1
PENGARUH DIVERSITAS BOARD OF DIRECTOR TERHADAP NILAI PERUSAHAAN
Dedy Prasetyo
Fakultas Ekonomika dan Bisnis - Universitas Kristen Satya Wacana [email protected]
PENDAHULUAN
Suatu perusahaan diharapkan untuk terus ada (exist) pada waktu yang tidak terbatas dan mampu bersaing dengan kompetitor lainnya. Untuk mampu bersaing dan tetap ada (exist) perusahaan harus meningkatkan nilai perusahaannya, karena nilai perusahaan merupakan hal yang penting bagi investor sebelum menentukan keputusan untuk berinvestasi. Menurut Antari dan Dana (2009) demi meningkatkan nilai perusahaan, kemakmuran pemegang saham menjadi prioritas utama suatu perusahaan yang go public. Sartono (2004:41) juga berpendapat bahwa :
Nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran kepada pemegang saham apabila harga saham perusahaan meningkat yang menunjukkan bahwa perusahaan memiliki prospek pertumbuhan yang baik. Semakin tinggi nilai perusahaan menggambarkan semakin sejahtera pula pemiliknya.
Begitu pentingnya nilai perusahaan bagi pihak investor ataupun bagi perusahaan itu sendiri, sehingga penelitian ini akan melihat faktor-faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan. Survei yang dilakukan oleh Mc Kinsey dan Co (2002) dalam Pakaryaningsih (2006) menyebutkan bahwa corporate governance merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan. Corporate Governance terdiri dari dua mekanisme yaitu mekanisme internal dan mekanisme eksternal. Barnhart dan Rosenstein (1998:1-2) menyatakan bahwa :
Mekanisme internal meliputi komposisi dewan direksi dan dewan komisaris, ownership by managers, dan executive compensation.
Sedangkan mekanisme eksternal meliputi pengendalian pasar, level debt financing, dan institutional ownership.
Diversitas anggota dewan (board diversity) akan mempengaruhi salah satu mekanisme internal corporate governance yaitu komposisi dewan direksi dan
2
komisaris. Semakin beragam persebaran anggota dewan dapat memberikan karakteristik yang unik bagi perusahaan yang dapat meningkatkan nilai perusahaan (Brammer, Milington, dan Pavelin 2007).
Terdapat perdebatan di kalangan para ahli terkait dengan apakah diversitas dalam komposisi anggota dewan memiliki pengaruh positif atau negatif bagi nilai perusahaan. Studi empiris yang menemukan pengaruh positif diversitas anggota dewan terhadap nilai perusahaan diantaranya yaitu penelitian Carter, Simkins, dan Simpson (2003) yang meneliti gender, ras minoritas, dan proporsi outside directors. Sedangkan studi empiris yang menemukan pengaruh negatif atas diversitas anggota dewan terhadap nilai perusahaan diantaranya adalah penelitian Kusumastuti, Supatmi, dan Sastra (2006) atas studi gender, kebangsaan, keberadaan etnis Tionghoa, proporsi outside directors, usia, dan latar belakang pendidikan serta penelitian Winoto dan Supatmi (2015) atas diversitas kebangsaan.
Penelitian ini mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Kusumastuti, Supatmi, dan Sastra (2006). Penelitian ini masih menggunakan variabel gender sebagai variabel independen karena masih minimnya wanita dalam jajaran anggota dewan. Hal ini tercermin dari jumlah anggota dewan di perusahaan manufaktur yang sejumlah 1.231 hanya terdapat 129 atau 10,48 persen anggota dewan wanita. Hal tersebut menunjukkan bahwa posisi jabatan pengambilan keputusan masih didominasi oleh kaum pria. Penelitian ini tidak lagi menggunakan variabel etnis Tionghoa, proporsi outside directors, dan usia anggota dewan dan menggantinya dengan variabel baru yaitu pengalaman kerja anggota dewan, serta kompetensi bidang ekomomi atau bisnis anggota dewan.
Pemilihan variabel pengalaman kerja anggota dewan, serta kompetensi bidang ekonomi atau bisnis anggota dewan mengacu pada saran dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Winoto dan Supatmi (2015). Selain itu pemilihan variabel kompetensi bidang ekonomi atau bisnis didasarkan atas pentingnya kemampuan anggota dewan dalam memahami laporan keuangan, sehingga mampu mengambil keputusan yang tepat. Sementara pemilihan variabel pengalaman kerja anggota dewan dikarenakan dengan pengalaman kerja anggota
3
dewan direksi yang sudah lama mampu menyakinkan investor bahwa perusahaan dikelola oleh anggota dewan yang lebih berpengalaman.
Berdasarkan fenomena yang telah diuraikan di atas, penelitian ini bertujuan untuk membuktikan secara empiris terkait pengaruh diversitas board of director terhadap nilai perusahaan. Dalam upaya meningkatkan nilai perusahaan diharapkan perusahaan meningkatkan faktor-faktor yang dapat meningkatkan nilai perusahaan. Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2015 dikarenakan perusahaan manufaktur memiliki proporsi yang lebih banyak dibandingkan perusahaan yang lain, yaitu 26,62 persen dari total keseluruhan perusahaan yang tercatat di BEI sebanyak 537 perusahaan. Alasan lainnya adalah sektor manufaktur merupakan sektor yang paling terkena dampak dari pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), sehingga akan menjadikan sebuah tantangan besar yang akan dihadapi oleh sektor manufaktur (www.metrodata.co.id) . Berdasarkan hal tersebut maka untuk mampu bersaing di lingkup ASEAN salah satu upayanya adalah meningkatkan nilai perusahaan. Manfaat penelitian ini bagi perusahaan diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam upaya meningkatkan nilai perusahaan dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang akan meningkatkan nilai perusahaan, sehingga menarik minat investor untuk berinvestasi. Bagi investor diharapkan dapat memberikan pemahaman sebelum mengambil keputusan berinvestasi harus mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, diharapkan investor mampu memprediksi nilai perusahaan sehingga keputusan investasi yang diambil akan tepat.
TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Teori Agensi
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa teori agensi menjelaskan hubungan kontrak antara satu atau lebih pihak yang bertindak sebagai prinsipal dengan pihak lain yaitu agen untuk melaksanakan tugas demi kepentingan prinsipal dengan mendelegasikan beberapa kewenangannya kepada agen untuk mengambil keputusan. Teori agensi merupakan teori yang berkaitan dengan
4
corporate governance yang sering digunakan dalam berbagai penelitian untuk memahami kaitan antara karakteristik dewan direksi dengan nilai perusahaan.
Terkait dengan nilai perusahaan, teori agensi menunjukkan adanya hubungan kontrak antara prinsipal (pemegang saham) dan agen (anggota dewan komisaris dan direksi perusahaan). Dewi dan Dewi (2016) menjelaskan bahwa dewan komisaris dan dewan direksi selain berperan sebagai pemberi saran dalam penyelenggaraan perusahaan juga berperan sebagai mekanisme internal yang mengontrol (control role) manajemen agar bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham. Sementara prinsipal mempunyai kewajiban untuk memberikan imbalan kepada agen (Kurniasih dan Sari 2013). Hubungan kontrak antara prinsipal dan agen memungkinkan terjadinya konflik kepentingan antara prinsipal (pemegang saham) yang berfokus pada hasil dividen sedangkan agen (anggota dewan komisaris dan direksi perusahaan) hanya berfokus pada penerimaan kompensasi. Agen bertanggung jawab untuk memberikan informasi akuntansi berupa laporan keuangan kepada prinsipal. Agen memiliki informasi yang lebih tentang perusahaan dikarenakan agen secara langsung berada di dalam perusahaan dibandingkan informasi yang didapat oleh prinsipal yang hanya berupa laporan keuangan. Informasi yang tidak seimbang antara prinsipal dan agen tersebut dapat memicu adanya asimetri informasi. Munculnya konflik kepentingan serta adanya asimetri informasi antara prinsipal dan agen inilah yang melatarbelakangi perlunya sebuah tata kelola perusahaan yang baik. Menurut Emrinaldi (2007) menyatakan bahwa salah satu tujuan dari penerapan corporate governance adalah mengurangi risiko yang mungkin dilakukan oleh dewan perusahaan dengan keputusan-keputusan yang menguntungkan diri sendiri. Sehingga dengan penerapan corporate governance diharapkan dapat mengurangi adanya konflik kepentingan antara prinsipal dan agen. Anggota dewan merupakan komponen yang berpengaruh terhadap keberhasilan penerapan corporate governance yang akhirnnya akan berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Winoto dan Supatmi (2015:3) yang menyatakan bahwa :
5
Dewan direksi perusahaan memiliki tanggung jawab penuh atas keberlangsungan hidup perusahaan, sehingga dewan direksi perusahaan akan berusaha menunjukkan nilai perusahaan yang tinggi agar para pemegang saham tidak melepaskan investasinya dalam perusahaan.
Kartikarini dan Mutmainah (2013) berpendapat dikaitkan dengan anggota dewan wanita, maka wanita dalam manajemen atau wanita sebagai agen akan berusaha untuk menghindari konflik dengan mengungkapkan informasi lebih banyak kepada pemegang saham.
Corporate Governance
Menurut Syakhroza (2002) corporate governance adalah suatu sistem yang dipakai dewan direksi untuk mengarahkan dan mengendalikan serta mengawasi pengelolaan sumber daya organisasi secara efisien, efektif, ekonomis, dan produtif. Menurut Wardani (2008) struktur dewan dalam perusahaan di Indonesia menganut sistem dua lapis yakni terdiri dari dewan direksi sebagai pengelola dan dewan komisaris sebagai pihak yang melakukan pengawasan.
Corporate Governance memiliki dua mekanisme yaitu mekanisme internal dan mekanisme eksternal. Barnhart dan Rosenstein (1998) menyebutkan mekanisme internal berkaitan dengan pengendalian iternal perusahaan yang meliputi komposisi dewan direksi dan dewan komisaris, ownership by managers, dan executive compensation. Sedangkan mekanisme eksternal meliputi pengendalian pasar, level debt financing, dan institutional ownership.
Komponen-komponen yang termasuk di dalam mekanisme internal corporate governance memiliki hubungan langsung dengan proses pengambilan keputusan bisnis. Syakhroza (2003:17) menjelaskan bahwa :
Komponen yang termasuk di dalam mekanisme internal akan bersinggungan langsung dengan proses pengambilan keputusan perusahaan, yaitu manajemen yang berhubungan langsung dengan pengambilan keputusan operasional, dan dewan direksi, dewan komisaris serta pemegang saham yang berhubungan dengan keputusan-keputusan perusahaan yang sifatnya lebih strategis.
