukum, Universitas Darma Agung, Medan, Indonesia 1,2,3) Corresponding Author:deboramorinabarus@gmail.com 1), syawalsiregar59@gmail.com 2),

mouricerogersiburian@gmail.com 3)

History:

Received : 15 April 2023 Revised : 19 September 2023 Accepted : 20 September 2023 Published: 24 September 2023

Publisher: Pascasarjana UDA

Licensed: This work is licensed under Attribution-NonCommercial-No

Derivatives 4.0 International (CC BY-NC-ND 4.0)

Abstract

Trading activities in Karo Regency show that many traders' scales do not have valid markings. Several consumers also complained about irregularities in the weighing items purchased from traders, even though they could not prove that the traders had manipulated the scales. The problem formulation in this research is how to implement Law no. 2 of 1981 concerning Legal Metrology in Karo Regency by the Karo Regency Industry and Trade Service, what are the obstacles faced by the Karo Regency Industry and Trade Service in implementing Law no. 2 of 1981 concerning Legal Metrology, what is the role of the Karo Regency Industry and Trade Service in implementing legal metrology. The research method used is normative juridical research, while the data analysis technique uses qualitative analysis. The research results show that the implementation of Law no. 2 of 1981 concerning Legal Metrology in Karo Regency by the Karo Regency Industry and Trade Service. This can be seen from the fact that measuring instruments without markings are actually used freely in transactions, even though the use of these tools is clearly prohibited in the Legal Metrology Law. The use of measuring instruments with markings is still limited to public places, such as traditional markets and supermarkets as well as large companies. The obstacles faced by the Karo Regency Industry and Trade Service in implementing Law no. 2 of 1981 concerning Legal Metrology are: lack of community participation so that the Karo Regency Industry and Trade Service has difficulty obtaining information, a lack of staff so that supervision is poor, criminal threats that are too light so as not to cause a deterrent effect on the community, and budget disbursement that is often late thus often hampering operational activities. The role carried out by the Karo Regency Industry and Trade Service in implementing the Legal Metrology Law is to carry out outreach to the community, carry out supervision and receive reports of violations from the community. It is recommended that the Karo Regency Industry and Trade Service need to carry out more intensive outreach to the public regarding the rules contained in the Legal Metrology Law, so that all people can understand them well. The Karo Regency Government needs to increase the number of employees in the Department of Industry and Trade, so that it can better supervise the implementation of the Legal Metrology Law. Apart from that, budget disbursement also needs to be done on time so as not to hamper operational activities. The government needs to disburse the budget in a timely manner so that it can be used for daily operational activities, so that it does not interfere with the implementation of the duties and responsibilities of the Karo Regency Industry and Trade Service.

Keywords: Implementation, Legal Metrology Law Abstrak

Aktivitas perdagangan di Kabupaten Karo bahwa sangat banyak timbangan pedagang yang tidak memiliki tanda tera yang sah. Beberapa konsumen juga mengeluhkan tentang ketidakwajaran barang hasil timbangan yang dibeli dari pedagang, walaupun tidak dapat membuktikan bahwa pedagang tersebut telah melakukan manipulasi timbangan. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana penerapan Undang-Undang No. 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal di Kabupaten Karo oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo, apa kendala yang dihadapi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo dalam penerapan Undang-Undang No. 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal, bagaimana peranan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo dalam pelaksanaan metrologi legal. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif, sedangkan teknik analisis data menggunakan analisis kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan Undang-Undang No. 2 Tahun 1981 Tentang Metrologi Legal di Kabupaten Karo oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo. Hal ini terlihat dari alat-alat ukur tanpa tanda tera justru digunakan secara bebas dalam bertransaksi, padahal penggunaan alat tersebut secara jelas telah dilarang dalam Undang-undang Metrologi Legal.

Penggunaan alat ukur dengan tanda tera masih terbatas pada tempat umum, seperti pasar tradisional dan pasar swalayan serta perusahaan-perusahaan besar. Adapun faktor kendala yang dihadapi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo dalam penerapan Undang-Undang No. 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah: kurangnya partisipasi masyarakat sehingga Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo kesulitan memperoleh informasi, kurangnya jumlah pegawai sehingga pengawasan menjadi kurang baik, ancaman pidana yang terlalu ringan sehingga tidak

(2)

227

menimbulkan efek gentar bagi masyarakat, serta pencairan anggaran yang sering terlambat sehingga sering menghambat aktivitas operasional. Adapun peran yang dilaksanakan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo dalam penerapan UU Metrologi Legal adalah melakukan sosialisasi terhadap masyarakat, melakukan pengawasan serta menerima laporan pelanggaran dari masyarakat. Disarankan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo perlu mela kukan sosialisasi yang lebih gencar kepada masyarakat mengenai aturan yang tercantum dalam UU Metrologi Legal, sehingga semua masyarakat dapat memahaminya dengan baik. Pemerintah Kabupaten Karo perlu menambah jumlah pegawai pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan, agar dapat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU Metrologi Legal secara lebih baik.

Disamping itu, pencairan anggaran juga perlu dilakukan tepat waktu agar tidak menghambat aktivitas operasional. Pemerintah perlu melakukan pencairan angga ran secara tepat waktu agar dapat digunakan untuk aktivitas operasional sehari-hari, sehingga tidak mengganggu pelaksanaan tugas dan tanggungjawab Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo.

Kata Kunci: Penerapan, Undang-undang Metrologi Legal.

