• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN KERSEN (Muntingia calabura Linn.) TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA BAKAR DERAJAT II TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley

N/A
N/A
om dom

Academic year: 2024

Membagikan "PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN KERSEN (Muntingia calabura Linn.) TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA BAKAR DERAJAT II TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley "

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN KERSEN (Muntingia calabura Linn.) TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA BAKAR DERAJAT II TIKUS

PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley

(Skripsi)

Oleh

Yusnita Eka Rahayu 1918011084

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

2023

(2)

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN KERSEN (Muntingia calabura Linn.) TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA BAKAR DERAJAT II TIKUS

PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley

Skripsi

Oleh

Yusnita Eka Rahayu

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA KEDOKTERAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

2023

(3)
(4)
(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Kota Metro, Lampung pada tanggal 15 Januari 2001, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara yang dilahirkan dari pasangan Bapak Sutomo dan Ibu Lelawati. Penulis memiliki adik perempuan bernama Feby Dwi Rahayu dan adik laki- laki bernama Muhammad Azizul Hakim. Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) di TK Al-Husna, Rangkasbitung pada tahun 2006, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Negeri 1 Rangkasbitung Barat pada tahun 2012, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Terpadu Al-Qudwah pada tahun 2015 dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri Cahaya Madani Banten Boarding School pada tahun 2018. Penulis diterima sebagai mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung Program Studi Pendidikan Dokter pada tahun 2019 melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Selama menjadi mahasiswi, penulis aktif mengikuti kegiatan lembaga kemahasiswaan, yaitu Lampung University Medical Research sebagai anggota divisi Media & Jurnalistik pada periode 2021-2022 dan anggota divisi Public Relation pada periode 2022-2023.

(7)

SANWACANA

Alhamdulillahirabbilalamin, puji syukur dipanjatkan penulis kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa penulis curahkan kepada Baginda Rasulullah SAW. Skripsi dengan judul “Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Kersen (Muntingia calabura Linn.) Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Derajat II Tikus Putih (Rattus norvegicus) Galur Sprague dawley” ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar sarjana kedokteran. Terselesaikannya penyusunan skripsi ini tidak luput dari banyaknya masukan, kritik, saran, serta dukungan yang didapatkan penulis dari berbagai pihak. Oleh karena ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Allah SWT, atas izin dan karunia-Nya yang membuat penulis dapat menyelesaikan skripsi untuk pemenuhan syarat gelar sarjana.

2. Prof. Dr. Ir. Lusmeilia Afriani, D.E.A., IPM., selaku Rektor Universitas Lampung.

3. Prof. Dr. Dyah Wulan SRW, S.K.M., M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

4. Dr. dr. Khairun Nisa Berawi, M.Kes., AIFO-K., selaku kepala Program Studi S1 Pendidikan Dokter Universitas Lampung.

5. dr. Helmi Ismunandar, Sp.OT., selaku Pembimbing I atas kesabaran dan kesediaan meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, nasihat, kritik, saran, motivasi, serta arahan dalam proses penyusunan skripsi penulis.

6. dr. Hanna Mutiara, M.Kes., Sp.Par.K., selaku Pembimbing II atas kesediaan dan kesabarannya memberikan bimbingan, kritik, saran, nasihat, motivasi, bantuan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

(8)

ii

7. dr. Risal Wintoko, Sp.B., selaku Pembahas atas kesediaan dan kesabarannya memberikan koreksi, kritik, saran, nasihat, motivasi, bantuan untuk perbaikan skripsi penulis.

8. Dr. dr. Dian Isti Anggraini, M.P.H., Sp.KKLP., FISPH., FISCM. selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan masukan dan dukungannya dalam bidang akademik.

9. Seluruh dosen Fakultas Kedokteran Universitas Lampung atas ilmu dan bimbingan yang telah diberikan selama proses perkuliahan penulis di masa pre-klinik.

10. Seluruh staf dan civitas akademik Fakultas Kedokteran Universitas Lampung yang telah membantu proses penyusunan skripsi ini terutama dalam persyaratan administratif.

11. Kepada orang tua penulis, Ayah (Sutomo), Mama (Lelawati), adik perempuan penulis (Feby Dwi Rahayu), dan adik laki-laki penulis (Muhammad Azizul Hakim) terimakasih atas segala doa yang selalu dipanjatkan untuk keberhasilan penulis, terimakasih atas dukungan, motivasi, dan kebahagiaan yang terus diberikan selama ini.

12. Seluruh keluarga besar penulis yang selama ini memberi dukungan dan doa kepada penulis.

13. Sahabat sejawat A.W., Poppy Monka Sari, Salma Khairunnisa, Devi Filla Delvia Br. Simatupang, dan Faradhifa Karima yang tidak bosan membantu dan selalu memberi motivasi dan bantuan kepada penunlis dan telah menjadi sahabat terbaik selama penulis berada di FK Unila, menjadi teman belajar, teman mengerjakan tugas, tempat untuk berbagi tawa dan tangis, saling menguatkan satu sama lain dan memberikan dukungan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

14. Sahabat yang sampai ini masih berkontak, Syafitri Nurarkhabi Tsabita, yang telah bersedia menjadi tempat berkeluh kesah serta memberikan bantuan dalam penyusunan skripsi penulis.

15. Rekan-rekan seperbimbingan, Salma, Dhipa, Indi, Hisbul, Takhfa, Cella, Labib, Sema, Nisa, dan Morsa yang telah membantu penulis selama masa bimbingan skripsi.

(9)

16. Teman-Teman FK UNILA 2018 (L19AMENTUM & L19AN) yang telah berjuang bersama dari awal sampai sekarang, semoga kita dapat meraih mimpi kita masing- masing dikemudian hari nanti.

17. Keluarga Lampung University Medical Research (LUNAR) yang telah menjadi tempat penulis untuk berkembang selama menjadi anggota.

18. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah bersedia membantu dan memberikan dukungan dalam penyusunan skripsi penulis. Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik serta saran yang membangun dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembacanya.

Bandar Lampung, Februari 2023 Penulis

Yusnita Eka Rahayu

(10)

iv

ABSTRACT

EFFECTS OF KERSEN LEAF EXTRACT (Muntingia calabura Linn) TOWARD THE HEALING OF SECOND DEGREE BURN INJURY IN

WHITE RAT (Rattus norvegicus) STRAIN Sprague dawley

By

YUSNITA EKA RAHAYU

Background: Burns are injuries that occur as a result of contact with a heat source.

Kersen leaves (Muntingia calabura Linn.) contain several potential substances for burns healing. The purpose of this study was to determine the effect of kersen leaf extract (Muntingia calabura Linn.) on the healing of second degree burns in white rats (Rattus norvegicus) strain Sprague dawley.

Methods: This study used the true experimental method with a time series control group design. The population consisted of 30 male white rats which were divided into five groups, three treatment groups using cherry leaf extract with concentrations of 25%, 50% and 75% and two control groups which are positive control with application of silver sulfadiazine 1% and negative control. Burns were made with a diameter of 2cm2. The treatment was carried out for 14 days. Data collection was carried out by observing the wound healing process using the Nagaoka score, observing the inflammation phase (redness), the proliferation phase (scab formation), and the initial remodeling phase (scab removal).

Results: The results of this study showed that there was an effect of giving cherry leaf extract on the acceleration of the inflammatory phase as seen from the loss of redness around the burn with a p value = 0.012.

Conclusion: There is an effect of giving cherry leaf extract to the acceleration of the inflammatory phase of second degree burns in white rats.

Keywords: Burns, Kersen leaf (Muntingia calabura Linn.), wound healing.

(11)

ABSTRAK

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN KERSEN (Muntingia calabura Linn.) TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA BAKAR DERAJAT II TIKUS

PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley

Oleh

YUSNITA EKA RAHAYU

Latar belakang: Luka merupakan luka yang terjadi akibat adanya kontak dengan sumber panas. Daun kersen (Muntingia calabura Linn.) mengandung berbagai zat yang berpotensi untuk terapi penyembuhan luka bakar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun kersen (Muntingia calabura Linn.) terhadap penyembuhan luka bakar derajat II tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley.

Metode: Penelitian ini menggunakan metode true experimental dengan desain time series control group design. Populasi terdiri dari 30 ekor tikus putih jantan yang terbagi menjadi lima kelompok yaitu tiga kelompok perlakuan menggunakan ektrak daun kersen dengan konsentrasi 25%, 50%, dan 75% dan dua kelompok kontrol yaitu kontrol positif dengan silver sulfadiazine 1% dan kontrol negatif. Luka bakar dibuat dengan diameter 2 cm2. Perlakuan dilakukan selama 14 hari. Pengumpulan data dilakukan dengan mengobservasi proses penyembuhan luka menggunakan skor nagaoka, observasi pada fase inflamasi (kemerahan), fase proliferasi (pembentukan keropeng), dan fase awal remodelling (pelepasan keropeng).