Untuk mencapai corporate governance yang baik perusahaan harus memenuhi prinsip-prinsip corporate governance, yaitu transparency, accountability, responsibility, independent, dan fairness.
6 Nilai Perusahaan
Nilai perusahaan didefinisikan oleh Da Silveira dan Barros (2007) sebagai apresiasi atau penghargaan investor terhadap sebuah perusahaan. Nilai perusahaan merupakan bentuk memaksimalkan tujuan perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemegang saham (Suryantini dan Arsawan 2014). Semakin tinggi nilai perusahaan menggambarkan semakin sejahtera pula pemiliknya (Sartono 2004).
Nilai perusahaan dalam penelitian ini diukur menggunakan rasio Tobin’s q yang dihitung dengan menjumlahkan nilai pasar aset dengan nilai total kewajiban perusahaan dan dibagi nilai buku aset perusahaan. Ratio Tobin’s q dipilih karena dianggap dapat menilai efektivitas manajemen dalam menghasilkan nilai perusahaan dengan mengelola sumber daya yang dimiliki. Semakin besar nilai Tobin’s q menunjukkan bahwa perusahaan memiliki prospek pertumbuhan yang baik (Sartono 2004). Hal tersebut terjadi karena semakin besar nilai pasar aset perusahaan dibandingkan dengan nilai buku aset perusahaan, maka semakin besar kerelaan investor untuk mengeluarkan pengorbanan yang lebih untuk memiliki perusahaan tersebut (Permanasari 2010).
Diversitas Board of Directors
Diversitas dewan didefinisikan dalam konteks corporate governance sebagai komposisi dewan perusahaan dan kombinasi kualitas, karakteristik, dan keahlian yang beragam antar anggota dewan (Basundari dan Arthana 2013).
Tujuan Good Corporate Governance adalah memaksimalkan nilai perusahaan dan kemakmuran pemegang saham melalui prinsip keterbukaan, kepercayaan, dan pertanggungjawaban. Surya dan Yustiavandana (2006) menyatakan bahwa penerapan prinsip-prinsip dasar Good Corporate Governance (GCG) dengan baik dapat meningkatkan nilai perusahaan. Salah satu isu yang berkaitan dengan corporate governance adalah struktur anggota dewan. Komposisi dewan komisaris dan direksi sebagai organ perusahaan merupakan bukti pengaplikasian prinsip corporate governance dalam meningkatkan perlindungan bagi kreditur (Surya dan Yustiavandana 2006). Berdasarkan pendapat Kusumastuti, Supatmi, dan Sastra (2006) persebaran anggota dewan yang heterogen cenderung memiliki
7
alternatif pemecahan masalah yang lebih beragam dibandingkan anggota dewan yang homogen. Selain itu, diversitas anggota dewan akan memberikan karakteristik yang unik bagi perusahaan serta dapat meningkatkan nilai tambah bagi pemegang saham.
Gender
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2016 istilah gender adalah pembedaan atas peran, perilaku, aktivitas, dan atribut yang ditentukan masyarakat dan dianggap tepat untuk jenis kelamin tertentu. Dalam masyarakat patriarki gender digambarkan sebagai sesuatu yang khas pria dan khas wanita serta ada pemisahan dan pengkutuban. Kesenjangan gender yang masih terjadi di level pimpinan dan eksekutif perusahaan menjadi sebuah isu yang menarik untuk diteliti berkaitan dengan corporate governance. Fakta menunjukkan bahwa dalam dunia kerja, pria bekerja sebagai pimpinan sementara wanita sebagai sekretaris.
Gender dalam penelitian ini dilihat dari jenis kelamin dikarenakan menurut Raharjo (AIPEC Gender Advisor) tahun 2012 menyatakan bahwa gender lebih bersifat beragam dan dinamis sesuai dengan budaya dan perkembangan masyarakat di suatu wilayah. Sementara jenis kelamin mengacu atas pembedaan biologis yaitu wanita dan pria, dan jenis kelamin lebih bersifat universal. Menurut Marzuki (2007) menyebutkan bahwa studi gender lebih menekankan kepada perkembangan aspek maskulinitas dan femininitas seseorang. Nauly (2003) menjelaskan bahwa maskulin merupakan ciri-ciri yang berkaitan dengan gender yang lebih umum terdapat pada laki-laki, sedangkan feminin adalah ciri-ciri yang lebih sering atau umum terdapat pada perempuan. Oleh sebab itu gender dalam penelitian ini diproksikan dengan proporsi wanita dalam jajaran dewan direksi dan dewan komisaris. Menurut Basundari dan Arthana (2013) menyebutkan bahwa wanita cenderung menganalisis masalah-masalah sebelum membuat keputusan dan mengolah keputusan yang telah dibuat, sehingga menghasilkan pertimbangan masalah serta alternatif yang lebih saksama.
Pengalaman Kerja
Pengalaman kerja adalah lama waktu seseorang atau karyawan bekerja di tempat kerja mulai saat diterima di tempat kerja hingga sekarang (Martoyo 2007).