PENDAHULUAN

Dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonsia Tahun 1945 secara tegas dinyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum, sehingga semua warga negara wajib menjunjung tinggi keberadaan hukum, dan semua warga negara mempunyai kedudukan yang sama di hadapan hukum. Artinya bahwa hukum harus ditempatkan pada posisi yang paling tinggi, dimana semua warga harus berperilaku hingga batas-batas yang diijinkan menurut hukum yang telah ditetapkan. Tidak seorang pun warga masyarakat diijinkan bertindak atas kehendak sendiri dengan melakukan pelanggaran hukum. Tidak seorang pun warga diijinkan melakukan penipuan yang menyebabkan kerugian bagi orang lain. Tidak seorang pun warga diijinkan membuat peraturan sendiri dalam bertransaksi tanpa sepengetahuan orang lain.

Intinya bahwa setiap orang dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari harus berlandaskan pada aturan hukum yang ditetapkan dan disepakati bersama.

Namun demikian dalam kehidupan sehari-hari yang terjadi di tengah masyarakat adalah sebaliknya, karena masih banyak anggota masyarakat yang melakukan pelanggaran hukum. Hal ini terutama

disebabkan keinginan-keinginan manusia yang tidak terbatas dan tidak dapat mengendalikan diri untuk tetap menjalani kehidupan sesuai dengan norma-norma yang wajar. Banyak anggota masyarakat yang menghalalkan secara cara agar dapat menikmati hidup secara berlebihan, walaupun tindakannya tersebut merupakan pelanggaran hukum dan menimbulkan kerugian yang cukup signifikan bagi orang lain.

Salah satu bentuk pelanggaran hukum di bidang perdagangan yang sering terjadi adalah pelanggaran terhadap metrologi legal. Terdapat banyak fakta di lapangan terutama di pasar barang bahwa tanpa disadarinya pembeli (konsumen) telah membayar sejumlah uang yang melebihi takaran barang yang diperolehnya dari pasar.

Hal ini karena alat ukur yang digunakan dalam mengukur atau menimbang barang tersebut telah dimanupulasi sedemikian rupa sehingga tidak lagi menunjukkan ukuran yang sebenarnya. Pedagang mendapat keuntungan bukan hanya dari selisih harga, tetapi juga dari hasil penipuan timbangan.

Undang-undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal secara khusus mengatur mengenai penyalahgunaan alat takar dan timbangan yang menyebutkan adanya perbuatan yang dilarang dan

(3)

228 perbuatan yang dilarang tersebut dibedakan antara yang tergolong dengan kejahatan dan pelanggaran.

Pasal 33 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal hanya menegaskan tentang pembedaan antara kejahatan dan pelanggaran sebagaimana yang telah dijelaskan di atas dan mengenai perampasan barang yang menjadi bukti kejahatan atau pelanggaran yang dapat dirampas untuk kepentingan negara. Undang-undang ini telah menjamin kepentingan konsumen yang dalam kesehariannya selalu berhubungan dengan pasar yang menuntut untuk terus mengkonsumsi barang di pasaran baik dalam bentuk kemasan maupun dalam bentuk timbangan (tidak dikemas). Undang- undang ini menuntut untuk adanya sikap jujur kepada pelaku usaha dalam membuat, memasarkan, mengedarkan, mempromosikan suatu barang dan kegiatan lain yang sejalan dengan itu.

Pengukuran yang dimaksud dan menjadi menjadi objek dalam penelitian ini mencakup segala sesuatu yang berkaitan dengan ukur- mengukur, takar-menakar dan timbang-menimbang secara luas yang disebut dengan metrologi. Metrologi mencakup semua teori maupun praktek yang berhubungan dengan pengukuran yaitu macamnya, sifatnya, keseksamaan dan kebenarannya, yang terkait kehidupan manusia sehari-hari. Untuk menciptakan ketertiban dan kepastian hukum dalam transaksi komersial maka metrologi diatur dalam suatu peraturan-peraturan pelengkap yang ditetapkan dalam atau berdasarkan undang-undang. Dengan demikian setiap pihak yang melakukan dan

berkepentingan di dalam pengukuran berkewajiban mentaati setiap ketentuan yang berhubungan dengan satuan-satuan ukuran, metoda pengukuran dan alat-alat ukur, dan syarat-syarat teknik. Pembentukan instrumen hukum yang bertujuan untuk mencapai kebenaran pengukuran inilah yang kemudian disebut dengan metrology legal (legal metrology atau métrologie légale).

Tetapi tanda tera dan tera ulang tersebut tentu tidaklah permanen dan dapat diubah atau dimanipulasi dengan mudah oleh para pedagang.

Disamping itu, pedagang juga dapat menyimpan saja alat ukur yang bertanda tera sah, dan menggunakan alat ukur lain tanpa tanda tera. Hal ini disebabkan masyarakat tidak terlalu khawatir dengan pelanggaran yang dilakukannya, dalam arti tidak terlalu khawatir dengan sanksi hukum atas pelanggaran metrologi legal.

Penyebabnya adalah lemahnya penegakan hukum.

Sesuai dengan istilah yang digunakan, metrologi legal adalah menyangkut sesuatu yang terkait dengan legal (hukum). Metrologi legal bertugas membuat peraturan- peraturan mengenai Satuan-satuan, Standar-Standar Satuan, Alat-Alat Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya (UTTP), Tanda Tera, Barang Dalam Keadaan Terbungkus (BDKT)31 dan lainnya yang menyangkut standar pengukuran, yang digunakan dalam aktifitas yang menyangkut aspek kepentingan umum di bidang perdagangan, kesehatan, keselamatan dan lingkungan hidup. Keempat aspek ini merefleksikan tujuan dari penggunaan instrument-instrumen metrologi legal.