Hasil: Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat pengaruh pemberian ekstrak daun kersen terhadap percepatan fase inflamasi yang dilihat dari hilangnya kemerahan di sekitar luka bakar dengan nilai p=0,012.

Simpulan: Terdapat pengaruh pemberian ekstrak daun kersen terhadap percepatan fase inflamasi luka bakar derajat II tikus putih.

Kata Kunci: Daun kersen (Muntingia calabura Linn.), luka bakar, penyembuhan luka.

(12)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1 Tujuan Umum ... 4

1.3.2 Tujuan Khusus ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti ... 4

1.4.2 Manfaat Bagi Institusi ... 5

1.4.3 Manfaat Bagi Masyarakat ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Kulit ... 6

2.1.1 Definisi Kulit ... 6

2.1.2 Lapisan Kulit ... 6

2.2 Luka Bakar ... 11

2.2.1 Definisi Luka Bakar ... 11

2.2.2 Klasifikasi Luka Bakar ... 11

2.2.3 Mekanisme Penyembuhan Luka ... 16

2.3 Obat Perangsang dan Penghambat Penyembuhan Luka ... 20

2.4 Tanaman Kersen (Muntingia calabura L.) ... 21

2.4.1 Taksonomi Tanaman Kersen (Muntinga calabura L.) ... 22

2.4.2 Morfologi Tanaman Kersen (Muntinga calabura L.) ... 22

(13)

2.4.3 Kandungan Daun Kersen (Muntinga calabura L.) ... 23

2.4.4 Manfaat Tanaman Kersen (Muntinga calabura L.) ... 25

2.5 Kerangka Teori ... 26

2.6 Kerangka Konsep ... 27

2.7 Hipotesis ... 27

2.7.1 Hipotesis Nol ... 27

2.7.2 Hipotesis Alternatif ... 27

BAB III METODE PENELITIAN ... 28

3.1 Desain Penelitian ... 28

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 28

3.3 Populasi dan Sampel ... 28

3.3.1 Populasi ... 28

3.3.2 Sampel ... 29

3.4 Identifikasi Variabel ... 30

3.4.1 Variabel Terikat ... 30

3.4.2 Variabel Bebas ... 30

3.5 Alat dan Bahan ... 30

3.5.1 Alat Penelitian ... 30

3.5.2 Bahan Penelitian ... 30

3.6 Definisi Operasional ... 32

3.7 Alur Penelitian ... 33

3.8 Prosedur Penelitian ... 34

3.8.1 Pembuatan Ekstrak Daun Kersen ... 34

3.8.2 Persiapan Hewan Uji ... 34

3.8.3 Pembuatan Luka Bakar ... 35

3.8.4 Pemberian Perlakuan ... 35

3.8.5 Penilaian Luka Bakar ... 36

3.8.6 Terminasi Hewan Coba ... 36

3.9 Analisis Data ... 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

4.1 Hasil Penelitian ... 38

4.1.1 Uji Determinasi ... 38

4.1.2 Uji Fitokimia ... 38

4.1.3 Hasil Skor Nagaoka ... 39

(14)

viii

4.1.4 Data Hari Ke-3 ... 40

4.1.5 Data Hari Ke-6 ... 43

4.1.6 Data Hari Ke-9 ... 43

4.1.7 Data Hari Ke-12 ... 45

4.1.8 Data Hari Ke-14 ... 46

4.2 Pembahasan ... 48

4.3 Keterbatasan Penelitian ... 51

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 52

5.1 Simpulan ... 52

5.2 Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 54

LAMPIRAN ... 63

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 1. Anatomi kulit ... 7

Gambar 2. Lapisan epidermis ... 9

Gambar 3. Derajat luka bakar ... 12

Gambar 4. Estimasi body surface area pada dewasa ... 14

Gambar 5. Luka bakar ringan ... 15

Gambar 6. Luka bakar sedang ... 15

Gambar 7. Luka bakar berat ... 16

Gambar 8. Proses penyembuhan luka ... 20

Gambar 9. Pohon Tanaman Kersen ... 22

Gambar 10. Tanaman kersen ... 23

Gambar 11. Kerangka teori ... 26

Gambar 12. Kerangka konsep ... 27

Gambar 13. Alur penelitian ... 33

(16)

x

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1. Definisi operasional ... 32

Tabel 3. Formulasi resep ... 34

Tabel 4. Skor penilaian nagaoka ... 36

Tabel 5. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Daun Kersen ... 38

Tabel 6. Hasil Skor Nagaoka ... 39

Tabel 7. Data Kemerahan Hari Ke-3 ... 40

Tabel 8. Uji Statistik Data Kemerahan Hari Ke-3 ... 41

Tabel 9. Data Pembentukan Keropeng Hari Ke-3 ... 42

Tabel 10. Data Pelepasan Keropeng Hari Ke-9 ... 44

Tabel 11. Data Pelepasan Keropeng Hari Ke-12 ... 45

Tabel 12. Data Pelepasan Keropeng Hari Ke-14 ... 47

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran 1. Persetujuan Etik Penelitian ... 64

Lampiran 2. Hasil Uji Determinasi Tanaman ... 65

Lampiran 3. Klasifikasi Tanaman Kersen ... 66

Lampiran 4. Hasil Uji Fitokimia ... 67

Lampiran 5. Perbandingan Luka Bakar ... 68

Lampiran 6. Uji Kruskal-Wallis ... 70

Lampiran 7. Uji Mann-Whitney ... 71

Lampiran 8. Dokumentasi Penelitian ... 72

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kulit merupakan organ terluar manusia yang berfungsi sebagai pelindung pertama dari lingkungan hidupnya (Suryani & Srirahayu, 2020) (Rismanto, Yunhasnawa, & Mauliwidya, 2019). Kulit memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia, antara lain sebagai indra peraba, pengontrol keseimbangan antara elektrolit dan air, termoregulasi, pelindung dari sinar, serta pelindung dari lingkungan luar manusia termasuk bakteri, virus, maupun parasit, sehingga penyembuhan kulit kembali ke struktur asalnya dengan segera sangatlah penting (Putrianirma, et.al., 2019). Kulit dapat melakukan proses penyembuhan luka dan melalui regenerasi jaringan dan pembentukan bekas luka kolagen.

Proses penyembuhan luka dimulai dari fase hemostasis, fase inflamasi, fase proliferasi, dan fase remodeling (Sari, 2021).

Berbagai macam trauma dapat terjadi pada kulit, salah satunya adalah luka, yaitu rusak atau hilangnya sebagian jaringan tubuh sehingga kontinuitas jaringan terganggu yang akan menyebabkan struktur jaringan terpisah antara satu sama lain (Windy Wiryo, 2017). Berdasarkan penyebab terjadinya, luka dapat disebabkan oleh hal-hal yang terjadi secara tidak sengaja seperti terbakar, tercakar, tersayat, dan terjatuh, serta terjadi secara sengaja dengan tujuan tertentu seperti pada luka insisi untuk keperluan pembedahan (Sucita, et.al., 2019).

(19)

Luka bakar didefinisikan sebagai luka yang terjadi akibat adanya kontak antara kulit dengan sumber panas yang dapat berupa api, permukaan benda panas, listrik, maupun agen kimiawi. Sekitar 86% insiden luka bakar terjadi akibat cedera termal, 4% akibat listrik, dan 3% karna paparan agen kimiawi (Schaefer

& Szymanski, 2017).

Berdasarkan laporan American Burn Association setiap tahun sekitar 1,1 juta orang di Amerika Serikat menderita luka bakar dan 486.000 orang memerlukan perawatan medis. Sekitar 4.500 dan 10.000 kematian setiap tahun dilaporkan sebagai akibat dari luka bakar dan infeksi terkait luka bakar. Jumlah ini beberapa kali lebih tinggi untuk negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah (Abazari, et.al., 2022). Berdasarkan data Riskesdas 2018, pravelensi kejadian luka bakar di Indonesia sekitar 1,3% dengan prevalensi tertinggi terjadi pada usia 25-34 tahun. Di provinsi Lampung sendiri luka bakar tercatat menyumbang prevalensi sebesar 1,4% dari seluruh jenis cedera.

Risiko terjadinya infeksi pada luka bakar dapat diturunkan dengan pemberian tindakan debridemen sebelum diberikan tatalaksana farmakologis (Ismunandar, Herman, & Ismiyarto, 2018). Obat modern yang sering digunakan untuk terapi luka bakar adalah silver sulfadiazine 1% yang merupakan golongan antibiotik broad spectrum yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang telah mengalami resisten terhadap antibiotik lain. Akan tetapi, penggunaan silver sulfadiazine 1% sebagai terapi penyembuhan luka bakar relatif mahal dam dapat menimbulkan efek toksik pada sistem sistemik seperti argyria, maupun efek toksik topikal seperti terhambatnya proses penyembuhan luka. Hal ini mendorong banyak peneliti untuk terus mengembangkan berbagai eksperimen tentang obat herbal yang dapat menyembuhkan luka bakar dan juga memiliki efek samping yang minimal (Setyani, 2016) (Nurdiana & Putra, 2016) (Syuhar, Windarti, & Kurniawaty, 2014).

