Pengaruh Kekerasan Dalam Berhubungan Pacaran Terhadap Kesehatan Mental Pada Mahasiswi di Yogyakarta
Aqlina Miftahul Ussiam (220710262) Metode Penelitian Kuantitatif 13F3
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Kekerasan yang terjadi pada hubungan berpacaran pada kalangan mahasiswi kerap sering terjadi, namun sangat sedikit orang yang peduli akan hal itu. Karena masyarakat lebih peduli tentang kekerasan dalam berumah tangga. Korban dalam kekerasan ini lebih banyak terjadi pada perempuan karena pada dasarnya antara laki-laki dan perempuan mempunyai ketimpangan kekuasaan yang dianut oleh masyarakat luas.
Dalam hal gender ini membuat ketidakadilan pada perempuan karena mereka dianggap sebagai perempuan yang lemah dan menerima perlakuan kekerasan yang sangat tidak wajar tersebut dirasa pantas. Mahasiswi dapat digolongkan sebagai remaja akhir dan dewasa awal, yaitu merupakan usia 18- 21 tahun dan 22-24 tahun. Pada usia itu mahasiswi akan mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke dewasa awal. Masa peralihan yang dialami oleh mahasiswi, akan mendorong mahasiswi untuk menghadapi berbagai tuntutan serta tugas perkembangan baru. Tuntutan serta tugas perkembangan mahasiswi tersebut akan muncul dikarenakan adanya perubahan yang akan terjadi pada beberapa aspek fungsional individu, yaitu fisik, psikologis dan sosial. Adapun ciri yang dimiliki oleh remaja akhir yaitu kestabilan bertambah, ketenangan emosional bertambah, pikiran realistis bertambah, akan lebih banyak perhatian dalam lambang-lambang kematangan.
Beberapa macam bentuk-bentuk emosi pada masa remaja akhir seperti marah,emosi tidak stabil,cara berfikirnya bersifat kuasalitas (hukum sebab akibat), takut dan cemas, iri hati (jealousy), rasa menginginkan dengan sangat benda-benda milik orang lain (Envy). rasa senang, rasa sedih, rasa kasih sayang. Kaum remaja merupakan proses menuju kedewasaan, dan dalam proses ini mereka menghadapi segala macam hal-hal baru.
Sebagian dari mereka mengalami kondisi kegersangan spiritual yang disebabkan oleh kondisi emosional mereka yang masih berada dalam taraf transisi. Labilitas dan kerapuhan emosionalnya masih sangat tinggi dan segala perbuatan yang dilakukannya terkadang masih kurang dipertimbangkan.
Tindak kekerasan dalam pacaran pada dasarnya dapat dibagi dalam dua kategori yaitu kekerasan yang bersifat fisik dan kekerasan yang bersifat non fisik. Kekerasan fisik dapat berupa pelecehan seksual seperti perabaan, colekan yang tidak diinginkan, pemukulan, penganiayaan serta perkosaan termasuk dalam kategori ini adalah teror dan
intimidasi sedangkan kekerasan non fisik dapat berupa cacian. Indahnya romantika pacaran sudah menghipnotis remaja sampai mereka lupa bahwa di balik indahnya pacaran, bila tidak hati-hati justru akan terjebak dalam situasi yang tidak menyenangkan atau bahkan akan menjadi cerita yang tidak akan terlupakan seumur hidup. Ada beberapa jenis kekerasan yang terjadi pada perempuan seperti kekersan pada fisik, seksual, emosional. maupun psikologis. Dalam segi fisik yang dilakukan seperti memukul, menendang, mencekik, meninju, menjambak dan lain sebagainya. Dalam segi mental yang kerap terjadi yaitu cemburu dan posesif yang sangat berlebihan, memaki maki dengan perkataan yang sangat kasar serta pemaksaan yang berlebihan dan lain sebagainya. Kekerasan dalam berhubungan pacaran ini sangat berkaitan erat dengan kesehatan fisik maupun mental seorang perempuan dalam jangka pendek maupun jangka panjang yang akan berpengaruh pada kesehatan fisik dan perilaku depresi serta keinginan untuk bunuh diri. Dampak dari para korban yaitu dapat berupa luka psikologis atau hingga kematian. Dampak psikologis seperti gejala-gejala depresi, antara lain menjadi merasa sedih untuk setiap harinya, merasa kecemasan, merasa malu, merasa bingung dan merasa bersalah dan akan selalu bertanya-tanya kepada dirinya sendiri mengapa hal tersebut terjadi pada dirinya. Merasa tidak percaya diri dan tidak percaya pada orang lain juga.
