• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG MELINJO (Gnetum gnemon Linn.) DAN LAMA PENGUKUSAN TERHADAP SIFAT FISIK DAN UJI HEDONIK FLAKES

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG MELINJO (Gnetum gnemon Linn.) DAN LAMA PENGUKUSAN TERHADAP SIFAT FISIK DAN UJI HEDONIK FLAKES"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Serambi Journal of Agricultural Technology, Vol. 5 No.1 Hal 36 - 46 2023 | 36 Vol. 5 No. 1 Thn. 2023 E-ISSN: 2684-9879

THE EFFECT OF ADDITION OF MELINJO FLOUR

(Gnetum gnemon Linn.) AND STEAMING TIME ON THE PHYSICAL PROPERTIES AND HEDONIK TEST OF FLAKES

Irmayanti1), Juliani2), Chairil Anwar3), Irhami4), Ika Rezvani Aprita5)

1 Program Studi Teknik Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Serambi Mekkah

2 Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Serambi Mekkah

3,5 Program Studi Pengolahan Hasil Ternak, Politeknik Indonesia-Venezuela

4 Program Studi Agroindustri, Politeknik Indonesia-Venezuela

*Email: irmayanti@serambimekkah.ac.id

Article Info Article history:

Received:

23-5-2023

Received in revised:

07-06-2023 Accepted:

08-06-2023

Abstract

The purpose of this study was to determine the effect of adding melinjo flour to physical characteristics and hedonic test, to determine the effect of steaming time on physical characteristics and hedonic test of flakes, to determine the effect of interaction between addition of melinjo flour and steaming time to physical characteristics and hedonic test of flakes. The research factor is using a factorial Completely Randomized Design (CRD) model consisting of 2 factors with 2 treatment replications, so that 18 experimental units are obtained, namely: Factor I. The addition of melinjo flour (P) consists of 3 levels, namely: P1 = 10%, P2 = 30%, P3 = 50% . Factor II. Steaming time (T) consists of 3 levels, namely:

T1 = 5 minutes, T2 = 10 minutes, T3 = 15 minutes. Parameters observed were physical tests (absorption, kamba density, yield), and hedonic organoleptic tests (color, taste, aroma, taste). The best flakes were obtained from the addition of 50% melinjo flour and 15 minutes of steaming time (P3T3).

Keywords: flakes, melinjo flour, journal, steaming time

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG MELINJO (Gnetum gnemon Linn.) DAN LAMA PENGUKUSAN TERHADAP SIFAT FISIK

DAN UJI HEDONIK FLAKES

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung melinjo terhadap karakteristik fisik dan uji hedonik, untuk mengetahui pengaruh lama pengukusan terhadap karakteristik fisiko dan uji hedonik flakes, untuk mengetahui pengaruh interaksi antara penambahan tepung melinjo dan lama pengukusan terhadap karakteristik fisik dan uji hedonik flakes. Faktor penelitian yaitu menggunakan model Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang terdiri dari 2 faktor dengan 2 kali ulangan perlakuan, sehingga diperoleh 18 satuan percobaan yaitu : Faktor I.

Penambahan tepung melinjo (P) terdiri dari 3 level yaitu : P1 = 10%, P2 = 30%, P3 = 50 % . Faktor II.

Lama pengukusan (T) terdiri dari 3 level yaitu : T1 = 5 menit, T2= 10 menit, T3 = 15 menit. Parameter

(2)

Serambi Journal of Agricultural Technology, Vol. 5 No.1 Hal 36 - 46 2023 | 37 yang diamati adalah uji fisik (daya serap, densitas kamba, rendemen), dan uji organoleptik secara hedonik (warna, rasa, aroma, rasa). Flakes terbaik diperoleh dari perlakuan penambahan tepung melinjo 50 % dan lama pengukusan 15 menit (P3T3).

Kata Kunci: flakes, tepung melinjo, jurnal, lama pengukusan

PENDAHULUAN

Buah melinjo setelah dipanen biasanya tidak langsung digunakan, tetapi disimpan sebagai persediaan bahan baku.

Penyimpanan yang terlalu lama akan mengakibatkan penurunan mutu buah melinjo. Oleh sebab itu diperlukan penanganan dan teknologi yang tepat agar buah tahan disimpan lebih lama tanpa mengalami penurunan mutu yang berarti.