(20)

3

Indonesia sebagai negara tropis memiliki berbagai macam tumbuhan yang memiliki khasiat sebagai obat tradisional, salah satunya adalah daun kersen (Muntingia calabura Linn). Kersen (Muntingia calabura L.) banyak tumbuh di pinggir jalan, retakan tembok rumah, saluran pembuangan air, dan tempat- tempat yang kurang kondusif untuk hidup karena kersen mempunyai kemampuan beradaptasi yang baik. Banyak masyarakat menggunakan rebusan tanaman ini sebagai antibakteri karena daun kersen memiliki kandungan senyawa tanin, flavonoid, dan tanin (Handayani, 2015) (Puspitasari & Prayogo, 2016). Zat-zat yang terdapat di dalam obat yang diberikan untuk terapi luka bakar akan berpengaruh terhadap durasi penyembuhan luka. Semakin tinggi kemampuan obat untuk merangsang pertumbuhan sel, maka akan semakin cepat durasi penyembuhan luka (Balqis, Masyitha, & Febrina, 2014).

Penelitian menggunakan daun kersen telah banyak dilakukan dan terbukti mengandung banyak manfaat terapeutik. Pada penelitian yang dilakukan oleh Wardani, Putra, Adrianta, dan Udayani (2021), ekstrak etil asetat daun kersen (Mutingia calabura L.) efektif sebagai analgesik pada mencit jantan (Mus musculas L.). Menurut hasil penelitian Nadira, Jayawardhitam dan Adi (2021), pemberian salep ekstrak daun kersen terbukti dapat meningkatkan proses angiogenesis sehingga mempercepat proses penyembuhan luka insisi kulit mencit yang mengalami hiperglikemia. Menurut hasil penelitian Dezmonda (2016), ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.) berpengaruh terhadap penurunan kadar asam urat darah pada mencit putih jantan yang diinduksi dengan kafein dan jus hati ayam peroral.

Berdasarkan pemaparan diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh pemberian ekstrak daun kersen (Muntingia calabura Linn) terhadap penyembuhan luka bakar derajat II tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley.

(21)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah paparkan didapatkan rumusan masalah yaitu apakah terdapat pengaruh pemberian ekstrak daun kersen (Muntingia calabura Linn) terhadap penyembuhan luka bakar derajat II tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan pada penelitian ini terbagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus yang mencakup:

1.3.1 Tujuan Umum

1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun keren (Muntingia calabura L.) terhadap penyembuhan luka bakar derajat II tikus putih Rattus norvegicus galur Sprague dawley.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.) terhadap skor nagaoka luka bakar.

2. Untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.) terhadap kemerahan di sekitar luka bakar.

3. Untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.) terhadap pembentukan keropeng pada luka bakar.

4. Untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.) terhadap pelepasan keropeng pada luka bakar.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti

(22)

5

Penelitian ini dapat menjadi sarana bagi peneliti untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah dipelajari selama mengikuti pendidikan program studi pendidikan dokter di FK Unila.

1.4.2 Manfaat Bagi Institusi

Penelitian ini diharapkan dapat menambah sumber kepustakaan di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, sehingga dapat digunakan sebagai referensi atau media pembelajaran.

1.4.3 Manfaat Bagi Masyarakat

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang potensi daun kersen sebagai alternatif terapi penyembuhan luka bakar secara efektif dan tepat guna.

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kulit

2.1.1 Definisi Kulit

Kulit merupakan organ tubuh terbesar sebagai pelindung fisik pertama dari lingkungan eksternal yang menjadi salah satu bagian dari sistem integumen.

Luas permukaan kulit pada orang dewasa sekitar 1,5 m2 dengan ketebalan rata-rata 1-2mm, sekitar 15% dari berat orang dewasa. Organ pelengkap kulit meliputi folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea (Agarwal dan Krishnamurthy, 2019) (Arfani, 2021). Kulit berperan dalam persepsi sensorik, kontrol cairan dan homeostasis, pengaturan suhu, perlindungan terhadap sinar ultraviolet (UV), trauma, patogen, mikroorganisme, dan racun. Kulit juga memiliki sifat adaptif dimana ketebalan dan fungsinya berbeda pada setiap anggota tubuh (Lopez-Ojeda, et.al., 2021).

2.1.2 Lapisan Kulit

Kulit memiliki ketebalan yang berbeda pada setiap anggota tubuh tergantung dari lapisan epidermis dan dermis dari kulit. Kulit yang paling tebal ditemukan pada telapak tangan dan kaki karena lapisan epidermisnya memiliki lapisan ekstra, yaitu stratum lucidum (Yousef, Alhajj, dan Sharma, 2017).

(24)

7

Lapisan kulit terdiri dari tiga bagian seperti pada Gambar 1, yaitu:

Gambar 1. Anatomi kulit (Yousef, et.al., 2017)

1. Epidermis adalah jaringan kulit terluar yang tersusun atas epitel skuamosa berlapis. Epidermis berfungsi sebagai barier tahan air dan juga bertanggungjawab atas warna kulit (Agarawal dan Krishnamurthy, 2019) (Lopez-Ozeda, et.al., 2021). Tidak ditemukan pembuluh darah maupun limfe pada epidermis, sehingga suplai oksigen dan nutrien diperoleh dari jaringan dibawahnya, yaitu dermis (Windy Wiryo, 2017).

Berdasarkan Woo 2019, dari luar ke dalam, epidermis tersusun atas lima stratum atau lapisan seperti pada Gambar 2, yaitu:

A. Stratum korneum tersusun atas 10-30 lapisan keratinosit yang mengeras membentuk seperti tanduk, sehingga disebut juga sel tanduk.

Keratinosit yang mati pada lapisan ini akan mengeluarkan defensin yang menjadi bagian dari pertahanan kekebalan tubuh. Lapisan stratum korneum terluar akan mati dan mengelupas pada rentang siklus

(25)

waktu 28-50 hari dan digantikan dengan sel-sel baru dibawahnya (Woo, 2019) (Yousef, Alhajj, dan Sharma, 2017).

B. Stratum lucidum tersusun atas 2-3 lapisan dan terdapat pada kulit yang tebal, seperti pada telapak tangan dan kaki. Lapisan ini mengandung eleidin yang merupakan produk transformasi dari keratohialin.

Kebanyakan stratum lucidum merupakan immortalized cells (Yousef, Alhajj, dan Sharma, 2017) (Agarwal dan Krishnamurthy, 2019).

C. Stratum granulosum tersusun atas 3-5 lapisan yang membentuk lapisan tahan air untuk menghalngi cairan ke permukaan bawahnya sehingga dapat menjaga kelembaban kulit. Pada lapisan ini terdapat lamellar granula yang memproduksi lipid yang terakumulaƒsi di dalam matriks ekstraseluler untuk merapatkan antar sel sehingga akan menghalangi kehilangan air. Selain lamellar granula, terdapat juga keratohialin basofilik yang memproduksi tonofilamen dan filagrin yang keduanya akan membentuk tonofibril, yaitu struktur pra-keratin yang berguna pada proses keratinisasi (Yadav, et.al., 2019).

D. Stratum spinosum atau disebut juga lapisan sel duri tersusun atas 8-10 lapisan sel. Pada lapisan ini akan terbentuk sitokeratin yang akan berubah menjadi tonofibril, tonofibril kemudian akan membentuk desmosom. Bentuk duri pada lapisan ini didapatkan dari kerutan mikrofilamen diatas dermosom. Dermosom juga membuat antara satu sel dan sel yang lain terikat dengan kuat (Yadav, et.al., 2019) (Yousef, Alhajj, dan Sharma, 2017).

E. Stratum basal (stratum germinativum) merupakan lapisan paling dekat dermis. Lapisan ini secara aktif melakukan mitosis dan membentuk melanosit, keratinosit, dan sel induk. Melanosit bertanggungjawab

(26)

9

untuk memproduksi melanin yang akan memberikan warna pada kulit, sedangkatn keratinosit nantinya akan berkembang dan bergerak mendesak ke atas untuk membuat lapisan-lapisan diatasnya (Agarwal dan Krishnamurthy, 2019).