(4)

229 Dalam prakteknya proses penegakan hukum terhadap pelanggaran metrologi legal sangat lemah. Pelaku pelanggaran metrologi legal sangat jarang diberi sanksi dan juga sangat jarang terungkap ke permukaan. Salah satu faktor penyebab lemahnya penegakan hukum terhadap pelanggaran metrologI legal adalah lemahnya pengawasan, sehingga pelanggaran tersebut jarang ditemukan oleh aparat walaupun kejadiannya sangat banyak.

Jikapun ada pelanggaran yang ditemukan maka pelanggaran tersebut akan selesai begitu saja tanpa proses hukum lebih lanjut. Penegakan hukum yang berlanjut hingga pelimpahan berkas ke pengadilan sangat jarang terjadi, pertanda lemahnya penegakan hukum terhadap pelanggaran metrologi legal di Indonesia.

Kabupaten Karo dengan 17 Kecamatan dan 258 Desa/Kelurahan dimana kota kecamatan menjadi pusat sentra roda perekonomian yang ditunjang oleh pertumbuhan perekonomian yang ada di desa-desa.

Terdapat 12 pasar tradisional yang tersebar pada 17 kecamatan. Sesuai pendataan awal jumlah penggunaan UTTP perinciannya sebagai berikut:

1. Pasar tradisional 2. Toko modern

3. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Karo

4. Perusahaan Listrik Negara (PLN) 5. Stasiun Pengisian Bahan Bakar

untuk Umum (SPBU)

6. Stasiun Pengisian Bahan Bakar Khusus Bersubsisi (SPBKB)

7. Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji (SPPBEE) 8. Toko emas

9. Perusahaan.

Tetapi dari pengamatan penulis terhadap aktivitas perdagangan di daerah tersebut bahwa sangat banyak timbangan pedagang yang tidak memiliki tanda tera yang sah.

Beberapa konsumen juga mengeluhkan tentang ketidakwajaran barang hasil timbangan yang dibeli dari pedagang, walaupun tidak dapat membuktikan bahwa pedagang tersebut telah melakukan manipulasi timbangan. Hal ini tentu sangat merugikan bagi konsumen sehingga perlu mendapat perhatian dari semua pihak, khususnya pemerintah setempat.

Penyelenggaraan metrologi legal di bidang perdagangan pada dasarnya tergantung kepada kepercayaan (trust) dan keyakinan (confidence) yang dibebankan kepada dua hal, yaitu peralatan yang memadai dan manusia (operator) yang menjalankan peralatan tersebut.

Peralatan yang tidak memadai, dalam hal ini tidak akurat, memungkinkan adanya biaya tambahan yang jelas- jelas akan mempengaruhi efisiensi dalam perdagangan dan kerugian secara ekonomi, baik dari sisi konsumen maupun produsen. Di samping itu, alat ukur yang dioperasikan dengan tidak benar atau kemungkinan pedagang yang tergoda untuk berbuat curang untuk mendapat keuntungan pribadi, sangat rentan menimbulkan perselisihan.

Tanpa adanya saling percaya akan satu ukuran yang benar akan membawa para pihak yang bertransaksi kepada inisiatifnya masing-masing. Pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo).

Rumusan Masalah

(5)

230 Berdasarkan uraian pada latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana penerapan Undang- Undang No. 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal di Kabupaten Karo oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo ? 2. Apa kendala yang dihadapi Dinas

Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo dalam penerapan Undang-Undang No. 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal ?

3. Bagaimana peranan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo dalam pelaksanaan metrologi legal ? METODE PENELITIAN

A. Gambaran Umum Kabupaten Karo

1. Letak Geografis

Letak Kabupaten Karo berada di antara 2º50’ – 3º19’ Lintang Utara dan 97º55’– 98º38’ Bujur Timur dengan luas 2.127,25 Km2. Kabupaten Karo terletak pada jajaran Bukit Barisan dan sebagian besar wilayahnya merupakan dataran tinggi. Dua gunung berapi aktif terletak di wilayah ini sehingga rawan gempa vulkanik. Wilayah Kabupaten Karo berada pada ketinggian 120 – 1400 m di atas permukaan laut. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang, sebelah selatan dengan Kabupaten Dairi dan Kabupaten Samosir, sebelah timur dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Simalungun dan sebelah barat dengan Propinsi Nangroe Aceh Darusalam.

2. Penduduk

Penduduk asli yang mendiami wilayah Kabupaten Karo disebut Suku Bangsa Karo. Suku Bangsa Karo ini mempunyai adat istiadat yang sampai saat ini terpelihara dengan baik dan sangat mengikat bagi Suku Bangsa Karo sendiri. Saat ini Wilayah Kabupaten Karo sudah didiami oleh beragam suku bangsa.

3. Potensi Wilayah

Daerah ini merupakan salah satu tujuan wisata yang menarik di Sumatera Utara, karena wilayahnya di perbukitan, udaranya sejuk, memiliki banyak tempat yang indah, serta memiliki sarana yang memadai dan mudah dijangkau melalui sarana angkutan umum. Beberapa tujuan wisata utama adalahsebagai berikut:

Panorama alam: Berupa gunung berapi, pemandian air panas, gua alam, air terjun,

danau, kebun raya dan lainnya.

Budaya: berupa rumah adat tradisionil, pesta adat, pesta muda mudi guro-guro aron.

Tempat bersejarah: Mariam Buntung Putri Hijau di desa Sukanalu Kecamatan

Barus jahe, Tempat pengasingan Bung Karno semasa perang kemerdekaan di Desa Sempajaya Kecamatan Berastagi.

B. Kendala Yang Dihadapi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo dalam penerapan Undang- Undang No. 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo belum sepenuhnya dapat menerapkan UU No. 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal, terlihat masih banyaknya alat ukur yang tidak bertanda tera digunakan oleh masyarakat di berbagai tempat dalam bertransaksi.