Salah satu alternatif untuk itu adalah dengan mengolah melinjo menjadi tepung melinjo yang relatif lebih tahan disimpan dan juga dapat digunakan dalam berbagai jenis makanan sebagi substitusi tepung terigu ataupun penambah cita rasa (Hasnelly, 2002).

Dengan adanya bentuk lain dari pengolahan buah melinjo, akan meningkatkan keanekaragaman jenis pengolahan serta nilai tambah pada buah melinjo. Pengolahan buah melinjo menjadi tepung, dapat meningkatkan daya simpan dan menjadi nilai tambah dengan tidak mengurangi nilai gizi pada buah melinjo.

Selain itu bentuk tepung akan mempermudah dan memperluas pemanfaatan buah melinjo sebagai bahan makanan yang dapat diolah lebih lanjut lagi misalnya untuk membuat kue, roti, kerupuk, flakes dan lain sebagainya. Flakes merupakan sarapan siap saji yang berbentuk lembaran tipis, berwarna kuning kecoklatan serta biasanya dikonsumsi dengan penambahan susu sebagai menu sarapan. Produk ini dapat diolah dengan teknologi sederhana, waktu yang singkat dan cepat dalam penyajian.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan Ermi (2012) tentang formulasi pembuatan flakes berbasis talas untuk makanan sarapan (Breakfast meal) energi tinggi dengan metode oven menghasilkan flakes terbaik yang dibuat dari tepung komposit 90% dicampur dengan susu bubuk 5% dan santan dengan perbandingan antara tepung komposit : dan santan (1:1).

Flakes ini mempunyai kadar air 2,34%, abu 2,36%, lemak 20,08%, protein 19,86%, kalori 479,66 kkal/100g, serat kasar 6,11%, serat pangan 8,07%, dan indeks kelarutan 0,0141 g/ml.

Prinsip pengolahan flakes dengan cara mengukus adalah menggunakan uap air dari air panas bersuhu 100oC.

Perubahan yang terjadi selama proses pemanasan antara lain karbohidrat akan mengalami sedikit perubahan warna, pati akan tergelatinisasi membentuk struktur jaringan yang kokoh dan protein akan mengeras karena mengalami koagulasi, sedangkan kadar air akan mengalami perubahan yang relatif sama (Vonny, 2004).

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2021 di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Analisa dilakukan di Labolatorium Analisis Hasil Pertanian dan Labolatorium Organoleptik Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Serambi Mekkah, Banda Aceh.

(3)

Serambi Journal of Agricultural Technology, Vol. 5 No.1 Hal 36 - 46 2023 | 38 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah tepunterigu, susu skim, garam, vanili, gula, margarin, telur, air dan bahan yang digunakdalam analisis adalah susu cair. Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah panci, roller, timbangan, baskoplastik, sendok, alat pengering, talam, kompor, timbangan dan alat yang digunakauntuk analisis adalah timbangan analitik, desikator, cawan, oven, mistar kurva derajputih, gelas ukur 100 ml.

Rancangan Penelitian dan Variabel Penelitian

Penelitian ini dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial. Variabel tetap pada penelitian ini terdiri dari tepung terigu 100 gr, susu skim 10gr, garam 2 gr, telur 20 gr, vanili 5gr, air 30 gr, suhu pemanggangan 190 oC dan waktu pemanggangan 20 menit. Variabel berubah pada penelitian ini adalah penambahan tepung melinjo terdiri dari 3 (tiga) level yaitu 10, 30 dan 50%

serta lama pengukusan terdiri dari 3 (tiga) level yaitu 5, 10 dan 15 menit.

Data akan dianalisis menggunakan Analysis of Variance (ANOVA). Bila terdapat pengaruh nyata pada perlakuan maka analisis diteruskan dengan uji lanjutan menggunakan uji Beda Nyata Terkecil (BNT).

Pengukuran parameter uji

1. Ketahanan kerenyahan dalam susu untuk menentukkan ketahanan flakes saat disajikan dengan susu cair dalam keadaan masih cukup renyah saat dikonsumsi. Penentuan ketahanan dilakukan dengan cara menuangkan 1,5 gr flakes ke dalam mangkok kemudian dituangkan susu cair dengan suhu susu 29ºC sebanyak 70 ml.

Waktu flakes untuk dapat bertahan mengapung di permukaan hingga tekstur tidak cukup renyah dihitung sebagai waktu ketahanan dalam susu.

