Diterbitkan oleh Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Lambung Mangkurat pISSN: 2086-7328, eISSN: 2550-0716. Terindeks di SINTA (Peringkat 3), IPI, IOS, Google Scholar, MORAREF, BASE, Research Bib, SIS, TEI, ROAD, Garuda dan Scilit.
Received : 15-11-2021, Accepted : 09-10-2021, Published : 24-11-2021
PENGARUH PEMBELAJARAN DARING TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS MENGGUNAKAN MODEL
PROBLEM BASED LEARNING BERBASIS ETNOSAINS PADA MATERI KESETIMBANGAN ION DALAM LARUTAN GARAM
The Effect of Online Learning on Critical Thinking Skills Using Problem Based Learning Model Based on Ethnoscience on Ion Equilibrium in Salt
Solution Materials
Mona Rezki Aulia*, Leny, Abdul Hamid
Program Studi Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lambung Mangkurat
Jl. Brigjen H. Hasan Basry, Banjarmasin 70123, Kalimantan Selatan, Indonesia
*email: [email protected]
Abstrak. Riset bertujuan mengetahui (1) perbedaan keterampilan berpikir kritis peserta didik antara peserta didik yang menggunakan Zoom dibandingkan dengan peserta didik yang menggunakan Google Classroom, (2) respon peserta didik terhadap penggunaan Zoom dan Google Classroom dengan model Problem Based Learning berbasis etnosains. Eksperimen semu dan nonequivalent control group design merupakan metode riset yang digunakan. Teknik yang digunakan yaitu analisis inferensial dan deskriptif.
Pengumpulan data menggunakan instrumen tes berupa tes uraian dan non tes berupa angket respon peserta didik. Populasi riset adalah kelas XI MIPA SMAN 8 Banjarmasin dengan sampel sebanyak 2 kelas dipilih dengan purposive sampling, XI MIPA 2 sebagai kelas eksperimen 1 menggunakan Zoom dan XI MIPA 1 sebagai kelas eksperimen 2 menggunakan Google Classroom. Uji statistik parametrik digunakan pada riset ini karena data yang dihasilkan berdistribusi normal L0 < Ltabel. Hasil riset adalah (1) terdapat perbedaan keterampilan berpikir kritis yang signifikan antara peserta didik yang menggunakan Zoom dibandingkan dengan peserta didik yang menggunakan Google Classroom thitung > ttabel yaitu 2,27 > 1,99, (2) model Problem Based Learning berbasis etnosains menggunakan Zoom mendapat respon sangat baik dari peserta didik dan model Problem Based Learning berbasis etnosains menggunakan Google Classroom mendapat respon baik dari peserta didik. Riset ini dapat disimpulkan terdapat perbedaan keterampilan berpikir kritis peserta didik di SMAN 8 Banjarmasin yang signifikan antara peserta didik yang menggunakan Zoom dengan peserta didik yang menggunakan Google Classroom.
Kata kunci: daring, keterampilan berpikir kritis, problem based learning, etnosains.
Abstract. The research aimed to inform (1) the difference in students’ critical thinking skills between students who use Zoom compared to students who use Google Classroom, (2) responses to the use of Zoom and Google Classroom with Problem Based Learning model based on ethnoscience. Quasi experimental and nonequivalent control group design was the research method used. The technique used inferential and descriptive analysis The data collected with instrument test in the form of essay test and non-test in the form of student response questionnaires. The research population was XI MIPA class at SMAN 8 Banjarmasin with a sample of 2 classes selected by purposive sampling, XI MIPA 2 as experimental class 1 using Zoom and XI MIPA 1 as experimental class 2 using Google Classroom. Parametric
statistical test used in this study because the resulting data were normally distributed L0 < Ltable. The results of the study were (1) there were significant differences in critical thinking skills between students who use Zoom compared to students who use Google Classroom tcount > ttable was 2.27 >
1.99, (2) Problem Based Learning model based on ethnoscience using Zoom received a very good response from students and Problem Based Learning model based on ethnoscience using Google Classroom received a good response from students. This research can be concluded that there were significant differences in the critical thinking skills of students at SMAN 8 Banjarmasin between students who use Zoom and students who use Google Classroom.
Keywords: online, critical thinking skills, problem based learning, ethnoscience
PENDAHULUAN
Teknologi dan informasi pada era revolusi industri 4.0 selalu berhubungan dengan kehidupan manusia. Manusia akan lebih mudah dalam menjalani kehidupan, meskipun secara tidak langsung sumber daya manusia akan digantikan oleh teknologi dan mesin. Generasi selanjutnya untuk dapat bertahan di era revolusi industri ini perlu mengembangkan dirinya (Ghiffar et al., 2018).
Sumber daya manusia dapat ditingkatkan melalui pendidikan (Muliyani et al., 2017). Peserta didik melalui sistem pendidikan diharapkan dibekali dengan keterampilan-keterampilan belajar seperti keterampilan berpikir kritis. Keterampilan berpikir kritis penting dalam pembelajaran kimia. Peserta didik yang mempelajari ilmu kimia dituntut berpikir secara abstrak sehingga keterampilan berpikir kritis diperlukan agar membantu peserta didik memahami materi kimia (Driana et al., 2021). Keterampilan berpikir kritis yaitu informasi didapat dari pengamatan dan pengalaman yang dianalisis dan dievaluasi melalui proses intelektual untuk membuat penilaian dan mengambil keputusan (Wayudi et al., 2020).