Gambar 2. Lapisan epidermis

F. Membran basal merupakan pemisah antara epidermis dan dermis yang terbentuk dari matriks ekstraseluler. Membran basal melekat pada epidermis sehingga secara mekanis dapat membantu menyokong bentuk epidermis. Membran basal juga mamainkan peran penting pada morfogenesis embrionik dan organ. Epidermal-dermal junction memiliki bentuk yang bergelombang membentuk pola dermal yang disebut papila dermal. Sidik jari merupakan hasil dari guratan yang dibentuk oleh papila dermal (Woo, 2019) (Yadav, et.al., 2019).

Membran basal terdiri atas dua lapisan, yaitu lamina lucida dan lamina densa. Lamina lucida terletak dibawah stratum basal dan memiliki lapisan yang lebih tipis dibandingkan lamina densa. Lamina densa bersentuhan langsung dengan lamina dermis, membentuk gelombang antara dermis dan epidermis melalui papila dermal yang mengandung

(27)

loop kapiler yang memasok epidermis dengan nutrisi dan oksigen (Lawton, 2019).

2. Dermis terletak diantara lapisan membran basal dan lapisan subkutan.

Lapisannya lebih tebal dibandingkan epidermis dan peran utamanya adalah untuk menyokong dan mempertahankan bentuk epidermis. Selain itu, dermis juga memiliki beberapa fungsi utama sebagai proteksi, melapisi struktur dibawahnya untuk mencegah terjadinya kerusakan, menyalurkan nutrisi ke epidermis, penyembuhan luka, dan lain-lain (Lawton, 2019).

Dermis merupakan lapisan yang paling banyak menerima suplai darah dan terdapat perluasan yang lebih dalam dari kelenjar ekrin, kelenjar apokrin, dan folikel rambut. Dermis terbagi menjadi dua lapisan, yaitu papillary dermis yang terletak superficial dan reticular dermis yang lebih dalam. Papillary dermis, sesuai namannya, berfungsi untuk melapisi proyeksi papila dermal yang berikatan dengan stratum basal sehingga akan mengurangi terjadinya gesekan. Reticular dermis terletak lebih dalam dan mengandung mekanoreseptor yang dienkapsulasi seperti sel- sel Ruffini dan Pacini (Dehdashtian, et.al., 2018).

3. Hipodermis adalah lapisan subkutan yang berada dibawah dermis.

Lapisan ini mengandung jaringan adiposa yang memberikan dukungan struktural pada kulit, termasuk mencegah tubuh mengalami kedinginan dan menjadi penyerapan syok. Pada lapisan ini terdapat banyak pembuluh darah dan saraf. Mirip dengan pembuluh darah di dermis, suplai darah di hipodermis bertindak untuk memasok kulit dengan nutrisi dan juga bertindak sebagai pintu masuk ke sirkulasi sistemik (Lawton, 2019).

(28)

11

2.2 Luka Bakar

2.2.1 Definisi Luka Bakar

Luka bakar terjadi akibat adanya kontak antara kulit dengan sumber panas.

Sumber paling umum yang menyebabkan luka bakar adalah api, permukaan benda panas, listrik, dan bahan kimia (Warby & Maani, 2019). Meskipun semua jenis luka bakar pada dasarnya mengakibatkan kerusakan jaringan karena pengaruh transfer energi panas, penyebab yang berbeda dapat dikaitkan dengan respons fisiologis dan patofisiologis yang berbeda. Luka bakar yang disebabkan oleh api merupakan kecelakaan nomor empat paling sering terjadi di dunia setelah kecelakaan lalu lintas, kecalakaan akibat terjatuh, dan kekerasan fisik (Markiewicz-Gospodarek & Agnieszka, 2022).

2.2.2 Klasifikasi Luka Bakar

Luka bakar dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebab, kedalaman, dan tingkat keparahan dari luka bakar itu sendiri (Abazari, et.al., 2020).

1. Berdasarkan penyebab luka

Luka bakar dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya menjadi luka bakar akibat chemical burn, electrical burn, radiation burn, thermal burn, dan cold injury. Chemical burn dapat terjadi karena adanya paparan dari bahan yang bersifat asam atau basa. Thermal burn dapat menyebabkan kulit menjadi kering ataupun lembab (Abazari, et.al., 2020). Cold injury dapat terjadi karena dua sebab, yaitu freezing cold injury (frostbite) yang terjadi pada suhu dibawah 0°C dan nonfreezing cold injury yang terjadi pada kisaran suhu 0°C - 15°C (Ingram & Raymond, 2013).

2. Berdasarkan kedalaman luka

Berdasarkan kedalaman luka, American Burn Association membagi luka bakar menjadi 5 kategori, yaitu superficial burn (derajat I), superficial partial-thickness (derajat II), deep partial-thickness burn (derajat II), full thickness burn (derajat III), dan deep full-thickness (derajat IV) seperti

(29)

pada Gambar 3 (Noorbakhsh, et.al., 2021). Penentuan derajat luka secara akurat sangatlah penting untuk mengoptimalkan pengobatan dan menentukan prognosis pasien. Lokasi luka, derajat temperatur, dan durasi paparan sumber merupakan faktor yang berkontribusi terhadap keparahan luka bakar (Warby & Maani, 2019).

Gambar 3. Derajat luka bakar (Jeschke, et.al, 2020)

1) Superficial burn (derajat I) disebabkan oleh sinar matahari maupun kilatan yang sangat singkat. Tampilan fisik luka berupa eritema yang akan memucat dengan tekanan. Kedalaman luka sebatas pada epidermis kulit sehingga tidak akan terbentuk bekas luka. luka ini dapat sembuh dalam kisaran waktu tiga sampai enam hari dengan terapi berupa pembersihan pada luka dengan air dingin yang mengalir dan kompres air dingin. Komplikasi dari luka ini dapat menjadi kanker (Abazari, et.al., 2020).

2) Superficial partial-thickness (derajat II) mengenai lapisan epidermis dan lapisan atas dermis, yaitu dermis papilla. Luka jenis ini terjadi karena lepuhan pada kulit. Tampilan luka berupa lepuhan lembab kemerahan yang akan memucat bila ditekan. Penderita luka ini akan merasakan sakit ketika luka terkena air dan suhu panas. luka ini dapat sembuh dalam kisaran waktu tujuh sampai dua puluh hari dengan terapi berupa pembersihan pada luka dengan air dingin yang mengalir, kompres air dingin, obat topikal, dan sterile dressing. Luka jenis ini

(30)

13

akan mengakibatkan hiperpigmentasi kulit. Komplikasi dari luka ini dapat berupa infeksi lokal dan selulitis (Abazari, et.al., 2020).

3) Deep partial-thickness burn (derajat II) mengenai sampai lapisan kulit retikular. Luka ini biasanya terjadi akibat lepuhan, api, maupun minyak panas. Tampilan luka berwana kuning atau putih, kering, dan tidak pucat dengan tekanan. Penderita akan merasakan sedikit rasa sakit karena penurunan sensasi. Penyembuhan terjadi dalam tiga sampai delapan minggu dan akan terbentuk jaringan parut. Daapt dilakukan pembersihan pada luka dengan air dingin yang mengalir, kompres air dingin, obat topikal, sterile dressing, dan dapat dilakukan operasi berupa eksisi atau pencangkokan kulit untuk mempercepat penyembuhan (Warby & Maani, 2019) (Abazari, et.al., 2020).

4) Full thickness burn (derajat III) disebabkan oleh lepuhan, api, uap panas, minyak panas, paparan bahan kimia, atau listrik tegangan tinggi. Tampilan fisik luka berupa keabu-abuan pada kulit hingga hangus kehitaman. Kulit akan menjadi kering dan tidak memucat dengan tekanan. Karakteristiknya tidak dijumpai rasa sakit.

Kedalaman luka ini sampai mengenai lapisan dermis kulit. Terapi berupa pembedahan, transplantasi, atau perawatan rekonstruktif diperlukan untuk mencegah terjadinya keterbatasan fungsi tubuh dan komplikasi berupa amputasi (Warby & Maani, 2019) (Abazari, et.al., 2020).

5) Deep full-thickness (derajat IV) disebabkan oleh lepuhan, api, uap panas, minyak panas, paparan bahan kimia, atau listrik tegangan tinggi. Kedalaman luka ini sampai mengenai fascia, otot, maupun tulang. Luka ini sering menghitam dan sering menyebabkan hilangnya bagian yang terbakar. Terapi luka ini berupa pembedahan amputasi

(31)

untuk mencegah gangrene yang dapat menyebabkan kematian (Jeschke, et.al, 2020) (Abazari, et.al., 2020).

3. Berdasarkan keparahan luka

Keparahan luka bakar terbagi menjadi tiga tingkatan, yaitu ringan, sedang dan berat. Menentukan tingkat keparahan luka dapat dilihat dari area permukaan luka yang terbakar, kedalaman luka, dan area tubuh yang terlibat. Untuk menentukan banyaknya permukaan tubuh yang terbakar atau total body surface area (TBSA) dapat dilakukan perhitungan “rule of nines” seperti pada Gambar 4 untuk dewasa dan Lund-Browder chart untuk anak-anak (Yasti, et.al., 2015). Berdasarkan area tubuh yang terlibat, luka bakar yang mengenai mata, telinga, wajah, tangan, kaki, dan area genitalia termasuk dalam special area burns yang harus ditangani pada unit atau pusat luka bakar berpengalaman (Yasti, et.al., 2015).