(6)

231 Hal ini disebabkan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo menghadapi berbagai kendala, seperti kurangnya partisipasi masyarakat, ancaman pidana yang terlalu ringan, kurangnya personil, serta keterbatasan wewenang yang dimiliki oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo.

Penjelasan selengkapnya mengenai factor kendala yang dihadapi adalah sebagai berikut:

1. Kurangnya Partisipasi Masyarakat

Masyarakat terutama konsumen tidak terlalu perduli dengan ketentuan mengenai alat ukur sebagaimana diatur dalam Undang- undang Metrologi Legal, sehingga mereka cenderung tidak perduli mengenai tanda tera yang diberi pada alat ukur. Masyarakat cenderung tidak membuat laporan jika merasa dirugikan atas alat ukur yang digunakan. Hasil wawancara mengenai hal tersebut adalah sebagai berikut:

Menurut Herman Sembiring, SH selaku Kepala Seksi Perdagangan Dalam dan Luar Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo:

Partisipasi masyarakat sangat kurang sehingga Undang-undang Metrologi Legal menjadi sangat sulit untuk diterapkan, padahal masyarakat merupakan orang yang paling dirugikan atas pelanggaran alat ukur.

Menurut Seri Hartati Br Karo, ST selaku Kepala Seksi Sarana Pembinaan dan Pengawasan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo:

Masyarakat cenderung diam walaupun telah dirugikan oleh alat

ukur yang digunakan dalam bertransaksi, terutama jika jumlah kerugiannya relatif kecil, sehingga penindakan tidak dapat dilakukan.

Menurut Vredy Susanto, ST selaku Kepala Seksi Perlindungan Konsumen dan Metrologi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo:

Tidak mudah bagi kami untuk mengetahui berjalannya transaksi jika masyarakat tidak membuat laporan jika menemukan pelanggaran atas alat ukur yang digunakan, sehingga sulit untuk ditindak.

Dari hasil wawancara di atas dapat dijelaskan bahwa ketidakperdulian masyarakat terhadap alat ukur yang digunakan dalam bertraksaksi menjadi faktor kendala, karena Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo menjadi lebih sulit untuk mendapat informasi mengenai kondisi transaksi yang terjadi di tengah masyarakat.

Masyarakat jarang mempersoalkan kerugian yang dialaminya terutama jika jumlah kerugiannya relatif kecil, padahal pada dasarnya secara rata- rata atau hampir semua jumlah transaksi yang terjadi di tengah masyarakat tidaklah terlalu besar, sehingga secara parsial jumlah kerugiannya menjadi kecil. Undang- undang Metrologi Legal belum sepenuhnya diterapkan terlihat kurangnya partisipasi masyarakat.

Peraturan pelaksananya berupa Perda Metrologi Legal masih dalam tahap pembahasan, dan diharapkan tahun ini sudah selesai, agar retribusi dapat diperoleh dari peneraan sehingga PAD meningkat di Kabupaten Karo.

2. Kurangnya Personil

(7)

232 Kelancaran tugas Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo tentu sangat tergantung kepada jumlah anggota atau personil yang dapat dikerahkan untuk pelaksanaan tugas pengawasan.

Tetapi pada kenyataannya bahwa jumlah pegawai Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo tidak sebanding dengan tugas-tugas yang harus dilakukan, sehingga fungsi pengawasan atas penerapan UU PL menjadi kurang maksimal sebagaimana dinyatakan dalam wawancara berikut:

Menurut Herman Sembiring, SH selaku Kepala Seksi Perdagangan Dalam dan Luar Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo:

Jumlah pegawai tergolong kurang jika dibandingkan dengan luas daerah yang harus diawai, sehingga Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo harus benar-benar memperhitungkan pembagian kerja.

Menurut Seri Hartati Br Karo, ST selaku Kepala Seksi Sarana Pembinaan dan Pengawasan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo:

Pembagian kerja pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo merupakan hal yang sulit, karena pada dasarnya setiap kerja semua daerah transaksi seharusnya mendapat pengawasan dari pegawai.

Menurut Vredy Susanto, ST selaku Kepala Seksi Perlindungan Konsumen dan Metrologi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo:

Dengan memperhatikan kurangnya pegawai yang ada, maka tugas pengawasan menjadi sering diabaikan

mengingat tugas-tugas lain juga tergolong banyak.

Dari hasil wawancara di atas dapat dijelaskan bahwa jumlah pegawai Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo yang tidak sebanding dengan luasnya daerah yang harus diawasi, maka Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo sering mengabaikan pengawasan terhadap pelaksanaan transaksi di masyarakat, karena masih banyak tugas-tugas lain yang lebih penting dibanding tugas pengawasan.

Dengan demikian kendala kurangnya jumlah pegawai menyebabkan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo harus secara hati-hati melakukan pembagian tugas, dengan mengutamakan tugas-tugas yang lebih penting dibanding dengan tugas pengawasan di lapangan.

3. Ancaman Pidana Yang Terlalu Ringan

Ancaman pidana yang diatur dalam Undang-undang Metrologi Legal terlalu ringan sehingga tidak menimbulkan efek gentar terhadap para pelaku pelanggaran. Pada Pasal 32 menyatakan bahwa:

(1) Barangsiapa melakukan perbuatan yang tercantum dalam Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, dan Pasal 28 Undang- undang ini dipidana penjara selama-lamanya 1 (satu) tahun dan atau denda setinggi- tingginya Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah).

(2) Barangsiapa melakukan perbuatan yang tercantum dalam Pasal 30 dan Pasal 31 Undangundang ini dipidana penjara selama-lamanya 6

(8)

233 (enam) bulan dan atau denda setinggitingginya Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah).

