• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengalaman ibu merawat anak dengan leukemia di ruang hemato-onkologi rsud ulin banjarmasin (studi kualitatif) - Repository Universitas Sari Mulia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Pengalaman ibu merawat anak dengan leukemia di ruang hemato-onkologi rsud ulin banjarmasin (studi kualitatif) - Repository Universitas Sari Mulia"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

9 A. Landasan Teori

1. Pengalaman

a. Pengertian Pengalaman

Pengalaman diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami (dijalani, dirasa, ditanggung) yang dapat diartikan sebagai suatu memori episodik, yang mampu menerima peristiwa yang terjadi pada seseorang dan hal tersebut tidak dapat dipisahkan dari kehidupan, pengalaman dapat dijadikan sumber pengetahuan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005).

b. Pengalaman keluarga merawat anak sakit

Keluarga akan menghadapi tantangan dalam menerima dan menyesuaikan diri dengan anak-anak mereka seperti stress, perubahan pola hidup keluarga dan tekanan finansial. Selain berusaha untuk beradaptasi dengan kondisi anak, keluarga juga berjuang untuk mampu menghadapi tekanan dalam menjalani pengobatan dan kebingungan dalam menghadapi masa depan untuk anaknya (Walsh, 2008).

Banyak stressor yang mempengaruhi peningkatan resiko stress dan depresi pada keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis. Adanya perasaan bingung karena ketidakpastian kondisi sakit dan hasil pengobatan, konflik sehari-hari dengan peraturan medis, isolasi sosial, aturan-aturan yang membatasi, dan tekanan financial adalah stressor yang selalu dijumpai (Aritonang, 2008).

(2)

c. Pengalaman ibu merawat anak sakit

Keluarga khususnya ibu akan menghadapi tantangan dalam menerima dan menyesuaikan diri dengan anak-anak mereka seperti stress tidak percaya, perubahan pola hidup ibu dan keluarganya dan tekanan finansial. Selain beradaptasi dengan kondisi anak, ibu juga berjuang untuk mampu menghadapi tekanan dalam menjalani pengobatan dan kebingungan dalam menghadapi masa depan untuk anaknya (Maria et al., 2012).

Hasil penelitian dari beberapa ibu umumnya perasaan sedih dialami oleh partisipan. Hal ini disebabkan adanya ketidak sesuaian antara harapan dan kenyataan yang dialami ibu dan keluarga karena penyakit yang diderita anak mereka (Kozier et al., 2004).

d. Pengalaman ibu merawat anak sakit leukemia

Beberapa orang tua akan merasa stres merawat anak mereka yang menderita leukemia. Mereka akan kesulitan untuk memahami perasaan dan kondisi yang dialami. Ketidaktahuan akan kebutuhan dan perawatan finansial keluarga dan kehidupan sosial juga mempengaruhi psikologis dan fisik orang tua khususnya ibu dalam merawat anak dengan leukemia. Banyak hal yang harus diketahui dalam mengenali dan memahami pengalaman yang dimiliki orang tua yang merawat anak dengan leukemia (Vera, 2008).

Anak yang menderita leukemia sangat membutuhkan perhatian yang serius, komitmen dan perjuangan yang berat bagi anggota keluarga untuk merawatnya. Tidak semua anggota keluarga dapat menerima dan menyesuaikan diri dengan cepat. Keluarga merasa bersalah, marah, dan stress menghadapi kondisi tersebut.

(3)

Oleh karena itu penyakit leukemia yang diderita anak juga memberi dampak pada kehidupan keluarga dalam hal psikologis, ekonomi, emosi dan sosial sehingga membutuhkan penyesuaian (Cahyono, 2012).

2. Konsep Anak a. Definisi

Anak merupakan individu yang berada dalam satu keadaan tumbuh kembang yang dimulai sejak lahir hingga remaja sehingga anak merupakan salah satu sumber daya manusia yang berpotensi sebagai penerus bangsa, oleh karena itu mereka memerlukan kesehatan dan kesejahteraan (Indirati, 2011).

