• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH BELANJA MODAL, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DAN PENDAPATAN PER KAPITA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "PENGARUH BELANJA MODAL, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DAN PENDAPATAN PER KAPITA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH BELANJA MODAL, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DAN PENDAPATAN PER KAPITA

TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA Studi pada Kabupaten dan Kota di Pulau Jawa tahun 2013-2015

Dita Wahyu Imanulloh Lilik Purwanti, Dr.,Ak.,CA

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya E-mail: dita.wahyu12@gmail.com

Abstract

In the era of regional autonomy, local governments have an important role in improving people's welfare. The welfare of a society can be measured using Human Development Index, in which the indicator includes education, health and decent standard of living. This study aims at determining the effect of capital expenditure, regional income, and per capita income on Human Development Index in the regencies / cities in Java. The independent variables used in this study are capital expenditure, regional income, and per capita income of the region and the dependent variable is Human Development Index, a representation of the welfare of the people.

The method used in this research is panel data regression using fixed effect model.

The population of this study are all regencies and cities in Java, with a total sample of 113 regencies and cities, and the period of the study is fiscal year 2013-2015. The results show that the increase in capital expenditure, regional income, and per capita income give positive and significant impact on people’s welfare which is illustrated by Human Development Index.

Keywords: Government, Capital Expenditure, Regional Income, per Capita Income, Human Development Index

Abstrak

Pada era otonomi daerah, Pemerintah Daerah memiliki peran yang penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Kesejahteraan masyarakat dapat diukur melalui Indeks Pembangunan Manusia, yang indikatornya terdiri dari aspek pendidikan, kesehatan, dan standar hidup layak masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh belanja modal, pendapatan asli daerah, dan pendapatan per kapita terhadap Indeks Pertumbuhan Manusia pada kabupaten/kota di Pulau Jawa. Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah belanja modal, pendapatan asli daerah, dan pendapatan per kapita daerah, serta variabel terikat yang digunakan adalah nilai Indeks Pertumbuhan Manusia sebagai representasi dari tingkat kesejahteraan masyarakat.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode regresi data panel dengan menggunakan model fixed effect. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kabupaten/kota di Pulau Jawa, dengan total sampel sebanyak 113 kabupaten/kota, dengan kurun waktu penelitian yaitu tahun anggaran 2013-2015. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan belanja modal, pendapatan asli daerah, dan pendapatan per kapita memberikan dampak positif dan signifikan terhadap kesejahteraan penduduk yang digambarkan melalui Indeks Pertumbuhan Manusia.

Kata kunci: Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah, Pendapatan per Kapita, Indeks Pembangunan Masyarakat

(2)

PENDAHULUAN

Pembangunan Nasional merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dan meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara untuk mewujudkan Tujuan Nasional. Sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, Tujuan Nasional adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial serta mewujudkan cita-cita bangsa. Pada hakikatnya pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya. Badan Pusat Statistik (BPS) (2015) menjelaskan bahwa United Nation Development Program (UNDP) memiliki suatu ukuran untuk dapat mengukur tingkat pembangunan manusia, yaitu dengan menggunakan Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang mulai digunakan pada tahun 1990 dalam Human Development Report UNDP.

BPS (2015) menjelaskan bahwa IPM mengukur pencapaian hasil pembangunan suatu daerah atau wilayah ke dalam tiga dimensi dasar pembangunan yaitu bidang sosio-ekonomi yang mengacu pada hasil pembangunan manusia, diantaranya bidang kesehatan yang diukur dengan tingkat harapan hidup, bidang pengetahuan/pendidikan diukur dengan tingkat kemampuan baca tulis orang dewasa dan rata-rata lama sekolah, dan bidang kemampuan daya beli (standar hidup layak) yang diukur dengan GDP per kapita. Interpretasi dari IPM dapat memberikan gambaran mengenai kinerja Pemerintah dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya. Tingkat pembangunan manusia yang tinggi sangat menentukan kemampuan penduduk dalam menyerap dan mengelola hasil dari pertumbuhan ekonomi yang dilakukan oleh Pemerintah.

Di sisi lain, untuk meningkatkan IPM semata-mata tidak hanya melalui pertumbuhan ekonomi, melainkan diperlukannya pemerataan pembangunan. Dengan adanya pemerataan pembangunan, maka kesempatan semua penduduk Negara untuk dapat menikmati hasil-hasil pembangunan akan semakin tinggi. Marhaeni, et al (2008) menyatakan bahwa untuk mempercepat pembangunan suatu Negara dapat dilakukan dengan dua hal yaitu distribusi pendapatan yang merata dan alokasi belanja publik yang memadai.

