• Tidak ada hasil yang ditemukan

pengantar studi islam

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "pengantar studi islam"

Copied!
252
0
0

Teks penuh

Dengan kata lain, kajian Islam di sini tidak mengkaji kebenaran teologis atau filosofis tentang Islam. Kini, dalam kenyataannya, kajian Islam tidak hanya dilakukan oleh umat Islam (orang dalam), tetapi juga oleh non-Muslim, seperti Orientalis Barat (orang luar). Tentu saja pengertian ini sangat umum karena segala sesuatu yang berhubungan dengan Islam dapat dikategorikan sebagai studi Islam.

SEJARAH PERJALANAN ISLAM DARI

Sesuai dengan periodisasinya, Islam terbagi dua pada masa Nabi Muhammad SAW; yaitu periode Mekkah dan periode Madinah. Kepindahan Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah saat itu merupakan langkah yang sangat revolusioner, karena hijrahnya saat itu bukan hanya sekedar berpindah tempat tinggal.

OBJEK STUDI ISLAM

Ketiga unsur tersebut tergambar dalam pengelompokan ajaran Islam ke dalam akidah, syariat, dan tasawuf akhlak. Secara umum, syari'at mencakup semua aspek kehidupan, baik publik maupun individu, bahkan kesusilaan dan moralitas. Perlu dipahami bahwa syariat bukanlah hukum yang semua prinsip dan aturan rincinya diturunkan langsung oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW, melainkan ada prosesnya.

Dalam kajian syariat Islam, syariah diertikan sebagai segala sesuatu yang telah ditetapkan Allah untuk semua manusia agar mereka memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Abdullah Yusuf 'Ali, seperti yang dipetik oleh Rifyal Ka'bah, mentafsirkan Syariah sebagai "jalan agama yang betul." Syari’ah dalam konteks kajian hukum Islam menggambarkan sekumpulan norma hukum yang terhasil daripada proses tasyrī’.

Aspek syari'ah meliputi aturan-aturan tentang hubungan antara manusia dan Allah, yang disebutkan. Abdullahi Ahmed an-Na'im, Mendekonstruksi Syariat: Wacana tentang Kebebasan Sipil, Hak Asasi Manusia dan Hubungan Internasional dalam Islam (Ahmad Suaedy dan Amirudin ar-Rany, Penerjemah).

OBJEK STUDI ISLAM (AKHLAQ)

Tiga orang ahli akhlak, yaitu Ibnu Miskawaih, Muhammad al-Ghazali dan Ahmad Amin, menyatakan bahwa akhlak adalah sifat yang melekat pada diri seseorang yang dapat mengantarkan kepada perbuatan baik tanpa terlebih dahulu mempertimbangkan akal. Tingkah laku itu dilakukan berulang-ulang, tidak cukup hanya sekali berbuat baik, atau hanya sesekali saja. Moralitas berarti perilaku seseorang yang didorong oleh keinginan sadar untuk melakukan perbuatan baik.

Muhammad al-Ghazali menyatakan bahwa akhlak adalah perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat menghasilkan perbuatan baik tanpa terlebih dahulu mempertimbangkan akal. Jadi, dari dua kata tersebut, karakter dapat diartikan sebagai gabungan dari hasil hubungan dan emosi yang terwujud dalam niat dan perilaku manusia. Menurut beberapa ahli, etika adalah ilmu yang membahas moralitas atau tingkah laku dan prinsip-prinsip mengajarkan tingkah laku yang benar.

Moralitas adalah perilaku yang baik, buruk, benar atau salah, penilaian ini kita lihat dari sudut pandang hukum dalam ajaran agama. Dari penjelasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa etika adalah pengetahuan, moralitas adalah doktrin, dan moralitas adalah tingkah laku manusia.

Gambar 4.1 Hubungan antara Akhlak, Kondisi  Fisik dan Pikiran Manusia
Gambar 4.1 Hubungan antara Akhlak, Kondisi Fisik dan Pikiran Manusia

SUMBER UTAMA STUDI ISLAM

Hadits di atas menjelaskan bahwa sumber ajaran Islam adalah Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Al-Qur’an merupakan sumber utama bagi umat Islam dalam mengarungi kehidupan ini sesuai dengan aturan Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT, Al-Qur'an adalah bahasa Tuhan yang kualitasnya lebih sempurna dari bahasa manusia.

Karena itu, tidak mudah untuk memahami Al-Qur'an sepenuhnya, bahkan tidak ada yang bisa. 44 William Graham, "al-Qur'an as Spoken Word" dalam Approaches to Islam in Religious Studies. Penulisan dilakukan dengan hati-hati dan merujuk para penghafal Al-Qur'an sebagai saksi.

Sebagaimana firman Allah SWT, Al-Qur'an adalah bahasa Tuhan yang kualitasnya lebih sempurna dari bahasa manusia. William Graham, "The Qur'an as Spoken Word" dalam Pendekatan Islam dalam Studi Agama.

