• Tidak ada hasil yang ditemukan

pengaruh penerapan metode story telling terhadap

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "pengaruh penerapan metode story telling terhadap"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)PENGARUH PENERAPAN METODE STORY TELLING TERHADAP KEMAMPUAN BERBICARA SISWA KELAS V SD NEGERI 70 MANJALLING KECAMATAN MONCONGLOE KABUPATEN MAROS. SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Oleh MUH. ALIMIN AGUS 10540 8459 13. PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2017.

(2)

(3)

(4) MOTO. Hidup jangan sekedar hidup Tapi jadikanlah hidupmu berguna bagi kehidupanmu.. Sukses lahir bukan karena kebetulan, Tetapi terwujud karena diikhtiarkan Melalui rencana, keyakinan, kerja keras, Keuletan dan niat yang baik disertai doa.. Kupersembahkan karya ini Untuk seluruh keluarga besarku dan Orang-orang yang menyayangiku. vi.

(5)

(6)

(7) ABSTRAK Muh Alimin Agus. 2017. Pengaruh Penerapan Metode Story Telling Terhadap Kemampuan Berbicara Dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas V SD Negeri 70 Manjalling Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros. Skripsi. Jurusan. Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar. Dibimbing oleh Bahrun Amin dan Syafruddin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan metode story telling terhadap kemampuan berbicara murid SD Negeri 70 Manjalling Kabupaten Maros.Jenis penelitian ini adalah penelitian pra-eksperimen bentuk Pre Test Post Test Design yaitu sebuah eksperimen yang dalam pelaksanaannya hanya melibatkan satu kelas sebagai kelas eksperimen tanpa adanya kelas pembanding (kelas kontrol) yang bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Metode Story Telling terhadap kemampuan berbicara pada siswa kelas V SD Negeri 70 Manjalling Kabupaten Maros tahun ajaran 2016/2017. Satuan eksperimen dalam penelitian ini adalah murid Kelas V sebanyak 36 orang. Penelitian dilaksanakan selama 7 kali pertemuan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh metode Storytelling terhadap kemampuan berbicara siswa keasl V SDN 70 Manjalling. Hasil analisis statistik deskriptif penggunaan metode story telling terhadap kemampuan berbicara murid positif, kemampuan berbicara murid dengan menggunakan metode story telling menunjukkkan hasil belajar yang lebih baik dari pada sebelum diterapkan metode story telling. Hasil analisis statistik inferensial menggunakan rumus uji t, diketahui bahwa nilai t Hitung yang diperoleh adalah 16,04 dengan frekuensi db = 36–1 = 35, pada taraf signifikansi 5 % diperoleh t Tabel = 2,03. Jadi, t Hitung > t tabel atau hipotesis nol (H0) ditolak dan hipotesis alternative (H1) diterima. Hal ini membuktikan bahwa ada Pengaruh Metode Story Telling terhadap kemampuan berbicara pada siswa kelas V SD Negeri 70 Manjalling Kabupaten Maros. Kata kunci: Pra-eksperimen, metode story telling dan kemampuan berbicara.. vii.

(8) KATA PENGANTAR. Alhamdulillah segala puji bagi Allah swt, Tuhan semesta alam. Allah yang paling agung untuk membuka jalan bagi setiap maksud hambanya, Allah yang paling suci untuk menjadi energi bagi petunjuk hidup dan kesuksesan hanbanya. Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan bimbingan dari-Nya sehingga skripsi dengan judul “Pengaruh Penerapan Metode Story Telling Terhadap Kemampuan Berbicara Dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas V SD Negeri 70 Manjalling Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros” dapat diselesaikan.. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan akademik guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Makassar. Beragam kendala dan hambatan yang dilalui oleh penulis dalam penyusunan skripsi ini, namun berkat usaha yang optimal dan dukungan berbagai pihak hingga akhirnya penulis dapat melewati rintangan tersebut. Penulis haturkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua, Ayahanda H. Agussalim dan Ibunda Hj. Jumiati yang telah berdoa, berjuang, rela berkorban tanpa pamrih dalam mengasuh, membesarkan, mendidik, dan membiayai penulis dalam proses pencarian ilmu. Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Dr. H. Bahrun Amin, M.Hum Pembimbing I dan Dr. Syafruddin, M.Pd Pembimbing II,. viii.