Salah satu upaya untuk meningkatkan pemerataan pembangunan di Indonesia adalah dengan menerapkan sistem desentralisasi dalam pengelolaan dan pengaturan hubungan antara pemerintah pusat dan daerah. Sistem tersebut mengubah peran utama dalam pelaksanaan pembangunan. Pemerintah daerah diberikan otonomi yang luas terhadap pengambilan

(3)

keputusan pelaksanaan pembangunan dan pengembangan daerahnya secara mandiri dengan memanfaatkan segala potensi yang dimilikinya. Otonomi daerah diharapkan dapat memicu Pemerintah Daerah dalam menggali potensi pendapatan dan mengalokasikan sumber-sumber pendapatan tersebut dalam Belanja Daerah untuk memicu pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah yang pada akhirnya diharapkan akan menyejahterakan masyarakat di daerahnya dan meminimalisir kesenjangan antar daerah. Dengan demikian, nilai IPM nya pun juga akan naik.

Struktur APBD menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah terdiri dari tiga bagian yaitu Pendapatan Daerah, Belanja Daerah, dan Pembiayaan Daerah. Pendapatan Daerah yang tercantum dalam APBD bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan pendapatan lain-lain. PAD merupakan salah satu sumber penerimaan yang diperoleh daerah untuk memenuhi segala pengeluaran dalam bentuk belanja daerah. PAD berasal dari pajak daerah yang dibayar oleh wajib pajak di daerah tersebut, retribusi daerah, BUMD, dan pendapatan lain yang disahkan. Strategi suatu daerah dalam menyajikan rancangan dana yang bersumber dari daerah sangat tergantung pada kemampuan daerah tersebut dalam mengelola segala peluang ekonomi daerah tersebut menjadi suatu tindakan ekonomi yang bisa memberikan perputaran dana bagi kesinambungan pembangunan yang ada di daerah.

Pambudi (2008) menambahkan, pembangunan daerah yang dilakukan secara otonom harus disertai dengan penguatan penerimaan fiskal daerah sebagai landasan pelaksanaan pembangunan daerah. Hal ini menuntut setiap daerah agar dapat mengoptimalkan pendapatan asli daerah sebagai sumber penerimaan dan pembiayaan daerah.

Pendapatan daerah harus dapat semaksimal mungkin dimanfaatkan oleh Pemerintah Daerah untuk digunakan sebagai belanja daerah yang langsung berdampak pada peningkatan pelayanan publik dan kesejahteraan umum. Belanja Daerah merupakan bagian utama dalam APBD yang berkaitan dengan peran pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pengalokasian Belanja Modal berpedoman pada keperluan terhadap adanya infrastuktur yang layak demi memudahkan kegiatan operasional pemerintah serta keperluan sarana umum di daerah. Pembangunan infrastruktur seperti pembangunan jalan, jembatan, sarana transportasi akan membuat aktivitas perekonomian masyarakat daerah semakin lancar, yang secara tidak langsung akan meningkatkan kesempatan masyarakat dalam upaya mencapai taraf hidup layak. Pengalokasian belanja seharusnya dilakukan secara efektif dan efisien

(4)

untuk memaksimalkan mutu pemberian jasa kepada masyarakat, karena hakikat APBD yang disusun oleh pemerintah daerah adalah harus dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Berbagai langkah dan kebijakan Pemerintah telah mengarah kepada usaha pencapaian tiga subsektor utama IPM, baik sektor kesehatan, sektor pendidikan, maupun sektor keuangan. Dari sektor kesehatan, Pemerintah telah menyediakan sarana kesehatan, mulai dari Puskesmas yang menjangkau tingkat administratif daerah terkecil, penyediaan rumah sakit umum milik Pemerintah, maupun kebijakan asuransi kesehatan yang kini mulai digencarkan kepada seluruh masyarakat. Dari sektor pendidikan banyak kebijakan yang telah diambil, seperti dana bantuan sekolah berupa dana BOS, penyediaan infrastrutur sekolah di daerah dan jumlah guru yang memadai. Kemudian untuk sektor ekonomi, peran pemerintah lebih kepada kebijakan penyediaan lapangan pekerjaan, seperti dengan menyediakan Kredit Usaha Mikro dan pelatihan profesi dan keterampilan kepada masyarakat agar lebih memiliki keahlian dalam bidang pekerjaan. Namun demikian, Badrudin (2011) mengatakan bahwa suatu daerah yang memiliki nilai IPM tinggi bukan berarti hanya bersumber dari alokasi belanja yang diterapkan oleh pemerintah saja. Menurutnya, Nilai IPM yang besar tidak selalu ditentukan dari jumlah PAD dan pengeluaran daerah yang besar. Perolehan IPM yang besar bisa saja dari keadaan perekonomian seperti pendapatan rata-rata masyarakat, tingkat harga di masing- masing daerah, dan juga faktor sosial dan adat istiadat setempat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pendapatan asli daerah, belanja modal, dan pendapatan per kapita berpengaruh secara empiris terhadap Indeks Pembangunan Manusia pada Kabupaten/Kota di Pulau Jawa. Kabupaten/Kota di Pulau Jawa dipilih sebagai objek penelitian karena Pulau Jawa merupakan pulau dengan jumlah penduduk tertinggi, selain itu kemudahan dalam memperoleh data juga menjadi alasan dalam memilih Pulau Jawa sebagai objek penelitian.