Gambar 4. Estimasi body surface area pada dewasa (Yasti, et.al., 2015) 1) Ringan

a. Luka bakar derajat II pada anak-anak yang mengenai <10% TBSA.

b. Luka bakar derajat II pada dewasa yang mengenai 15% TBSA.

c. Luka bakar derajat III pada anak atau dewasa yang mengenai <2%

TBSA.

(32)

15

Gambar 5. Luka bakar ringan (Markiewicz-Gospodarek & Agnieszka, 2022)

2) Sedang

a. Luka bakar derajat II pada anak-anak yang mengenai 10 sampai 20% TBSA.

b. Luka bakar derajat II pada dewasa yang mengenai 15 sampai 25%

TBSA.

c. Luka bakar derajat III pada anak atau dewasa yang mengenai 2 sampai 10% TBSA.

Gambar 6. Luka bakar sedang (Markiewicz-Gospodarek & Agnieszka, 2022) 3) Berat

a. Luka bakar derajat II pada anak-anak yang mengenai lebih dari 20%

TBSA.

b. Luka bakar derajat II pada dewasa yang mengenai lebih dari 25%

TBSA.

c. Luka bakar derajat III pada anak-anak atau dewasa yang mengenai lebih dari 10% TBSA.

d. Cedera pada sistem pernafasan.

(33)

e. Luka bakar akibat listrik.

f. Luka bakar dengan trauma kepala, trauma intra abdominal, dan/atau fraktur.

g. Luka bakar pada ibu hamil.

h. Luka bakar dengan komorbid seperti diabetes mellitus, penggunaan kortikosteroid, dan/atau penggunaan immunosupresan.

i. Luka bakar pada mata, hidung, wajah, tangan, kaki, sendi utama, dan/atau area genitalia.

(Yasti, et.al., 2015).

Gambar 7. Luka bakar berat (Markiewicz-Gospodarek & Agnieszka, 2022)

Penanganan luka bakar ringan dapat dilakukan secara rawat jalan, sedangkan luka bakar sedang dan berat harus dilakukan perawatan di rumah sakit (Abazari, et.al., 2020).

2.2.3 Mekanisme Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka merupakan proses perbaikan atau regenerasi jaringan yang terluka atau hilang dimana prosesnya adalah suatu interaksi yang kompleks yang melibatkan interaksi antara sel, faktor-faktor pertumbuhan, sitokin, mediator, dan sistem vaskularisasi dalam upaya penutupan lesi (Tottoli, Dorati, Genta, Chiesa, Pisani, dan Conti, 2020) (Marini, Rojas, Sahrmann, Aghazada, dan Pilloni, 2018) (Wallace, Basehore, dan Zito,

(34)

17

2019). Penyembuhan luka meliputi empat fase, yaitu hemostasis, inflammation, proliferation dan tissue remodelling yang dapat dilihat pada Gambar 8 (Opneja, et.al., 2019).

1. Hemostasis

Hemostasis merupakan proses penghentian darah secara spontan akibat adanya kerusakan pada pembuluh darah (Muhammad, Sangging, &

Ismunandar, 2022). Hemostasis merupakan fase terpendek dari proses penyembuhan luka dengan tujuna untuk menghentikan pendarahan dengan segera. Cedera pada jaringan akan menyebabkan pelepasan prostaglandin 2-α dan tromboksan A2 dari jaringan yang cedera ke situs luka sehingga menyebabkan respons vasokonstriktor yang berlangsung selama 5-10 menit. Vasokontriksi akan diikuti dengan vasodilatasi yang puncaknya berlangsung sekitar 20 menit. Vasodilatasi adalah hasil dari faktor-faktor pertumbuhan yang dilepaskan oleh trombosit. Luka pada kulit akan mengakibatkan perekrutan trombosit yang cepat dan akan menyebabkan agregasi trombosit, degranulasi, dan aktivasi kaskade koagulasi ketika trombosit terpapar dengan kolagen subendotel.

Degranulasi trombosit akan mengaktifkan kaskade komplemen, khususnya C5, yaitu protein kemotaktik neutrofil yang poten. Kemudian, aktivasi kaskade pembekuan menyebabkan trombosit cepat menggumpal dan melekat pada jaringan ikat pada ujung pembuluh yang terpotong dan membentuk bekuan fibrin (Abazari, Ghaffari, Rashidzadeh, Badeleh, dan Maleki, 2022) (Wallace, Basehore, dan Zito, 2019).

2. Inflamasi

Fase inflamasi terjadi bersamaan dengan fase hemostasis yang ditandai dengan tumor, rubor, dolor, color, dan functio laesa. Fase ini terjadi selama 1-3 hari. Pada fase ini terjadi migrasi sel-sel inflamasi seperti neutrofil, monosit, dan sel endotel yang kemudian akan menempel pada sambungan fibrin hasil aktivasi trombosit. Neutrofil akan hadir pada situs

(35)

luka dalam 24 jam pertama dan akan menetap selama dua sampai lima hari untuk melakukan fagositosis. Sel fagosit ini akan melepaskan reactive oxygen species (ROS) dan protease untuk membunuh bakteri lokal dan menghilangkan jaringan nekrotik. Makrofag akan tiba pada situs luka pada hari ketiga dan melanjutkan proses fagositosis oleh neutrofil. Neutrofil dan makrofag akan melepaskan banyak faktor pertumbuhan, kemokin, serta sitokin pro-inflamasi yang akan mendorong terjadinya proliferasi sel dan sintesis molekul matriks ekstraseluler (Wintoko dan Yadika, 2020) (Kangal dan Regan, 2022) (Wallace, Basehore, dan Zito, 2019).

3. Proliferasi

Fase ini dimulai tiga sampai sepuluh hari setelah cedera dan menghabiskan waktu hingga berminggu-minggu. Berbagai sitokin dan faktor pertumbuhan berperan dalam fase ini, seperti transforming growth factor-beta family (TGF-beta, termasuk TGF-beta1, TGF-beta2, dan TGF-beta3), interleukin family, dan faktor angiogenesis. Sel-sel proliferasi yang mendominasi pada fase ini adalah fibroblas dan sel endotel. Pada fase ini timbul respon angiogenik yang dirangsang oleh hipoksia lokal, vascular endothelial growth factor (VEGF), platelet- derived growth factor (PDGF), fibroblast growth factor-basic (bFGF) dan serine protease thrombin untuk memenuhi kebutuhan suplai darah yang adekuat. Pembuluh darah baru terbentuk melalui mekanisme angiogenesis, yaitu proses sprouting pembuluh darah dimana pembuluh darah yang sudah ada di dalam tubuh akan menghasilkan pembuluh darah baru, dan vaskulogenesis, yaitu proses de novo di mana sel induk progenitor yang sering dikenal dengan endothelial progenitor cells (EPC) berdiferensiasi dan terbentuk pembuluh darah baru tanpa melalui proses sprouting. Di sisi lain, sitokin inflamasi dan beberapa faktor pertumbuhan akan merangsang terjadinya epitelisasi. Tahap akhir fase proliferasi

(36)

19

adalah pembentukan jaringan-jaringan granulasi. Fibroblas pada luka akan berproliferasi dan mensintesis matriks sementara yang mengandung kolagen tipe III, glikosaminoglikan, dan fibronektin. Jaringan granulasi terdiri dari fibroblas, granulosit, makrofag, kapiler, dan berkas kolagen yang tersusun longgar (Kangal dan Regan, 2022). Pada luka bakar, tahap awal proliferasi dapat diketahui dari telah terbentuknya keropeng (keropeng) yang menutupi luka (Hariyati, 2017)

4. Remodelling

Fase ini dimulai pada minggu kedua sejak dimulai onset luka dan bertahan sampai satu tahun atau lebih (Gonzalez, et.al., 2014). Fase awal remodelling ditandai dari terlepasnya keropeng pada luka (Pertiwi, 2020).

Selama fase remodelling, pembentukan jaringan granulasi berakhir dan maturasi luka dimulai. Kolagen tipe I yang lebih kuat akan menggantikan kolagen tipe III sehingga kekuatan tarik luka meningkat secara bertahap.

Oksigen dan vitamin C sangat diperlukan selama sintesis kolagen.