4. Pencairan Anggaran Sering Terlambat

Pendanaan menjadi factor keberhasilan dari segala kegiatan, termasuk juga kegiatan yang dilakukan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo.

Tetapi yang sering terjadi adalah bahwa anggaran bagi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo sering mengalami keterlambatan, sehingga menghambat pelaksanaan tugas, sebagaimana dinyatakan dalam wawancara sebagai berikut:

Menurut Herman Sembiring, SH selaku Kepala Seksi Perdagangan Dalam dan Luar Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo:

Kebutuhan dana dalam operasional Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo sering terlambat tersedia, sehingga menghambat aktivitas sehari-hari, dan tentu saja berpengaruh terhadap pelaksanaan aktivitas operasional.

Menurut Seri Hartati Br Karo, ST selaku Kepala Seksi Sarana Pembinaan dan Pengawasan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo:

Jika anggaran belum cair, maka pekerjaan juga terkendala, karena pada dasarnya setiap mata anggaran ditujukan untuk kegiatan operasional sehari-hari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo.

Menurut Vredy Susanto, ST selaku Kepala Seksi Perlindungan Konsumen dan Metrologi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo:

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo dengan akan mengalami kesulitan dalam merencanakan kegiatan harian jika anggaran belum dicairkan, sehingga dapat mengganggu aktivitas sehari- hari.

Dari hasil wawancara di atas dapat dijelaskan bahwa kendala anggaran belum cair sering dialami oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo, padahal anggaran tersebut sangat dibutuhkan dalam kegiatan operasional, karena pada dasarnya setiap mata anggaran telah disusun secara ketat dalam arti tanpa adanya kelebihan dana dari anggaran sebelumnya. Dengan demikian jika anggaran belum cair dari pemerintah daerah maka jelas akan mengganggu aktivitas sehari-hari, yang berarti juga akan mengganggu pelaksanaan tugas oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo tidak akan dapat merencanakan jadwal kegiatan jika dana yang dibutuhkan belum tersedia.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penerapan Undang-undang Metrologi Legal di daerah Kabupaten Karo merupakan tanggungjawab Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo. Dalam prakteknya Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo berupaya agar masyarakat menerapkan secara penuh seluruh aturan alat ukur yang terdapat di dalam Undang-undang Metrologi Legal dalam bertransaksi. Adapun berbagai peran yang dilakukan adalah dengan melakukan sosialisasi UU, pengawasan, menerima laporan, serta pemeriksaan terhadap alat-alat ukur

(9)

234 yang digunakan oleh pedagang, sebagaimana akan dijelaskan berikut ini.

A. Sosialisasi Undang-undang Metrologi Legal

Walaupun Undang-undang Metrologi Legal telah lama diterbitkan, tetapi sampai saat ini masih banyak anggota masyarakat, baik masyarakat pedagang maupun konsumen yang tidak mengetahui keberadaan atau isi dari undang- undang tersebut. Oleh karena itu Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo selalu melakukan sosialisasi, sebagaimana dinyatakan dalam wawancara berikut:

Menurut Herman Sembiring, SH selaku Kepala Seksi Perdagangan Dalam dan Luar Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo:

Masih banyak anggota masyarakat, terutama masyarakat konsumen yang tidak mengetahui adanya UU yang mengatur terntang penggunaan alat- alat ukur, padahal mereka adalah korban yang akan mengalami kerugian dari kesalahan pengukuran.

Menurut Seri Hartati Br Karo, ST selaku Kepala Seksi Sarana Pembinaan dan Pengawasan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo:

Kami melakukan sosialisasi agar masyarakat mengetahui adanya peraturan tentang alat-alat ukur yang dapat digunakan dalam bertransaksi, untuk menjamin agar konsumen memperoleh barang sesuai dengan takaran yang disepakati.

Menurut Vredy Susanto, ST selaku Kepala Seksi Perlindungan Konsumen dan Metrologi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo:

Sosialisasi selalu dilakukan dengan tujuan agar masyarakat sadar bahwa alat ukur yang digunakan dalam bertransaksi diawasi oleh pemerintah, dan wajib mendapat tanda tera.

Dari hasil wawancara di atas dapat dijelaskan bahwa Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo telah berupaya melakukan sosialisasi terhadap Undang-undang Metrologi Legal dengan tujuan agar masyarakat mengetahui bahwa pemerintah mengawasi alat-alat ukur yang digunakan dalam bertransaksi. Hal ini dilakukan untuk menjamin agar konsumen mendapatkan barang yang diinginkan sesuai dengan jumlah yang disepakati dengan pedagang (penjual).

Sosialisasi sangat diperlukan karena sampai saat ini masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui keberadaan UU yang menjamin hak- hak konsumen dalam bertransaksi.

Pentingnya sosialisasi dilakukan karena selama ini partisipasi masyarakat sangat kurang sehingga Undang-undang Metrologi Legal menjadi sangat sulit untuk diterapkan, padahal masyarakat merupakan orang yang paling dirugikan atas pelanggaran alat ukur.

Pelanggaran penggunaan alat ukur yang banyak terjadi di tengah-tengah masyarakat sangat merugikan masyarakat, karena masyarakat memperoleh barang tidak sesuai dengan ukuran yang dibelinya dalam faktur pembelian. Tetapi pada kenyataannya masyarakat cenderung diam walaupun telah dirugikan oleh alat ukur yang digunakan dalam bertransaksi, terutama jika jumlah kerugiannya relatif kecil, sehingga penindakan tidak dapat dilakukan.