2. Densitas kamba merupakan salah satu karakteristik sifat fisik yang ditentukan oleh berat bubuk yang diketahui volumenya. Semakin tinggi nilai densitas kamba menunjukkan bahwa produk semakin padat, dan apabila diaplikasikan menjadi produk olahan akan lebih mengenyangkan.

Masukkan sampel ke dalam gelas ukur sampai volumenya mencapai 100 ml, pengisian dilakukan sampai padat.

Keluarkan semua bahan dari gelas ukur tersebut kemudian timbang dengan menggunakan timbangan digital. Densitas kamba menggunakan satuan gr/ml.

3. Analisa daya serap air (AACC, 2000 dalam Lase dkk, 2013). Sampel sebanyak 5 % (flakes) dimasukkan kedalam air mendidih 100 ml. Lalu ditutup dan dimasak sampai flakes tergelatinisasi sempurna selama 5 menit. Flakes yang telah masak sempurna ditimbang. Penyerapan air diukur berdasarkan perubahan sebelum dan sesudah pemasakan.

4. Penentuan nilai organoleptik secara hedonik meliputi warna, rasa dan aroma yang diuji dengan kesukaan terhadap beberapa orang panelis (15 orang) dan setiappanelis memilih nilai yang telah ditetapkan sesuai kesukaan berdasarkan pengamatan dengan ketentuan sebagai berikut :

(4)

Serambi Journal of Agricultural Technology, Vol. 5 No.1 Hal 36 - 46 2023 | 39 Tabel 1. Nilai Skor Untuk Uji Organoleptik

Skala Hedonik Skala Numerik

Sangat Suka 5

Suka 4

Biasa 3

Tidak Suka 2

Sangat tidak Suka 1

Sumber : (Sukarto,2004)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Ketahanan kerenyahan dalam susu Ketahanan kerenyahan flakes dalam susu diukur untuk melihat berapa lama flakes mempertahankan kerenyahan selama dilakukan perendaman dalam larutan susu.

Kerenyahan adalah tekstur yang dirasakan oleh indera pencicip yang biasanya menjadi standar mutu bahan pangan dengan kadar air rendah. Kerenyahan secara visual dijadikan karakteristik dalam penilaian suatu bahan makanan oleh konsumen dan faktor penting mutu makanan kering (Setiaji, 2012). Hasil analisis menunjukkan bahwa rataan nilai ketahanan kerenyahan flakes dalam cairan susu berkisar antara 3,0 menit sampai 6,50 menit. Nilai tertinggi terdapat pada perlakuan penambahan tepung melinjo 50% dan lama pengukusan 15 menit (P3T3) dengan nilai 6,50 menit, sedangkan nilai terendah pada penelitian ini terdapat pada perlakuan penambahan tepung melinjo 10% dan lama pengukusan 5 menit (P1T1) dengan nilai 3,0 menit.

Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung melinjo (P) dan lama pengukusan (T) memberikan pengaruh yang sangat nyata (P≤0,01) terhadap ketahanan kerenyahan flakes dalam susu, namun interaksi antara penambahan tepung melinjo dan lama pengukusan (PT) berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap ketahanan kerenyahan flakes.

Gambar 1. Pengaruh penambahan tepung melinjo terhadap ketahanan kerenyahan flakes

Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa semakin banyak penambahan tepung melinjo pada pembuatan flakes amaka ketahanan kerenyahan flakes juga akan semakin lama. Hal ini dapat disebabkan oleh ukuran granula pati biji melinjo yang lebih besar. Suarni (2008) menjelaskan bahwa granula pati yang berukuran besar memiliki ketahanan yang lebih besar terhadap perlakuan panas dan air dibanding granula pati yang berukuran kecil. Hal inilah yang menyebabkan flakes yang dibuat dengan penambahan tepung biji melinjo yang lebih banyak dapat mempertahankan kerenyahan yang lebih lama dalam susu. Papunas dkk (2013) dalam penelitian tentang pembuatan flakes berbahan dasar tepung jagung menghasilkan flakes dengan ketahanan kerenyahan dalam susu yang lebih rendah dari hasil penelitian ini dikarenakan ukuran pati jagung yang lebih kecil dari pati melinjo, yaitu sekitar 1-20 µm sehingga flakes yang dihasilkan hanya mampu mempertahankan kerenyahan di dalam susu maksimal 4,47 menit. Sedangkan

a 3.50

a 4.17

b 5.83

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00

P1 = 10 % P2 = 30 % P3 = 50 %

Ketahanan kerenyahan (menit)

Penambahan tepung melinjo (%)

(5)

Serambi Journal of Agricultural Technology, Vol. 5 No.1 Hal 36 - 46 2023 | 40 Mahmudah dkk (2017) yang membuat

flakes berbahan dasar pisang kepok menghasilkan nilai ketahanan kerenyahan sedikit lebih tinggi, yaitu 5,88 menit.