(9) yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan serta motivasi sejak awal penyusunan proposal hingga selesainya skripsi ini. Penulis juga hanturkan rasa hormat dan ucapan terima kasih kepada Dr. H. Abdul Rahman Rahim., SE., MM, Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar, Erwin Akib., S.Pd., M.Pd., Ph.D., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar, Sulfasyah, MA., Ph.D., Ketua Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar, Fitriani Saleh, S.Pd., M.Pd., Sekretaris Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar, Dr. A. Rahman Rahim., M.. HUM. Penasehat Akademik yang senantiasa memberikan masukan dan bimbingan selama proses perkuliahan, Bapak-bapak dan Ibu-ibu Dosen Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar yang telah ikhlas mentransfer ilmunya kepada penulis, serta seluruh staf Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan bantuan dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan studi. Ucapan terima kasih juga kepada Ibu Hj. Jumiati, S.Pd Kepala sekolah SD Negeri 70 Manjalling dan Bapak/Ibu Guru serta seluruh staf SD Negeri 70 Manjalling atas segala bimbingan, kerjasama, dan bantuannya selama penulis mengadakan penelitian. Tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada Siswa-siswi SD Negeri 70 Manjalling khususnya Kelas V atas kerjasama, motivasi serta semangatnya dalam mengikuti proses pembelajaran. Kepada rekan seperjuangan Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Angkatan 2013 terkhusus Kelas B Universitas Muhammadiyah Makassar, terima. ix.

(10) kasih atas solidaritas yang diberikan selama menjalani perkuliahan, semoga keakraban dan kebersamaan kita tidak berakhir sampai di sini. Ucapan terima kasih pula kepada seluruh keluarga dan sahabat-sahabat yang setia dan tulus mengorbankan waktu, tenaga, materi, doa, dukungan dan masukan kepada penulis demi terselesainya skripsi ini, serta semua pihak yang telah memberikan bantuan yang tidak sempat disebutkan satu per satu, semoga segala bantuan dan pengorbanannya bernilai ibadah dan mendapat imbalan dari-Nya. Akhirnya,. dengan. segala. kerendahan. hati,. penulis. senantiasa. mengharapkan kritikan dan saran dari berbagai pihak, selama saran dan kritikan tersebut sifatnya membangun karena penulis yakin bahwa suatu persoalan tidak akan berarti sama sekali tanpa adanya kritikan. Mudah-mudahan dapat memberi manfaat bagi para pembaca, terutama bagi diri pribadi penulis. Aamiin.. Makassar, Mei 2017. Penulis. x.

(11) DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL .................................................................................. i. HALAMAN PENGESAHAN.................................................................... ii. PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................ iii. SURAT PERNYATAAN ........................................................................... iv. SURAT PERJANJIAN .............................................................................. v. MOTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................... vi. ABSTRAK .................................................................................................. vii. KATA PENGANTAR................................................................................ viii. DAFTAR ISI............................................................................................... xi. DAFTAR TABEL ...................................................................................... xiii. DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiv. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ......................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah .................................................................................... 5 C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 5 D. Manfaat Penelitian ................................................................................... 5. xi.

(12) BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Hasil Penelitian yang Relevan ........................................................... 7 2. Pengertian Berbicara .......................................................................... 8 3. Pengertian Metode Diskusi ............................................................... 15 B. Kerangka Pikir ........................................................................................ 18 C. Hipotesis Penelitian................................................................................. 19 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian .............................................................................. 20 B. Populasi dan Sampel ............................................................................... 21 C. Defenisi Operasional Variabel ................................................................ 22 D. Instrumen Penelitian................................................................................ 23 E. Teknik Pengumpulan Data...................................................................... 24 F. Teknik Analisis Data............................................................................... 26 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ............................................................................... …...31 B. Pembahasan..................................................................................... …...37 BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan........................................................................................ …...39 B. Saran .............................................................................................. …...40 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 41 LAMPIRAN-LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP xii.