Matriks metalloproteinase memiliki peran penting dalam remodelling lingkungan lokal pada luka bersama-sama dengan migrasi sel, proliferasi, dan proses angiogenik. TGF-beta 1 merangsang fibroblas untuk berdiferensiasi menjadi miofibroblas yang akan berpartisipasi dalam kontraksi luka. Kontraksi luka berguna untuk menyatukan tepi luka yang membuat luka menutup. Setelah luka terepitelisasi sepenuhnya, miofibroblas mengalami apoptosis. Di akhir fase, aktivitas metabolisme akut pada luka berakhir, respons angiogenik berhenti, dan aliran darah berkurang. Penyembuhan luka berakhir dengan pembentukan jaringan parut (Kangal dan Regan, 2022).

(37)

Gambar 8. Proses penyembuhan luka (Opneja, et.al., 2019)

2.3 Obat Perangsang dan Penghambat Penyembuhan Luka

Pemberian terapi farmakologis pada pasien luka bakar harus mempertimbangkan kondisi medis pasien, meliputi status paru, tingkat keparahan cedera, obat yang sedang diminum pasien, dan gangguan yang menyertai pada pasien (Markiewicz- Gospodarek & Agnieszka, 2022). Obat gold standard untuk terapi luka bakar adalah silver sulfadiazine 1% yang merupakan obat topikal dengan sifat antibakteri. Silver sulfadiazine memiliki kandungan sulfonamida dan ion perak.

Efek antibakteri pada silver sulfadiazine disebabkan oleh ion perak yang menghasilkan efek bakterisidal dengan meningkatkan permeabilitas dinding sel melalui modifikasi langsung membran sel lipid, gangguan replikasi DNA sel bakteri, dan/atau pembentukan radikal bebas (Oaks & Cindass, 2020). Meskipun sering digunakan sebagai terapi luka bakar, silver sulfadiazine juga terbukti menunda proses penyembuhan pada luka bakar karena dapat menghambat proliferasi keratinosit dan fibroblas yang menyebabkan gangguan proses penyembuhan luka (Tanideh, et.al., 2014).

(38)

21

Pengobatan nyeri pada luka bakar ringan meliputi pemberian asetaminofen atau NSAID yang biasanya dikombinasikan dengan benzodiazepin. Penatalaksanaan nyeri pada pasien luka bakar sedang dan berat biasanya menggunakan golongan opioid, seperti morfin, sebagai pengobatan lini pertama. Opioid lain, termasuk clonidine, ketamine, dexmedetomidine, dan metadon telah ditemukan efektif, terutama pada kasus pasien dengan toleransi yang lebih rendah terhadap morfin.

Selain sifat analgesik, ketamin diamati menunjukkan sifat anti-inflamasi yang berguna untuk mencegah sepsis. Perhatian utama untuk penggunaan opioid adalah efek imunosupresifnya. Penggunaan kronis opioid dikaitkan dengan penyembuhan yang tertunda dan komplikasi terkait infeksi yang sering disebut sebagai bukti penekanan kekebalan yang dimediasi opioid.

Pada pasien luka bakar, golongan obat yang harus dihindari adalah antikoagulan seperti warfarin, heparin, dabigatran, dll. Antikoagulan memiliki kontraindikasi pada individu yang sedang mengalami pendarahan aktif maupun trauma berat karena dapat memicu penggumpalan darah pada luka bakar (Momodu, 2020).

Penggunaan antikoagulan dengan golongan obat untuk terapi luka bakar seperti NSAID, antidepresan, antibiotik, dan acetaminophen terbukti dapat memperberat perdarahan (Amaraneni, 2021).

2.4 Tanaman Kersen (Muntingia calabura L.)

Tanaman kersen (Muntingia calabura L.) merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko Selatan, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Tanaman ini merupakan tanaman yang mudah tumbuh pada negara tropis maupun subtropis. Tanaman ini banyak dibudidayakan di kawasan tropis seperti di India dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia (Upaydhye, et.al., 2021).

(39)

2.4.1 Taksonomi Tanaman Kersen (Muntinga calabura L.)

Klasifikasi tanaman kersen menurut Nilasari (2018) adalah sebagai berikut:

Kingdom: : Plantae

Divisio : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Malvales

Famili : Muntingiaceae

Genus : Muntingia

Spesies : Muntingia calabura Linn.

Gambar 9. Pohon Tanaman Kersen (Muntingia calabura L.) (Dokumentasi pribadi, 2022)

2.4.2 Morfologi Tanaman Kersen (Muntinga calabura L.)

Tanaman kersen memiliki proporsi batang yang ramping dan dapat mencapai ketinggian sekitar 7,5-12 m dengan cabang menyebar hampir horizontal. Daun tanaman kersen berwarna hijau sepanjang 5-12,5 cm, berbentuk lonjong, meruncing di ujung, dan berbulu halus berwarna abu-abu atau coklat di permukaan atas. Bunganya memiliki lebar sekitar 1,25–2 cm;

ditanggung sendiri atau di 2 atau 3 di ketiak daun dengan lima sepal hijau

(40)

23

dan lima kelopak putih dan banyak benang sari kuning menonjol (Gambar 1c). Buahnya berlimpah, berbentuk bulat, memiliki lebar kira-kira 1-1,25 cm dengan kulit hijau, kuning, atau merah yang permukaannya tipis dan halus.

Daging buah berwarna coklat muda, lembut, berair, dengan rasa manis yang diisi dengan biji kekuningan yang sangat kecil (Wadji, et.al., 2017)

Gambar 10. Tanaman kersen (Muntingia calabura L.) (Dokumentasi pribadi, 2022)

2.4.3 Kandungan Daun Kersen (Muntinga calabura L.)

Daun kersen mengandung flavonoid, saponin, tanin, alkaloid, triterpenoid, glikosida, antrakinon, fenol, air, protein, lemak, karbohidrat, serat, abu, kalsium, fosfor, besi, karoten, tianin, ribofalin, niacin, dan kandungan vitamin C. Berdasarkan hasil peneletian Puspitasari & Wulandari (2017), Kandungan flavonoid pada daun kersen adalah yang paling tinggi dibandingkan senyawa lainnya. Kandungan flavonoid total ekstrak etil asetat daun kersen 100 μg/mL adalah sebesar 93,21 mg.

(41)

Senyawa flavonoid pada daun kersen diduga dapat memberikan efek analgesik. Efek analgesik muncul akibat mekanisme penghambatan kerja enzim siklooksigenase yang menyebabkan penurunan produksi prostaglandin sehingga rasa nyeri akan berkurang atau bahkan menghilang.

Flavonoid, melalui penghambatan degranulasi neutrofil, juga dapat menghambat pengeluaran sitokin, radikal bebas, dan enzim yang berperan dalam proses peradangan (Wardani, et.al., 2021).

Flavonoid pada daun kersen juga dapat mendenaturasi protein dinding sel bakteri sehingga fungsi sel bakteri akan terganggu. Senyawa aktif saponin pada daun kersen memiliki sifat antibakteri yang dapat membuat permeabilitas membran sel bakteri meningkat sehingga akan terjadi lisis pada sel bakteri. Senyawa tanin pada daun kersen dapat mendenaturasi protein dan menghambat komponen sintesis asam nukleat bakteri. Tanin juga akan menghasilkan senyawa polisakarida kompleks yang mengakibatkan kerusakan pada dinding sel bakteri. Rusaknya dinding sel bakteri akan mengganggu permeabilitas dinding sel sehingga pertumbuhan bakteri akan terganggu dan lama-kelamaan bakteri akan mati (Bamasri, 2021).

Alkaloid memiliki sifat antibakteri yang dapat mengganggu komposisi komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dari dinding sel akan hancur yang akan menyebabkan terjadinya kematian sel (Hasibuan, 2022).

Daun kersen dapat dimanfaatkan sebagai antiseptik, antiinflamasi, analgesik, serta antitumor. Kandungan daun kersen juga berkhasiat untuk menyembuhkan asam urat. Masyarakat sering menggunakan daun kersen sebagai obat batuk, asam urat, dan penyakit kuning (Wardani, et.al., 2021).

(42)

25

2.4.4 Manfaat Tanaman Kersen (Muntinga calabura L.)

Tanaman kersen memiliki berbagai macam manfaat. daun, batang, dan akarnya banyak dimanfaatkan sebagai bahan obat tradisional dalam berbagai cara aplikasi. Di Peru, daun serta kulit batangnya digunakan sebagai antiseptic dan pengobatan bengkak pada ekstremitas bawah. Rebusan daun kersen juga merupakan pengobatan yang populer di Amerika Selatan untuk mengurangi tukak lambung. Masyarakat Filipina sering menggunakan bunganya untuk mengobati sakit kepala dan meredakan masuk angin.

Akarnya juga digunakan sebagai emmenagog di Malaysia dan Vietnam meskipun di negara-negara tersebut M. calabura dianggap sebagai spesies yang terabaikan (Buhian, et.al.,2016).