(10)

235 Pemerintah sebagai pihak yang memiliki otoritas menindak pelanggaran metrologi letgal tentu tidak mudah untuk mengetahui berjalannya transaksi jika masyarakat tidak membuat laporan jika menemukan pelanggaran atas alat ukur yang digunakan. Oleh karena itu sosialisasi dilakukan secara terus menerus sehingga masyarakat luas dapat mengetahui mengenai pentingnya berpartisipasi dalam penerapan UU Metrologi Legal.

Dari hasil wawancara di atas dapat dijelaskan bahwa dalam setiap sosialisasi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo juga menekankan bahwa penggunaan alat ukur yang tidak sah dalam bertransaksi dapat dipidana. Hal ini ditujukan agar masyarakat, terutama para pengusaha atau pedagang memahami dengan baik bahwa pelanggaran yang demikian dapat diproses sesuai dengan hukum yang berlaku, dan dapat dipidana dengan lama 6 bulan sampai 1 tahun penjara.

Dengan demikian diharapkan masyarakat menjadi lebih hati-hati dalam bertransaksi agar benar-benar menggunakan alat ukur yang telah mendapat tanda tera dari pemerintah.

Sosialisasi yang dilakukan tidak terbatas pada penyadaran masyarakat tentang pentingnya berpartisipasi dalam penerapan UU metrology legal, tetapi juga menyadari bahwa setiap pelanggaran akan mendapat sanksi hukum. Hal ini dilakukan dengan memberik penekahan bahwa penggunaan alat ukur yang salah adalah pelanggaran hukum yang dapat dipidana penjara sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan. Dengan demikian diharapkan akan menimbulkan efek gentar kepada pada

pedagang atau pengusaha agar tidak melakukan pelanggaran. Masyarakat perlu menyadari bahwa setiap pelanggaran hukum yang terjadi atas penggunaan alat ukur yang tidak sah dapat diproses secara hukum.

Tetapi perlu pula disadari bahwa ancaman pidana yang terlalu ringan yang diatur dalam Undang- undang Metrologi Legal menjadi faktor kendala dalam penerapannya, karena ancaman pidana tersebut tidak mendorong kepatuhan di tengah masyarakat serta tidak menimbulkan efek gentar. Ancaman pidana yang hanya 1 tahun atau bahkan ada ancaman yang hanya 6 bulan akan ukurang diperdulikan, karena bagaimanapun para pengusaha atau pedagang memperoleh keuntungan yang secara total relatif besar dari penggunaan alat ukur yang salah atau sengaja dimanipulasi. Ancaman pidana seharusnya dibuat lebih berat sehingga sosialisasi atas UU tersebut benar-benar dapat menimbulkan efek gentar bagi para pelaku usaha.

B. Pengawasan

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo juga melakukan pengawasan atas penggunaan alat ukur yang beredar di tengah masyarakat sebagaimana dinyatakan dalam Undang-undang Metrologi Legal, baik di pasar tradisional, super market, SPBU, maupun alat ukur yang digunakan oleh perusahaan besar. Hasil wawancara mengenai pengawasan penerapan Undang-undang Metrologi Legal di masyarakat adalah sebagai berikut:

Menurut Herman Sembiring, SH selaku Kepala Seksi Perdagangan Dalam dan Luar Negeri Dinas

(11)

236 Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo:

Pengawasan dilakukan untuk menjamin bahwa masyarakat menggunakan alat ukur yang sah dalam bertransaksi, yaitu alat ukur yang telah memiliki tanda tera dari pemerintah.

Menurut Seri Hartati Br Karo, ST selaku Kepala Seksi Sarana Pembinaan dan Pengawasan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo:

Monitoring sering dilakukan pada pasar tradisional dan tempat transaksi lainnya agar para pedagang menggunakan alat ukur yang telah ditera dalam bertransaksi. Setiap alat ukur tanpa tanda tera akan ditindak.

Menurut Vredy Susanto, ST selaku Kepala Seksi Perlindungan Konsumen dan Metrologi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo:

Tindakan pengawasan ditujukan untuk menjamin kepatuhan masyarakat terhadap Undang-undang Metrologi Legal, sehingga tidak ada masyarakat yang dirugikan dalam setiap kali erjadi transaksi.

Dari hasil wawancara di atas dapat dijelaskan bahwa Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo melakukan pengawasan terhadap alat-alat ukur yang digunakan dalam bertransaksi, yaitu dengan melakukan monitoring ke pasar tradisional, pasar modern, maupun dengan memeriksa alat ukur yang digunakan oleh perusahaan dalam mengukur produk-produk yang diedarkan di tengah masyarakat.

Pengawasan tersebut ditujukan untuk menjamin kepatuhan masyarakat dan kalangan pengusaha terhadap

Undang-undang Metrologi Legal, sehingga tidak ada masyarakat yang dirugikan dalam setiap kali terjadi transaksi jual beli.

Tetapi perlu diketahui bahwa kelancaran proses pengawasan sangat tergantung kepada jumlah anggota atau personil yang dapat dikerahkan untuk pelaksanaan tugas pengawasan.

Jumlah pegawai Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo tidak sebanding dengan tugas-tugas yang harus dilakukan.

Jumlah pegawai tergolong kurang jika dibandingkan dengan luas daerah yang harus diawai, sehingga instansi harus benar-benar memperhitungkan pembagian kerja.

Pembagian kerja sering menjadi hal yang sulit, karena pada dasarnya setiap kerja semua daerah transaksi seharusnya mendapat pengawasan dari pegawai. Sering terjadi bahwa kurangnya pegawai yang ada menyebabkan tugas pengawasan menjadi sering diabaikan karena harus mengutamakan tugas tugas-tugas lain yang lebih penting dan mendesak untuk segera diselesaikan.