Anak adalah seseorang yang berusia kurang dari 18 tahun dalam masa tumbuh kembang dengan kebutuhan khusus baik kebutuhan fisik, psikologis, sosial dan spiritual (Hidayat, 2009).

Berdasarkan Undang-undang RI nomor 23 tahun 2002 menyatakan bahwa anak adalah seseorang yang berusia dibawah 18 tahun.

b. Klasifikasi anak

Para ahli perkembangan anak menggolongkan pertumbuhan dan perilaku anak kedalam berbagai tahap usia. Urutan periode dan subperiode usia perkembangan anak menurut Wong, (2012) adalah sebagai berikut:

1) Periode prenatal : konsepsi sampai lahir 2) Masa bayi : dari lahir sampai 1 tahun

Masa bayi merupakan masa perkembangan motorik, kognitif, dan sosial yang cepat.

(4)

3) Masa kanak-kanak awal : 1-6 tahun

Pada masa ini usia 1-3 tahun disebut todler dan usia 3-6 tahun disebut pra sekolah.

4) Masa kanak-kanak pertengahan : 6-11 tahun atau 12 tahun Masa ini sering disebut dengan usia sekolah. Pada tahap ini terjadi perkembangan fisik, mental dan sosial yang kontinu, disertai penekanan pada perkembangan kompetensi keterampilan.

5) Masa kanak-kanak akhir : 11-18 tahun

Masa kanak-kanak akhir terbagi menjadi prapubertas (10-13 tahun) dan remaja (13-18 tahun).

c. Pertumbuhan dan perkembangan pada anak

Pertumbuhan sebagai suatu peningkatan jumlah dan ukuran, sedangkan perkembangan menitikberatkan pada perubahan yang terjadi secara bertahap dari tingkat yang paling rendah ke tingkat tinggi dan kompleks melalui proses maturasi dan pembelajaran. Jadi dapat dipahami bahwa pertumbuhan lebih menekankan pada bertambahnya ukuran fisik seorang anak, sedangkan perkembangan lebih menitikberatkan pada psikis dan kejiwaan anak (Whaley dan Wong, 2000)

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak

Menurut The Royal Children’s Hospital Melbourne (2012) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang adalah:

1) Keturunan

Tinggi dan berat badan orang tua memiliki pengaruh langsung pada pertumbuhan anak dan tinggi anak pada saat dewasa

(5)

mampu diprediksi dari faktor keturunan. Anak yang berperawatan pendek dapat disebabkan oleh penyakit atau status gizi yang buruk.

2) Etnis

Pertumbuhan anak dari berbagai etnis yang berbeda menunjukan pola pertumbuhan yang berbeda pula. Etnis Afrika anak rata-rata lebih tinggi dan memiliki berat badan yang lebih, anak di Asia dan China lebih pendek dan memiliki berat badan yang lebih ringan bila dibandingkan dengan anak dari negara lain.

3) Nutrisi

Nutrisi merupakan satu-satunya pengaruh yang paling penting dalam pertumbuhan anak. Faktor-faktor yang berhubungan dengan makanan mengatur pertumbuhan pada setiap perkembangan. Selama periode perkembangan prenatal kekurangan nutrisi akan mempengaruhi perkembangan pada implantasi ovum hingga melahirkan. Masa pertumbuhan pada anak-anak membutuhkan energi, protein dan mikronutrein yang jika tidak tercukupi dapat menyebabkan terjadinya penyakit atau kekurangan gizi anak.

4) Berat badan lahir

Berat lahir adalah salah satu indikator pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak dengan berat badan lahir yang kurang dapat dikaitkan dengan peningkatan resiko penyakit jantung, penelitian mengungkapakan janin yang kurang gizi dapat meningkatkan resiko kerentanan terjadinya penyakit dikemudian hari. Sedangkan berat badan lahir yang besar

(6)

meningkatkan resiko obesitas dan diabetes pada anak. Anak yang lahir dengan berat badan lahir rendah memiliki angka kematian yang tinggi, seperti bayi dari ibu yang merokok atau ibu dari latar belakang sosial ekonomi rendah.

