p-ISSN : 2621-136x 28
PENGARUH KEGIATAN MENGUNYAH TERHADAP ASUPAN NUTRISI DAN LAMA PERBAIKAN FUNGSI MENELAN PADA PASIEN STROKE DENGAN DISFAGIA
Loritta Yemina
1. Program Magister Keperawatan Anak, Universitas Indonesia. Depok 16424 2. Departemen Anak, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Depok 16424 3. Departemen Maternitas, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Depok 16424
E-mail: [email protected]
Informasi Artikel ABSTRAK
Kata kunci:
Asupan Nutrisi, Disfagia, Fungsi menelan, Kegiatan mengunyah
Stroke merupakan abnormal fungsi sistem saraf pusat akibat suplai darah ke otak terhenti. Manifestasi klinis yang menyertai pasien stroke adalah disfagia. Penatalaksanan gangguan proses menelan adalah kegiatan mengunyah agar mengembalikan fungsi motorik volunter yang cedera.
Tujuan umum mengetahui pengaruh kegiatan mengunyah terhadap asupan nutrisi dan lama perbaikan fungsi menelan pada pasien stroke dengan disfagia. Penelitian menggunakan desain Randomized Control Trial dengan rancangan pretest-posttest with control group. Total sampel adalah 30 responden dibagi atas 2 kelompok. Hasil penelitian dinyatakan ada perbedaan yang signifikan asupan nutrisi dan lama perbaikan fungsi menelan sesudah diberikan kegiatan mengunyah, dengan p value 0,001 (α =0,05).
Pemberian kegiatan mengunyah terbukti dapat meningkatkan asupan nutrisi dan mempercepat perbaikan fungsi menelan pada pasien stroke dengan disfagia
ABSTRACT Keywords:
Nutritional intake, dysphagia,
swallowing function, chewing activities
Stroke is an abnormal function of the central nervous system due to interrupted blood supply to the brain. The clinical manifestation that accompanies stroke patients is dysphagia. Management of swallowing disorders is chewing activities to restore motor function to the injured volunteers. The general objective was to determine the effect of chewing on nutritional intake and the duration of improvement in swallowing function in stroke patients with dysphagia. The study used a randomized control trial design with a pretest-posttest design with a control group. The total sample was 30 respondents divided into 2 groups. The results showed that there was a significant difference in nutritional intake and the duration of improvement in swallowing function after chewing activity was given, with a p value of 0.001 (α = 0.05). Chewing has been shown to increase nutritional intake and accelerate the improvement of swallowing function in stroke patients with dysphagia
Loritta Yemina
1. Program Magister Keperawatan Anak, Universitas Indonesia. Depok 16424 2. Departemen Anak, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Depok 16424 3. Departemen Maternitas, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Depok 16424
E-mail: [email protected]
1. LATAR BELAKANG
Penyakit serebrovaskular atau stroke mengacu pada abnormal fungsi Sistem Saraf Pusat yang terjadi ketika suplai darah normal ke otak terhenti (Brunner & Suddarth, 2008).
Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2008, prevalensi jumlah penderita stroke mencapai 8,3 orang per 1.000 populasi di Indonesia. Dengan jumlah populasi sekitar 211 juta jiwa, berarti terdapat sekitar 1,7 juta penderita. Penatalaksaanan yang tepat pada pasien stroke bertujuan untuk mencegah kematian dan memperbaiki kualitas hidup pasien dengan mencegah atau mengatasi faktor- faktor yang berpotensi menimbulkan kelemahan dan kecatatan. Salah satu manifestasi klinis yang hampir selalu menyertai pasien stroke adalah disfagia atau gangguan menelan. Disfagia merujuk kepada gangguan proses menelan.
Komplikasi: malnutrisi, dehidrasi, menurunnya Berat Badan, menurunnya pemulihan fisik dan psikologis, luka tekan, infeksi dan meningkatnya mortalitas (Rowad 2011, Smithard et al 1996). Penelitian Makoto, dkk. 2010: 91% dari 91 pasien yang tidak mendapat intake oral dalam 48 jam pertama mengalami perburukan komplikasi kesehatan tubuhnya.