Kehilangan nafsu untuk makan yang akan mengakibatkan dirinya jatuh sakit serta melukai dirinya sendiri. Dengan itu mereka mengurung dirinya sendiri dan memendam semua yang mereka rasakan dan alami selama ini.
Oleh karena itu banyak korban yang tidak melaporkan kekerasan tersebut kepada pihak yang berwajib. Dan beberapa dari merekapun masih mau menjalin hubungannya tersebut walaupun sudah mengalami kekerasan. Karena sulitnya korban untuk menceritakan hal tersebut kepada orang lain dan tidak menyadari sebagai korban kekerasan karena terlalu sayang dan cinta maka hal tersebut jika terus berlanjut terus menerus akan mengakibatkan gangguan pada Kesehatan tubuh dan juga Kesehatan mental orang tersebut. Ada beberapa faktor yang mengakibatkan kekerasan tersebut terjadi yaitu, faktor individu perilaku kekerasan dalam pacaran dapat berasal dari masalah pribadi atau psikologis yang dialami oleh salah satu atau kedua pasangan. Misalnya, riwayat kekerasan dalam keluarga atau pengalaman traumatis masa lalu bisa memengaruhi perilaku ini. Kendala komunikasi yaitu kesulitan dalam komunikasi atau penyelesaian konflik yang tidak sehat dapat menyebabkan penumpukan emosi negatif, yang pada gilirannya dapat berujung pada kekerasan. Ketidaksetaraan kekuasaan yaitu ketidaksetaraan kekuasaan dalam hubungan, seperti dominasi yang berlebihan oleh salah satu pasangan, dapat memicu kekerasan sebagai cara untuk mempertahankan kendali.
Selain itu juga faktor lingkungan konteks sosial dan budaya dapat memainkan peran besar dalam mendorong atau menghambat kekerasan dalam pacaran. Norma sosial yang merendahkan perempuan atau menghargai agresi bisa berkontribusi pada kekerasan. Serta bisa juga karena konsumsi zat adiktif penggunaan alkohol atau obat-obatan terlarang dapat mengurangi kendali diri dan meningkatkan risiko konflik fisik dalam hubungan.
Kondisi keuangan dan stress yaitu seperti tekanan ekonomi, dan ketidakstabilan keuangan
dalam hubungan dapat menjadi pemicu untuk konflik dan kekerasan. Ketidaktahuan atau sering disebut jug tidak peka terdahap keadaan kadang-kadang pasangan mungkin tidak menyadari bahwa perilaku mereka dianggap kekerasan, atau mereka mungkin tidak tahu cara mengatasi konflik tanpa kekerasan. Sangat penting untuk diingat bahwa tidak ada alasan yang dapat membenarkan kekerasan dalam pacaran. Kekerasan dalam hubungan adalah masalah serius yang harus ditangani dengan serius, dan upaya harus dilakukan untuk mencegahnya serta memberikan dukungan kepada korban dan pelaku.
Salah satu contoh kasus yang terjadi pada mahasiswi Universitas Pelita yang menjadi korban kekerasan dalam berpacaran. Mahasiswi tersebut melaporkan sang kekasihnya pada pihak yang berwajib. Berdasarkan cerita korban, sang kekasih menganiayanya hanya karena korban menolak untuk pulang bersama sang pelaku.
Korban mengaku diseret dari mobil dan dipaksa masuk ke dalam kendaraan. Korban menyebutkan sudah mengalammi kekerasan dalam berpacaran sebanyak 5 kali dan telah dilaporkan ke kepolisian dan Komnas Perempuan. Kasus kekerasan dalam berpacaran menempati posisi ke 3 besar kasus kekerasan di ranah privat terbanyak di Indonesia selama beberapa tahun belakangan berdasarkan Catatan Tahunan Komnas Perempuan (Catahu) 2022.