8
Pengalaman kerja anggota dewan dalam penelitian ini diproksikan dengan pengalaman dewan direksi dalam suatu perusahaan (perusahaan saat ini dan perusahaan sebelumnya). Pengalaman kerja anggota dewan akan menjadikan anggota dewan lebih dewasa dan matang dalam menghadapi segala situasi ataupun masalah yang terjadi. Johnson (2007) menyatakan bahwa pengalaman akan memunculkan potensi seseorang seiring berjalannya waktu sebagai tanggapan terhadap bermacam-macam pengalaman. Didukung dengan pendapat Yudhantara (2006) yaitu semakin banyak pengalaman yang dimiliki seseorang maka akan semakin dewasa dalam menata kehidupan dan semakin mudah menata tugas-tugas perusahaan.
Kompetensi Bidang Ekonomi atau Bisnis
Kompetensi berkaitan dengan pendidikan dan pemahaman yang memadai seseorang (Christiawan 2002). Sehingga kompetensi bidang ekonomi atau bisnis anggota dewan dapat dikaitkan dengan pendidikan dan pemahaman yang memadai oleh jajaran dewan terkait dengan bidang ekonomi atau bisnis.
Tugas dari manajemen puncak adalah mengembangkan rencana-rencana yang luas dan melakukan pengembangan keputusan strategis (Fuad et al. 2006).
Dengan demikian jajaran dewan akan lebih dituntut atas hard skill dan soft skill yang dimilikinya. Kompetensi bidang ekonomi dan bisnis dalam penelitian ini diproksikan dengan proposi anggota dewan direksi dan dewan komisaris dengan kompetensi di bidang ekonomi atau bisnis. Ponnu (2008) menyatakan bahwa Board of directors (BOD) seharusnya terdiri dari orang-orang profesional dengan kompetensi dalam bidang ekonomi, perpajakan, bisnis, akuntansi dan keuangan.
Hal tersebut menjadikan sebuah pertimbangan bagi pihak perusahaan untuk memiliki proporsi anggota dewan dengan kompetensi bidang ekonomi atau bisnis, dikarenakan dengan kompetensi bidang ekonomi atau bisnis akan membantu anggota dewan dalam mengelola bisnis, dan mengambil keputusan bisnis yang tepat. Seperti pendapat Suhairi (2010) yang menyatakan bahwa pengetahuan akuntansi dan bisnis merupakan faktor yang dapat mempengaruhi penggunaan informasi akuntansi dalam membuat keputusan.
9 Pengembangan Hipotesis
Gender terhadap Nilai Perusahaan
Kesenjangan gender yang masih terjadi di level pimpinan dan eksekutif perusahaan menjadi sebuah isu yang menarik untuk diteliti berkaitan dengan corporate governance. Banyak anggapan bahwa pria masih lebih pantas menempati posisi tinggi sebagai dewan komisaris dan dewan direksi dibandingkan perempuan. Kusumastuti, Supatmi, dan Sastra (2006:90) berpendapat bahwa :
Kesuksesan pria dianggap karena kemampuan yang tinggi dalam hal talenta dan kecerdasan, sementara kesuksesan wanita lebih dianggap karena faktor keberuntungan atau kerja keras, dan wanita memiliki sikap kehati-hatian yang sangat tinggi, cenderung menghindari risiko, dan lebih teliti dibandingkan pria, dengan adanya wanita dalam jajaran dewan perusahaan dikatakan dapat membantu mengambil keputusan yang lebih tepat dengan risiko yang rendah.
Keberadaan proporsi wanita dalam anggota direksi suatu perusahaan akan menjadikan sebuah pembuktian bahwa perusahaan telah memberikan kesempatan yang sama bagi wanita untuk bersaing dengan pria (Dewi dan Dewi 2016).
Kondisi tersebut akan memunculkan sebuah pandangan dari masyarakat umum bahwa perusahaan tidak melakukan diskriminasi gender, selain itu dewan direksi wanita juga memiliki keunggulan karakteristik (lebih bersikap hati-hati dan teliti ) yang akan membantu perusahaan didalam mengambil keputusan bisnis yang tepat dengan risiko yang rendah, keberhasilan perusahaan meminimalkan risiko yang dihadapi akan berimbas kepada reputasi (legitimasi) perusahaan akan meningkat serta nilai perusahaan juga akan meningkat. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Carter, Simkins, dan Simpson (2003) yang menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki dua orang atau lebih wanita dalam anggota dewan, memiliki nilai perusahaan (yang diukur dengan rasio tobin’s q) lebih tinggi dibandingkan perusahaan dengan jumlah wanita dalam jajaran dewan kurang dari dua orang. Dari uraian tersebut maka hipotesis penelitian yang dapat dirumuskan adalah :
H1: Proporsi wanita dalam jajaran anggota dewan direksi dan dewan komisaris berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
10
Pengalaman Kerja BOD terhadap Nilai Perusahaan
Memiliki pengalaman kerja yang memadai akan meningkatkan potensi dan pamahaman yang lebih baik, karena telah belajar dari kegiatan-kegiatan dan permasalahan yang timbul selama bekerja didalam perusahaan. Bertambahnya pengalaman seseorang dalam dunia kerja, maka akan bertambah pula pengalaman, kecakapan, dan kecekatan dalam kerjanya pada institusi atau perusahaan (Astono 2013). Sehingga dengan adanya pengalaman kerja maka telah terjadi pula proses pembelajaran yang akan mengasah ketrampilan serta sikap sehingga mampu menunjang pengembangan potensi diri dalam aktivitas pekerjaan. Pengalaman kerja yang dimiliki anggota dewan akan berkaitan dengan cara anggota dewan mengambil keputusan demi mengadapi masalah. Purnamasari (2005) dalam Asih (2006) menjelaskan bahwa seseorang yang memiliki pengalaman kerja yang tinggi akan memiliki keunggulan dalam beberapa hal, diantaranya mampu mendeteksi masalah, memahami masalah, dan mencari penyebab masalah muncul.