Selain itu kandungan karbohidrat juga menentukan nilai ketahanan kerenyahan pada flakes. Pati dan serat termasuk ke dalam golongan karbohidrat yang memiliki sifat berbeda terhadap kemampuan pengikatan air. Pati lebih tahan terhadap air sehingga pati tidak larut dalam air, sedangkan serat lebih mudah menyerap air (Papunas dkk, 2013).

Kandungan pati pada tepung melinjo mencapai angka 76% sedangkan kandungan seratnya lebih rendah, hanya 29,91% (Eriska, 2009) sehingga kemampuan flakes dari tepung biji melinjo untuk mempetahankan kerenyahan dalam susu lebih tinggi.

Waktu pengukusan pada pembuatan flakes secara signifikan juga dapat meningkatkan ketahanan kerenyahan pada flakes. Semakin lama pengukusan yang dilakukan akan menyebabkan pengembangan granula pati semakin mencapai ukuran maksimalnya sehingga ketahanan pati terhadap air setelah flakes dikeringkan juga akan semakin tinggi.

Pengaruh lama pengukusan terhadap ketahanan kerenyahan dalam susu flakes dapat dilihat pada Gambar 2.

Pada Gambar 2. dapat dilihat bahwa semakin lama pengukusan maka ketahanan kerenyahan flakes dalam susu juga semakin meningkat. Secara statistik, pengukusan flakes selama 15 menit (T3) mampu menghasilkan ketahanan kerenyahan flakes yang berbeda dibanding yang 5 menit dan 10 menit, yaitu mencapai 5,0 menit, sedangkan lama pengukusan 5 dan 10 menit nilai ketahanan kerenyahannya relatif sama dengan kisaran waktu 4-4,5 menit.

Gambar 2. Pengaruh lama pengukusan terhadap ketahanan kerenyahan flakes.

2. Densitas kamba

Densitas kamba (Bulk density) adalah perbandingan bobot bahan dengan volume tepung melinjo, termasuk ruang kosong diantara butiran tepung. Tujuan dilakukan pengukuran densitas kamba adalah untuk pengetahui tingkat kepadatan dari flakes yang dihasilkan.

Hasil analisis menunjukkan bahwa rataan densitas kamba flakes berkisar antara 0,69 g/mL - 0,75 g/mL dengan rata- rata 0,72 g/mL. Dari Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa densitas kamba flakes tertinggi terdapat pada perlakuan penambahan tepung melinjo 10% dan lama pengukusan 5 menit (P1T1) dengan nilai 0,75 g/mL, sedangkan nilai terendah terdapat pada perlakuan penambahan tepung melinjo 10% dan lama pengukusan 15 menit (P1T3) dengan nilai 0,69 g/mL.

Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung melinjo (P) dan lama pengukusan (T) serta interaksi antara penambahan tepung melinjo dan lama pengukusan (PT)

a 4.00

a 4.50

b 5.00

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00

T1 = 5 menit

T2 = 10 menit

T3 = 15 menit

Ketahanan kerenyahan (menit)

Lama pengukusan (menit)

(6)

Serambi Journal of Agricultural Technology, Vol. 5 No.1 Hal 36 - 46 2023 | 41 memberikan pengaruh yang tidak nyata

(P>0,05) terhadap densitas kamba flakes yang dihasilkan.

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa semakin sedikit penambahan tepung melinjo dan waktu pengukusan desitas kamba semakin tinggi. Densitas kamba tepung melinjo memiliki nilai lebih rendah dikarenakan selama pengeringan terjadi degradasi molekul menjadi molekul kompleks yang lebih sederhana dengan berat molekul lebih rendah sehingga densitas kamba menurun.