Indonesia pada tahun 2003 kasus kekerasan dalam pacaran berjumlah 266 kasus dan memiliki 303 lembaga yang memberi layanan kepada perempuan korban kekerasan, salah satunya adalah organisasi yang tergabung dalam Women Crisis Center terdapat 137 organisasi di Indonesia, 134 Ruang Pelayanan Khusus (RPK) dan 32 Rumah Sakit yang membuka pelayanan khusus bagi perempuan dan anak korban kekerasan, namun perempuan korban kekerasan di Indonesia masih banyak terjadi. Berdasakan data kasus kekerasan dalam pacaran di Rifka Annisa (WCC) Yogyakarta tahun 1999 sebesar 50 kasus (14,33%) dan meningkat pada tahun 2001 sebanyak 103 kasus (26,08%). Wilayah domisili korban kekerasan yang paling banyak terdapat di Daerah Istimewa Yogyakarta sebanyak 18 kasus dari pada kabupaten lain. Pada usia ini perempuan memiliki ikatan kuat dengan pasangannya (pacarnya) sehingga perempuan menganggap bahwa kekerasan yang dialami adalah hal yang wajar. Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian ini di Yogyakarta (Musvita Ayu et al., n.d.)
1.2 Rumusan Masalah
Apakah terdapat pengaruh kekerasan terhadap kesehatan mental pada mahasiswi di Yogyakarta?
1.3 Tujuan Peneiitian
1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kekerasan berpacaran terhadap Kesehatan mental mahasiswi di Yogyakarta.
2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk dan dampak kekerasan dalam berhubungan pacaran yang dilakukan.
3. Untuk mengetahui faktor penyebab pelaku melakukan kekerasan dalam berhubungan pacaran.
1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi subjek penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman dan pemikiran bagi subjek penelitian mengenai kekerasan-kekerasan yang mungkin dapat terjadi dalam suatu hubungan, sehingga dapat memahami bahwa kekerasan bukanlah bagian dari sebuah hubungan antar manusia, dan kekerasan tersebut diharapkan dapat dikendalikan dengan menjalin komunikasi yang baik dengan pasangan dan lebih memiliki ketegasan dalam suatu hubungan.
2. Bagi masyarakat
Hasil penelitian dapat memberi pemahaman dan informasi tentang dampak kekerasan dalam berpacaran sehingga dapat lebih berhati-hati dalam memilih pasangan dan melakukan antisipasi terhadap hal-hal negative yang mungkin terjadi saat menjalin suatu hubungan dengan seseorang.
1.5 Metodelogi Penelitian 1.5.1 Paradigma Penelitian
Paradigma kuantitatif merupakan penelitian yang sesuai dengan filsafat positivisme, yang tidak mengakui adanya unsur teologi dan metafisik. Paradigma kuantitatif mempunyai pandangan bahwa segala sesuatu dapat diukur, diamati secara obyektif, serta mengarah kepada kepastian dan kebenaran.
Dengan demikian, paradigma pada penelitian ini tidak memenangkan persepsi individu, sebab menilai secara objektif dan peneliti berada diposisi netral.
Dengan adanya survei yang dilakukan, maka akan mendapakan data yang dianggap spesifik dan dapat diukur dengan akurat serta dapa dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu maka, paradigma yang digunakan dalam penelitian ini yaitu paradigma sederhana dengan dua variabel. Dengan keterangan variabel X merupakan pengauh kekerasan dalam pacarana dan variabel Y merupakan Kesehatan mental.
X Y
X : Kekerasan Dalam Berpacaran Y : Kesehatan Mental
1.5.2 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan metode deskkriptif. Sehingga, metode penelitian kuantitatif deskriptif merupakan metode dengan memberikan gambaran arau racangan melalui variabel-variabel dari apa yang akan diteliti. Penelitian yang dilakukan ini menggunakan teknik kuesioner yang dibagikan kepada beberapa mahasiswi di Yogyakarta sebagai cara untuk mrngumpulkan data untuk mengetahui jawabam dari apa pengaruh kekerasan berpacaran terhadap Kesehatan mental mahasiswi di Yogyakarta.