TINJAUAN PUSTAKA Otonomi Daerah

Kegiatan Pemerintahan di Indonesia sebagaimana diatur dalam Peraturan Perundang- Undangan yang berlaku, dilakukan secara desentralisasi kepada daerah-daerah otonom atau yang lebih dikenal dengan sebutan otonomi daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah pada pasal 1 ayat 5 menyatakan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangan.

(5)

Lebih lanjut dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjelaskan bahwa prinsip otonomi daerah yang dianut adalah otonomi daerah yang seluas- luasnya, nyata, dan bertanggung jawab.

Menurut Widjaja (2002), dengan adanya otonomi daerah diharapkan pemerintah daerah akan lebih mandiri dalam menentukan seluruh kegiatannya dan pemerintah pusat diharapkan tidak terlalu aktif dalam mengatur daerah. Pemerintah daerah diharapkan mampu memainkan peranannya dalam membuka peluang dalam memajukan daerah dengan mengidentifikasi potensi sumber-sumber pendapatan daerah dan mampu menetapkan belanja daerah secara ekonomi yang wajar, efisien, dan efektif.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Definisi APBD menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Penyusunan APBD dilakukan berdasarkan Rencana Kerja Anggaran (RKA) dari masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). UU Nomor 17 Tahun 2003 menyebutkan bahwa Anggaran merupakan alat akuntabilitas, manajemen, kebijakan ekonomi. Sebagai instrumen kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara.

Menurut Mardiasmo (2002), anggaran daerah menempati posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas Pemerintah Daerah. Proses penyusunan APBD diharapkan fokus pada upaya untuk mendukung pelaksanaan aktivitas atau program yang menjadi prioritas dan preferensi daerah yang bersangkutan. Penerimaan dan belanja yang dianggarkan dalam APBD akan digunakan untuk membiayai program dan kegiatan Pemerintah Daerah. Penyusunan program kegiatan diarahkan dengan mengalokasikan sumber daya secara tepat sesuai kebijakan pemerintah dan mempersiapkan kondisi bagi pelaksanaan pengelolaan anggaran secara baik.

Pendapatan Asli Daerah

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh suatu daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah yang sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan tertentu. Perolehan PAD dimaksudkan untuk memberikan

(6)

keleluasaan kepada semua Pemerintah Daerah dalam menjalankan kegiatan otonomi daerahnya dengan memanfaatkan potensi kekayaan daerah yang dimiliki daerah sebagai perwujudan sistem otonomi Daerah. Ardiansyah et al (2014) menjelaskan bahwa PAD merupakan tulang punggung pembiayaan daerah, sehingga kemampuan keuangan suatu daerah bisa diukur dari besarnya kontribusi PAD di dalam APBD. Semakin besar kontribusi PAD dalam APBD, berarti semakin kecil ketergantungan Pemerintah Daerah terhadap bantuan Pemerintah Pusat.

UU Nomor 33 Tahun 2004 menjelaskan sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri dari pajak daerah (meliputi pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak mineral bukan logam dan batuan, pajak parkir, pajak air tanah, pajak sarang burung walet, pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan, dan pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan), retribusi daerah (meliputi retribusi umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu), hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan yang mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD, perusahaan milik Pemerintah/BUMN, serta penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat, dan lain-lain PAD yang sah seperti jasa giro, pendapatan bunga, komisi, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, dan lain-lain.

Belanja Modal

Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan mendifinisikan belanja modal sebagai pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Menurut Sularso dan Restianto (2011) belanja modal adalah pengeluaran pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah yang selanjutnya akan menambah belanja rutin seperti belanja administrasi umum.

Pendapatan per Kapita

Pendapatan per kapita adalah pendapatan rata-rata penduduk suatu daerah tertentu.

Pendapatan per kapita menunjukan tingkat pendapatan masyarakat dalam suatu daerah.

Menurut BPS di dalam website resminya, variabel yang dapat digunakan untuk menghitung pendapatan per kapita adalah produk Domestik Bruto Regional Bruto (PDRB) dan jumlah penduduk.

(7)

Pendapatan per kapita sering menjadi acuan untuk mengukur tingkat kesejahteraan penduduk. Semakin tinggi pendapatan daerah perkapita pada suatu daerah, maka semakin baik tingkat perekonomian daerah tersebut. BPS (2015) menjelaskan bahwa walaupun ukuran tersebut masih belum mencakup faktor kesenjangan pendapatan antar penduduk, angka tersebut sudah cukup memadai untuk mengetahui tingkat perekonomian suatu daerah dalam lingkup makro, paling tidak sebagai acuan untuk memantau kemampuan daerah dalam menghasilkan produk domestik barang dan jasa. Secara matematis, rumus perhitungan pendapatan per kapita adalah sebagai berikut:

Pendapatan per kapita = Produk Daerah Regional Bruto (PDRB) Jumlah Penduduk

Indeks Pembangunan Manusia

Pembangunan manusia menurut Human Development Report yang dipublikasikan oleh UNDP (1990) dalam BPS (2015) adalah suatu proses untuk memperbanyak pilihan-pilihan yang dimiliki oleh manusia. Diantara banyak pilihan tersebut, pilihan yang terpenting adalah untuk berumur panjang dan sehat, untuk berilmu pengetahuan, dan untuk mempunyai akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan agar dapat hidup secara layak. Pembangunan manusia dapat meningkatkan kesejahteraan manusia secara menyeluruh.