Peserta didik dalam pembelajaran kimia idealnya memiliki keterampilan berpikir kritis yang tinggi seperti dapat merumuskan pertanyaan, mengidentifikasi kesimpulan, memberikan contoh, membuat laporan observasi, mampu mengaplikasikan konsep, dan mampu berargumen saat diskusi yang digunakan sebagai indikator peserta didik tersebut memiliki keterampilan berpikir kritis (Rumiyati, 2021). Implementasi kurikulum 2013 mengharapkan peserta didik tidak hanya dituntut untuk memiliki pengetahuan dan sikap yang baik tetapi dituntut juga memiliki kemampuan menalar, memilah, dan menyaji secara kreatif, produktif, kritis, mandiri, kolaboratif, dan komunikatif dalam ranah konkret maupun abstrak melalui pembelajaran yang telah dirancang (Mardlotillah et al., 2020). Keterampilan berpikir kritis sangat penting dalam mengembangkan kemampuan kognitif dan menyimpan informasi secara efektif.
Penelitian (Wayudi et al., 2020) menunjukkan bahwa peserta didik di salah satu SMAN Bandung memiliki keterampilan berpikir kritis yang rendah disebabkan kurangnya pengalaman dan belum terbiasa menghadapi pembelajaran yang mendorong keterampilan berpikir kritis. Selain itu, kurangnya pemahaman peserta didik terhadap relevansi kimia dalam kehidupan sehari-hari juga menjadi masalah dalam melatih keterampilan berpikir kritis (Nurhayati et al., 2016). Berdasarkan hasil PISA (2018) pada aspek literasi sains, Indonesia merupakan urutan ke 74 dari 79 jumlah negara anggota PISA (OECD, 2019). Peserta didik berliterasi sains sangat dibutuhkan saat ini sehingga dalam pembelajaran kimia pun perlu ditekankan serta ditujukan untuk meningkatkan literasi sains. Upaya untuk meningkatkan
literasi sains salah satunya dapat dilakukan dengan meningkatkan keterampilan berpikir kritis karena kemampuan literasi sains memiliki korelasi dengan keterampilan berpikir kritis (Nurhayati et al., 2016; Rahayuni, 2016).
Hasil tanya jawab dengan guru kimia dan observasi dari proses pembelajaran di SMAN 8 Banjarmasin yaitu rendahnya keterampilan berpikir kritis peserta didik karena peserta didik cenderung pasif dan peserta didik terbiasa menerima pengetahuan hanya disampaikan oleh guru. Peserta didik tidak terbiasa mencari dan mengolah informasi terkait materi kimia secara mandiri sehingga peserta didik tidak terlibat langsung dalam proses penemuan konsep kimia. Beberapa hasil survei tersebut adalah bukti kuat bahwa keterampilan berpikir kritis peserta didik di Indonesia masih cukup rendah. Rendahnya keterampilan berpikir kritis disebabkan oleh kegiatan pembelajaran kimia yang dilaksanakan selama ini masih terbatas melalui pemberian ceramah, diskusi, dan praktikum yang masih didominasi oleh guru (teacher centered).
Wabah Covid-19 menyebabkan terjadinya pembatasan sosial dan menjaga jarak fisik. Kegiatan belajar mengajar tatap muka di sekolah ditiadakan berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan. Salah satu solusi pembelajaran dalam menghadapi situasi pandemi Covid-19 adalah dengan pembelajaran daring (Kusuma & Hamidah, 2020). Pembelajaran yang menggunakan jaringan internet sehingga terjadinya suatu interaksi dalam pembelajaran disebut pembelajaran daring (Sadikin & Hamidah, 2020). Kegiatan pembelajaran juga dibutuhkan media yang sinkron untuk diterapkan bersama dengan model pembelajaran tersebut (Irliyani et al., 2018).
Pembelajaran daring melalui Zoom dan Google Classroom dapat diterapkan dalam kondisi wabah Covid-19 sehingga membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Menurut Iriani & Kurniasih (2019) bahwa karena guru belum memanfaatkan potensi budaya lokal sebagai sumber belajar sehingga peserta didik cenderung pasif dan tidak tahu hubungan antara belajar kimia dengan budaya lokal. Budaya lokal peserta didik sangat penting dalam pembelajaran yang berfungsi sebagai media dan rangsangan belajar untuk memotivasi dan membantu peserta didik membangun pengetahuan baru (Suardana et al., 2018). Pembelajaran di sekolah dapat memanfaatkan keanekaragaman budaya di Indonesia sebagai sumber pembelajaran (Hadi et al., 2019).
Model Problem Based Learning berbasis etnosains melalui pembelajaran daring merupakan solusi yang dapat diterapkan dalam pembelajaran untuk melatih keterampilan berpikir kritis peserta didik saat pandemi Covid-19. Model Problem Based Learning berbasis etnosains merupakan model kontekstual yang sinkron dengan kurikulum 2013 dan berdasarkan teori belajar konstruktivisme. Menurut (Ariningtyas et al., 2017) pembelajaran berpendekatan etnosains lebih menekankan tercapainya pemahaman yang terpadu daripada sekedar pemahaman mendalam.