1.6 Populasi dan Sample a. Populasi
Populasi adalah wilayah generelisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.(Wahyudi) Dengan demikian maka, populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswi perempuan di Yogyakarta. Sehingga populasi dalam penelitian ini, diambil dengan jumlah 90.348 mahasiswi perempuan di Yogyakarta.
b. Sample
Sample merupakan bagian dari populasi yang ada, sehingga untuk pengambilan sample harus menggunakan cara tertentu yang didasarkan oleh pertimbangan-pertimbangan yang ada.(Wahyudi) Dengan itu, peneliti menggunakan rumus slovin serta menggunakan teknik sampling purposive dengan pertimbangan tertentu.
n = 𝑁
𝑁𝑒2+1
Keterangan : N = Jumlah populasi
e = Batas kesalahan pengambilan sample 10%
n = Jumlah sample
Dengan menggunakan rumus slovin tersebut, maka berikut cara perhitungan dalam pengambilan samplenya.
n = 𝑛
1 +𝑁𝑒
= 90.348
1+( 90,348 𝑥 10%)
= 90.348
1+(90.348 𝑥 0,01)
= 90,348
1 +903,48
= 90.348
904,48
= 99,88.. N = 100
Sehingga dengan ditemukannya hasil perhtungan di atas, maka 100 orang orang merupakan jumlah sample dalam penelitian ini.
Berikut adalah data mahasiswi di Yogyakarta yang diambil dari Badan Pusat Statistik D.I, Yogyakarta, data ini discreenshot oleh peneliti pada tanggal 19 Oktober 2023.
1.7.1 Kerangka Konsep
1.7.2 Definisi Konsep
Definisi konsep merupakan aspek penelitian yang mencoba menjabarkan mengenai karakterisitik suatu masalah yang akan diteliti.
Dengan adanya penjelasan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka definisi yang digunakan pada penelitian ini adalah :
a) Kekerasan
Kekerasan adalah tindakan atau perilaku yang melibatkan penggunaan kekuatan fisik, psikologis, atau verbal untuk menyakiti atau merugikan orang atau hewan. Ini termasuk kekerasan fisik (seperti pukulan, tendangan), kekerasan verbal (ucapan kasar, ancaman), dan kekerasan psikologis (penghinaan, kontrol berlebihan).
Kekerasan adalah tindakan yang tidak dapat diterima dalam masyarakat dan seringkali melanggar hukum. Masyarakat dan lembaga hukum bekerja untuk mencegah dan menindak tindakan kekerasan ini.Kekerasan dalam berpacaran adalah perilaku yang tidak dapat diterima dan merugikan dalam hubungan percintaan. Ini bisa termasuk kekerasan fisik, emosional, atau verbal. Sangat penting untuk menghindari dan melaporkan perilaku semacam ini serta
Mahasiswi di Yogyakarta Kekerasan
Dalam Berpacaran (x)
Kesehatan Mental (y)
Teori Stress ( Hans Selve) 1. Stimulus
2. Respon 3. Transaksional Teori Siklus Kekerasan
( Lenore Walker ) 1. Fase Ketegangan 2. Ledakan Kekerasan 3. Rekonsiliasi
Pengaruh Kekerasan Dalam Berhubungan Pacaran Terhadap Kesehatan Mental Pada
Mahasiswi di Yogyakarta
mencari bantuan. Keselamatan dan kesejahteraan harus selalu menjadi prioritas utama dalam sebuah hubungan.
b) Kesehatan Mental
Kesehatan mental merujuk pada kondisi kesejahteraan psikologis dan emosional seseorang. Ini mencakup kemampuan seseorang untuk mengatasi stres, mengelola emosi, berpikir dengan jernih, serta berhubungan dengan orang lain. Kesehatan mental yang baik penting untuk kehidupan sehari-hari, produktivitas, dan kualitas hidup secara keseluruhan. Untuk menjaga kesehatan mental bisa termasuk berbicara dengan seorang profesional kesehatan mental, menjalani pola hidup sehat, seperti olahraga dan nutrisi yang baik, serta mencari dukungan sosial. Kesehatan mental adalah bagian integral dari kesehatan secara keseluruhan, dan sangat penting untuk merawatnya agar mencapai keseimbangan dan kesejahteraan. Kesehatan mental saat berpacaran sangat penting, karena hubungan percintaan dapat memiliki dampak besar pada kesejahteraan emosional seseorang.
Beberapa hal yang bisa mempengaruhi kesehatan mental saat berpacaran meliputi komunikasi yang baik, membatasi adanya konflik, membatasi ekspektasi yang tidak sesuai dengan realita, dukungan dari sekitar seperti teman dan keluarga serta harus ingat dengan diri sendiri yang lebih penting.