Sehingga anggota dewan direksi dan dewan komisaris dengan pengalaman kerja yang memadai akan bersikap lebih dewasa dan matang (tidak gegabah) dalam mengambil sebuah keputusan bisnis, sehingga keputusan bisnis yang diambil merupakan keputusan bisnis yang didasarkan pada pertimbangan yang tepat.
Sikap dewasa dan matang yang dimiliki anggota dewan direksi dan dewan komisaris atas pengalaman yang dimilikinya akan memunculkan sebuah pandangan bahwa perusahaan telah dikelola oleh anggota dewan direksi dan dewan komisaris yang lebih berpengalaman, kondisi tersebut juga akan menjadi perhatian para investor, sehingga citra dan nilai perusahaan akan meningkat. Dari uraian tersebut maka hipotesis penelitian yang dapat dirumuskan adalah :
H2 : Pengalaman kerja anggota dewan direksi dan dewan komisaris berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
Kompetensi Bidang Ekonomi atau Bisnis BOD terhadap Nilai Perusahaan Kompetensi bidang ekonomi dan bisnis dari anggota direksi akan sangat membantu dalam menjalankan aktivitas operasi perusahaan serta pencapaian tujuan perusahaan untuk meningkatkan nilai perusahaan. Kompetensi bidang
11
ekonomi atau bisnis yang dimiliki anggota dewan direksi dan dewan komisaris akan berkaitan dengan pemahaman atas pengetahuan dari anggota dewan komisaris dan dewan direksi dalam menjalankan aktivitas perusahaan.
Kusumastuti, Supatmi, dan Sastra (2006:92) menyatakan :
Dengan memiliki pengetahuan bisnis dan ekonomi yang ada, setidaknya anggota dewan memiliki kemampuan lebih baik untuk mengelola bisnis dan mengambil keputusan bisnis daripada tidak memiliki pengetahuan bisnis dan ekonomi.
Adanya proporsi anggota dewan dengan kompetensi di bidang ekonomi atau bisnis akan membantu anggota dewan dalam mengelola bisnis dan mengambil keputusan bisnis yang tepat karena dianggap memiliki pemahaman yang lebih baik serta memiliki kebijakan dalam pengambilan keputusan bisnis yang tepat.
Hal tersebut akan memunculkan pandangan masyarakat bahwa perusahaan telah dikelola secara profesional. Pandangan masyarakat tersebut akan berdampak pada reputasi perusahaan yang akan meningkat, pada akhirnnya berdampak pada nilai perusahaan akan meningkat. Dari uraian tersebut maka hipotesis penelitian yang dapat dirumuskan adalah :
H3 : Proporsi anggota dewan direksi dan dewan komisaris dengan kompetensi di bidang ekonomi atau bisnis yang dimiliki berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
Berdasarkan hipotesis di atas, kerangka penelitian dapat dirangkum dalam model penelitian sebagai berikut:
Gambar 1. Model Penelitian 1. Proporsi Dewan Direksi Wanita
2. Pengalaman Kerja
3. Kompetensi Bidang Ekonomi atau Bisnis
Nilai Perusahaan (Tobin’s Q)
12 METODA PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2015 sebanyak 143 perusahaan.
Adapun teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling, dengan kriteria : (1) Mempublikasikan annual report tahun 2015; (2) Memakai mata uang Rupiah dalam penyajian laporan keuangan tahunan; (3) Memiliki data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Berdasarkan kriteria tersebut, jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 68 perusahaan.
Tabel 1. Sampel Penelitian
Kriteria-kriteria yang digunakan Jumlah Perusahaan
1. Perusahaan manufaktur yang tercatat di Bursa Efek
Indonesia (BEI) 2015 143
2. Perusahaan yang tidak mempublikasikan annual report tahun 2015
3. Perusahaan yang tidak menyajikan laporan keuangan tahunan menggunakan mata uang Rupiah
( 7 )
(16) 4. Perusahaan yang tidak memiliki data-data yang dibutuhkan
dalam penelitian (52)
Jumlah sampel yang dipakai 68
Data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari annual report masing-masing perusahaan yang diperoleh dari website BEI (www.idx.co.id).
Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah nilai perusahaan, dimana nilai perusahaan merupakan ukuran dari besarnya jumlah seluruh kekayaan (total assets) yang dimiliki perusahaan (Handriani dan Irianti, 2015). Nilai perusahaan dalam penelitian ini diukur dengan Tobin’s Q ratio mengacu pada penelitian Kusumastuti, Supatmi, dan Sastra (2006) yang memproksikan nilai perusahaan dengan Tobin’s Q dan ditunjukkan dalam persamaan sebagai berikut :
13
...(1) MVE = P x Qshares...(2) Dimana :
MVE : Nilai pasar dari jumlah lembar saham yang beredar DEBT : Nilai total kewajiban perusahaan
TA : Nilai buku dari total aktiva perusahaan P : Harga saham penutupan akhir tahun Qshares : Jumlah saham beredar akhir tahun CL : Kewajiban jangka pendek
CA : Aktiva lancar
INV : Nilai buku persediaan LTL : Kewajiban jangka panjang
Variabel independen dalam penelitian ini meliputi diversitas gender dalam jajaran dewan, pengalaman kerja anggota dewan, dan kompetensi bidang ekonomi atau bisnis. a) Gender dalam penelitian ini diproksikan dengan proporsi wanita dalam jajaran dewan (WOMDUM) yang diukur dengan jumlah wanita dalam jajaran dewan perusahaan dibagi dengan total anggota dewan dalam perusahaan;
b) Pengalaman kerja anggota dewan adalah lama waktu anggota dewan berkerja mulai dari pertama kali diterima kerja sampai saat ini. Pengalaman kerja anggota dewan (WEXPERIENCE) diukur dengan menentukan jumlah rata-rata lama pengalaman kerja anggota dewan. Alasan menggunakan rata-rata lama pengalaman kerja anggota dewan dikarenakan anggota dewan merupakan sebuah satu kesatuan yang bertugas mengarahkan dan memantau aktivitas perusahaan; c) Kompetensi bidang ekonomi atau bisnis adalah kemampuan yang dimiliki oleh dewan atas pemahaman yang mendalam terkait dengan bidang ekonomi atau bisnis. Kompetensi bidang ekonomi atau bisnis (COMPETENCE) diukur dengan cara jumlah anggota dewan yang berlatar pendidikan ekonomi atau bisnis atau sertifikasi bidang ekonomi atau bisnis yang dimiliki dibagi dengan total anggota dewan dalam perusahaan.
14 ANALISIS DATA
Teknik dan analisis data dalam penelitian ini menggunakan : a. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif untuk mendeskripsikan suatu data statistik dari perhitungan mean, median, maximum, minimum. Pengujian ini digunakan untuk memudahkan dalam memahami variabel-variabel dalam penelitian b. Uji Asumsi Klasik
Untuk mendapatkan model regresi yang baik, data penelitian harus terlebih dahulu lolos pengujian asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, uji multikolinearitas dan uji heteroskedastisitas. Penelitian ini tidak menggunakan uji autokorelasi dikarenakan hanya menggunakan periode satu tahun.
c. Analisi Regresi Berganda
Pengujian atas hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda dengan formula sebagai berikut :
TOBIN = α + β1WOMDUM + β2WEXPERIENCE + β3COMPETENCE + e Dimana :
TOBIN : Tobin’s Q / Nilai Perusahaan WOMDUM : Proporsi dewan direksi wanita
WEXPERIENCE : Work Experience / Pengalaman kerja anggota dewan COMPETENCE : Kompetensi bidang ekonomi dan bisnis anggota dewan
α : Konstanta
βi : Koefisien regresi
e : Error
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Statistik Deskriptif
Deskripsi secara umum terkait dengan data-data dalam penelitian atas variabel gender, pengalaman kerja anggota dewan, dan kompetensi bidang ekonomi atau bisnis dapat dilihat dalam tabel 2 sebagai berikut.
15
Tabel 2. Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
Variabel
Penelitian Minimum Maximum Mean Std. Deviation
TOBIN 0,33 4,72 1,4044 1,01153
WOMDUM 0,00 0,43 0,0986 0,11070
WEXPERIENCE 11 43 25,20 5,727
COMPETENCE 0,00 1,00 0,5538 0,20407
Sumber : Data diolah (2017)
Berdasarkan data yang disajikan diatas, dapat dilihat bahwa Tobin’s Q memiliki nilai rata-rata 1,4044 yang menunjukkan bahwa rata-rata perusahaan memiliki nilai pasar lebih besar dibandingkan dengan nilai buku dari total aktiva perusahaan. Terdapat 22 perusahaan dari 68 perusahaan sampel yang memiliki nilai rata-rata diatas 1,4044. Rendahnya jumlah wanita yang menduduki jabatan dalam jajaran anggota dewan terlihat dari hasil statistik deskriptif untuk proporsi anggota dewan wanita dalam perusahaan (WOMDUM) memiliki nilai rata-rata 0,0986 yang artinya proporsi anggota dewan wanita masih sangat rendah, dan terdapat nilai minimum 0 yang dikarenakan masih terdapat 32 perusahaan yang tidak memiliki wanita dalam jajaran anggota dewan. Melihat dari variabel pengalaman kerja anggota dewan (WEXPERIENCE), nilai rata-rata pengamalan kerja anggota dewan perusahaan adalah 25,20 tahun dengan paling sedikit pengalaman kerja anggota dewan 11 tahun, dan paling lama adalah 43 tahun.
Untuk proporsi anggota dewan dengan kompetensi bidang ekonomi atau bisnis yang dimiliki (COMPETENCE), terdapat 0,5538 persen anggota dewan dalam perusahaan yang memiliki kompetensi dibidang ekonomi atau bisnis. Nilai minimum 0 dalam tabel menunjukkan bahwa dari 68 perusahaan sampel terdapat 1 perusahaan yang tidak memiliki anggota dewan dengan kompetensi bidang ekonomi atau bisnis, yaitu PT. Yana Prima Hasta Persada Tbk. Sedangkan nilai maksimum 1 menunjukkan bahwa terdapat perusahaan yang keseluruhan anggota dewan perusahaannya memiliki kompetensi bidang ekonomi atau bisnis yaitu PT.
Alaska Industrindo Tbk.