3. Daya serap air

Uji daya serap air perlu dilakukan untuk mengetahui besarnya kemampuan flakes untuk menyerap air dalam jumlah yang besar dengan waktu relatif singkat setelah dilakukan pemanggangan sehingga dihasilkan flakes yang bersifat instan.

Hasil analisis menunjukkan bahwa rataan daya serap air flakes berkisar antara 144,70% - 191,90% dengan rata-rata 167,47%. Daya serap air flakes tertinggi terdapat pada perlakuan penambahan tepung melinjo 10% dan lama pengukusan 15 menit (P1T3) dengan nilai 191,90%, sedangkan nilai terendah terdapat pada perlakuan penambahan tepung melinjo 10% dan lama pengukusan 10 menit (P1T2) dengan nilai 144,70%.

Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung melinjo (P) dan lama pengukusan (T) serta interaksi antara penambahan tepung melinjo dan lama pengukusan (PT) memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap daya serap air flakes yang dihasilkan.

Flakes yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki daya serap air yang lebih tinggi dibanding flakes pisang kepok hasil penelitian Mahmudah dkk (2017),

dengan nilai daya serap maksimal 133,05±4,07 %. Daya serap air pada flakes dipengaruhi oleh sifat pati yang terdapat pada tepung biji melinjo yang digunakan.

Pati memiliki sifat yang tidak dapat larut dalam air, namun jika diberi air dan panas pati akan mengalami gelatinisasi sehingga granula pati akan mengikat dan memerangkap air yang menyebab terjadinya pengembangan pada pati.

Gelatinisasi adalah perubahan granula tepung melinjo akibat pemanasan yang terus-menerus dalam waktu lama sehingga granula pati melinjo membengkak luar biasa dan pecah sehingga tidak dapat kembali ke bentuk semula. Gelatinisasi diperlukan untuk membuat makanan (flakes) menjadi instan.

Tepung melinjo kering yang sudah tergelatinisasi memiliki kemampuan untuk menyerap air kembali (rehidrasi) dengan mudah (Winarno, 1992). Gelatinisasi dapat terjadi jika terdapat jumlah air yang cukup sehingga terbentuk granula pati melinjo mengembang.

4. Uji Organoleptik Secara Hedonik a. Warna

Warna akan membuat produk pangan menjadi menarik untuk dilihat.

Warna merupakan daya tarik utama sebelum konsumen mengenal dan menyukai sifat-sifat lainnya. Warna memegang peranan penting dalam penerimaan produk oleh konsumen bersama-sama dengan aroma dan rasa.

Oleh karena itu warna merupakan faktor penting bagi sebagian besar produk makanan baik melalui proses pengolahan maupun tanpa diproses. Warna merupakan bagian utama dari produk dalam menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap suatu produk (Winarno, 2004).

(7)

Serambi Journal of Agricultural Technology, Vol. 5 No.1 Hal 36 - 46 2023 | 42 Hasil analisis menunjukkan bahwa

nilai uji hedonik warna flakes berkisar antara 3,03 (biasa) – 3,90 (suka), dengan rata-rata 3,39 (biasa). Dari Tabel 4.7 dapat dilihat bahwa nilai uji hedonik warna flakes tertinggi terdapat pada perlakuan penambahan tepung melinjo 30% dan lama pengukusan 15 menit (P2T3) dengan nilai 3,90 (suka). Sedangkan nilai terendah terdapat pada penambahan tepung melinjo 50% dan lama pengukusan 10 menit (P3T2) dengan nilai 3,03 (biasa).

Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung melinjo (P) dan lama pengukusan (T) serta interaksi antara penambahan tepung melinjo dan lama pengukusan (PT) memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai uji hedonik warna flakes yang dihasilkan.

Pada penambahan tepung melinjo 30% nilai hedonik warna yang dihasilkan lebih tinggi. Flakes yang dihasilkan dari penambahan tepung biji melinjo yang lebih banyak memiliki warna yang lebih gelap, sedangkan pada penambahan tepung biji melinjo yang lebih sedikit warnanya lebih cerah. Hal ini dapat disebabkan oleh warna tepung biji melinjo yang digunakan juga bewarna putih kecoklatan sehingga penggunaan tepung dalam jumlah banyak akan menghasilkan flakes yang juga bewarna lebih gelap (kecoklatan). Selain itu, pada proses pembuatan adonan akan menyebabkan terjadinya reaksi maillard yang dapat menghasilkan warna kecoklatan pada adonan. Reaksi ini terjadi karena adanya interaksi antara tepung melinjo yang mengandung gula pereduksi dengan gugus amino protein (Quach dkk, 2017).

b. Aroma

Aroma umumnya didapat dengan menganalisa hasil penciuman. Aroma mempunyai peranan yang sangat penting dalam penentuan derajat penilaian dan kualitas suatu bahan pangan. Selain bentuk dan warna, bau atau aroma juga akan berpengaruh dan menjadi perhatian utama.