Penelitian Terkait yaitu Enny,dkk 2009 Setelah dilakukan latihan menelan, perbedaan status fungsi menelan setelah latihan menelan pada kelompok perlakuan lebih tinggi secara signifikan dibandingkan kelompok kontrol (p value= 0,02). Salah satu intervensi yang dilakukan adalah kegiatan mengunyah dan menelan dengan tujuan Melakukan restorasi atau mengembalikan kembali fungsi motorik menelan volunter. Berdasarkan hal ini maka peneliti menarik rumusan masalahnya adalah Bagaimana pengaruh Kegiatan mengunyah & menelan terstruktur terhadap peningkatan asupan nutrisi & perbaikan fungsi menelan pada pasien stroke dengan disfagia.
2. METODE PENELITIAN
Rancangan pada penelitian ini adalah Randomized Control Trial (RCT) dengan rancangan pretest and posttest control group design. Penelitian ini terdiri atas 2 kelompok yaitu kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Kelompok intervensi dilakukan kegiatan mengunyah beserta SOP dari RS. Sedangkan kelompok kontrol diberikan kegiatan mengunyah dan menelan tidak terkontrol beserta SOP dari RS. Hasil yang diharapkan dalam penelitian ini adalah hasil asupan nutrisi dan lama perbaikan fungsi menelan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peningkatan asupan nutrisi dengan lama perbaikan fungsi menelan. Sampel penelitian ini adalah pasien stroke dengan disfagia. Tehnik pengambilan sampel Consecutive sampling. Pada penelitian ini jumlah sampel 30 orang.
Variabel bebas (independent) pada penelitian ini adalah kegiatan mengunyah . Variabel terikat (dependent) pada penelitian ini adalah nilai Asupan nutrisi berupa makanan via oral yang dihabiskan pasien dengan menghitung berdasarkan rasio dalam gram. Variabel terikat selanjutnya adalah lama perbaikan fungsi menelan dengan hitungan interval dalam hari.
Prosedur intervensi penelitian adalah responden kelompok intervensi diberikan kegiatan mengunyah dan menelan selama 4 hari berturut-turut sambil diobservasi fungsi menelannya dengan menggunakan Massey Bedside Swallowing Screen (MBSS). Sedangkan kelompok kontrol diberikan kegiatan mengunyah dan menelan satu kali saja pada hari pertama sambil tetap mengobservasi fungsi menelannya dengan menggunakan MBSS. Apabila hasil observasi fungsi menelan responden menunjukan sudah mampu menelan keesokan harinya diukur jumlah makanan yang dihabiskan selama 3 hari berturut-turut. Hari pertama dinyatakan dalam pre tes dan hari ke tiga dinyatakan dalam post tes.
3. HASIL PENELITIAN
Tabel 1
Distribusi Usia, Asupan Nutrisi dan Nilai Fungsi Menelan pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol
Variabel Mean Min-Mak
Usia 60,4 43-80
Asupan Nutris
1174,37 780-1380 Nilai fungsi
menelan
2,87 2- 4
Pada tabel 1. Karakteristik responden pada penelitian ini berdasarkan usia ditemukan rata-rata Usia responden pada penelitian adalah 60,4 tahun dengan nilai standar deviasi 9,89 tahun. Hasil estimasi interval 95% CI diyakini bahwa rata-rata usia responden ini adalah 56,7 sampai dengan 64,1. Sementara untuk Asupan nutrisi pretest diperoleh data rata-rata asupan nutrisi pretest responden pada penelitian adalah 1174,37 gram dengan nilai standar deviasi 184,36 gram. Asupan nutrisi pretest terendah responden pada penelitian ini adalah 780 gram sedangkan asupan nutrisi pretest tertinggi responden pada penelitian adalah 1380 gram. Hasil estimasi interval adalah 95% CI bahwa rata-rata asupan nutrisi pretest responden pada penelitian ini adalah 1105,52 gram sampai dengan 1243,21 gram. Selanjutnya nilai fungsi menelan pretest diperoleh data rata-rata fungsi menelan pretest responden pada penelitian adalah 2,87 dengan nilai standar deviasi 0,43. Hasil estimasi interval adalah 95% CI diyakini bahwa rata-rata nilai fungsi menelan pretest responden pada penelitian ini adalah 2,7 sampai dengan 3,03.