5) Neuroendokrin

Anak memiliki beberapa hormon seperti hormon pertumbuhan, testosteron, estrogen, hormon tiroid, kortisol, insulin yang mempengaruhi berat lahir dan pertumbuhan anak.

6) Penyakit

Perubahan pertumbuhan dan perkembangan adalah salah satu dari manifestasi klinis penyakit keturunan. Pertumbuhan yang terhambat pada anak dengan leukemia tidak mudah diketahui secara dini apa penyebabnya. Sementara yang menjadi faktor risiko dapat diketahui dari beberapa penelitian yang telah dilakukan diantaranya adalah penggunaan pestisida, medan listrik, riwayat keguguran pada ibu, radiasi, bahan kimia (benzen), virus, kelainan genetik, ibu yang umurnya relatif tua saat melahirkan, ibu yang merokok saat hamil, konsumsi alkohol saat hamil, penggunaan marijuana saat hamil, medan magnet, pekerjaan orangtua, berat lahir, urutan lahir, radiasi prenatal dan postnatal, dan diet.

7) Lingkungan

Keadaan lingkungan yang berada disekitar anak dapat menjadi faktor penentu keberhasilan tumbuh kembang anak, usia ibu, paritas, status sosial-ekonomi yang rendah dan zat-zat berbahaya yang sering kali terpapar pada anak seperti rokok dan debu.

(7)

e. Dampak leukemia pada anak

Pasien yang mengalami penyakit kronis seperti leukemia akan mengalami ketergantungan pada keluarga akibat dari keterbatasan dan ketidakmampuan sebagai respon dari rasa sakit dan trauma. Penyakit kronis seperti leukemia akan menimbulkan stress pada anak dan keluarga (Musatto, 2006)

Salah satu pengobatan yang ditempuh untuk leukemia adalah kemoterapi. Kemoterapi membutuhakan waktu yang lama, bisa bertahun-tahun. Di samping itu, kemoterapi memiliki berbagai efek samping yang menimbulkan ketidaknyamanan pada anak, seperti nyeri akibat diare, mual, dan lain-lain (purnomo, dkk., 2006).

Anak yang menderita leukemia dan menjalani kemoterapi mengalami kecemasan dan kegelisahan yang cukup tinggi dibandingkan anak tanpa kanker. Penderita leukemia ini cenderung mengalami depresi, penarikan diri, dan stress sosial (Moore et al.,2003). Dengan keadaan anak tersebut anak akan merasa tidak nyaman terhadap perubahan penampilan tubuh dan fungsinya yang disebabkan oleh pengobatan, perlukaan dan ketidakmampuan biasanya mereka merasa takut bertemu orang lain dan tidak memperbolehkan orang lain untuk melihatnya (Hockbenbery, 2011).

3. Leukemia a. Definisi

Leukemia merupakan suatu penyakit yang ditandai proliferasi dini leukosit yang abnormal dan ganas sehingga jumlah leukosit berlebihan dan dapat menyebabkan terjadinya anemia trombositopenia (Hidayat, 2008).

(8)

Leukemia adalah penyakit keganasan pada jaringan hematopoietik yang ditandai dengan penggantian elemen sumsum tulang normal oleh sel darah abnormal atau sel leukemik (Kemas et al, 2014).

b. Penyebab

Kanker darah atau leukemia pada anak tidak mudah diketahui secara dini apa penyebabnya. Sementara yang menjadi faktor risiko dapat diketahui dari beberapa penelitian yang telah dilakukan diantaranya adalah penggunaan pestisida, medan listrik, riwayat keguguran pada ibu, radiasi, bahan kimia (benzen), virus, kelainan genetik, ibu yang umurnya relatif tua saat melahirkan, ibu yang merokok saat hamil, konsumsi alkohol saat hamil, penggunaan marijuana saat hamil, medan magnet, pekerjaan orangtua, berat lahir, urutan lahir, radiasi prenatal dan postnatal, dan diet (Handayani