Setelah bau diterima maka penentuan nilai organoleptik terhadap aroma dapat dilakukan.

Hasil uji hedonik aroma menunjukkan bahwa rataan nilai hedonik aroma flakes berkisar 3,13 (biasa) – 4,00 (suka), dengan rata-rata 3,47 (biasa). Nilai hedonik warna flakes tertinggi terdapat pada perlakuan penambahan tepung melinjo 10% dengan lama pengukusan 15 menit (P1T3) dan jumlah tepung 50% dan lama pengukusan 15 menit (P3T1) dengan nilai 4,00 (suka). Sedangkan nilai terendah terdapat pada perlakuan penambahan tepung melinjo 10% dan lama pengukusan 10 menit (P1T2) dengan nilai 3,13 (biasa).

Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung melinjo (P) berpengaruh nyata (P ≤ 0,05) terhadap uji hedonik aroma flakes, sedangkan lama pengukusan (T) dan interaksi antara penambahan tepung melinjo dan lama pengukusan (PT) berpengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai hedonic aroma flakes yang dihasilkan.

Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa semakin banyak penambahan tepung melinjo maka nilai organoleptik aroma flakes akan semakin tinggi. Flakes yang dihasilkan memiliki aroma khas seperti aroma khas tepung melinjo, yaitu langu.

Aroma langu belum begitu bisa diterima oleh panelis, namun pada saat pemanggangan akan terjadi reaksi karamelisasi dari kandungan gula bahan

(8)

Serambi Journal of Agricultural Technology, Vol. 5 No.1 Hal 36 - 46 2023 | 43 yang akan meghasilkan flavor karamel

sehingga dapat mengalahkan aroma langu yang terbentuk dan panelis agak menyukainya.

Gambar 3. Pengaruh penambahan tepung melinjo terhadap nilai hedonik aroma flakes

Menurut Kusnandar (2011), reaksi karamelisasi bertanggung jawab dalam pembentukan warna cokelat, flavour dan aroma pada pengolahan produk pangan.

c. Rasa

Rasa merupakan salah satu faktor akhir yang penting bagi konsumen dalam kepuasan yang dirasakan. Winarno (1992) menyatakan bahwa dalam banyak hal kelezatan makanan di tentukan oleh rasa dan aroma atau bau dari makanan tersebut.

Rasa berbeda dengan bau dan lebih banyak melibatkan panca indera lidah.

Penginderaan cecapan dapat dibagi menjadi empat cecapan utama yaitu asin, asam, manis dan pahit (Winarno, 2004).

Nasution (1990) mengemukakan bahwa rasa terbentuk akibat adanya tanggapan rangsangan kimia oleh indera pencicip (lidah). Rasa juga dipengaruhi oleh

beberapa faktor yaitu kimia, suhu, konsentrasi dengan komponen rasa yang lain.

Hasil uji hedonik rasa flakes tepung biji melinjo menunjukkan bahwa rataan hedonic rasa flakes berkisar 3,17 (biasa) – 3,97 (suka), dengan rata-rata 3,52 (biasa).

Nilai hedonik rasa flakes tertinggi terdapat pada perlakuan penambahan tepung melinjo 50% dan lama pengukusan 10 menit (P3T2) dengan nilai 3,97 (suka), sedangkan nilai terendah terdapat pada penambahan tepung melinjo 50% dan lama pengukusan 5 menit (P3T1) dengan nilai 3,17 (biasa).

Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung melinjo (P) dan interaksi antara penambahan tepung melinjo dengan lama pengukusan (PT) berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap uji hedonik rasa flakes, sedangkan lama pengukusan (T) berpengaruh nyata (P≤0,05) terhadap uji hedonik rasa flakes yang dihasilkan.