16 Uji Asumsi Klasik
Untuk mendapatkan model regresi yang tepat, data-data penelitian harus terlebih dahulu lolos dari tahapan uji asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, uji multikolinearitas, dan uji heteroskedastisitas. Berikut ini adalah tabel hasil uji normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Tabel 3. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,200c.d
Sumber : Data diolah (2017)
Hasil uji normalitas menggunakan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test deperoleh nilai asymp. sig. sebesar 0,200 yang menunjukkan bahwa data dalam penelitian ini normal.
Tabel 4. Hasil Uji Multikolinearitas
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
(Constant)
WOMDUM 1,000 1,000
WEXPERIENCE 0,971 1,029
COMPETENCE 0,971 1,029
Sumber : Data diolah (2017)
Hasil uji multikolinearitas menunjukan bahwa variabel independen bebas dari multikolinearitas antar variabel independen, dimana keseluruhan variabel independen memiliki nilai tolerance > 0,10 atau nilai VIF < 10,00.
17
Tabel 5. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Model t sig.
(Constant) WOMDUM WEXPERIENCE COMPETENCE
-0,983 0,431 1,249 -0,638
0,333 0,669 0,221 0,528
Sumber : Data diolah (2017)
Nilai signifikansi dari masing-masing variabel independen atas hasil uji heteroskedastisitas menujukkan nilai signifikansi lebih dari 0,05 yang berarti tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Berdasarkan hasil pengujian asumsi klasik yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa model regresi yang digunakan dalam penelitian ini telah lolos dari uji asumsi klasik.
Uji Regresi Berganda
Berikut adalah tabel 4 yang menyajikan ringkasan hasil regresi yang dilakukan terhadap ketiga hipotesis yang sebelumnya telah disebutkan.
Tabel 4. Ringkasan Hasil Regresi
Variabel Koefisien t sig
(Constant) WOMDUM WEXPERIENCE COMPETENCE
-0,686 -0,142 0,406 -0,263
-0,960 0,542 0,795 -0,770
0,345 0,542 0,433 0,447 R2 = 0,056; Adjusted R2 = -0,035; F = 0,616; Sig.(F) = 0,610
Sumber : Data diolah (2017)
Berdasarkan ringkasan hasil regresi pada tabel 4, diketahui bahwa secara simultan variabel independen yang meliputi gender (WOMDUM), pengalaman
18
kerja (WEXPERIENCE), dan kompetensi bidang ekonomi atau bisnis (COMPETENCE) secara besama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel dependen nilai perusahaan (TOBIN). Hal ini terlihat dari nilai signifikansi F sebesar 0,610. Nilai R-Square sebesar 0,056 menunjukkan bahwa variabel independen terbukti hanya mempengaruhi variabel dependen sebesar 5,6 persen, yang artinya masih terdapat 94,4 persen variabel-variabel lain diluar model yang berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Secara parsial menghasilkan hasil temuan sebagai berikut :
Proporsi wanita dalam jajaran anggota dewan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
Melihat pada hasil uji regresi di atas, terlihat bahwa nilai signifikansi untuk WOMDUM sebesar 0,542 dengan koefisien regresi -0,142 yang artinya proporsi wanita dalam jajaran anggota dewan tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Hal tersebut terlihat dari nilai signifikansi untuk WOMDUM yang lebih dari 0,05. Sehingga hipotesis 1 yang menyebutkan bahwa Proporsi wanita dalam jajaran anggota dewan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan tidak dapat diterima.
Hasil ini tidak sesuai dengan hasil penelitian dari Carter, Simkins, dan Simpson (2003) yang menemukan bahwa perusahaan dengan dua atau lebih anggota dewan wanita memiliki nilai perusahaan yang diproksikan dengan rasio Tobin’s Q lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang tidak memiliki wanita dalam anggota dewan. Sehingga sedikit atau banyaknya proporsi anggota dewan wanita dalam dewan perusahaan tidak berdampak terhadap nilai perusahaan. Hal ini sejalan dengan penelitian Marimuthu dan Kolandaisamy (2009:279) yang menyatakan bahwa:
Keberadaan wanita dalam manajemen puncak tampaknya tidak bisa memberikan pengaruh terhadap kinerja perusahaan. Hal ini diduga karena wanita tidak secara aktif ikut dalam pembuatan keputusan dikarenakan pemegang saham masih skeptis terhadap kemampuan wanita dalam menangani krisis dibandingkan pria
19
Pengalaman kerja anggota dewan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
Untuk hipotesis kedua, berdasarkan hasil uji regresi yang sudah dilakukan, diperoleh koefisien regresi sebesar 0,406 dan nilai signifikansi sebesar 0,433 yang artinya bahwa pengalaman kerja anggota dewan tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Sehingga hipotesis 2 yang menjelaskan bahwa Pengalaman kerja anggota dewan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan tidak dapat diterima.
Tidak adanya pengaruh dari pengalaman kerja anggota dewan terhadap nilai perusahaan dikarenakan anggota dewan dengan pengalaman kerja lebih lama berarti juga usia anggota dewan tersebut lebih tua, anggota dewan dengan usia yang lebih tua cenderung memiliki gagasan yang kurang kreatif dan inovatif dalam mengatasi persoalan. Serta adanya kemungkinan bahwa pengalaman kerja sebelumnya yang dimiliki anggota dewan tidak sesuai dengan bidang yang ditekuni saat ini. Sehingga dapat disimpulkan bahwa lama atau tidaknya pengalaman kerja yang dimiliki anggota dewan tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Arman (2006) dalam Kususmastuti, Supatmi, dan Sastra (2007) yang menyatkan ukuran lama atau tidaknya (senioritas) memang ukuran yang bias, karena bisa jadi seseorang sudah lama diperusahaan tetapi tidak memberikan kontribusi yang berarti bagi kemajuan perusahaan.