(13) DAFTAR TABEL. Tabel 3.1 Penilaian Kemampuan Berbicara Murid .............................................. 27 4.1. Tingkat keterampilan Berbicara Pretest............................................... 32 4.2. Deskripsi Ketuntasan Hasil Belajar Bahasa Indonesia ....................... 32 4.3. Tingkat keterampilan Berbicara Post-test ........................................... 34 4.4. Deskripsi Ketuntasan Hasil Belajar Bahasa Indonesia ....................... 35. xiii.

(14) DAFTAR GAMBAR. Gambar. Halaman. 2.1. Bagan Kerangka Pikir .......................................................................... 21. xiv.

(15) 1. BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Bahasa tidak dapat dipisahkan dari manusia. Melalui bahasa manusia saling berbagi pengalaman, saling belajar dan mampu memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan serta meningkatkan kemampuan berbahasa. Salah satu mata pelajaran yang dapat disajikan mengembangkan proses kegiatan belajar mengajar adalah Bahasa Indonesia. “Bahasa Indonesia adalah bahasa Nasional dan bahasa Negara Republik Indonesia. Selain itu, bahasa Indonesia merupakan bahasa kedua bagi sebagian besar bangsa Indonesia” Indihardi (dalam Hamidah, 2013). Kedudukan Bahasa Indonesia baik sebagai Bahasa Nasional maupun sebagai Bahasa Negara sangat strategis dalam kehidupan bangsa dan Negara Indonesia, dan di dalam penggunaan bahasa itu sendiri sudah didasarkan dalam landasan-landasan yang sah. Pelaksanaan proses pendidikan di Indonesia didasarkan pada landasan formal yang salah satunya berupa Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewuudkan suasan belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang dibutuhkan bagi dirinya, masyarakat dan bangsa.. 1.

(16) 2. Berdasarkan landasan tersebut maka pelaksanaan pengajaran didasarkan pada kurikulum yang telah ditetapkan, yakni kurikulum 2006 atau yang lebih dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun1 dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan dan silabus. Sebagaimana yang tercantum dalam KTSP Permen No. 22. Depdiknas (2009:101) Mata Pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan diantaranya, berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis, menghargai dan bangga menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa Negara, memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan. Dan untuk untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan social, menggunakan bahasa Indonesia, menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. Dalam kurikulum, ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia pada satuan pendidikan SD adalah komponen kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek-aspek diantaranya: mendengarkan, berbicara, membaca, menulis. Keempat aspek-aspek diatas biasa disebut dengan empat keterampilan berbahasa. Kenyataan dilapangan berdasarkan wawancara dengan guru kelas V pada observasi awal menunjukkan bahwa hasil belajar bahasa Indonesia siswa kelas V.

(17) 3. SD Negeri 70 Manjalling masih rendah, dari 36 murid hanya 10 murid yang tuntas dalam pembelajaran, sedangkan 26 murid lainnya belum tuntas atau masih mendapatkan nilai di bawah KKM, yaitu 65. Diketahui bahwa murid-murid masih sangat lemah dalam berbicara. Pada umumnya murid merasa sangat berat untuk tampil berbicara di depan kelas. Mereka berbicara tidak lancar, terbata-bata, lupa jalan cerita yang telah dibacanya dan mereka gugup menghadapi teman-temannya sendiri, ( lihat lampiran 1 ). Kenyataan. tersebut. disebabkan. pembelajaran. dilakukan. masih. konvensional. Guru cenderung masih menyampaikan pembelajaran secara monoton tanpa memperhatikan kemampuan-kemampuan siswa dalam berbicara pada proses belajar mengajar di kelas. Pembelajaran konvensional yang dilakukan oleh guru yaitu ceramah dan siswa mendengarkan saja tanpa hubungan dinamis dalam lingkungan kelas, akibatnya siswa menjadi cepat bosan dan mengantuk dengan materi yang diajarkan dan hal ini dapat memengaruhi hasil belajar siswa disekolah.. Depdikbud, 1994:13 berpendapat sabagai berikut. Pada hakikatnya belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia baik secara lisan maupun tertulis dan kesenangan berbicara.. Peneliti menggunakan metode story telling karena metode ini memiliki kesejajaran dengan dongeng sebelum tidur yang biasa dilakukan orangtua zaman dulu, untuk mengembangkan daya imajinasi, fantasi dan daya ingat yang dapat mengarahkan anak pada pemunculan daya kreatifitasnya dan pemahaman yang baik..