Penelitian menggunakan daun kersen telah banyak dilakukan dan terbukti mengandung banyak manfaat terapeutik. Pada penelitian yang dilakukan oleh Wardani, Putra, Adrianta, dan Udayani (2021), ekstrak etil asetat daun kersen (Mutingia calabura L.) terbukti efektif memberikan efek analgesik pada sampel mencit jantan (Mus musculas L.). Menurut hasil penelitian Nadira, Jayawardhitam dan Adi (2021), pemberian salep ekstrak daun kersen terbukti dapat memicu terjadinya proses angiogenesis pada luka insisi sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan luka insisi kulit mencit yang mengalami hiperglikemia. Menurut hasil penelitian Dezmonda (2016), ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.) memiliki efek untuk menurunkan kadar asam urat darah pada mencit putih jantan yang diinduksi dengan kafein dan jus hati ayam secara oral.

(43)

2.5 Kerangka Teori

Ekstrak daun kersen

Saponin

Flavonoid Alkaloid

Inflamasi Terpenoid

Homeostatis

Kesembuhan luka bakar Proses penyembuhan

luka bakar

Gambar 11. Kerangka teori (Puspitasari & Wulandari, 2017)

Proliferasi

Remodelling

(44)

27

2.6 Kerangka Konsep

2.7 Hipotesis

2.7.1 Hipotesis Nol

Tidak ada hubungan antara pemberian ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.) terhadap penyembuhan luka bakar derajat II tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley.

2.7.2 Hipotesis Alternatif

Ada hubungan antara pemberian ekstrak daun kersen (Jatropha curcas L.) terhadap penyembuhan luka bakar derajat II tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley.

Pemberian ekstrak daun kersen

Penyembuhan luka bakar derajat II pada

tikus putih

Variabel bebas Variabel terikat

Gambar 12. Kerangka konsep

(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah true experimental dengan rancangan penelitian time series control group design untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.) terhadap penyembuhan luka bakar derajat II tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Daun kersen diperoleh di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung, pembuatan ekstrak daun kersen dilakukan di Laboratorium Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung, sedangkan pemeliharaan dan perlakuan kepada tikus dilakukan di Animal House Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Penelitian ini dimulai pada bulan Oktober 2022 hingga November 2022.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

1. Kriteria Inklusi

a. Tikus putih (Rattus norvegicus) jantan dewasa galur Sprague-dawley dengan bobot 200-250 gram.

b. Berusia 8-12 minggu sebelum adaptasi.

(46)

29

c. Tampak sehat dan aktif.

2. Kriteria Eksklusi

a. Tikus putih (Rattus norvegicus) jantan dewasa galur Sprague-dawley yang memiliki kelainan pada kulit.

b. Mati saat menerima perlakuan

3.3.2 Sampel

3.3.2.1 Besar Sampel

Penelitian ini memiliki lima kelompok tikus. besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus perhitungan Federer untuk data homogen, yaitu:

(t-1)(n-1) ≥ 15 (5-1)(n-1) ≥ 15 5n-5-1n+1 ≥ 15

4n-4 ≥ 15 4n ≥ 19 n ≥ 4,75

Berdasarkan hasil perhitungan dari rumus Federer, dibutuhkan minimal lima ekor tikus untuk setiap kelompok. Untuk mencegah drop out, tikus pada penelitian ini ditambahkan sebanyak 10% dari jumlah setiap kelompok sehingga total tikus pada setiap kelompok berjumlah enam ekor.

3.3.2.2 Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampling yang dilakukan dengan metode simple random sampling sehingga setiap anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk dijadikan sebagai sampel.

(47)

3.4 Identifikasi Variabel 3.4.1 Variabel Terikat

Variabel bebas pada penelitian ini adalah pemberian ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.)

3.4.2 Variabel Bebas

Variabel terikat pada penelitian ini adalah penyembuhan luka bakar derajat II pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galur Sparague dawley.

3.5 Alat dan Bahan 3.5.1 Alat Penelitian

1. Sarung tangan steril 2. Masker wajah 3. Pisau bedah

4. Pencukur rambut elektrik 5. Jas laboratorium

6. Spuit 7. Jarum suntik 8. Gunting

9. Timbangan gram 10. Alat maserasi 11. Kandang tikus 12. Tempat makan tikus 13. Kamera

14. Oven 15. Alkohol

16. Pewarna rambut 17. Kuas

18. Kompor portable 19. Plat logam

(48)

31

20. Termometer industi 3.5.2 Bahan Penelitian

1. Daun kersen 2. Akuades 3. Etanol 96%

4. NaCl 0,9 %

(49)

3.6 Definisi Operasional

Definisi operasional pada penelitian ini dijelaskan pada tabel 1, yaitu:

Tabel 1. Definisi operasional

Variabel Definisi

Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur Ekstrak daun

kersen Ekstrak yang dibuat dari daun kersen (Muntingia calabura L.) dan dimaserasi dengan etanol 96%.

Alat pengukur konsentrasi

(Refraktometer)

Ekstrak daun kersen dengan konsentrasi 25%, 50%, dan 75%.

Ordinal

Variabel Dependen:

Penyembuhan luka

Penyembuhan luka bakar yang diamati dari fase inflamasi hingga fase proliferasi dimana penyembuhan berarti luka sudah kering tetapi tampak masih terlihat bekas luka.

Tabel Skor Nagaoka,

Kaca Pembesar Total skor penyembuhan luka bakar: 3 - 9

Numerik

Sub Variabel Kemerahan di sekitar luka

Warna kemerahan disekitar luka karena proses inflamasi.

Lembar observasi 0 = tidak ada 1 = ada

Ordinal

Pembentukan keropeng (keropeng)

Pembentukan keropeng pada luka sebagai tanda fase awal proliferasi.

Lembar observasi 0 = belum terbentuk 1 = terbentuk

sebagian

2 = terbentuk seluruh bagian

Ordinal

Pelepasan keropeng (keropeng)

Pelepasan keropeng pada luka sebagai tanda fase awal remodelling.

Lembar observasi 0 = belum terlepas 1 = terlepas sebagian 2 = terlepas seluruh

bagian

Ordinal

(50)

33

3.7 Alur Penelitian

KN Kelompok

kontrol negatif

P1 Aplikasi ekstrak daun

kersen 25%

1x1 hari

P3 Aplikasi ekstrak daun

kersen 75%

1x1 hari P2

Aplikasi ekstrak daun

kersen 50%

1x1 hari Pembuatan

ekstrak daun kersen Daun kersen

Pembuatan konsentrasi 25%,

50%, dan 75%.

Tikus

Ethical clearance

Aklimatisasi selama 7 hari

Perlakuan pada kulit tikus dengan luka bakar derajat II

KP Aplikasi

silver sulfadiazine 1% 1x1 hari

Perlakuan dan pengambilan data pada sampel selama 14 hari

Terminasi tikus

Analisis data

Gambar 13. Alur penelitian

(51)

3.8 Prosedur Penelitian

3.8.1 Pembuatan Ekstrak Daun Kersen

Daun kersen sebanyak 1 kg dijemur dibawah panas matahari. Daun yang telah kering lalu dihaluskan dan dimaserasi dengan pelarut etanol 96% di Laboratorium Biokimia Fakultas MIPA Universitas Lampung. Setelah maserasi selesai, ekstrak daun kersen dicampurkan dengan pelarut aquades dengan konsentrasi 25%, 50%, dan 75% sesuai dengan formulasi yang tertera pada tabel 2, yaitu:

Tabel 2. Formulasi resep

Formulasi krim Konsentrasi

25% 50% 75%

Ekstrak daun kersen 25 ml 50 ml 75 ml

Aquades 75 ml 50 ml 25 ml

Total 100 ml 100 ml 100 ml

3.8.2 Persiapan Hewan Uji

Tikus ditempatkan di Animal House Fakultas Kedokteran Universitas Lampung kemudian diaklimatisasi selama tujuh hari. Setelah itu dilakukan pengelompokan tikus ke dalam lima kelompok yang masing-masing kelompok berjumlah enam ekor tikus. Tikus diadaptasi selama tujuh hari agar dapat menyesuaikan lingkungan barunya. Penelitian ini memiliki lima kelompok perlakuan yang terdiri dari:

1. Kelompok kontrol negatif (K1) yang diinduksikan luka bakar derajat II dengan diameter 3 cm.

2. Kelompok kontrol positif (K2) yang diinduksikan luka bakar derajat II dengan diameter 3 cm dan diberi silver sulfadiazine 1% setiap satu hari sekali.

3. Kelompok perlakuan 1 (P1) yang diinduksikan luka bakar derajat II dengan diameter 3 cm lalu diberi ekstrak daun kersen 25% pada luka setiap satu hari sekali.

(52)

35

4. Kelompok perlakuan 1 (P1) yang diinduksikan luka bakar derajat II dengan diameter 3 cm lalu diberi ekstrak daun kersen 50% pada luka setiap satu hari sekali.