Proporsi anggota dewan komisaris dan dewan direksi dengan kompetensi dalam bidang ekonomi atau bisnis berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
Proporsi anggota dewan perusahan dengan kompetensi bidang ekonomi atau bisnis yang dimiliki ditemukan tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan yang diukur dengan rasio Tobin’s Q. Dapat dilihat dari nilai signifikansi lebih dari 0,05 yaitu sebesar 0,447 dan nilai koefisien regresi sebesar -0,263 sehingga hipotesis 3 yang menjelaskan bahwa Kompetensi dalam bidang ekonomi atau bisnis yang dimiliki anggota dewan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan tidak dapat diterima.
20
Tidak berpengaruhnya kompetensi bidang ekonomi atau bisnis yang dimiliki anggota dewan terhadap nilai perusahaan diduga karena dalam penelitian ini hanya melihat latar belakang pendidikan anggota dewan secara spesifik pada bidang ekonomi atau bisnis, sementara perusahaan juga mungkin merekrut anggota dewan perusahaan dengan latar belakang pendidikan sesuai dengan jenis industrinya. Contohnya, anggota dewan PT Wijaya Karya Beton Tbk. lebih didominasi oleh anggota dewan dengan latar belakang pendidikan tenik sipil, hal tersebut dikarenakan PT Wijaya Karya Beton Tbk. tergolong ke dalam jenis industri dasar dan kimia sub sektor semen. Selain itu PT Champion Pasific Titan Tbk. yang termasuk ke dalam sub sektor plastik dan kemasan juga di dominasi oleh anggota dewan dengan latar belakang pendidikan teknik. Hal ini sejalan dengan pendapat Kususmastuti, Supatmi dan Sastra (2007) yang menyatakan bahwa terdapat kemungkinan latar belakang pendidikan anggota dewan yang sesuai dengan jenis usaha perusahaan yang dapat menunjang kelangsungan bisnis perusahaan lebih diperlukan.
Kusumastuti, Supatmi, dan Sastra (2007) juga menyatakan bahwa pendidikan yang diperoleh di bangku sekolah merupakan pendidikan hard skill.
Sedangkan Nurudin (2004) menyatakan bahwa kesuksesan ditentukan oleh sekitar 20 persen hard skill dan sisanya 80 persen soft skill. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk memberikan konstribusi terhadap kemajuan perusahaan, anggota dewan tidak cukup dengan hanya latar belakang pendidikan ekonomi atau bisnis dikarenakan pendidikan ekonomi atau bisnis yang didapat dibangku sekolah merupakan hard skill, sedangkan soft skill memiliki peran yang lebih besar.
KESIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa persebaran anggota dewan (board diversity) yang ditinjau dari proporsi anggota dewan direksi wanita, pengalaman kerja anggota dewan direksi,
21
serta proporsi anggota dewan direksi dengan kompetensi di bidang ekonomi atau bisnis tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Keterbatasan
Penelitian ini masih memiliki keterbatasan, yaitu adanya subjektifitas peneliti dalam menentukan jumlah rata-rata lama pengalaman kerja anggota dewan dikarenakan adanya keterbatasan informasi, dimana tidak semua anggota dewan mencantumkan seluruh riwayat pengalaman kerja yang dimiliki dalam profil anggota dewan direksi dan dewan komisaris. Sehingga apabila terdapat anggota dewan yang hanya mencantumkan sebagian riwayat pengalaman kerja, maka informasi tersebutlah yang akan mencadi acuan peneliti dalam menentukan rata-rata lama pengalaman kerja yang dimiliki anggota dewan perusahaan. Jika tidak tercantum informasi terkait pengalaman kerja anggota dewan direksi dan dewan komisaris maka diasumsikan nilainya 0 karena peneliti tidak melakukan crosscheck data dengan sumber lain.
Saran
Saran untuk penelitian yang akan datang yaitu untuk mengurangi tingkat subjektifitas dalam menentukan rata-rata lama pengalaman kerja anggota dewan dengan melalukan crosscheck data seperti mengirimkan email kepada perusahaan terkait. Untuk penelitian ke depannya diharapkan tidak hanya melihat diversitas dewan komisaris dan dewan direksi saja, melainkan dapat juga melihat diversitas anggota komite audit, karena komite audit memiliki peranan penting dan bertanggung jawab kepada dewan komisaris untuk membantu memantau penerapan tata kelola perusahaan yang baik. Menggunakan metode lain untuk mengukur nilai perusahaan, seperti metode price book value. Menambahkan variabel lain yang diduga lebih dapat menjelaskan variabel dependen (nilai perusahaan) seperti rasio hutang perusahaan. Perusahaan dengan rasio hutang yang tinggi juga memiliki tingkat risiko gagalnya membayar suatu hutang yang lebih tinggi dan menghasilkan biaya bunga semakin tinggi. Hal tersebut menjadi beban bagi perusahaan dan dapat menurunkan nilai perusahaan karena berkurangnya minat investor untuk berisvestasi.