& Sulistyo, 2008).

c. Klasifikasi

Menurut Kemas et al. (2014) Leukemia diklasifikasikan berdasarkan maturitas dan jenis turunan sel seperti leukemia mieloblastik akut (LMA), leukemia limfositik akut (LLA), leukemia mielositik kronik (LMK), dan leukemia limfositik kronik (LLK).

1) Leukemia Mieloblastik Akut (LMA)

AML merupakan leukemia yang terjadi pada seri myeloid, meliputi neutrofil, eosinofil, monosit, basofil, megakariosit dan sebagainya. Patogenesis utama AML adalah adanya blockade maturitas yang menyebabkan proses diferensiasi sel-sel myeloid terhenti pada sel-sel muda (blast) akibat terjadinya akumulasi blast di sumsum tulang (Esti et al, 2014).

(9)

2) Leukemia Limfositik Akut (LLA)

Leukemia Limfosit Akut (LLA) adalah keganasan klonal dari sel- sel precursor limfoid. Lebih dari 80% kasus, sel- sel ganas berasl dari limfosit B, dan sisanya merupakan leukemia sel T. Leukemia ini merupakan bentuk leukemia yang paling banyak pada anak- anak (Fianza, 2007).

Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah keganasan sel yang terjadi akibat proliferasi sel limfoid yang diblokir pada tahap awal deferensiasinya. Penyebab spesifik LLA belum diketahui, tetapi berhubungan dengan proses multifaktorial yang berkaitan dengan genetik, imunologi, lingkungan, toksik, paparan virus, ionization radiation (Maulyda et al., 2015).

3) Leukemia Mielositik Kronik (LMK)

LMK merupakan suatu penyakit mieloproliferatif ditandai dengan adanya peningkatan proliferasi sel induk hematopoetik seri mieloid pada berbagai tingkat diferensiasi. Sebagian besar LMK terdiagnosis pada fase kronik, dimana sepertiga dari fase ini tidak menunjukkan gejala, tetapi dalam jangka waktu tertentu dapat berubah ke fase selanjutnya yang lebih agresif. Respon terapi pada fase yg lebih lanjut ( fase akselerasi dan fase krisis blast) kurang memuaskan sehingga tujuan utama dari pengobatan LMK adalah agar tidak berkembang ke fase ini (Muthia et al, 2012).

4) Leukemia Limfositik Kronik (LLK)

LLK adalah keganasan hematologis yang ditandai dengan akumulasi limfosit B neoplastik dalam darah, limfonodi, limpa, hepar, dan sumsum tulang. LLK merupakan penyakit yang tidak

(10)

bisa sepenuhnya disembuhkan, deteksi dini dan pengobatan dapat mengendalikan progresifitas dari penyakit ini, sedangkan pasien stadium akhir sering tidak responsif dengan berbagai pengobatan (Muthia et al, 2012).

d. Patofisiologi

Sel leukemia ganas berasal dari sel prekursor pada elemen pembentuk darah. Sel-sel ini dapat terakumulasi dan mendesak elemen normal dalam sumsum tulang, mengalir kedalam darah perifer, dan akhirnya menginvasi organ dan jaringan tubuh.

Penggantian elemen hematopoietik normal oleh sel-sel leukemia mengakibatkan supresi sumsung tulang, yang ditandai dengan penurunan produksi sel darah merah (SDM), SDP yang normal, dan trombosit. Supresi sumsum tulang mengakibatkan anemia karena penurunan produksi SDM, merupakan predisposisi terhadap infeksi akibat neutropenia, dan kecenderungan perdarahan sebagai akibat trombositopenia. Hal ini menyebabkan anak beresiko terhadap kematian akibat infeksi atau perdarahan.