Pembelajaran kimia yang mengintegrasikan sasirangan sebagai kain khas dari Kalimantan Selatan dapat menambah wawasan tentang budaya lokal dan memahami hubungan budaya lokal dengan materi pembelajaran kimia (Iriani & Kurniasih, 2019). Menurut (Rukayah et al., 2018) bahwa model Problem Based Learning berbasis etnosains dapat merancang pengalaman peserta didik dan mengintegrasikan bagian dari budaya sebagai proses pengetahuan. Riset oleh Iriani & Kurniasih (2019) menyatakan bahwa thitung > ttabel, model Problem Based Learning berbantuan LKPD sasirangan etnosains yang diterapkan dalam pembelajaran terdapat perbedaan terhadap keterampilan berpikir kritis peserta didik. Selain itu, pembelajaran daring melalui Zoom dan Google Classroom merupakan suatu solusi agar proses pembelajaran tetap berjalan selama pandemi Covid-19 dan keterampilan berpikir
kritis peserta didik dapat terlatih dengan model Problem Based Learning berbasis etnosains melalui pembelajaran daring.
Berdasarkan pemaparan diatas, permasalahan dalam riset ini adalah (1) apakah terdapat perbedaan keterampilan berpikir kritis peserta didik yang signifikan pada materi kesetimbangan ion dalam larutan garam antara penggunaan Zoom dan Google Classroom dengan model Problem Based Learning berbasis etnosains, dan (2) bagaimana respon peserta didik terhadap penggunaan Zoom dan Google Classroom dengan model Problem Based Learning berbasis etnosains pada materi kesetimbangan ion dalam larutan garam. Riset ini dilakukan sebagai kajian agar diketahui peningkatan keterampilan berpikir kritis dengan adanya pengaruh dari pembelajaran daring dengan menggunakan model Problem Based Learning berbasis etnosains dan mengetahui respon peserta didik terhadap penggunaan Zoom dan Google Classroom dengan model Problem Based Learning pada materi kesetimbangan ion dalam larutan garam di kelas XI MIPA SMAN 8 Banjarmasin.
METODE PENELITIAN
Eksperimen semu dan nonequivalent control group design merupakan metode riset yang digunakan (Sugiyono, 2016). Riset dilaksanakan bulan Desember tahun 2020 sampai Juni tahun 2021 di SMAN 8 Banjarmasin. Populasi riset adalah kelas XI MIPA SMAN 8 Banjarmasin dengan sampel sebanyak 2 kelas dipilih dengan purposive sampling dan masing-masing kelas terdiri dari 36 orang, XI MIPA 2 sebagai kelas eksperimen 1 diberi perlakuan menggunakan Zoom sedangkan XI MIPA 1 sebagai kelas eksperimen 2 diberi perlakuan menggunakan Google Classroom. Model Problem Based Learning berbasis etnosains diterapkan pada kedua kelas tersebut.
Silabus, RPP, LKPD, dan lembar penilaian merupakan perangkat yang digunakan dalam riset ini. Pengumpulan data menggunakan instrumen tes untuk mengetahui keterampilan berpikir kritis yang diberikan saat pretest dan posttest berupa soal uraian terdiri dari 5 soal dengan tingkat pengetahuan pada level menganalisis (C4) dan instrumen non tes berupa angket respon peserta didik berisi 10 pernyataan positif yang diberikan setelah diberikan perlakuan. Nilai keterampilan berpikir kritis peserta didik dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Nilai = Jumlah skor yang diperoleh Jumlah skor maksimal × 100
Kategori hasil penilaian keterampilan berpikir kritis peserta didik dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kategori keterampilan berpikir kritis
Persentase (%) Kategori
81-100 Sangat Kritis
61-80 Kritis
41-60 Cukup Kritis
21-40 Kurang Kritis
0-20 Tidak Kritis
(Adaptasi: Widoyoko, 2018).
Hasil respon peserta didik dapat diklasifikasikan berdasarkan kategori skor respon peserta didik pada Tabel 2.
Tabel 2. Kategori skor respon peserta didik
Persentase (%) Kategori
10-18 Tidak Baik
19-26 Kurang Baik
27-34 Cukup Baik
35-42 Baik
43-50 Sangat Baik
(Adaptasi: Widoyoko, 2018).
Analisis data tes keterampilan berpikir kritis menggunakan teknik analisis uji-t yang terlebih dahulu diuji normalitas dan homogenitasnya. Apabila data berdistribusi normal maka disarankan untuk menggunakan uji statistik parametrik dan apabila data berdistribusi tidak normal maka disarankan untuk menggunakan uji statistik nonparametrik (Supardi, 2016). Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis keterampilan berpikir kritis dan respon peserta didik serta analisis inferensial digunakan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Tes keterampilan berpikir kritis dilaksanakan saat sebelum dan setelah pembelajaran berlangsung. Tabel 3 tersaji rata-rata nilai keterampilan berpikir kritis peserta didik.