Untuk mengetahui bagaimana kemajuan pembangunan manusia maka salah satu cara yang dapat digunakan adalah menggunakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Indeks pembangunan manusia adalah indikator komposit yang mengukur kualitas hidup manusia.

Indeks pembangunan manusia yang digunakan oleh BPS mencakup tiga dimensi yaitu dimensi kesehatan, dimensi pendidikan, dan dimensi standar hidup layak. Untuk menghitung IPM dapat digunakan rumus sebagai berikut

= × ×

METODOLOGI PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk menguji hipotesis (hypotheses testing).

Populasi dalam penelitian ini adalah Kabupaten dan Kota di Pulau Jawa. Metode penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang sesuai dengan kriteria sampel yang diinginkan.

(8)

Kriteria pemilihan sampel dalam penelitian ini adalah : 1. Kota/kabupaten di pulau Jawa tahun 2013-2015.

2. Kota/kabupaten harus sudah berdiri menjadi daerah otonom sebelum tahun 2012 untuk menghindari bias data akibat tidak adanya neraca awal pemerintah daerah pada tahun anggaran 2013.

3. Data yang diperlukan harus tersedia dan lengkap untuk periode tahun 2013-2015.

Data yang digunakan adalah data sekunder, yang bersumber dari Publikasi Badan Pusat Statistik berupa angka pendapatan per kapita masing-masing Kabupaten/Kota dan juga angka Indeks Pembangunan Manusia masing-masing Kabupaten/Kota di Indonesia dari website resmi BPS dan Publikasi Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Pusat di Jakarta berupa nilai realisasi pendapatan dan realisasi belanja modal dari Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang telah diaudit.

Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah belanja modal, pendapatan per kapita, dan pendapatan asli daerah. Sedangkan variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai Indeks Pembangunan Manusia. Waktu penelitian yang digunakan adalah tahun anggaran 2013-2015.

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan regresi data panel dengan dibantu oleh perangkat lunak eviews 9.

Model dari regresi data panel dalam penelitian ini secara umum untuk menguji pengaruh dan signifikansi adalah sebagai berikut:

= + + + +

Keterangan :

Y = Peningkatan IPM a = Koefisien konstanta

ß1-3 = Koefisien Regresi variabel bebas X1 = Pendapatan asli daerah

X2 = Belanja modal

X3 = Pendapatan per kapita masing-masing kabupaten/kota e = Standar error

i = Kabupaten/Kota i t = Periode t

(9)

PEMBAHASAN

Pulau Jawa merupakan salah satu dari lima pulau besar di Indonesia dan berada di bagian selatan Indonesia. Di Indonesia, Pulau Jawa merupakan pulau terluas ke lima, namun Pulau Jawa dihuni oleh lebih dari setengah populasi penduduk Indonesia. Menurut data yang diperoleh dari BPS, pada tahun 2015 tercatat bahwa 57% penduduk Indonesia berada di pulau Jawa.

Berdasarkan data BPS pada tahun 2016, secara administratif terdapat enam Provinsi di Pulau Jawa yang kemudian terbagi dalam kabupaten dan kota yang keseluruhannya berjumlah 85 kabupaten, 1 kabupaten administratif, dan 29 kota. Ke-enam provinsi tersebut adalah Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur.

Sebanyak 113 Kabupaten/Kota digunakan sebagai objek penelitian, dengan Kabupaten Pangandaran dikecualikan dari objek penelitian dikarenakan tidak memenuhi kriteria dalam proses pemilihan sampel. Kabupaten Pangandaran baru dibentuk pada tahun 2013, sehingga data keuangan yang dimiliki masih belum lengkap dan tidak ada data pembanding dari tahun- tahun sebelumnya.

Indeks Pembangunan Manusia di Pulau Jawa selama ini memiliki tren yang selalu meningkat tiap tahunnya, bahkan selalu lebih tinggi dibanding dengan nilai IPM Nasional.

rata-rata nilai IPM kabupaten/kota di Pulau Jawa dari tahun 2013 sampai dengan 2015 terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2013 rata-rata nilai IPM kabupaten/kota di Pulau Jawa sebesar 68,74, lebih tinggi dari nilai IPM Nasional yang sebesar 68,73. Kemudian pada tahun 2014 rata-rata nilai IPM kabupaten/kota di Pulau Jawa meningkat menjadi 69,21, masih lebih tinggi dari IPM Nasional yang juga naik menjadi 68,90. Hingga pada tahun 2015 rata- rata nilai IPM kabupaten/kota di Pulau Jawa meningkat menjadi 69,91, kembali lebih tinggi dibanding nilai IPM Nasional yang sebesar 69,55.