Gambar 4. Pengaruh penambahan tepung melinjo terhadap uji hedonik rasa flakes

a 3.36

a 3.40

b 3.64

3.20 3.25 3.30 3.35 3.40 3.45 3.50 3.55 3.60 3.65 3.70

P1 = 10 % P2 = 30 % P3 = 50 %

Nilai Hedonik Aroma

Penambahan tepung melinjo (%)

a 3.32

b 3.68

b 3.54

3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8

T1 = 5 menit T2 = 10 menit T3 = 15 menit

Nilai Hedonik Rasa

Lama pengukusan (menit)

(9)

Serambi Journal of Agricultural Technology, Vol. 5 No.1 Hal 36 - 46 2023 | 44 Pada Gambar 4.dapat dilihat bahwa

semakin lama pengukusan maka nilai hedonik rasa flakes akan semakin meningkat. Hal ini dapat disebabkan oleh proses pengukusan flakes lebih cepat akan menghasilkan flakes dengan rasa berpati (rasa tepung). Timbulnya rasa berpati pada flakes dapat disebabkan karena belum sempurnanya proses gelatinisasi pati dari tepung biji melinjo yang digunakan.

Penggunaan suhu yang sangat tinggi pada waktu pemanggangan yang sangat singkat akan menyebabkan air lebih cepat teruapkan sehingga akan terjadi pregelatinisasi pada pati. Pregelatinisasi menyebabkan pati mengalami hidrolisis.

Menurut deMan (1999), pati dapat terhidrolisis oleh adanya asam, enzim, air dan panas menghasilkan monosakarida seperti glukosa. Semakin lama waktu pregelatinisasi menyebabkan pati yang terhidrolisis semakin besar sehingga rasa berpati semakin berkurang.

Menurut Onweluzo dan Mbaeyi (2010), perlakuan pregelatinisasi akan memberikan tingkat penerimaan tekstur dan rasa pada produk yang lebih tinggi dibandingkan produk dengan bahan tanpa pregelatinisasi. Semakin lama waktu pengukusan tepung melinjo menyebabkan lebih banyak pati yang terhidrolisis.

d. Tekstur

Tekstur termasuk salah satu sifat fisik dari bahan pangan yang penting untuk diperhatikan. Hal ini mempunyai hubungan dengan rasa pada waktu mengunyah bahan tersebut. Tekstur pada produk makanan dapat diukur dengan rabaan jari tangan atau dengan alat kecap pada mulut.

Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai hedonik tekstur flakes berkisar antara 3,30 (netral) – 3,73 (suka) dengan rata-rata 3,47 (netral). Dari Tabel 10 diketahui

bahwa nilai terendah pada penelitian ini terdapat pada perlakuan penambahan tepung melinjo 15% dan suhu pengeringan 70oC (K1L2) dengan nilai 3,30 (netral). Sedangkan nilai tertinggi terdapat pada perlakuan penambahan tepung melinjo 15% dan lama pengukusan 80oC (K1L3) dengan nilai 3,73 (suka).

Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung melinjo (K), suhu pengeringan (L) dan interaksi antara penambahan tepung melinjo dan lama pengukusan (KL) memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai hedonik tekstur flakes. Tekstur flakes yang dihasilkan renyah.

KESIMPULAN

Penambahan tepung melinjo berpengaruh sangat nyata terhadap kadar abu, kerenyahan dan berpengaruh nyata terhadap organoleptik aroma, namun tidak berpengaruh terhadap densitas kamba, rendemen, daya serap air, nilai organoleptik warna, rasa, aroma dan flakes. Lama pengukusan berpengaruh sangat nyata terhadap kadar abu, kerenyahan dan berpengaruh nyata terhadap nilai organoleptik rasa, namun berpengaruh tidak nyata terhadap densitas kamba, daya serap air, rendemen, organoleptik warna. Interaksi antara penambahan tepung melinjo dan lama pengukusan berpengaruh sangat nyata terhadap kadar abu dan berpengaruh nyata terhadap kadar air, namun tidak berpengaruh nyata terhadap kerenyahan, daya serap air, densitas kamba, rendemen, organoleptik warna, rasa, aroma flakes.