Tabel 3. Rata-rata nilai keterampilan berpikir kritis peserta didik
Nilai Kelas eksperimen 1 Kelas eksperimen 2
Pretest Posttest Pretest Posttest
Terendah Tertinggi Rata-rata
12,00 52,00 28,33
56,00 100,00
86,33
4,00 48,00 24,44
40,00 96,00 72,44
Berdasarkan Tabel 3, peserta didik sebelum diberi perlakuan cenderung sama berada di kategori kurang kritis. Setelah pembelajaran dilaksanakan, kelas eksperimen 1 yang belajar melalui Zoom, nilai rata-ratanya adalah 86,33 dengan kategori sangat kritis sedangkan kelas eksperimen 2 yang belajar melalui Google Classroom, nilai rata-ratanya adalah 72,44 dengan kategori kritis. Hal ini menunjukkan terdapat pengaruh terhadap keterampilan berpikir kritis peserta didik setelah penggunaan Zoom dan Google Classroom dengan model Problem Based Learning berbasis etnosains.
Data pretest dan posttest hasil tes keterampilan berpikir kritis terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas kemudian dilakukan uji beda. Tabel 4 tersaji hasil uji normalitas keterampilan berpikir kritis peserta didik.
Tabel 4. Hasil uji normalitas data pretest dan posttest keterampilan berpikir kritis
Hasil Kelas N L0 Ltabel Kesimpulan
Pretest Eksperimen 1 36 0,1227 0,148 Normal
Eksperimen 2 36 0,1253 0,148 Normal
Posttest Eksperimen 1 36 0,1196 0,148 Normal
Eksperimen 2 36 0,1399 0,148 Normal
Berdasarkan Tabel 4, hasil uji normalitas data pretest dan posttest kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 diperoleh L0 < Ltabel yang berarti sebaran data berdistribusi normal sehingga menggunakan uji statistik parametrik. Tabel 5 tersaji hasil uji homogenitas keterampilan berpikir kritis peserta didik.
Tabel 5. Hasil uji homogenitas data pretest dan posttest keterampilan berpikir kritis Hasil Kelas dB SD SD2 Fhitung Ftabel
( = 0,05) Kesimpulan Pretest Eksperimen 1 35 11,45 131,09
1,22 1,76 Homogen
Eksperimen 2 35 10,38 107,68 Posttest Eksperimen 1 35 10,05 100,91
1,54 1,76 Homogen
Eksperimen 2 35 12,46 155,23
Berdasarkan Tabel 5, hasil uji homogenitas data pretest dan posttest kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 diperoleh Fhitung < Ftabel yang berarti H0
diterima sehingga menunjukkan data pretest dan posttest keterampilan berpikir kritis kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 memiliki kemampuan yang setara.
Tabel 6 dapat dijumpai hasil uji-t data tes saat pertemuan awal dan pertemuan akhir.
Tabel 6. Hasil uji-t data pretest dan posttest keterampilan berpikir kritis
Hasil Kelas N X SD2 thitung ttabel
( = 0,05) Kesimpulan Pretest Eksperimen 1 36 28,33 131,09
1,02 1,99 Tidak
signifikan Eksperimen 2 36 24,44 107,68
Posttest Eksperimen 1 36 86,33 100,91
2,27 1,99 Signifikan Eksperimen 2 36 72,44 155,23
Berdasarkan Tabel 6 setelah diberi perlakuan yang berbeda dan dilaksanakan posttest, diperoleh thitung > ttabel dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara peserta didik yang menggunakan Zoom dibandingkan dengan peserta didik yang menggunakan Google Classroom. Sejalan dengan riset yang telah dilakukan oleh Hamidy (2021) yaitu ada perbedaan yang signifikan antara pembelajaran terhadap hasil belajar matematika yang menggunakan Zoom dan Google Classroom. Tabel 7 merupakan interpretasi nilai N-gain berdasarkan data tes saat pertemuan awal dan pertemuan akhir pada kedua kelas.
Tabel 7. Interpretasi nilai N-gain keterampilan berpikir kritis
Kelas Rata-rata N-gain Kategori
Eksperimen 1 0,81 Tinggi
Eksperimen 2 0,64 Sedang
Berdasarkan Tabel 7 dengan model Problem Based Learning berbasis etnosains, rata-rata N-gain kelas eksperimen 1 lebih tinggi yang diberi perlakuan menggunakan Zoom dibandingkan kelas eksperimen 2 yang diberi perlakuan menggunakan Google Classroom artinya peserta didik kelas eksperimen 1 menggunakan Zoom sebagai media pembelajaran daring mengalami peningkatan keterampilan berpikir kritis yang lebih besar daripada peserta didik kelas eksperimen 2. Gambar 1 merupakan keterampilan berpikir kritis peserta didik setiap indikator sebelum diberi perlakuan.