Kemudian berdasarkan tren Belanja Modal pada tahun 2013 sampai dengan tahun 2015, rata-rata pengeluaran Pemerintah Daerah berupa belanja modal terus mengalami peningkatan.

Rata-rata belanja modal pada tingkat kabupaten/kota di Pulau Jawa dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2015. Pada tahun 2013 rata-rata belanja modal pada kabupaten/kota di Pulau Jawa adalah sebesar 393.525 juta rupiah, kemudian pada tahun 2014 meningkat menjadi 475.758 juta rupiah, dan terus meningkat hingga tahun 2015 menjadi sebesar 521.029 juta rupiah.

(10)

Kabupaten/Kota di Pulau Jawa masih belum mampu membiayai kebutuhan mereka menggunakan pendapatan dari daerahnya masing-masing. Rata-rata komposisi pendapatan asli daerah terhadap total pendapatan daerah di Kabupaten/Kota di Indonesia dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2015 masih di bawah 50%. Namun demikian, trennya selalu meningkat tiap tahunnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa Kabupaten/Kota di Pulau Jawa semakin mampu meningkatkan potensi pendapatan di masing-masing wilayahnya.

Disamping itu, pendapatan per kapita masyarakat merupakan salah satu indikator penting yang digunakan sebagai tolak ukur perkembangan ekonomi di suatu daerah dalam periode tertentu. Pendapatan per kapita dapat ditunjukkan dengan menggunakan nilai PDRB daerah dibagi dengan jumlah penduduk daerah tersebut. Pada umumnya pendapatan per kapita selalu menunjukkan tren yang meningkat setiap tahunnya. Rata-rata pendapatan per kapita di Kabupaten/Kota di Pulau Jawa selalu memiliki tren yang meningkat, yaitu pada tahun 2013 pendapatan per kapita rata-rata penduduk di seluruh Kabupaten/Kota di Pulau Jawa sebesar 32,04 juta rupiah, kemudian meningkat pada tahun 2014 menjadi 35,28 juta rupiah, dan naik lagi pada tahun 2015 menjadi 38,41 juta rupiah.

Berdasarkan Hasil Uji Asumsi Klasik yang pada awalnya dilakukan Uji Normalitas, Uji Multikolinearitas, Uji Heteroskedastisitas, dan Uji Autokorelasi menunjukkan hasil yang menyatakan bahwa data layak dilanjutkan ke dalam model regresi. Kemudian pada proses pemilihan model regresi data panel, dihasilkan kesimpulan bahwa model regresi data panel fixed effext merupakan model terbaik yang dapat digunakan dalam penelitian ini.

Tabel 1 menunjukkan bagaimana pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal, dan Pendapatan per Kapita terhadap Indeks Pembangunan Manusia pada hasil analisis regresi data panel.

Tabel 1

Hasil Regresi Data Panel Fixed Effect

Variabel Koefisien Regresi Sig.

C 65.22969 0.0000

PAD 0.083700 0.0000

Belanja Modal 0.048681 0.0000

Pendapatan per Kapita 0.051666 0.0000

R2= 0,896

Sumber : data diolah, 2017

(11)

Sesuai dengan data yang tercantum pada Tabel 1, dengan melihat nilai R2dapat disimpulkan bahwa 89,4% variasi Indeks Pembangunan Manusia dapat dijelaskan oleh variasi variabel Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal, dan Pendapatan per Kapita. Kemudian, dari tabel 1 juga dapat dibuat persamaan regresi sebagai berikut:

= 65,230 + 0,0837 + 0,0487 + 0,0517

Keterangan :

Y : Indeks Pembangunan Manusia X1: Pendapatan Asli Daerah X2: Belanja Modal

X3: Pendapatan per Kapita

Persamaan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Konstanta sebesar 65,230 berarti apabila variabel bebas dianggap konstan (X1, X2, X3 = 0) maka nilai IPM adalah sebesar 65,230.

2. Koefisien regresi Pendapatan Asli Daerah (X1) adalah sebesar 0,0837 artinya apabila terjadi kenaikan komposisi Pendapatan Asli Daerah terhadap total Pendapatan Daerah sebesar 1% akan meningkatkan IPM sebesar 0,0837.

3. Koefisien regresi Belanja Modal (X2) adalah sebesar 0,0487 artinya apabila terjadi kenaikan alokasi belanja modal terhadap total Belanja Daerah sebesar 1% akan meningkatkan IPM sebesar 0,0487.

4. Koefisien regresi Pendapatan per Kapita (X3) adalah sebesar 0,0517 artinya apabila terjadi kenaikan pendapatan per kapita sebesar 1% akan meningkatkan IPM sebesar 0,0517.