1.7.3 Operasionalisasi Konsep
Definisi operasional adalah definisi yang diberikan kepada suatu variabel dengan memberi makna atau menentukan operasi atau membernarkan suatu operasi yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut. Definisi operasional disebut juga definisi kerja karena digunakan sebagai pedoman dalam melakukan penelitian tertentu. Dengan definisi operasional, permasalahannya adalah memberikan Batasan perubahan agar penelitian dapat diukur sesuai dengan parameter yang digunakan.
a) Indikator Kekerasan
Lenore Walker mengembangkan Teori Siklus Kekerasan, yang menjelaskan tiga fase utama yang sering terjadi dalam kekerasan dalam hubungan. Berikut adalah penjelasan masing-masing fase dalam teori ini:
1. Fase Ketegangan (Tension-Building Phase) :
• Fase pertama adalah fase ketegangan, di mana konflik atau ketegangan mulai membangun dalam hubungan pasangan. Ini mungkin dimulai dengan ketidaksepakatan kecil, perbedaan pendapat, atau tekanan emosional.
• Selama fase ini, korban mungkin merasa tegang, cemas, dan berusaha menghindari memicu pasangan mereka. Mereka mungkin mencoba untuk menjaga keharmonisan dalam hubungan.
2. Fase Ledakan Kekerasan (Explosion Phase) :
• Fase kedua adalah fase ledakan kekerasan, di mana ketegangan mencapai puncaknya. Pada titik ini, pelaku melepaskan tekanan emosional dengan tindakan kekerasan. Ini bisa mencakup kekerasan fisik, kekerasan verbal, atau ancaman serius terhadap korban.
• Selama fase ledakan, korban menjadi target tindakan kekerasan oleh pelaku. Mereka mungkin mengalami cedera fisik, trauma emosional, dan stres berat.
3. Fase Rekonsiliasi (Honeymoon Phase) :
• Fase ketiga adalah fase rekonsiliasi atau “bulan madu.”
Setelah tindakan kekerasan, pelaku sering merasa penyesalan dan bersedia untuk meminta maaf atau berusaha memulihkan hubungan.
• Selama fase ini, pelaku mungkin memberikan perhatian lebih, janji-janji perubahan, atau tindakan “baik” kepada korban.
Korban mungkin merasa sedikit lega atau berharap perubahan positif dalam hubungan.
• Fase rekonsiliasi ini, bagaimanapun, seringkali sementara, dan siklus kekerasan cenderung dimulai kembali dengan fase ketegangan.
b) Indikator Kesehatan Mental
Menurut Hans Selye seorang ilmuwan yang terkenal dalam bidang psikologi dan stres. Dia memperkenalkan teori stres yang dikenal sebagai "Teori Stres Umum." Menurut teori stresnya, stress merupakan respons tubuh terhadap segala bentuk tuntutan atau tekanan yang menekan homeostasis (keseimbangan dalam tubuh). Selye mengidentifikasi tiga tahap respons stres dalam teorinya, berikut adalah penjelasan masing-masing fase dalam teori ini :
Stres model stimulus
Stres model stimulus merupakaan model stres yang menjelaskan bahwa stres itu adalah varibel yang bebas (independent) atau penyebab manusia mengalami stres. Dengan kata lain, stres merupakan situasi yang lingkungannya tersebut membuat seseorang merasakan begitu menekan dan individu tersebut hanya menerima secara langsung rangsangan stres tanpa adanya proses penilaian. Penyebab-penyebab stres tersebut berperan dalam menentukan seberapa banyak stres yang akan mungkin diterima.
Stres model respons
Stres model respons yang dikembangkan oleh Hans Selye. Selye merupakan ahli yang dikenal sangat luas karena penelitian dan teorinya mengenai stres yang berkaitan dengan aspek Kesehatan dan fisik. Pada tahun 1946, Selye menulis sebuah karya ilmiah yang berjudul “The General Adaptation Syndrome and Diseases of Adaptation” dan menggunakan istilah stress tersebut untuk mengacu secara khusus pada tekananan yang berasal dari luar individu. Namun, empat tahun kemudian, yaitu di tahun 1950, Selye mengganti definisi stres tersebut menjadi respons seseorang yang diberikan terhadap stimulus. Selye menekankan bahwa stress merupakan reaksi atau tanggapan tubuh yang secara spesifik terhadap penyebab stres yang sangat mempengaruhi kepada seseorang.