SUMBER UTAMA STUDI ISLAM

Alasan yang selalu dikemukakan adalah bahwa pencatatan dan penghafalan Hadits dilarang oleh Nabi Muhammad SAW karena dikhawatirkan akan terjadi pencampuran antara Alquran dan Hadits. Namun, beberapa dari mereka mungkin salah, sehingga sebuah hadits yang dianggap tidak resmi sebenarnya adalah milik Nabi Muhammad. Oleh karena itu, penulisan Hadits tidak dilakukan pada masa itu, bahkan Nabi Muhammad SAW melarangnya karena dikhawatirkan akan bercampur dengan penulisan Al-Qur'an.

Sebagian umat Islam menerima Hadits (ḍa'if) lemah dari sisi sanad untuk dijadikan sebagai landasan normatif bagi suatu praktik keagamaan selama tidak bertentangan dengan Al-Qur'an, sedangkan sebagian umat Islam lainnya tidak. Haykal lebih memilih kecocokan Hadits dengan Al-Qur'an sebagai standar pilihannya, yang berarti lebih mengandalkan matan daripada sanad. Jika sesuai dengan Al-Qur'an, maka itu benar dari Nabi, tetapi jika tidak konsisten, maka itu bukan dari Nabi.

Dalam mengemukakan pendapatnya, Hajkal merujuk pada pendapat Ibnu Khaldun yang mengatakan bahwa sebuah hadits tidak bisa disebut sah jika bertentangan dengan ungkapan al-Qur’an meskipun telah diuji sanadnya. Secara terminologis, hadits dipahami sebagai segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad, baik itu berupa perkataan, perbuatan, ucapan dan sebagainya.

SUMBER UTAMA STUDI ISLAM

Nabi bertanya lagi: jika Anda tidak menemukannya dalam Al-Qur'an dan Hadits, lalu apa yang Anda putuskan. Artinya, terpisahnya umat Islam dari Nabi, baik karena jarak, waktu maupun kesempatan, memungkinkan umat Islam melakukan ijtihad untuk menyelesaikan suatu masalah jika tidak ditemukan penjelasan dari Al-Qur'an atau Hadits. Alasannya adalah rumit dan tidak mungkin mendapatkan aturan dari Al-Qur'an dan Hadits.

Beberapa contoh yang dapat diungkap adalah bahwa beliau tidak memberikan mu'allafrations, padahal ayat-ayat Al-Qur'an dengan jelas menyatakan hal tersebut. Melarang umat Islam pada masanya untuk menikahi wanita ahl al-kitab padahal ayat-ayat Al-Qur'an jelas membolehkan hal tersebut. Itu adalah aspek umum, yang semua orang tahu keputusannya disebutkan dalam ayat-ayat Al-Qur'an.

Penafsiran dari gambaran di atas adalah bahwa Alquran dan Hadits adalah sumber ajaran Islam. Terpisahnya umat Islam dari Rasulullah, baik karena jarak, waktu maupun kesempatan, memungkinkan umat Islam melakukan ijtihad untuk menyelesaikan suatu masalah jika tidak ada penjelasannya dalam al-Qur'an maupun hadis.

MODEL STUDI AL-QUR’AN

Selain Muhammad Quthub, terdapat Muhammad al-Hijazi yang turut membincangkan pengulangan dalam al-Quran. Menurutnya, ketika mempelajari al-Quran, perlu memahami al-Quran sebagai sastera. Seolah-olah al-Quran seperti Bible, yang tidak memerlukan kaedah khusus untuk analisis lanjut.

Perbedaan tersebut terletak pada kesimpulan mengenai tujuan teks al-Qur’an untuk pengembangan dan bagaimana pemahaman sastra. Sarjana Barat (seperti John Wansbrough) memperkirakan bahwa Alquran adalah upaya penyuntingan beberapa ratus tahun setelah Nabi. Abu Zayd menyatakan bahwa Alquran adalah teks linguistik (nash lughawī) yang terkait dengan konteks dan budaya tertentu (yantami).

Meski demikian Abu Zayd membantah anggapan bahwa Al-Qur'an adalah buatan manusia, hanya tulisannya saja yang menggunakan bahasa manusia. Hermeneutika menurut Abu Zayd membahas hubungan antara pembaca teks (mufassir), teks (al-Qur'an) dan pemilik teks (Allah).

MODEL STUDI HADITS

Muhammad al-Ghazali dalam al-Sunnah bayna Ahlul-Hadits wa Ahlul-Fiqh71 membagi dua golongan yang berbeda dalam pengertian sunnah. Ada kelompok Ahlul-Hadits yang tradisionalis, ortodoks dan tekstual, dan ada kelompok Ahlul-Fiqh yang cenderung memahami sunnah melalui pendekatan lima hukum fikih. 71 Muhammad al-Ghazali, al-Sunnah al-Nabawiyya antara Ahl al-Fiqih wa Ahl al-Hadits (Kairo: Dar al-Syuruq, 1989).