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Pada Kabupaten/Kota Di Pulau Jawa

Hipotesis yang diajukan adalah Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Berdasarkan estimasi Fixed Effect Model diperoleh nilai probabilitas kontribusi Pendapatan Asli Daerah sebesar 0,0000. Dengan tingkat kesalahan 5% (α = 0,05), maka kesimpulan yang diambil adalah menerima Ha karena p-value < 0,05. Hal ini berarti variabel Pendapatan Asli Daerah terbukti secara empiris berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia.

Kemudian pola hubungan Pendapatan Asli Daerah dalam model estimasi adalah positif, berarti Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif signifikan terhadap Indeks Pembangunan

(12)

Manusia, dengan asumsi variabel bebas yang lain bernilai nol, maka setiap kenaikan satu persen komposisi Pendapatan Asli Daerah terhadap total Pendapatan Daerah akan menyebabkan kenaikan Indeks Pembangunan Manusia sebesar 0,0837 poin.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Adriansyah et al (2014) dan Kuspriyanto (2016). Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin meningkatnya kontribusi Pendapatan Asli Daerah terhadap total Pendapatan Daerah, maka semakin meningkat pula tingka kesejahteraan masyarakatnya. Pendapatan Asli Daerah yang tinggi menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah mampu menggali dan memaksimalkan potensi sumber-sumber pendapatan di daerah tersebut. Meningkatnya Pendapatan Asli Daerah akan meningkatkan kemampuan daerah untuk membiayai kebutuhan pelayanan publik seperti perbaikan sarana penunjang kesehatan, pendidikan, dan fasilitas umum sehingga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pendapatan Asli Daerah yang tinggi berarti bahwa semakin banyaknya masyarakat yang membayar pajak dan retribusi. Pajak yang dibayarkan dapat berupa pajak hotel, restoran, hiburan, reklame, dan lainnya. Hal tersebut membuktikan bahwa semakin tinggi Pendapatan Asli Daerahnya, maka semakin berkembang pula pertumbuhan ekonomi di Daerah tersebut.

Dengan berkembangnya pertumbuhan ekonomi di Daerah, maka diharapkan akan berimbas pula terhadap peningkatan kesejahteraan penduduk. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Badrudin (2011) yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan terhadap tingkat kesejahteraan penduduk yang direpresentasikan melalui Indeks Pembangunan Masyarakat.

Pengaruh Belanja Modal Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Pada Kabupaten/Kota Di Pulau Jawa

Hipotesis yang diajukan adalah belanja modal berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Berdasarkan estimasi Fixed Effect Model diperoleh nilai probabilitas alokasi Belanja Modal sebesar 0,0000. Dengan tingkat kesalahan 5% (α = 0,05), maka kesimpulan yang diambil adalah menerima Ha karena p-value < 0,05. Hal ini berarti variabel Belanja Modal terbukti secara empiris berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia.

Kemudian pola hubungan Belanja Modal dalam model estimasi adalah positif (+), berarti Belanja Modal berpengaruh positif signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia, dengan asumsi variabel bebas yang lain bernilai nol, maka setiap kenaikan satu persen alokasi

(13)

Belanja Modal dari total Belanja Daerah akan menyebabkan kenaikan Indeks Pembangunan Manusia sebesar 0,0487 poin.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Adi dan Christy (2009), Hendarmin (2012), dan Supadmi (2016). Hal ini berarti membuktikan bahwa dengan mengalokasikan lebih banyak anggaran belanja ke Belanja Modal, maka tingkat Kesejahteraan masyarakat pun akan meningkat. Belanja modal merupakan salah satu perangkat pemerintah yang digunakan sebagai pemacu pembangunan daerah, yang mana pemanfaatannya digunakan untuk membiayai investasi maupun pembangunan infrastruktur/prasarana seperti fasilitas umum seperti rumah sakit, sekolah, puskesmas, jalan dan irigasi, penerangan jalan, dan lainnya. Dengan demikian diharapkan dengan dilakukannya pembangunan terhadap daerah, maka perekonomian daerah pun akan terpacu dan tergerak dan mendorong peningkatan produksi dan perluasan lapangan kerja. Selanjutnya akan terjadi pencapaian peningkatan standar hidup layak dan peningkatan kemampuan pemenuhan kebutuhan hidup bagi masyarakat, yang berarti kesejahteraan masyarakat pun meningkat.

Namun berdasarkan tabel 1, besaran koefisien belanja modal masih di bawah Pendapatan Asli Daerah dan pendapatan per kapita. Padahal diantara struktur belanja APBD, belanja modal merupakan output yang dianggap paling dapat mempengaruhi pembangunan khususnya pembangunan manusia. Belanja modal yang memiliki sifat berupa aset tetap dan bermanfaat jangka panjang menjadikan belanja modal sebagai modal atau pondasi untuk meningkatkan pembangunan dalam sektor infrastruktur, kesehatan, pendidikan, dan kemampuan daya beli masyarakat. Hal ini disebabkan Belanja Modal terkadang membutuhkan waktu lebih dari satu tahun untuk bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas. Pembangunan infrastruktur biasanya dilakukan dengan menggunakan kontrak pembangunan multiyears atau bisa juga hasil pembangunan yang masih belum dimanfaatkan, sehingga efek dari Belanja Modal yang dikeluarkan tidak langsung dapat dirasakan oleh masyarakat.