Tugas yang sering diabaikan sebagai akibat jumlah pegawai yang tidak sebanding dengan luasnya daerah yang harus diawasi adalah tugas pengawasan terhadap aktivitas perdagangan masyarakat. Jelas bahwa faktor kendala kurangnya jumlah pegawai menyebabkan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo harus secara hati-hati melakukan pembagian tugas, dengan mengutamakan tugas-tugas yang lebih penting dibanding dengan tugas pengawasan di lapangan.

Pengawasan juga terkendala anggaran yang tersedia untuk dapat digunakan dalam aktivitas operasional

(12)

237 dalam mengawasi wilayah perdagangan yang sangat luas.

Permasalahan anggaran tidak terbatas hanya pada kurangnya anggaran, tetapi juga terjadi karena anggaran tersebut sering terlambat dicairkan sehingga tidak apat digunakan dalam aktivitas operasional, termasuk aktivitas pengawasan.

Kurangnya jumlah anggaran yang dapat digunakan oleh instansi menyebabkan kurangnya sarana dan prasarana yang dapat digunakan dalam proses pengawasan. Misalnya, kenderaan dinas yang dapat digunakan oleh petugas sangat sedikit dan tidak sebanding dengan luasnya wilayah yang harus dilakukan pengawasan. Perlu anggaran yang lebih besar agar tugas pengawasan dapat berjalan dengan lancar, khususnya anggaran untuk penyediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan.

Penyediaan atau pencairan anggaran yang sering terlambat juga menjadi permasalahan dalam pengawasan. Kebutuhan dana dalam operasional Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo sering terlambat tersedia, sehingga menghambat aktivitas sehari-hari, dan tentu saja berpengaruh terhadap pelaksanaan aktivitas operasional, dimana pengawasan akan terhenti, karena proses pengawasan menjadi pilihan utama dari semua kegiatan lainnya untuk dihentikan dibanding kegiatan operasional lainnya. Jika anggaran belum cair, maka pekerjaan juga terkendala, karena pada dasarnya setiap mata anggaran ditujukan untuk kegiatan operasional sehari-hari.

Dalam hal ini instansi akan mengalami kesulitan dalam merencanakan kegiatan harian jika

anggaran belum dicairkan, sehingga dapat mengganggu aktivitas sehari- hari.

Dengan demikian jelas bahwa faktor kendala kendala anggaran belum cair yang sering dialami telah menghambat aktivitas pengawasan, karena anggaran tersebut sangat dibutuhkan dalam kegiatan operasional. Hal ini disebabkan pada dasarnya setiap mata anggaran telah disusun secara ketat dalam arti tanpa adanya kelebihan dana dari anggaran sebelumnya. Jika anggaran belum cair dari pemerintah daerah maka jelas akan mengganggu aktivitas sehari- hari, yang berarti juga akan mengganggu pelaksanaan tugas.

Penyelenggaraan metrologi legal melalui kegiatan tera dan tera ulang alat-alat yang digunakan dalam perdagangan saat ini belum berjalan secara optimal. Demikian juga halnya di tingkat global, terkait kebenaran pengukuran dan kepastian hukum di bidang metrologi legal, Indonesia belum mampu mendapatkan kepercayaan karena tingkat kepatuhan dalam memenuhi persyaratan dalam kegiatan perdagangan internasional masih rendah. Akibatnya tujuan penyelenggaraan metrologi legal di bidang perdagangan di Indonesia hingga saat ini belum tercapai. UUML sebagai ketentuan normatif tertinggi dan menjadi dasar pelaksanaan metrologi legal di Indonesia merupakan wujud fungsi hukum yang semestinya dapat melindungi kepentingan umum dalam hal jaminan kebenaran pengukuran, serta adanya ketertiban dan kepastian hukum dalam pemakaian satuan ukuran, standar satuan, metode pengukuran dan alat UTTP. Namun dalam kenyataannya, UUML belum

(13)

238 memberikan jaminan kepastian hukum bagi masyarakat sehingga belum mampu mewujudkan perdagangan yang adil dan aman (fair and safe trade). Melalui perdagangan yang adil, para pihak yang melakukan dan berkepentingan di bidang pengukuran yang digunakan dalam transaksi perdagangan mendapatkan perlindungan yang setara. Selanjutnya melalui perdagangan yang aman, para pihak (baik konsumen maupun produsen) dapat dilindungi dari dampak kesalahan pengukuran, secara khusus transaksi komoditi yang berdampak bagi keselamatan jiwa manusia. Selain memberikan perlindungan kepada masyarakat, keberadaan UUML juga diharapkan dapat membangun daya saing, mendorong pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional melalui perdagangan, dan untuk memajukan kesejahteraan umum.

C. Menerima Laporan dari Masyarakat

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo selalu siap dalam menerima laporan dari masyarakat yang merasa dirugikan atas penggunaan alat ukur dalam bertransaksi. Tetapi pada dasarnya masyarakat sangat jarang membuat laporan, sebagaimana dinyatakan dalam wawancara berikut:

Menurut Herman Sembiring, SH selaku Kepala Seksi Perdagangan Dalam dan Luar Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo:

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo selalu dalam kondisi siap dalam menerima setiap pengaduan yang datang dari masyarakat, walaupun pada kenyataannya masyarakat tergolong

jarang menyampaikan laporan.

Padahal pada berbagai kesempatan kami selalu menghimbau kepada masyarakat agar melaporkan jika merasa dirugikan dalam penggunaan alat-alat ukur.

Menurut Seri Hartati Br Karo, ST selaku Kepala Seksi Sarana Pembinaan dan Pengawasan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo:

Kami menerima pengaduan dari masyarakat mengenai adanya pelanggaran penggunaan alat ukur yang dilakukan oleh pedagang atau pengusaha, tetapi hal tersebut terjadi hanya sesekali.