Gambar 1. Nilai pretest setiap indikator keterampilan berpikir kritis
Keterangan:
KBK 1 = Memfokuskan pertanyaan
KBK 2 = Bertanya dan menjawab pertanyaan
KBK 3 = Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi KBK 4 = Menginduksi atau mempertimbangkan hasil induksi KBK 5 = Berinteraksi dengan orang lain
Hasil pretest indikator menginduksi atau mempertimbangkan hasil induksi pada Gambar 1 menunjukkan persentase terendah. Peserta didik masih belum terlatih mengembangkan keterampilan berpikir kritisnya dalam menyimpulkan soal sehingga peserta didik masih kesulitan dalam menarik kesimpulan. Indikator menginduksi atau mempertimbangkan hasil induksi dapat tercapai apabila peserta didik dapat melihat fakta dari hasil menyelidiki secara seksama sehingga dapat menyimpulkan suatu masalah dengan tepat.
Gambar 2 merupakan hasil posttest keterampilan berpikir kritis peserta didik setiap indikator.
Gambar 2. Nilai posttest setiap indikator keterampilan berpikir kritis 0
10 20 30 40 50 60
KBK 1 KBK 2 KBK 3 KBK 4 KBK 5
Persentase (%)
Eksperimen Kontrol
0 20 40 60 80 100
KBK 1 KBK 2 KBK 3 KBK 4 KBK 5
Persentase
Eksperimen Kontrol
Keterangan:
KBK 1 = Memfokuskan pertanyaan
KBK 2 = Bertanya dan menjawab pertanyaan
KBK 3 = Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi KBK 4 = Menginduksi atau mempertimbangkan hasil induksi KBK 5 = Berinteraksi dengan orang lain
Gambar 2 menunjukkan bahwa indikator KBK 1 yaitu memfokuskan pertanyaan, nilai posttest di kelas eksperimen 1 adalah 90,00% berkategori sangat kritis dan nilai posttest di kelas eksperimen 2 adalah 78,33% berkategori kritis.
Tahap mengorientasikan peserta didik terhadap masalah dimana indikator ini bekerja. Soal disajikan agar peserta didik mampu mengajukan pertanyaan atau masalah yang ada. Persentase peningkatan keterampilan berpikir kritis yang lebih tinggi di kelas eksperimen 1 pada indikator memfokuskan pertanyaan menunjukkan bahwa proses pembelajaran melalui Zoom lebih berpengaruh dikarenakan adanya fitur video conference dan share screen dimana guru dapat menampilkan LKPD pada layar yang terdapat suatu masalah berhubungan dengan kain sasirangan sehingga dapat dilihat oleh peserta didik dan membuat pembelajaran lebih terarah.
Tahap ini bertujuan mengetahui tingkat penguasaan materi oleh peserta didik yang diberikan masalah berhubungan dengan kain sasirangan sehingga melalui kegiatan penyelidikan membuat peserta didik tertarik dan termotivasi dalam belajar. Sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Salbiah (2017) yaitu peserta didik mendapatkan skor rata-rata yaitu 86 berkategori sangat tinggi pada indikator memfokuskan pertanyaan.
Hasil posttest indikator KBK 2 yaitu bertanya dan menjawab pertanyaan, di kelas eksperimen 1 adalah 91,11% berkategori sangat kritis dan di kelas eksperimen 2 adalah 86,11% berkategori sangat kritis. Tahap mengorganisasikan peserta didik untuk belajar dimana indikator ini bekerja. Tahap ini bertujuan menemukan fakta yang ada dari masalah yang disajikan sehingga dapat digunakan untuk membantu menjawab permasalahan tersebut. Persentase peningkatan keterampilan berpikir kritis yang lebih tinggi di kelas eksperimen 1 pada indikator bertanya dan menjawab pertanyaan menunjukkan bahwa proses pembelajaran melalui Zoom lebih berpengaruh dikarenakan adanya fitur video conference sehingga pembelajaran lebih terarah. Peserta didik selama dilaksanakan pembelajaran telah mengajukan pertanyaan dan hipotesis dengan baik terkait dengan budaya lokal Kalimantan Selatan yaitu penggunaan deterjen pada kain sasirangan. Adapun rumusan masalah yang dibuat oleh peserta didik yaitu “bagaimanakah kemampuan hidrolisis pada detergen?” dan hipotesisnya yaitu “deterjen berasal dari asam lemah dan basa kuat sehingga mengalami hidrolisis parsial dan merupakan larutan garam yang bersifat basa”. Hal ini sejalan dengan penelitian Susanti & Suwu (2016) bahwa pembelajaran dengan menggunakan Problem Based Learning merupakan suatu pembelajaran yang dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis peserta didik melalui kegiatan bertanya dan menjawab pertanyaan.
Indikator KBK 3 yaitu mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi, nilai posttest di kelas eksperimen 1 adalah 93,33% berkategori sangat kritis dan di kelas eksperimen 2 adalah 81,11% berkategori sangat kritis. Tahap membimbing penyelidikan mandiri dan kelompok dimana indikator ini bekerja.