Flakes terbaik diperoleh dari perlakuan perlakuan penambahan tepung melinjo 50

% dan lama pengukusan 15 menit (P3T3) dengan nilai kadar air 3.44 %, kadar abu

(10)

Serambi Journal of Agricultural Technology, Vol. 5 No.1 Hal 36 - 46 2023 | 45 3,66 %, ketahanan/ kerenyahan dalam susu

3.44 menit, densitas kamba 0.72 menit, daya serap air 150.60 %, rendemen 17.79

%, warna 3.37 (biasa), aroma 4.00 (suka), rasa 3.57 (suka), tekstur 3,50 (suka).

DAFTAR RUJUKAN

Amin, N, A. (2013). Pengaruh Suhu Fosforilasi Terhadap Sifat Fisikokimia Pati Tapioka Termodifikasi. Skripsi. Program Studi Ilmu Dan Teknologi Pangan Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin. Makassar.

Andarwulan, N, Kusnandar, F, Herawati, D. (2011). Analisis Pangan. Jakarta:

Dian Rakyat.

Aprilianto, Anton. (2004). Analisis Pangan. Bogor: PAU Pangan dan Gizi IPB.

DeMan. (1999). Principle of Food Chemistry. Connecticut: The Avi Publishing Co., Inc.,Westport.

Ermi Sukasih dan Setyadjit. (2012).

Formulasi pembuatan flakes berbasis talas untuk makanan sarapan (breakfast meal) energi tinggi dengan metode oven. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian . Bogor.

Hasnelly. (2002). Penganekaragaman Teknologi Pengolahan Melinjo.

Dalam Cakrawala- Suplemen.

Pikiran Rakyat Khusus IPTEK.

Bandung.

Irmayanti, Sunartaty, S. Anwar C. (2019).

Rich in Fiber Biscuits Formulation with Katuk Leaf Flour Fortification (Sauropus androgynus) and Roasting Time Variation. Serambi Journal of Agricultural Technology (SJAT), 1(2): 66-73.

Mbaeyi, I.E. dan Onweluzo, J.C. (2010).

Effect of Sprouting and Pregelatinizationon the Composition and Sensory Properties of Flaked Breakfast Cereal Produced from Sorghum-Pigeon Pea Blends.

Journal of Tropical Agriculture, Food, Environment and Extension. 9 (3), 184-192.

Williams Mc. (2001). Foods: Experimental Perspectives, 4th Edition. Upper Saddle River, N.J: Prentice Hall.

Nasution, A, dan Wirakusumah, E, S.

(1990). Pangan dan Gizi Untuk Kelompok Khusus. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Novia. R., Amanto. B.S., dan Praseptiangga. D. (2014). Formulasi dan Evaluasi Sifat Sensoris dan Fisikokimia Produk Flakes komposit Berbahan Dasar Tepung Tapioka, Tepung Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.) dan Tepung Konjac (Amorphophallus oncophillus).

Jurnal Teknologi Pangan, 3 (1).

Papunas.M.E., Gregoria S. S. Djarkasi, Judith S. C, Moningka. (2015).

Karakteristik Fisikokimia Dan Sensoris Flakes Berbahan Baku Tepung Jagung (Zea mays L), Tepung Pisang Goroho (Musa

(11)

Serambi Journal of Agricultural Technology, Vol. 5 No.1 Hal 36 - 46 2023 | 46 acuminafe,sp) dan Tepung Kacang

Hijau (Phaseolus radiates). Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Unsrat.

Quach M. L, Melton, L. D., Harris, P. J., Burdon, J. N., dan Smith, B. G.

(2017). Cell wall Compositions of Raw and Cooked Corns of Taro (Colocasia esculenta). JSci Food Agri. 81: 311-318.

Sarono, Yatim dan Muslihuddin. (2001).

TepungMelinjo.http://www.digilib.ui .ac.id./opac/themes/libri2/detail.jsp?i d=134683&lokasi=lokal.

United States Department of Agriculture (USDA). (2016). Egg, Yolk, Raw, Fresh.

Vonny. (2004). Bakery, Beda Cara Beda Rasa. http://www.suaramerdeka.

com.

Winarno, F.G. (1992). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Winarno, F.G. (2008). Kimia Pangan dan Gizi: Edisi Terbaru. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama.

Referensi

Dokumen terkait

Penambahan tepung kacang hijau pada tepung mocaf dan brokoli tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kesukaan pada warna cookies.Hal tersebut menunjukkan bahwa

Hasil analisis varian menunjukkan bahwa penambahan tepung tapioka dalam proses pembuatan sosis daging ayam memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap susut