Menurut Vredy Susanto, ST selaku Kepala Seksi Perlindungan Konsumen dan Metrologi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo:

Saya memperhatikan bahwa ada keengganan dari masyarakat untuk melaporkan setiap pelanggaran UU metrologi legal, sehingga menimbulkan kesulitan bagi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo dalam penerapan peraturan tersebut.

Dari hasil wawancara di atas dapat dijelaskan bahwa ternyata masyarakat tergolong kurang terdorong untuk membuat pengaduan ke Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo jika merasa dirugikan oleh para pedagang atau pengusaha atas penggunaan alat ukur yang tidak sah. Hal ini terlihat dari hasil wawancara yang

menyatakan bahwa pada

kenyataannya masyarakat tergolong jarang menyampaikan laporan atau hanya sesekali menyampaikan laporan kepada Dinas Perindustrian dan

(14)

239 Perdagangan Kabupaten Karo. Tentu hal tersebut menjadi kendala yang dihadapi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo dalam penegakan Undang-undang Metrologi Legal, dimana tanpa adanya kerjasama dari masyarakat maka akan sulit bagi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo untuk mengetahui bagaimana sesungguhnya perilaku pedagang atau pengusaha dalam bertransaksi. Perlu adanya kerjasama yang kuat dari masyarakat umum dalam membuat laporan agar UU Metrologi Legal dapat diterapkan dengan baik pada setiap transaksi perdagangan.

SIMPULAN

Penerapan Undang-Undang No. 2 Tahun 1981 Tentang Metrologi Legal di Kabupaten Karo oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo. Hal ini terlihat dari alat-alat ukur tanpa tanda tera justru digunakan secara bebas dalam bertransaksi, padahal penggunaan alat tersebut secara jelas telah dilarang dalam Undang-undang Metrologi Legal. Penggunaan alat ukur dengan tanda tera masih terbatas pada tempat umum, seperti pasar tradisional dan pasar swalayan serta perusahaan- perusahaan besar.

Adapun faktor kendala yang dihadapi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo dalam penerapan Undang-Undang No. 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah:

kurangnya partisipasi masyarakat sehingga Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo kesulitan memperoleh informasi, kurangnya jumlah pegawai sehingga pengawasan menjadi kurang baik, ancaman pidana yang terlalu ringan

sehingga tidak menimbulkan efek gentar bagi masyarakat, serta pencairan anggaran yang sering terlambat sehingga sering menghambat aktivitas operasional.

Adapun peran yang dilaksanakan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo dalam penerapan UU Metrologi Legal adalah melakukan sosialisasi terhadap masyarakat, melakukan pengawasan serta menerima laporan pelanggaran dari masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA Buku:

Arief, Barda Nawawi, Bunga Rampai Kebijakan Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996.

Arifin, Djainul, Pengawasan Kemetrologian, Pusat

Pengembangan Daya

Kemetrologian, Jakarta, 2014.

Asshiddiqie, Jimly, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006.

, Pengantar Hukum Tata Negara, Jilid II, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan RI, Jakarta, 2013.

Bugin, Burhan, Penelitian Kualitatif:

Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial, Kencana, Jakarta, 2013.

Ediwarman, Monograf Metode Penelitian Hukum (Panduan Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi), Genta Publishing, Medan, 2016.

Friedman, Lawrence W., Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial, Nusa Media, Bandung, 2009.

(15)

240 Howarth, Preben, Metrology – in Short

2 Edition, terj. A. Praba Drijarkara Puslit KIM-LIPI, Jakarta, 2008.

Ibrahim, Jhonny, Teori Dan Metedologi Penelitian Hukum Normatif, Pustaka Pelajar, Jakarta, 2014.

Isra, Saldi, Pergeseran Fungsi Legislasi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010.

Kansil, C.S.T., Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2012.

Lubis, M. Solly, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 2014.

ND, Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010.

Marzuki, Peter M., MetodePenelitian Hukum, Prenada Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010.

Moh. Mahfud MD, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi, Rajawali Pers, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2010.

Mertokusumo, Sudikno, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2011.

Rahardjo, Satjipto, llmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010.

Reksodiputro, Mardjono, Sistem Peradilan Pidana (Peran Penegak Hukum Melawan Kejahatan), Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 2004.

Soekanto, Soerjono, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan

Hukum, PT. Rajawali Pers, Jakarta, 2010.

Suherman, Ade Maman, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum, Civil Law, Common Law, Hukum Islam, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004.

Tamanaha, Brian Z. , On The Rule of Law: History, Politics, Theory, United Kingdom, Univesity Press, Cambridge, 2010.

Tanya, Bernard L, Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Genta Publishing, Yogyakarta, 2010.

Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Ichtiar, Jakarta, 2008.

Wigjosoebroto, Soetandyo, Hukum, Paradigma, Metode dan Dinamika Masalahnya, Elsam HuMa, Jakarta, 2012

Perundang-undangan:

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal.

Peraturan Menteri Perdagangan

Nomor 08/M-

DAG/PER/3/2010 Tahun 2010 tentang Alat-Alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP) yang Wajib di Tera dan Tera Ulang

Jurnal:

Karsono, Eko dan Vera Firmansyah, Pengembangan Sistem Pelayanan Tera/Tera Ulang Melalui Analisis Proses Bisnis & Proses Produksi Informasi, Pusat Pengembangan SDM Kemtrologian, Bandung, 2016, Volume 3 No.1.

Referensi

Dokumen terkait

Perbandingan penerapan sanksi pidana antara Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016

Author keywords Fuzzy Logic Image Enhancement Image Filters Medical Diagnostics Pattern Matching Software Computing Techniques Wavelet Transforms Indexed keywords EMTREE medical