Tahap ini bertujuan untuk memberikan bukti-bukti yang benar sesuai hasil observasi akan suatu data. Berdasarkan gambar 1 dan 2 menunjukkan bahwa Indikator KBK 3 kelas eksperimen 1 pada saat pretest rata-rata nilainya adalah 22,22% dan saat posttest rata-rata nilainya adalah 93,33% yang memiliki persentase pencapaian
paling tinggi. Hal ini dikarenakan setelah diberi perlakuan menggunakan Zoom dengan model Problem Based Learning berbasis etnosains pada tahap ketiga yaitu membimbing penyelidikan mandiri dan kelompok, peserta didik diarahkan untuk mengamati video eksperimen dengan seksama yang ditampilkan oleh guru melalui fitur share screen sehingga peserta didik dalam belajar lebih terarah dan dapat menemukan bukti-bukti yang benar terhadap suatu data. Hal ini sejalan dengan penelitian Iriani & Kurniasih (2019) bahwa penerapan model Poblem Based Learning berbasis etnosains dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta didik pada indikator mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi melalui kegiatan mengumpulkan berbagai informasi bersama kelompoknya.
Indikator KBK 4 yaitu menginduksi atau mempertimbangkan hasil induksi, nilai posttest di kelas eksperimen 1 adalah 75,56% berkategori kritis dan di kelas eksperimen 2 adalah 53,89% berkategori cukup kritis. Indikator ini bekerja melalui tahap menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Tujuan tahap ini untuk membuat kesimpulan berdasarkan fakta terhadap masalah yang telah disajikan. Persentase peningkatan keterampilan berpikir kritis yang lebih tinggi di kelas eksperimen 1 pada indikator menginduksi atau mempertimbangkan hasil induksi menunjukkan bahwa proses pembelajaran melalui Zoom lebih berpengaruh dikarenakan adanya fitur video conference sehingga pembelajaran lebih terarah.
Namun, indikator ini memiliki nilai persentase jauh lebih rendah dari indikator lainnya karena peserta didik masih kesulitan dalam menarik kesimpulan. Sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Khoirunnisa & Sabekti (2020) bahwa peserta didik pada indikator menginduksi atau mempertimbangkan hasil induksi masih kesulitan dalam menyimpulkan suatu informasi atau data yang diperoleh dibuktikan dengan rata-rata nilai keterampilan berpikir kritis peserta didik mencapai kategori rendah yaitu 26,84.
Indikator KBK 5 yaitu berinteraksi dengan orang lain, nilai posttest di kelas eksperimen 1 adalah 81,67% berkategori sangat kritis dan di kelas eksperimen 2 adalah 62,78% berkategori kritis. Tahap mengembangkan dan menyajikan hasil karya berperan agar indikator ini bekerja. Persentase peningkatan keterampilan berpikir kritis yang lebih tinggi di kelas eksperimen 1 pada indikator berinteraksi dengan orang lain menunjukkan bahwa proses pembelajaran melalui Zoom lebih berpengaruh dikarenakan peserta didik saling berinteraksi dan bertukar pikiran secara tatap muka walaupun pada pembelajaran daring sehingga terjadi saling belajar antar peserta didik dalam kelompok dan mengembangkan keterampilan berpikir kritisnya. Hasil tukar pikiran kelompok dipresentasikan dan adanya sesi tanya jawab. Hal ini sejalan dengan penelitian (Wayudi et al., 2020) bahwa dalam kegiatan diskusi, peserta didik saling berinteraksi dan bertukar pengetahuan bersama sehingga dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis.
Keterampilan berpikir kritis kedua kelas secara keseluruhan meningkat karena penggunaan model Problem Based Learning berbasis etnosains. Sependapat dengan riset yang dilakukan oleh Iriani & Kurniasih (2019) bahwa melalui model Problem Based Learning berbantuan LKPD sasirangan etnosains, peserta didik dapat terbantu dalam berpikir dan melatih keterampilan berpikir kritisnya dengan mengintegrasikan budaya yang ada di lingkungan sekitar. Model Problem Based Learning berbasis etnosains dilaksanakan dengan perlakuan yang berbeda sehingga pencapaian keterampilan berpikir kritis berada di kategori berbeda pula karena kelas eksperimen 1 belajar melalui Zoom dan kelas eksperimen 2 belajar melalui Google Classroom.
Kelas eksperimen 1 yang belajar melalui Zoom dilengkapi dengan fasilitas share screen sehingga peserta didik tidak hanya mendengar penjelasan tetapi juga
dapat mencermati materi yang diberikan dan adanya menu breakout rooms yang memungkinkan peserta didik dapat melatih keterampilan berpikir kritisnya dengan berdiskusi bersama anggota kelompoknya. Kegiatan pada kelas eksperimen 1 dilakukan melalui video conference pada aplikasi Zoom membuat pembelajaran lebih terarah sedangkan kelas eksperimen 2, pembelajaran bersifat verbal karena hanya mengobrol di kolom komentar sehingga proses pembelajaran kurang maksimal. Sejalan dengan riset yang dilaksanakan Ismawati & Prasetyo (2021) bahwa pembelajaran video conference melalui Zoom lebih real time dan interaktif dalam mendukung pembelajaran daring sehingga memudahkan memahami materi yang diajarkan. Hal ini juga sejalan dengan riset yang telah dilakukan oleh Hamidy (2021) yaitu ada perbedaan yang signifikan antara pembelajaran terhadap hasil belajar matematika yang menggunakan Zoom dan Google Classroom.
Selanjutnya, respon peserta didik terhadap pembelajaran daring menggunakan Zoom dan Google Classroom dengan model Problem Based Learning berbasis etnosains yaitu dengan diberikan angket respon dengan 10 pernyataan positif setelah pembelajaran berlangsung. Tabel 8 menunjukkan respon peserta didik pada pembelajaran daring.