Infiltrasi pada organ retikuloendolial (mis., limpa, hepar, dan kelenjar limfe) menyebabkan pembesaran yang khas dan akhirnya fibrosis. Infiltrasi leukemik pada SSP mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial (TIK) dan efek lainnya, bergantung pada area spesifik yang terkena. Kemungkinan daerah yang terinfiltrasi lainnya mencakup ginjal, testis, prostat, ovarium, traktus GI, dan paru-paru.

Sel leukemik hipermetabolik akhirnya menolak semua sel nutrisi tubuh yang penting untuk kelangsungan hidup. Pertumbuhan sel leukemik yang tidak terkendali dapat mengakibatkan starvasi metabolik (Mary E., 2005).

(11)

e. Gambaran Klinik

Leukemia menimbulkan beberapa gejala yaitu:

1) Anemia akibat supresi sel darah merah, yang terdiri dari keletihan, pucat, dan takikardi.

2) Perdarahan akibat supresi trombosit, yang mencakup ptekie, purpura, hematuria, epiktaksis, dan feses seperti dempul.

3) Imunosupresi akibat supresi sel darah putih, yang dimanifestasikan dengan demam, infeksi, dan penyembuhan luka yang buruk.

4) Gejala-gejala dari gangguan retikuloendotelial, yang mencakup hepatosplenomegali, nyeri tulang, dan limfadenopati.

5) Gejala-gejala umum, yang mencakup penurunan berat badan, anoreksia, dan muntah (Mary E, 2005).

f. Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan laboratorium/hematologik memperlihat kan adanya anemia normositik normokromik dengan trombositopenia pada sebagian kasus. Jumlah leukosit total dapat menurun, normal atau meningkat.

2) Pemeriksaan sediaan apus darah biasanya memperlihatkan adanya sel blas dalam jumlah yang bervariasi. Sumsum tulang hiperseluler dengan bias lekomotik >30%. Sel-sel bias tersebut dicirikan oleh morfologi, uji imonologik, dan analisa sito genetik.

Fungsi lumbal untuk pemeriksaan cairan cerebrospinal harus dilakukan dan dapat menunjukkan bahwa tekanan cairan spinal meningkat dan mengandung sel leukemia (Gofir, 2008).

(12)

g. Pentalaksanaan

Secara umum pengobatan yang tepat untuk kasus leukemia pada anak adalah kemoterapi dan transplantasi sum-susm tulang belakang. Karena prevaliansi leukemia dan limfoma pada anak cukup tinggi, sekitar 97-98% dapat mencapai remisi sempurna (Nelson, 2007). Pengobatan kemoterapi umumnya terjadi secara bertahap, meskipun tidak semua fase yang digunakan untuk semua orang.

1) Tahap 1 (terapi induksi)

Tujuan dari tahap awal pengobatan adalah untuk membunuh sebagian besar sel-sel leukemia didalam darah dan sumsum tulang. Terapi induksi kemoterapi biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit yang panjang karena obat menghancurkan banyak sel darah normal dalam proses membunuh sel leukemia. Pada tahap ini dengan memberikan kemoterapi kombinasi yaitu daunorubisin, vincristin, prednison dan asparaginase.

2) Tahap 2 (terapi konsolidasi/intensifikasi)

Setelah mencapai remisi komplit, segera lakukan terapi intensifikasi yang bertujuan untuk mengeliminasi sel leukemia residual untuk mencegah relaps dan juga timbulnya sel yang resisten terhadap obat. Terapi ini dilakukan setelah 6 bulan kemudian.

3) Tahap 3 (profilaksis SSP)

Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP. Perawatan yang digunakan pada tahap ini sering diberikan pada dosis yang lebih rendah. Pada tahap ini menggunakan obat kemoterapi yang berbeda, kadang-kadang di kombinasikan

(13)

dengan terapi radiasi, untuk mencegah leukemia memasuki otak dan sistem saraf pusat.

4) Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang)

Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi. Tahap ini biasanya memerlukan waktu 2-3 tahun (Cahyono, 2012).

h. Komplikasi

Menurut Zelly, 2012 komplikasi leukemia yaitu:

1) Tombositopenia

Berkurangnya jumlah trombosit pada leukemia akut biasanya merupakan akibat infiltrasi sumsum tulang atau kemoterapi, selain itu dapat juga disebabkan oleh beberapa faktor lain seperti koagulasi intravaskuler diseminata, proses imunologis dan hipersplenisme sekunder terhadap pembesaran limpa.

Trombositopenia yang terjadi bervariasi dan hampir selalu ditemukan pada saat leukemia didiagnosis.

2) Koagulasi intravaskuler diseminata (KID)

Koagulasi intravaskuler diseminata (KID) adalah suatu sindrom yang ditandai dengan aktivasi koagulasi intravaskuler sistemik berupa pembentukan dan penyebaran deposit fibrin dalam sirkulasi sehingga menimbulkan trombus mikrovaskuler pada berbagai organ yang dapat mengakibatkan kegagalan multiorgan. Aktivasi koagulasi yang terus berlangsung menyebabkan konsumsi faktor pembekuan dan trombosit secara berlebihan sehingga mengakibatkan komplikasi perdarahan berat. KID bukanlah suatu penyakit tetapi terjadinya sekunder terhadap penyakit lain yang mendasari.

(14)

3) Fibrinolisis primer

Beberapa peneliti menemukan bahwa leukosit pada leukemia akut memiliki aktivitas fibrinolitik yang dapat menyebabkan fibrinolisis primer terutama pada leukemia promielositik akut.

Pada fibrinolisis primer, perdarahan disebabkan oleh degradasi faktor pembekuan yang diinduksi plasmin seperti fibrinogen.

B. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah merupakan gabungan atau menghubungkan beberapa teori sehingga membentuk sebuah pola pikir atau kerangka pikir penelitian yang akan dilakukan, dan lazimnya kerangka teori berbentuk skema (Suyanto dan Salamah, 2009)

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi status tumbuh kembang yaitu genetik, etnis, nutrisi, penyakit, berat badan lahir, lingkungan dan neuroendokrin. Faktor tersebut dapat mengganggu fase tumbuh kembang anak. Anak dengan leukemia disebabkan oleh faktor penyakit yang mengganggu status tumbuh kembang anak sehingga terjadi stressor (sedih, cemas, dan tidak menerima kenyataan) pada ibu dan ibu harus beradapatasi pada kondisi yang dialami anak tersebut. Kemampuan ibu beradaptasi terhadap kondisi anaknya dapat menjadi suatu pengalaman bagi ibu kedepannya untuk merawat anak dengan leukemia.

(15)

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Sumber : modifikasi dari Hernanti, S.W, (2016); The Royal Children’s hospital Malbourne, (2005); Wong, (2012).

Faktor yang mempengaruhi

status tumbuh kembang

Genetik Etnis Nutrisi Penyakit

Berat badan lahir Lingkungan n

Neuroendo krin

Fase Tumbuh kembang

anak

1. Masa bayi 2. Masa kanak-

kanak awal 3. Masa kanak-

kanak pertengahan 4. Masa kanak- kanak akhir

Anak dengan leukemia

Stressor bagi ibu: sedih, cemas, dan tidak menerima

kenyataan

Kemampuan adaptasi ibu

Pengalaman ibu merawat anak dengan leukemia

(16)

C. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep adalah suatu abstraksi yang dibentuk dengan menggenaralisasikan suatu pengertian. Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep-konsep atau variabel-variabel yang akan diamati (diukur) melalui penelitian yang dimaksud (Notoatmodjo, 2010). Kerangka konsep yang diteliti ada pengalaman ibu merawat anak dengan leukemia.

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Pengalaman Ibu Merawat

Anak Anak dengan Leukemia

Referensi

Dokumen terkait