Tabel .2
Distribusi Jenis Kelamin, Jenis Stroke dan Lokasi Stroke
Variabel Frekuensi %
Jenis Kelamin
Perempuan 12 40
Laki-laki 18 60
Jenis Stroke Stroke Hemoragik
6 20
Stroke Non Hemoragik
24 80
Lokasi stroke
Hemisfer Kiri 14 46,7
Hemisfer Kanan
4 13,3
Bilateral 12 40
Total 30 100
Berdasarkan tabel di atas diperoleh data distribusi responden berjenis kelamin terbanyak adalah responden dengan jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 18 responden (60%).
Berdasarkan jenis stroke responden terbanyak adalah responden dengan diagnosa medis stroke non hemoragik yaitu sebanyak 24 responden (80%). Sementara itu distribusi frekuensi lokasi
stroke terbanyak terdapat pada responden dengan Hemisfer kiri yaitu sebanyak 14 responden (46,7%).
Distribusi Nilai Rata-rata Asupan Nutrisi antara Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol
Berdasarkan gambar diagram garis diatas, ditunjukkan bahwa rata-rata asupan nutrisi yang dihabiskan kelompok intervensi pada hari pertama 1255,6 gram, hari ke dua 1205, 66 gram dan hari ketiga 1333 gram. Sedangkan rata-rata asupan nutrisi yang dihabiskan kelompok kontrol pada hari pertama 1093,13 gram, hari kedua 1091,33 gram dan hari ketiga 1109,8 gram
Tabel 5.5
Perbedaan Nilai Asupan Nutrisi dan Nilai Fungsi Menelan Sesudah kegiatan mengunyah Pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol
Rata-rata asupan nutrisi kelompok intervensi pada pengukuran pre test adalah 1255,6 gram dengan standar deviasi 129,10 gram. Pada pengukuran post test didapat rata-rata asupan nutrisi adalah 1333 gram dengan standar deviasi 52,29 gram. Terlihat nilai mean perbedaan antara pengukuran pre tes dan post tes adalah 77,4 dengan standar deviasi 76,81. Hasil uji statistik didapatkan nilai 0,006 maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara asupan nutrisi pre test dengan asupan post test pada kelompok intervensi. Selanjutnya berdasarkan data di tabel diperoleh rata-rata nilai fungsi menelan pre tes dan post tes dengan penilaian MBSS pada kelompok intervensi. Rata-rata nilai fungsi menelan pre tes untuk kelompok intervensi adalah 3 dengan standar deviasi 0,65 dan rata-rata fungsi menelan post tes adalah 6 dengan standar deviasi 0. Sementara rata-rata nilai fungsi menelan pre tes kelompok kontrol adalah 2,8 dengan standar deviasi 0,86.
Variabel Kelp MD (95% CI)
p-value Kelompok
Intervensi Asupan Nutrisi
Pre 91,99
(-128,34 ; -26,45)
0,006*
Post Kelompok Kontrol Asupan nutrisi
Pre 58,78
(49,22 ; 15,88)
0,29 Post
Sedangkan hasil rata-rata nilai fungsi menelan post tes kelompok intervensi adalah 6 dengan standar deviasi 0. Kelompok intervensi nilai p-value 0,001 dimana nilai p value < α.
Maka dapat disimpulkan pada alpha 5 % ada perbedaan yang signifikan antara nilai fungsi menelan pre tes dan post tes setelah dilakukan kegiatan mengunyah dan menelan antara kelompok intervensi.
Rata-rata asupan nutrisi kelompok kontrol pada pengukuran pre test adalah 1093,13 gram dengan standar deviasi 198,99 gram. Pada pengukuran post test didapat rata-rata asupan nutrisi adalah 1109,8 gram dengan standar deviasi 187,51 gram. Terlihat nilai mean perbedaan antara pengukuran pre test dan post test adalah 16,8 gram dengan standar deviasi 11,48 . Hasil uji statistik didapatkan nilai 0,29 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara asupan nutrisi hari pertama dengan asupan nutrisi hari ketiga pada kelompok kontrol.
Tabel 5.6
Perbedaan Asupan Nutrisi, Lama Perbaikan dan Selisih Asupan Nutrisi setelah Intervensi pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol
Berdasarkan pada tabel di atas diperoleh data rata-rata nilai asupan nutrisi, lama perbaikan fungsi menelan, selisih asupan nutrisi dan selisih nilai fungsi menelan pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Rata-rata nilai asupan nutrisi kelompok intervensi adalah 1333 gram dengan standar deviasi 52,29 gram.