Tabel 8. Hasil respon peserta didik
Kelas Rata-rata respon peserta didik Kategori
Eksperimen 1 42,11 Sangat Baik
Eksperimen 2 39,25 Baik
Rata-rata respon peserta didik berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa pembelajaran daring melalui Zoom, peserta didik memberikan respon yang sangat baik karena pembelajaran menggunakan model Problem Based Learning berbasis etnosains melalui Zoom sangat menarik, membantu lebih mudah memahami materi, dan cocok diterapkan pada materi kimia khususnya materi kesetimbangan ion dalam larutan garam. Selain itu, banyaknya fitur-fitur pendukung yang diberikan selama pembelajaran daring seperti video conference, share screen, dan breakout rooms.
Peserta didik pada kelas eksperimen 2 dengan pembelajaran daring melalui Google Classroom memberikan respon yang baik karena peserta didik belajar hanya melalui chat pada kolom komentar sehingga kurang maksimal dalam pembelajaran.
Berdasarkan temuan ini dapat disimpulkan bahwa model Problem Based Learning berbasis etnosains dapat diterapkan pada pembelajaran daring. Guru dapat memanfaatkan kemajuan teknologi terhadap perkembangan pendidikan untuk mempermudah proses pembelajaran pada kondisi wabah Covid-19 saat ini.
Pembelajaran daring menggunakan model Problem Based Learning berbasis etnosains dapat memudahkan peserta didik memahami materi khususnya materi kesetimbangan ion dalam larutan garam sehingga dapat melatih keterampilan berpikir kritis. Pembelajaran daring dengan model Problem Based Learning berbasis etnosains menggunakan Zoom lebih fleksibel dan lebih menarik karena terdapat fitur-fitur pendukung seperti video conference, share screen dan breakout rooms.
Kebaruan dalam riset ini adalah model Problem Based Learning berbasis etnosains yang digunakan pada pembelajaran daring yaitu melalui Zoom dan Google Classroom. Penelitian sebelumnya, model Problem Based Learning berbasis etnosains diterapkan melalui pembelajaran tatap muka. Pembelajaran daring menggunakan model Problem Based Learning berbasis etnosains pada penelitian ini dianalisis pengaruhnya terhadap keterampilan berpikir kritis peserta didik khususnya pada materi kesetimbangan ion dalam larutan garam.
SIMPULAN
Berdasarkan dari hasil riset menunjukkan bahwa (a) pembelajaran daring dengan model Problem Based Learning berbasis etnosains menunjukkan ada perbedaan yang signifikan terhadap keterampilan berpikir kritis antara kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 yaitu thitung > ttabel yaitu 2,27 > 1,99 (b) dengan model Problem Based Learning berbasis etnosains, respon sangat baik diberikan oleh peserta didik dengan belajar melalui Zoom yaitu 42,11 dan respon baik diberikan oleh peserta didik dengan belajar melalui Google Classroom yaitu 39,25.
Kesimpulannya adalah pembelajaran daring menggunakan Zoom dengan model Problem Based Learning berbasis etnosains lebih berpengaruh dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis pada materi kesetimbangan ion dalam larutan garam.
Adapun saran dari riset yang telah dilakukan yaitu model Problem Based Learning berbasis etnosains dapat digunakan oleh guru untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta didik khususnya pada materi kesetimbangan ion dalam larutan garam. Guru atau peneliti lain sebaiknya memperhatikan ketersediaan akses internet dan sebaiknya menggabungkan aplikasi Zoom dan Google Classroom sehingga pembelajaran lebih maksimal selama pembelajaran daring.
DAFTAR RUJUKAN
Ariningtyas, A., Wardani, S., & Mahatmanti, W. (2017). Efektivitas Lembar Kerja Bermuatan Etnosains Materi Hidrolisis Garam untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa SMA. Journal of Innovative Science Education, 6(2), 186-196.
10.15294/jise.v6i2.19718
Driana, E., Susilowati, A., Ernawati, E., & Ghani, A. R. A. (2021). Assessing Students' Higher-Order Thinking Skills: Knowledge and Practices of Chemistry Teachers in Vocational Senior Secondary Schools. Jurnal Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, 27(1), 37-47.
10.21831/jptk.v27il.32882
Ghiffar, M. A. N., Nurisma, E., Kurniasih, C., & Bhakti, C. P. (2018). Model pembelajaran berbasis blended learning dalam meningkatkan critical thinking skills untuk menghadapi era revolusi industri 4.0. In Prosiding Seminar Nasional STKIP Andi Matappa Pangkep (Vol. 1, No. 1, pp. 85-94).
Hadi, W. P., Sari, F. P., Sugiarto, A., Mawaddah, W., & Arifin, S. (2019). Terasi Madura: Kajian Etnosains dalam Pembelajaran IPA untuk Menumbuhkan Nilai Kearifan Lokal dan Karakter Siswa. Jurnal Inovasi Pendidikan Sains, 10(1), 45-55. 10.20527/quantum.v10l1.5877.