Stres model transaksional
Berfokus pada respon emosi dan proses kognitif yang mana didasarkan pada interaksi manusia dengan lingkungan. Atau dengan kata lain, stres model ini menekankan bahwa pada peranan penilaian individu terhadap penyebab stres yang mana akan menentukan respon individu tersebut. Richard Lazarus dan Susan Folkman adalah tokoh yang terkenal dalam mengembangkan teori stres model transaksional.
Lazarus dan Folkman (1984) menyatakan bahwa stres adalah hubungan antara individu dengan lingkungannya yang dievaluasi oleh seseorang sebagai tuntutan atau ketidakmampuan dalam mengahadapi situasi yang membahayakan atau meng- ancam kesehatan.
1.8 Teknik Pengumpulan Data a) Data Primer
Data primer merupakan data utama yang diperoleh dari hasil survei langsung dilapangan penelitian berupa kuesioner yang
disebarkan kepada responden yaitu mahasiswi di Yogyakarta. Data primer berasal dari jawaban respoden terhadap pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner yang disebarkan.
Pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner berpedoman pada indikator perubahan, yang dilakukan dengan memilih alternatif jawaban yang disesuaikan. Pengukuran kuesioner diukur menggunakan skala Likert. Metode ini memungkinkan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang terhadap social tertentu yang telah diidentifikasi secara khusus oleh peneliti dan selanjutkan disebut variabel penelitian.
Dengan skala likert maka, variabel yang akan diukur diajabarkan menjadi indikator variabel. Jawaban dari setiap pertanyaan yang diukur menggunakan skala likert mempunyai gradasi jawaban dari yang positif hingga ke jawaban yang negative, yang berupa :
SS : Sangat Setuju S : Setuju
KS : Kurang Setuju TS : Tidak Setuju b) Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang tidak diperoleh secara langsung, melainkan menunjang atau mendukung data primer yang diperoleh langsung dari studi literatur, dokumen, atau referensi dari buku-buku dan hasil penelitian serta dari dokumen- dokumen terkait internet.
c) Uji Validitas
Uji validitas
Bertujuan untuk mengetahui seberapa baik kuesioner mampu mengukur apa yang akan diukur. Kekuatan adalah derajat ketetapan antara data yang terjadi pada subjek penelitian dengan yang valid adalah data yang sesuai adanya antara data yang dilaporkan peneliti dengan data sebenarnya. Pengecekan validalitas dilakukan dengan cara membandingkan nilai r hitung dengan r tabel dengan tingkat yang signifikansi 10 (df) – n-2, dalam hal ini nilai n adalah jumlah sampel, jika > r maka pertanyaan berdasarkan indikator yang ada dinyatakan valid dan akurat.
Uji Reliabelitas
Hal ini menyangkut keakuratan dalam pengukuran data yang didapatkan melalui kuisoner. Reliabelitas tinggi dapat diyakini dan dipercaya. Hal ini akan menunjukkan konsistensi
dalam mengukur faktor awal dan memastikan bahwa responden menjawab secara konsisten dan tidak menjawab dengan seenaknya sendiri. Sehingga pada akhirnya penguji menggunakan program SPSS.
1.9 Teknik Analisis Data
Tenik Analisa data adalah kegiatan yang dilakukan setelah terkumpulnya data dari responden terkumpul secara benar.
Kegiatan yang dilakukan dalam analisa data yaitu menggolongkan data berdasarkan variabel yang telah tersedia dari seluruh responden yang telah menjawab kuisoner.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan aturan perhitinga regresi lincar sederhana yang dipergunakan untuk judul yang telah ditetapkan pada penelitian ini. Dengan penetapan variabel (x) yaitu kekerasan dalam pacarana dan variabel (y) yaitu kesehatan mental. Dengan itu, berikut rumus regresi linear sederhana :
y = a + b.x Dengan keterangan sebagai berikut : y : Kesehatan Mental
x : Kekerasan Dalam Berpacaran a : Intercept atau Konstanta b : Koefisien Regresi
,