Sedangkan rata-rata nilai asupan nutrisi pada kelompok kontrol adalah 1109,8 gram dengan nilai standar deviasi 187,5. Rata-rata lama waktu perbaikan fungsi menelan kelompok intervensi adalah 5,47 hari dengan standar deviasi 2,25 sedangkan rata-rata lama waktu perbaikan fungsi menelan pada kelompok kontrol adalah 8,07 hari dengan nilai standar deviasi 2,25. Untuk hasil uji statistik pada nilai asupan nutrisi dan lama perbaikan fungsi menelan pada kelompok intervensi dengan kelompok kontrol memiliki nilai yang sama yaitu nilai p-value 0 dimana nilai p value < α. Maka dapat disimpulkan pada alpha 5 % ada perbedaan yang signifikan antara nilai asupan nutrisi post test dan lama perbaikan fungsi menelan antara kelompok intervensi dengan pada kelompok kontrol.
Selanjutnya berdasarkan tabel diperoleh data rata-rata selisih asupan nutrisi pre test dan post test pada kelompok intervensi adalah 77,4 gram dengan standar deviasi 91,99 gram. Rata- rata selisih asupan nutrisi post tes dan pre tes pada kelompok kontrol adalah 16,66 gram dengan standar deviasi 58, 78. Hasil uji statistik yang didapat untuk selisih asupan nutrisi memiliki nilai yaitu nilai p-value 0,04 dimana nilai p value < α. Maka dapat disimpulkan pada alpha 5 % ada perbedaan yang signifikan antara nilai selisih asupan nutrisi pre tes dan post tes antara kelompok intervensi dengan pada kelompok kontrol.
Variabel Kelompok MD (95% CI)
p-value Asupan
nutrisi
Intervensi 223,2 (116,73;
329,66
0,001*
Kontrol Lama
perbaikan fungsi menelan
Intervensi 2,6 (3,89; 1,3)
0,001*
Kontrol
Selisih Asupan Nutrisi
Intervensi 60,73 (2,99;
118,47)
0,04 Kontrol
4. PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini, distribusi responden mayoritas berusia diatas 60 tahun sebanyak 16 responden (53,3%). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Caso, dkk (2010) tentang perbedaan jenis kelamin pasien pada penderita stroke menyatakan bahwa secara statistik penderita stroke dengan jenis kelamin wanita berusia lebih tua dibanding pria dengan nilai median 76,02 tahun ± 12,93 versus 70.07 tahun ± 12,95. Sehingga dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi usai semakin besar resiko terkena penyakit stroke.
Pada hasil penelitiaan, responden berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dibanding responden berjenis kelamin perempuan. Dengan distribusi jenis kelamin responden laki-laki 18 responden (60%) dan responden perempuan 12 responden (40%). Berdasarkan penelitian Marx dkk (2010) tentang resiko stroke ditemukan jenis kelamin laki-laki beresiko lebih tinggi mengalami stroke sebanyak 71,3%. Etiologi penyakit Stroke pada jenis kelamin laki-laki disebabkan oleh adanya stroke lakunar dan atherosklerosis. Sedangkan jenis kelamin wanita beresiko lebih rendah sebanyak 57,8% dengan etiologi terbanyak adalah cardioemboli stroke.
Hasil dalam penelitian ini menunjukan jumlah jenis stroke terbanyak stroke non hemoragik adalah 24 responden (80%) dari total 30 pasien. Hasil penelitian menunjukan ke dua kelompok memiliki jumlah responden yang sama. Berdasarkan literatur stroke iskemik menempati 80%
kasus stroke. Hal ini disebabkan karena aterotrombosis arteri, emboli otak, stroke lakunar dan hipoperfusi sistemik. Stroke iskemik akibat trombosis berhubungan dengan pengembangan atherosklerosis dalam dinding pembuluh darah menimbulkan plak. Timbunan plak akan menghasilkan bekuan darah, bila bekuan darah membesar akan mengganggu sumbatan aliran darah.
Klasifikasi stroke selanjutnya adalah stroke hemoragik. Stroke hemoragik merupakan 20%
sisa penyebab kasus stroke dan dibagi menjadi perdarahan intraserebral, perdarahan subaraknoid dan hematoma subdural/ ekstradural (Goldszmidt & Caplan, 2011). Lokasi stroke terbanyak terdapat pada responden dengan Hemisfer kiri yaitu sebanyak 14 responden (46,7%).