Pengaruh Pendapatan per Kapita Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Pada Kabupaten/Kota Di Pulau Jawa

Hipotesis yang diajukan adalah pendapatan per kapita berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Berdasarkan estimasi Fixed Effect Model diperoleh nilai probabilitas pendapatan per kapita sebesar 0,0000. Dengan tingkat kesalahan 5% (α = 0,05), maka kesimpulan yang diambil adalah menerima Ha karena p-value < 0,05. Hal ini berarti variabel

(14)

pendapatan per kapita terbukti secara empiris berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia.

Kemudian pola hubungan pendapatan per kapita dalam model estimasi adalah positif (+), berarti pendapatan per kapita berpengaruh positif signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia, dengan asumsi variabel bebas yang lain bernilai nol, maka setiap kenaikan satu persen Pendapatan per kapita akan menyebabkan kenaikan Indeks Pembangunan Manusia sebesar 0,0517 poin.

Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Todaro (2004) yang mengatakan bahwa Pendapatan per Kapita merupakan ukuran kemajuan pembangunan dari suatu daerah. Pembangunan daerah bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui peningkatan pendapatan.

Selama tahun 2013 sampai dengan tahun 2015 Pendapatan Asli Daerah dan IPM di Kabupaten/Kota di Pulau Jawa selalu memiliki tren positif setiap tahun. Pendapatan per kapita merupakan elemen yang berhubungan dengan kemampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Semakin tinggi pendapatan seseorang, maka semakin tinggi pula pengeluaran yang dapat mereka keluarkan, mulai dari kebutuhan pangan, sandang, kesehatan, dan juga pendidikan. Yang mana indikator yang menentukan nilai besaran Indeks Pembangunan Manusia antara lain adalah dimensi kesehatan, kesehatan, dan kemampuan pengeluaran masyarakat. Dengan demikian, semakin mampu masyarakat daerah dalam memenuhi kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan sehari-harinya akan berbanding lurus dengan kenaikan Indeks Pembangunan Manusia.

Pendapatan Asli Daerah, belanja modal, dan pendapatan per kapita saling mempunyai pengaruh yang tidak dapat terpisahkan dalam mempengaruhi tingkat kesejahteraan penduduk yang diukur melalui Indeks Pembangunan Manusia. Dengan meningkatnya Pendapatan Asli Daerah, maka Pemerintah Daerah akan semakin mampu membiayai belanja kebutuhan untuk pelayanannya kepada masyarakat. Kemudian pendapatan tersebut dialokasikan melalui belanja modal untuk kesejahteraan masyarakat khusnya di bidang pendidikan, kesehatan dan standar hidup layak, yang nantinya akan menyebabkan perekonomian di daerah berkembang, sehingga pada akhirnya pendapatan per kapita di daerah pun akan meningkat. Sejalan dengan itu Indeks Pembangunan Manusia di daerah tersebut pun juga meningkat. Dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi di daerah pun akan menyebabkan potensi Pendapatan Asli Daerah juga menjadi meningkat, begitu pun seterusnya. Oleh karena itu upaya-upaya dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat seharusnya sudah menjadi perhatian yang serius bagi daerah. Upaya-upaya tersebut dapat berupa perencanaan kebijakan yang lebih matang

(15)

dan berpusat pada masyarakat, serta peran daerah yang lebih aktif dalam menggali potensi daerahnya sendiri dan berusaha menarik investor sebanyak-banyaknya untuk turut membantu pembangunan di daerah, sehingga pada akhirnya Daerah akan semakin maju dan mandiri dalam mengelola keuangannya.

KESIMPULAN

Sesuai dengan hasil penelitian yang telah diuraikan di atas, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah:

1. Pendapatan Asli Daerah terbukti secara empiris berpengaruh signifikan terhadap IPM Kabupaten/Kota di Pulau Jawa. Hal ini berarti, semakin meningkat Pendapatan Asli Daerah, maka Indeks Pembangunan Manusia juga meningkat.

2. Belanja modal terbukti secara empiris berpengaruh signifikan terhadap IPM Kabupaten/Kota Pulau Jawa. Hal ini berarti, semakin meningkat belanja modal, maka Indeks Pembangunan Manusia juga meningkat.