Misalnya memahami hukum shalat tahiyyāt al-masjid ketika khatib Jum'at sudah naik mimbar, para ahl al-Hadīth lebih memilih untuk shalat daripada duduk dan mendengarkan khutbah karena ada hadits yang mengatakan bahwa Rasulullah memerintahkan seorang pendamping untuk melakukan shalat sunnah ketika Nabi berdakwah. Menurut ahl al-Hadīths, hijab diartikan sebagai niqab (kerudung), sedangkan ahl al-Fiqh mengartikan hijab sebagai cadar (kerudung biasa). Alasan yang dikemukakan oleh ahl al-Hadits adalah bahwa ketika dia shalat, seorang wanita dapat menunjukkan wajah dan kedua tangannya karena dia berdoa menghadap Tuhan, sedangkan ketika dia berada di luar berdoa, dia berkomunikasi dengan orang-orang.

Sedangkan ahl al-fiqh mengatakan bahwa tidak ada perbedaan antara batas aurat wanita dalam ibadah dan di luar ibadah. Muhammad al-Ghazali, al-Sunnah al-Nabawiyeh antara Ahlul-Fiqh dan Ahlul-Hadits.

MODEL STUDI HUKUM ISLAM

Kemudian syariat universal pada tataran fikih akan menemukan perbedaan dalam kaitannya dengan perbedaan sosial dan kondisi politik. Jika pemikiran seperti ini diterima, maka syarat penerapan syariat Islam di suatu negara harus dilihat dari infrastruktur wilayahnya. Namun, apa yang tertulis dalam karya mereka tidak dapat dianggap sesuai dengan persyaratan syariat.

Padahal, apa yang mereka kemukakan dalam kerja mereka saat itu dipengaruhi oleh kondisi sosial yang tidak kondusif untuk penerapan syariat secara tegas. Nampaknya tawaran Ibnu Taimiyyah menemui banyak kendala di lapangan karena umat Islam sulit mengikuti aturan syariat secara sempurna. Laki-laki pun akan merasa tertekan oleh bayang-bayang kemurtadan ketika berada di bawah naungan hukum syariat.

Oleh karena itu, setiap komunitas Muslim di suatu wilayah berhak menentukan nasibnya sendiri menurut syariah. Jika dapat dipahami bahwa Syariah disusun oleh ahli hukum Islam awal berdasarkan interpretasi sumber fundamentalnya (al-Quran dan Hadits), maka umat Islam modern.

ISLAM DAN TANTANGAN

Di bidang politik ditandai dengan munculnya partai politik, unit dan kelompok pemuda. Dwyer menyatakan bahwa kota adalah pusat perubahan sosial dan modernisasi.89 Kota disebut sebagai pusat perubahan dan modernisasi karena adanya perpindahan penduduk yang terus menerus dari desa ke kota (urbanisasi), yang dilandasi oleh keinginan untuk mencapai perubahan hidup di bidang ekonomi. dan mengubah status sosial terbaik.90. Kemunculan modernisasi seringkali disertai dengan perubahan sosial, perubahan struktur sosial (pola perilaku dan interaksi sosial) yang signifikan. kehidupan.

Isu sentral modernisasi dalam bidang pemikiran Islam adalah mendamaikan keyakinan agama dengan pemikiran modern.106 Selanjutnya dapat dikatakan bahwa modernisasi lebih menekankan kemajuan (progressive), ilmiah (scientific), rasional.107. Modernisme pada mulanya diartikan sebagai aliran keagamaan yang menafsirkan doktrin-doktrin kekristenan untuk menyesuaikannya dengan perkembangan pemikiran modern. Menurutnya, agama tidak bertentangan dengan perkembangan modern, sehingga mereka ingin menafsirkan ajaran agama sesuai dengan kebutuhan modern.132 Mereka mengklaim tidak ada kontradiksi antara Islam dan modernitas.

Menurut mereka, hukum Islam bukanlah standar, tetapi harus disesuaikan dengan situasi sosial yang berkembang.133 Kelompok ini menganjurkan reinterpretasi Islam yang fleksibel dan berkelanjutan, sehingga umat Islam dapat mengembangkan ide-ide keagamaan yang sejalan dengan keadaan modern.134 Ini Kelompok ini menyebutnya sebagai neo-mu'tazilah,135 karena pemikiran rasional para mu'tazilah berperan dalam membentuk pola pikir kelompok ini. Kelompok ini dipengaruhi oleh ideologi Barat, khususnya paham nasionalisme.139 Meskipun umat Islam di dunia ini sangat beragam, Islam hanya ada satu, variasi yang ada hanyalah bentuk penafsiran masing-masing penganutnya terhadap ajaran Islam. .

ALIRAN ISLAM MODERN

JIHAD, AMAR MAKRUF DAN

Gambar

Gambar 4.1 Hubungan antara Akhlak, Kondisi  Fisik dan Pikiran Manusia

Referensi

Dokumen terkait

Koefisien regresi pada variabel Search (X 3 ) menunjukkan adanya pengaruh positif pada minat beli konsumen (Y), yang berarti bahwa konten di media sosial