Lokasi terendah adalah Hemisfer kanan yaitu 4 responden (13,3 %). Menelan adalah proses yang kompleks menggunakan otot lidah dan otot faring dan esofagus. Fungsi menelan diatur dalam beberapa fase mekanisme neurologis. Fase oral berpusat pada lobus medial temporal dan sistim limbil dari korteks serebri yang berkontribusi terhadap fungsi motorik korteks dan daerah korteks lainnya. Fase menelan pharyngeal mulai dari fase oral dan kemudian dikoordinasi pada pusat menelan di medula oblongata dan pons. Fungsi refleks di stimulus oleh reseptor- reseptor sentuh di daerah faring saat bolus terdorong masuk ke rongga mulut oleh lidah. Sistem persyarafan autonom di fase faring dan esofagus (Clave, 2006).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Elmstahl dkk (2004) terhadap intervensi peningkatan nutrisi pada pasien stroke yang berusia 69 tahun sampai dengan 89 tahun ditemukan lokasi stroke dengan jumlah terbanyak terdapat di hemisfer kiri yaitu 32 responden. Sedangkan untuk lokasi hemisfer kanan 30 responden dan 11 responden untuk lokasi bilateral. Data literatur yang telah disebutkan sesuai dengan data yang didapat peneliti dengan lokasi terbanyak terdapat di hemisfer kiri (46,7%).
Perubahan Peningkatan Asupan Nutrisi Sebelum dan Sesudah diberikan Intervensi kepada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol
Hasil penghitungan Asupan nutrisi pretest diperoleh data rata-rata asupan nutrisi sebelum intervensi adalah 1174,37 gram dengan nilai standar deviasi 184,36 gram. Asupan nutrisi terendah sebelum intervensi pada penelitian ini adalah 780 gram sedangkan asupan nutrisi tertinggi sebelum intervensi responden pada penelitian adalah 1380 gram. Hasil pengukuran asupan nutrisi diukur dengan menghitung jumlah makanan yang dihabiskan per hari dalam satuan gram. Hasil penelitian sebelum yang dilakukan oleh Elmstahl dkk (2004) terhadap intervensi peningkatan nutrisi pada pasien stroke terjadi peningkatan 60% jumlah kadar
nutrisinya dalam bentuk peningkatan serum albumin dan kandungan zat besi dalam darah dibanding sebelum diintervensi. Adapun intervensi yang dilakukan adalah kegiatan motorik oral, kegiatan tehnik menelan, pengaturan posisi dan modifikasi diet.
Dalam penatalaksanaan pasien stroke dengan disfagia dibutuhkan pengkajian dan observasi serta pemberian asupan nutrisi yang adekuat. Pengkajian nutrisi terdiri atas pengkajian status nutrisi pasien disertai nilai pemeriksaan laboratorium yang mendukung, ketidakmampuan pasien untuk makan dan minum serta observasi intake makanan yang masuk adalah tanggungjawab perawat.
Perubahan Peningkatan Perbaikan Fungsi Menelan Setelah Intervensi pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol
Penilaian tingkat keparahan disfagia berdampak besar pada faktor anatomi luas cedera dan gejala fisik dibanding lokasi cedera (Paciaroni, Maurizio, Mazzotta, & Giovanni, 2004).
Adapaun penatalaksanaan pasien disfagia berdasarkan teori adalah Intervensi penanganan disfagia menurut Perry, (2001) terdiri atas 3. Terapi langsung : tujuannya melakukan restorasi atau mengembalikan kembali fungsi motorik volunter. Stimulasi kerja motorik dan kecepatan merespon melalui ketukan atau meregangkan daerah atau memberi rangsang termal (dingin), stimulus listrik dan kimia (rasa asin). Melatih daerah-daerah yang mengalami gangguan seperti lidah, bibir, rahang, langit-langit mulut dan laring secara teratur (Logemann, 1998 dalam Perry 2011).