3. Pendapatan per kapita terbukti secara empiris berpengaruh signifikan terhadap IPM Kabupaten/Kota Pulau Jawa. Hal ini berarti, semakin meningkat pendapatan per kapita, maka Indeks Pembangunan Manusia juga meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, dan Vitalis Adi. 2014.“Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus terhadap Indeks Pembangunan Manusia kabupaten/ kota di provinsi Jawa Tengah”. Simposium Nasional Akuntansi XVII, September 2014, Nusa Tenggara Barat

Badan Pusat Statistik. 2015. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten/Kota di Indonesia 2011-2015. Jakarta:Badan Pusat Statistik

---. 2015. Indeks Pembangunan Manusia Metode Baru. Jakarta:Badan Pusat Statistik Badrudin, Rudi. 2011. “Pengaruh Belanja Modal dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap

Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah”. Jurnal Akutansi & Manajemen, Vol. 22, No. 1, hal 39 -66.

Cholili, Fatkhul M. 2014. “Analisis Pengaruh Pengangguran, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Terhadap Jumlah Penduduk Miskin (Studi Kasus 33 Provinsi di Indonesia”.Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya.

Christy, Fhino Andrea dan Priyo Hari Adi. 2009. “Hubungan Antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal dan Kualitas Pembangunan Manusia. The 3rd National Conference UKWMS, Surabaya.

(16)

Faisal, Sanapiah. 1989. Format-Format Penelitian Sosial: Dasar-dasar dan Aplikasi.

Rajawali Press, Jakarta

Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Cetakan Keempat. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Gujarati, Damodar. 2004. Basics Econometrics. Fourth Edition. New York: The McGrow Hill Companies Inc.

Hendarmin. 2012. “Pengaruh Belanja Modal Pemerintah Daerah dan Investasi Swasta terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Kesempatan Kerja dan Kesejahteraan Masyarakat di Kabupaten/Kota Provinsi Kalimantan Barat”. Kumpulan e-Journal Eksos Vol. 8 No. 3 Oktober 2012. Hal. 144-155

Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. 2002. Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi Dan Manajemen. Yogyakarta: BPFE.

Kusnandar, dan Dodik Siswantoro. 2012. “Pengaruh Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, dan Luas Wilayah terhadap Belanja Modal. Simposium Nasional Akuntansi XV, September 2012, Banjarmasin.

Kuspriyanto, Yessy. 2016. “Pengaruh PAD, DAU, dan DAK Terhadap Kualitas Pembangunan Manusia Dengan Belanja Modal Sebagai Variabel Mediasi (Studi Pada Kabupaten/Kota Di Jawa Tengah)”.Skripsi. Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Mahmudi, 2010. Manajemen Kinerja Sektor Publik (Edisi Kedua). Yogyakarta:UPP YKPN Marhaeni, Harmawanti, Sri Yati dan Bambang Tribudhi M. 2008. Indeks Pembangunan

Manusia Secara Mendalam. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. ANDI:Yogyakarta.

Mirza, Denni Sulistio. 2012. “Pengaruh Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi dan Belanja Modal terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Jawa Tengah Tahun 2006-2009”.

Economics Development Analysis Journal, 1(1), h:1-15.

Novariyanti, Nina. 2016. “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Dengan Belanja Modal Sebagai Variabel Pemediasi Pada Kabupaten/Kota Di Indonesia 2010-2013”.

Tesis. Universitas Lampung, Bandar Lampung.

Nugroho, Totok. 2016. “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Dan Indeks Pembangunan Manusia Terhadap Belanja Modal Kabupaten/Kota Dan Provinsi Seluruh Indonesia”. Skipsi. Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Prastyo, Bangun. 2011. “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Di kotaSurabaya”.Skripsi. UPN Veteran.

Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah ---. 1999. Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Daerah

---. 2003. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara ---. 2004. Undang Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.

(17)

---. 2004. Undang Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antar Pemerintah Pusat dan Daerah.

---. 2010. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah

Pambudi, Septian. 2008. “Analisis Pengaruh Tingkat Kemandirian Fiskal terhadap Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat”. Skripsi, Universitas Sumatera Utara. http: www.repository.usu.ac.id/bitstream. Diakses pada tanggal 21 Desember 2016.

Saragih, Juli Panglima. 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi.

Ghalia Indonesia : Jakarta

Sari, Ida. 2016. “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Dan Belanja Modal Pada Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia”.E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana Vol.15.3. Juni (2016): 2409-2438

Sarsiti, Rakiman. 2012.“Pengaruh Pendapatan Perkapita Dan Jumlah Wajib Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Di Kabupaten Sukoharjo Periode 2002-2010”.

Working Paper. Sukoharjo.

Sularso, H., Restianto, Y.E. 2011. “Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Alokasi Belanja Modal dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Jawa Tengah”. Media Riset Akuntansi, Vol.1 No.2: 109-124.

Todaro, M. dan Smith 2004. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. United Kingdom : Pearson Education Limited.

Widjaya, HAW. 2002. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom. Jakarta: Rajawali Pers.

Zebua, Wilman. 2015. “Pengaruh Alokasi Belanja Modal, Belanja Barang dan Jasa, Belanja Hibah, Dan Belanja Bantuan Sosial Terhadap Indeks Pembangunan Manusia (Studi Pada Kabupaten dan Kota Di Wilayah Provinsi Jawa Barat Tahun 2011-2013)”.

Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya.

Referensi

Dokumen terkait