Hamidy, A. (2021). Zoom Meeting vs Google Classroom: Perbedaan Hasil Belajar Matematika Berdasarkan Platform Pembelajaran Daring. Tarbiyah wa Ta’lim: Jurnal Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran, 8(1), 61-68.
10.21093/twt.v8il.3225.
Iriani, R., & Kurniasih, I. (2019). The Difference in Critical Thinking and Learning Outcome Using Problem Based Learning Assisted with Sasirangan Ethnoscience Student Worksheet. International Journal of Recent Technology and Engineering, 7(6S5), 709-716.
Irliyani, F., Kusasi, M., & Hamid, A. (2018). Implementasi Model Discovery Based Learning Berbantuan Mind Mapping Terhadap Sikap Ilmiah dan Hasil Belajar Peserta Didik Pada Materi Koloid. JCAE (Journal of Chemistry And Education), 2(1), 17-24.
Ismawati, D., & Prasetyo, I. (2021). Efektivitas Pembelajaran Menggunakan Video Zoom Cloud Meeting pada Anak Usia Dini Era Pandemi Covid-19. Jurnal
Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 5(1), 665-675.
10.31004/obsesi.v5i1.671.
Khoirunnisa, F., & Sabekti, A. W. (2020). Profil Keterampilan Berpikir Kritis Siswa pada Materi Ikatan Kimia. Jurnal Pendidikan Kimia Indonesia, 4(1), 26-31.
Kusuma, J. W., & Hamidah. (2020). Perbandingan Hasil Belajar Matematika dengan Penggunaan Platform Whatsapp Group dan Webinar Zoom dalam Pembelajaran Jarak Jauh pada Masa Pandemik Covid 19. Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika, 5(1), 97-106.
Mardlotillah, A. N, Suhartono, & Dimyati. (2020). Pengaruh Pembelajaran STEAM Terhadap Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi pada Siswa Kelas V MI Hidayatul Mubtadi’in Jagalempeni. Jurnal Pendidikan Sekolah Dasar, 7(2), 157-167. 10.26555/jpsd.
Muliyani, M., Leny, L., & Suharto, B. (2017). Pengaruh Model Pembelajaran Treffinger terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Dan Hasil Belajar Hidrolisis Garam Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 5 Banjarmasin Tahun Pelajaran 2016/2017. JCAE (Journal of Chemistry And Education), 1(1), 86- 92.
Nurhayati, H. M., Rahayu, S., & Yahmin, Y. (2016). Pengaruh Pembelajaran Kimia Kelarutan dengan LC-5E Berkonteks SSI terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA. Jurnal Pendidikan Sains, 4(4), 137-143.
10.17977/jps.v4i4.8192.
Organisation for Economic Co-operation and Development. (2019). PISA 2018 Results: Combined Executive Summaries, Volume I, II, and III. Paris: OECD Publishing.
Rahayuni, G. (2016). Hubungan Keterampilan Berpikir Kritis dan Literasi Sains pada Pembelajaran IPA Terpadu dengan Model PBM dan STM. Jurnal Penelitian dan Pembelajaran IPA, 2(2), 131-146. 10.30870/jppi.v212.926.
Rukayah, Sumarno, & Subekti, E. E. (2018). Pengaruh Model PBL Berbasis Etnosains pada Pembelajaran Tematik Subtema Pemanfaatan Kekayaan Alam di Indonesia Terhadap Hasil Belajar Ranah Kognitif Siswa Kelas IV.
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Entrepreneurship V (pp. 116-121).
Semarang: Universitas PGRI Semarang.
Rumiyati. (2021). Optimalisasi Keterampilan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Melalui Implementasi Model Discovery Learning. ACADEMIA: Jurnal Inovasi Riset Akademik, 1(1), 1-10. 10.51878.academia.v1i1.367.
Sadikin, A. & Hamidah, A. (2020). Pembelajaran Daring di Tengah Wabah Covid- 19. BIODIK: Jurnal Ilmiah dan Pendidikan Biologi, 6(2), 214-224.
10.22437/bio.v6i2.9759.
Salbiah. (2017). Profil Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Menggunakan Pembelajaran Discovery Inquiry pada Konsep Koloid. Jurnal Tadris Kimiya, 2(1), 109-115. 10.15575/jta.v2i1.1367.
Suardana, I. N., Redhana, I. W., Sudiatmika, A. A., & Selamat, I. N. (2018).
Students' Critical Thinking Skills in Chemistry Learning Using Local Culture-Based 7E Learning Cycle Model. International Journal of Instruction, 11(2), 399-412. 10.12973/iji.2018.11227a
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Supardi. (2016). Aplikasi Statistika dalam Pendidikan: Konsep Statistika yang Lebih Komprehensif. Jakarta: Change Publication.
Susanti, A., & Suwu, S. (2016). Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI dalam Pelajaran Ekonomi. Polyglot Jurnal Ilmiah, 12(1), 66-81. 10.19166/pji.v12i1.383.
Wayudi, M., Suwanto, & Santoso, B. (2020). Kajian Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Sekolah Menengah Atas. Jurnal Pendidikan Manajemen Perkantoran, 5(1), 67-82. 10.17509/jpm.v4i2.18008.
Widoyoko, E. P. (2018). Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta:
Pustaka Belajar.