Kedua strategi tidak langsung (kompensasi) tujuannya adalah menyediakan kompensasi melalui intervensi individu. Cara yang dilakukan adalah tehnik menelan supraglottic, manuver Mendelson, tehnik 2 kali menelan, pengaturan posisi kepala dan leher, posisi postur chin-down, rotasi kepala, menggunakan alat palatum buatan, pengaturan waktu dan ukuran saat mengisi mulut dengan makanan atau cairan, modifikasi textur dan konsistensi makanan atau minuman.
terakhir Pemberian nutrisi dengan bantuan alat : bila pemberian makaan tidak adekuat diberikan melalui oral maka dapat dimodifikasi dengan pemasangan alat pemberian makanan melalui selang makanan seperti nasogastrik tube, percutaneous endoskopi gastrostomi dan nutrisi pranteral (Perry, 2001).
Dalam hal ini peneliti menggunakan kegiatan mengunyah dengan tujuan untuk neuro restorasi atau menggali kembali fungsi menelan yang dulu dalam kondisi normal khusus untuk kelompok intervensi. Sementara untuk kelompok kontrol terapi disesuaikan dengan program yang di berikan dari RS penelitian. Fungsi menelan dihitung pada responden yang telah memenuhi kriteria inklusi yaitu pasien disfagia derajat 1 dan 2. Selanjutnya dilakukan penghitungan fungsi menelan dengan menggunakan Pengkajian fungsi menelan menurut Massey untuk pasien stroke.
Setelah dilakukan kegiatan mengunyah didapati rata-rata lama perbaikan fungsi menelan responden kelompok intervensi adalah 5, 47 hari. Sedangkan lama perbaikan fungsi menelan kelompok kontrol adalah 8,07 hari. Dapat terlihat selisih lama perbaikan fungsi menelan antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol adalah 2,6 hari. Hal ini membuktikan bahwa dengan intervensi kegiatan mengunyah memiliki waktu perbaikan fungsi menelan lebih cepat dibanding yang tidak diberikan secara terstruktur.
Pasien disfagia mengalami penurunan asupan makanan karena adanya gangguan pada saat fase-fase menelan. Fase oral tanda dan gejala yang ditemukan adalah pengeluaran lendir berlebihan atau makanan yang dimakan keluar dari sisi rongga mulut, terdapat sisa makanan pada bagian samping mulut / pipi, mengunyah berlebihan, wajah tidak simetris, kelemahan atau tidak adanya pergerakan lidah, tidak mampu menutup atau menggerakan bibir, tidak ada refleks gag, tidak ada refleks menelan, regurgitasi nasal atau keluar cairan atau makanan dari hidung, rongga mulut atau wajah mengalami kehilangnya sensasi internal atau eksternal. Selanjunya Fase faringeal yaitu ditemukan keterlambatan atau tidak ada respon menelan, batuk selama
minum air atau makan makanan lembut (seperti sup), riwayat aspirasi pneumoni; terdengar suara kumur-kumur, lembab saat makan, terasa ada makanan yang masih tersisa di tenggorokan.
terakhir fase esofagus tanda dan gejala yang bisa ditemukan adalah refluks balik esofagus, batuk atau whezing (Hickey, 2003).
Ketidaknyamanan akibat gejala disfagia pada pasien stroke menyebabkan asupan nutrisi menjadi tidak adekuat bila diberikan melalui oral. Sehingga pada kenyataannya dilahan penelitian semua pasien yang mengalami kesadaran menurun dan mengalami disfagia dipasang nasogastrik tube. Dalam hal ini untuk mengatasi keluhan disfagia pada fase oral dan faringeal peneliti melakukan intervensi keperawatan berupa kegiatan mengunyah . Fungsi kegiatan tersebut adalah mengembalikan fungsi motorik menelan volunter.
Menurut Finestone, (2006) dalam penelitian tentang Malnutisi berhubungan dengan asupan nutrisi menyatakan bahwa rata-rata pasien pasca stroke awal mengkonsumsi 80 – 90%
kebutuhan energi dan protein yang masuk ke dalam tubuhnya selama dirawat di RS. Jumlah tersebut dianggap dalam batas yang adekuat sering kali kebutuhan energi dan protein yang dibutuhkan tidak terpenuhi secara adekuat karena asupan yang kurang. Oleh karena itu , untuk memastikan bahwa semua pasien memenuhi kebutuhan gizi dibutuhkan asupan nutrisi yang adekuat. Hasil penelitian menunjukan peningkatan asupan nutrisi pada pasien intervensi lebih banyak 60,74 gram dibanding kelompok kontrol, sehingga menunjukan adanya peningkatan asupan yang lebih baik pada kelompok intervensi dibanding kelompok kontrol setelah diberikan intervensi.
5. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian pengaruh pemberian kegiatan mengunyah terhadap asupan nutrisi dan perbaikan fungsi menelan pasien stroke yang mengalami disfagia di RSPAD Gatot Subroto Jakarta yang dilaksanakan pada bulan Juni 2013 dapat mendapatkan simpulan sebagai berikut :
Karakteristik pasien stroke yang mengalami disfagia di RSPAD Gatot Subroto Jakarta yaitu usia terbanyak adalah 50 tahun keatas dengan rata-rata usia adalah 60,4 tahun, jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki, jenis stroke terbanyak adalah stroke non hemoragik, Lokasi iskemik terbanyak adalah hemisfer kiri.
Terdapat perbedaan yang signifikan antara asupan nutrisi sebelum dan sesudah diberikan intervensi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol (p value < 0,05).
Terdapat perbedaan yang signifikan lama perbaikan fungsi menelan setelah diberikan intervensi antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol (p value < 0,05).
Saran
Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi berkaitan dengan sistem neurologi khususnya pasien dengan stroke yang mengalami disfagia. Selanjutnya Tersusunnya program discharge planning untuk pasien stroke yang mengalami disfagia dan keluarganya berupa kegiatan mengunyah dan menelan yang berkesinambungan.
Dalam rangka meningkatkan meminimalkan terjadinya komplikasi atau perawatan berulang pada pasien stroke yang mengalami disfagia. Terakhir Bagi peneliti selanjutnya, rekomendasi yang peneliti berikan adalah peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan mengulang penelitian ini dengan membandingkan dengan standar RS, pengkajian fungsi menelan dengan Pengkajian Parramatta Hospital dysphagia atau Royal Adelaide Prognostic
Index for Dysphagia (RAPIDS) dan penilaian asupan makanan di mulai pada Hari 0 pasien dinyatakan mampu makan peroral dengan jumlah sampel yang sesuai.
6. REFERENSI
Brunner, Suddarth. (2005). Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC
Caso. F., Ageno. W., Alberti. A., Lanari. A., Micheli. S., Bertolani. L., Michele. V.,
Palmerini. F., Billeci. A., Comi. G., Previdi. P., and Silvestrelli. G. (2010). Gender Differences in patients with acute ischemic stroke. Women’s health, 6, (1), 51-57
Elmstahl, S., Bulow, M., Ekberg, O., Petersson,.M., Tegner, H. (1999). Treatment of
Dysphagia improve nutritional conditions in stroke patients. Spring Verlag New York, 14, 61-66.
Finestone, M.H., Linda, Finestone, .G. (2003). Rehabilitation medicine: 2. Diagnosis of dysphagia and its nutritional management for stroke patients. Canadian Medical Association Journal, 169(10), 1041-1044.
Hickey.V.J. (2003). The Clinical Practice of Neurological and Neurosurgical Nursing. Fifth Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Goldszmidt, J.A., & Caplan, R.L. (2011). Esensial stroke; alih bahasa , Retna Neary Elseria Sihombing; editor edisi bahasa Indonesia, Kenny Wisurya, Loi Indra. Jakarta: EGC.
Lemone, P., & Burke, K. (2008). Medical-Surgical Nursing Critical Thinking in Client Care.
Fourth Edition. New Jersey: Pearson Prentice Hall.
Cave. P., De Kraa. M., Arreola. V., Girvent. M., Farre. R., Palomera. E., and Prat. S. M.
(2006). The effect of bolus viscosity on swallowing function in neurogenic dysphagia.
Alimentary Pharmacology & Therapeutics, 24 ,(9), 1385–1394.
Max,J.J, Klawitter, B., Faldum, A,.Eicke, M.B., Heartle, B., Dieterich, M., Nedelmenn, M. (2010). Gender Specific differences in stroke knowledge, Stroke risk perception and the effects of an educational. Journal neurol 257, 367-374.
Paciaroni, Maurizio, Mazzotta, & Giovanni. (2004). Dysphagia following stroke.
European Neurology, 51,(3), 162-167.
Perry, L. (2001). Dysphagia the management and detection of a disabling problem.
Brithish Journal of nursing, 10(13), 837-844.
Roward, S. (2011). Awareness of Dysphagia by stroke patients following Malnutrition.
European Neurology, 64,(4), 156-160