5. Kelompok perlakuan 1 (P1) yang diinduksikan luka bakar derajat II dengan diameter 3 cm lalu diberi ekstrak daun kersen 75% pada luka setiap satu hari sekali.

3.8.3 Pembuatan Luka Bakar

Luka bakar diinduksikan pada punggung tikus yang sebelumnya telah dibebaskan terlebih dahulu dari rambut menggunakan pisau cukur elektrik.

Setelah itu, dilakukan pembiusan pada tikus dengan menggunakan kombinasi ketamin dan xylazine untuk menghindari gerakan tikus yang berlebihan. Daerah yang akan dibuat luka bakar dioleskan alcohol swab terlebih dahulu. Luka bakar diinduksikan menggunakan batang logam alumunium yang ujungnya memiliki diameter 20 mm. Logam dipanaskan dengan api sampai logam bersuhu 260 – 280°C lalu ditempelkan pada daerah yang sudah dibebaskan dari rambut selama 10 detik hingga pada lokasi tersebut terbentuk hiperemis dan bula (Pujiastutik & Hapsari, 2018). Setelah luka bakar terbentuk, dilakukan pembersihan menggunakan NaCl 0,9 % (Samsudin & Arimurti). Pada hari pertama, kelompok kontrol negatif tidak diberikan perlakuan, kelompok kontrol positif diberikan silver sulfadiazine dengan cara dioleskan menggunakan cotton bud satu kali sehari dan untuk kelompok perlakuan diberikan ekstrak daun kersen (Muntinga calabura L.) dengan cara dioleskan satu kali sehari menggunakan cotton bud.

3.8.4 Pemberian Perlakuan

Pada hari pertama, kelompok kontrol negatif tidak diberikan perlakuan, kelompok kontrol positif diberikan silver sulfadiazine dengan cara dioleskan menggunakan cotton bud satu kali sehari, dan kelompok perlakuan diberikan

(53)

ekstrak daun kersen (Muntinga calabura L.) dengan cara dioleskan satu kali sehari menggunakan cotton bud.

3.8.5 Penilaian Luka Bakar

Penilaian luka bakar pada tikus dilakukan secara makroskopis selama 14 hari berdasarkan kemerahan pada luka, pembentukan keropeng, pelepasan keropeng, dan penilaian menggunakan skor nagaoka yang mencakup lama penyembuhan luka (hari), tanda-tanda infeksi lokal, dan tanda-tanda reaksi lokal dengan memakai kriteria penilaian nagaoka seperti pada tabel 3 :

Tabel 3. Skor penilaian nagaoka

No Parameter dan Deskripsi Skor

1. Waktu Penyembuhan Luka

Di bawah 7 hari 3

Antara 7-14 hari 2

Di atas 14 hari 1

2. Infeksi Lokal

Tidak ada infeksi 3

Infeksi lokal dengan pus 2

Infeksi lokal tanpa pus 1

3. Reaksi Alergi

Tidak ada reaksi alergi 3

Reaksi alergi lokal berupa bintik merah sekitar luka 1

3.8.6 Terminasi Hewan Coba

Terminasi pada tikus dilakukan di hari ke-14. Tikus diterminasi dengan diberikan inhalasi karbondioksida yang didapatkan dari kombinasi sodium bikarbonat dan cuka. Dibutuhkan volume karbondioksida sebesar 30% dari volume kontainer selama satu menit untuk dapat menterminasi tikus.

Campuran dari satu gram sodium bikarbonat dan 15 mL cuka dapat menghasilkan 291 mL karbondioksida dimana volume ini cukup untuk menterminasi tikus galur murni (Swan & Amalin, 2017).

(54)

37

3.9 Analisis Data

Data pada penelitian ini diolah secara statistik menggunakan perangkat lunak komputer. Pada seluruh data penelitian terdapat lebih dari dua sel yang memiliki nilai ekspektasi kurang dari lima sehingga digunakan uji alternatif Chi-Square, yaitu uji Kruskall-Wallis. Kemudian untuk melihat perbedaan hasil antar setiap kelompok dilakukan uji Mann-Whitney.

(55)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa:

1. Tidak terdapat pengaruh pemberian ekstrak daun kersen (Muntingia calabura Linn) terhadap skor nagaoka penyembuhan luka bakar derajat II tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley.

2. Terdapat pengaruh pemberian ekstrak daun kersen (Muntingia calabura Linn) terhadap hilangnya kemerahan di sekitar luka bakar derajat II tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley.

3. Tidak terdapat pengaruh pemberian ekstrak daun kersen (Muntingia calabura Linn) terhadap pembentukan keropeng pada luka bakar derajat II tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley.

4. Tidak terdapat pengaruh pemberian ekstrak daun kersen (Muntingia calabura Linn) terhadap pelepasan keropeng luka bakar derajat II tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley.

5.2 Saran

1. Penelitian selanjutnya dapat meneliti penyembuhan pada luka bakar derajat II dengan durasi waktu yang lebih panjang.

(56)

53

2. Penelitian selanjutnya dapat meneliti menggunakan skor nagaoka dengan variasi luka lain yang memiliki durasi penyembuhan <14 hari.

3. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan konsentrasi ekstrak yang lebih bervariasi untuk mengetahui konsentrasi yang optimal yang dapat mempercepat penyembuhan luka bakar.

4. Penellitian selanjutnya dapat meneliti variabel dependen yang bersifat objektif seperti luas luka bakar.

5. Penelitian selanjutnya dapat meneliti luka bakar secara mikroskopis.

(57)

DAFTAR PUSTAKA

Abazari M, Ghaffari A, Rashidzadeh H, Badeleh SM, & Maleki Y. 2022. A systematic review on classification, identification, and healing process of burn wound healing. The International Journal of Lower Extremity Wounds, 21(1), 18-30.

Agarwal S, Krishnamurthy, K. 2020. Histology, Skin. In StatPearls; StatPearls Publishing: Treasure Island, FL, USA.

Amaraneni A, Chippa V, & Rettew AC. 2021. Anticoagulation safety. StatPearls Publishing: Treasure Island, FL, USA.

Andilala S, & Gunwan M. 2023. The Effectiveness of Kersen Leaf Extracts (Muntingia calabura L.) on Cutting Wounds Infected with Sthapylococcus Aureus Bacteria. Haya Saudi J Life Sci, 8(1), 9-18.

Arfani N. 2021. Identifikasi Bakteri Staphylococcus Aureus Pada Kulit. Penerbit KBM Indonesia.

Arsyad M. H. 2020. Perbandingan Efektivitas Povidone Iosine 10% Dan Ekstrak Etanol Daun Cocor Bebek (Kalanchoe Pinnata) Terhadap Lama Penyembuhan Luka Bakar Pada Tikus Putih (Rattus Norvegicus L.) Jantan Galur Wistar.

(58)

55

Balqis U, Masyitha D, & Febrina F. 2014. Proses Penyembuhan Luka Bakar Dengan Gerusan Daun Kedondong (Spondias dulcis F.) dan Vaselin pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Secara Histopatologis. Jurnal Medika Veterinaria, 8.

Bamasri TH. 2021. Daun Kersen Munti

Gambar

Gambar 1. Anatomi kulit (Yousef, et.al., 2017)
Gambar 2. Lapisan epidermis
Gambar 3. Derajat luka bakar (Jeschke, et.al, 2020)
Gambar 4. Estimasi body surface area pada dewasa (Yasti, et.al., 2015)  1) Ringan
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh metode ekstraksi terhadap kadar flavonoid total ekstrak etanol daun kersen ( Muntingia calabura ).. Ekstraksi daun

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah penambahan ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L) akan mempengaruhi karakteristik fisik (warna, kekerasan, dan

Efek antiinflamasi ekstrak etanol daun kersen (Muntingia calabura L.) ditentukan dengan mengukur penurunan volume edema kaki mencit (Mus musculus) jantan yang telah

Adanya pengaruh pemberian salep dengan variasi konsentrasi ekstrak daun wijayakusuma terhadap panjang luka dan lama waktu penyembuhan luka sayat pada tikus putih galur

Perbedaan metode ekstraksi maserasi, perkolasi, sokletasi dan refluks dapat menghasilkan kadar flavonoid total yang berbeda dari ekstrak metanol daun kersen (Muntingia

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut diatas, maka dilakukan penelitian dengan judul Efek Penggunaan Ekstrak Daun Kersen Muntingia calabura Terhadap Mortalitas Cacing

Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan formulasi sediaan lotion tabir surya dengan variasi konsentrasi ekstrak etanol daun kersen Muntingia calabura L.. serta mengetahui nilai

Penetapan Kadar Flavonoid Total Ekstrak Daun Kersen Muntingia calabura Penentuan kadar senyawa flavonoid total ekstrak daun kersen dengan metode kolorimetri AlCl3 yang mengacu pada