(18) 4. Ketidakmampuan siswa berbicara di depan kelas ini pun terungkap dari wawancara kepada siswa. Pada dasarnya siswa senang membaca semua jenis cerita baik petualangan, komik, dongeng, maupun cerita rakyat. Akan tetapi, mereka tidak boleh membacanya di sekolah bahkan tidak pernah memperoleh cerita jenis itu di kelas. Mereka pun kalau disuruh tampil ke depan kelas untuk menceritakan kembali cerita yang dibacanya, tidak berani atau tidak mau karena mereka tidak tahu teknik bercerita yang baik. Selain itu, mereka merasa cerita itu ada dipikirannya, tetapi ketika mau dinyatakan lewat kalimat tidak terucapkan. Seharusnya dalam pembelajaran itu belajar efektif dimulai dari lingkungan yang berpusat pada diri siswa. Boediono, (dalam Hamidah, 2013), mengemukakan bahwa: Lebih lanjut prinsip pembelajaran bahasa menjelaskan bahwa dalam pembelajaran bahasa, siswa akan lebih berhasil jika mereka diberi kesempatan menggunakan bahasa dengan melakukan berbagai kegiatan bahasa. Bila mereka berpartisipasi, mereka akan lebih mudah menguasai apa yang mereka pelajari Jadi, dalam pembelajaran siswa harus aktif.. Melalui metode story telling siswa dapat memahami dan menceritakan kembali isi cerita yang diceritakan oleh guru dengan mudah karena dalam bercerita seorang guru menyampaikannya secara ekpresif atau dengan mimik yang menarik, sehingga mudah bagi siswa untuk menceritakan kembali, dengan kata lain siswa berani untuk berbicara didepan kelas karena siswa ini dapat menangkap apa yang diceritakan guru dengan menerapkan metode story telling tersebut. Pengaruh dalam penelitian ini dimaksudkan untuk melihat peningkatan kemampuan berbicara pada siswa, sejalan dengan permasalahan diatas, maka.

(19) 5. peneliti dapat menyimpulkan dan mengambil penelitian mengenai “Pengaruh Penerapan Metode Story Telling Terhadap Kemampuan Berbicara Dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas V SD Negeri 70 Manjalling Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros”.. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut dan untuk membatasi kajian dalam penelitian ini, maka penulis mengidentifikasi permasalahan yang akan dibahas dengan rumusan masalah sebagai berikut: Apakah ada pengaruh metode story telling terhadap kemampuan berbicara dalam mata pelajaran bahasa Indonesia siswa kelas V SD Negeri 70 Manjalling Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros ?. C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hal-hal sebagai berikut: Untuk mengetahui pengaruh metode story telling terhadap kemampuan berbicara siswa kelas V SD Negeri 70 Manjalling Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros.. D. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan konsep-konsep baru dalamdunia pendidikan terutama dalam pengembangan metode pembelajaran Bahasa Indonesia..

(20) 6. b. Manfaat Praktis Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukanmasukan yang berarti yang berguna bagi peningkatan kualitas pengajaran, diantaranya : 1. Bagi guru yaitu sebagai pendekatan alternatif dalam pembelajaran berbicara serta memberikan informasi serta gambaran tentang penerapan metode story telling. 2. Bagi siswa yaitu meningkatkan hasil belajar dan partisipasi serta kemampuan pemahaman pelajaran Bahasa Indonesia siswa Sekolah Dasar. 3. Bagi peneliti selanjutnya yaitu sebagai masukan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran melalui perbaikan pendekatan pembelajaran yang dianggap relevan..

(21) 7. BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS TINDAKAN. A. Kajian Pustaka 1. Penelitian yang Relevan Pembelajaran. keterampilan. berbicara. masih. mengalami. berbagai. hambatan. Hambatan tersebut berasal dari murid maupun guru. Hal ini terjadi karena pembelajaran masih bersifat konvensional dan kurang mengeksplorasi siswa. Metode story telling dapat digunakan sebagai alternatif untuk meningkatkan kemampuan berbicara pada jenjang pendidikan sekolah dasar. Ada beberapa penelitian yang dilakukan berkenaan dengan penggunaan metode story telling, penelitian tersebut antara lain dilakukan oleh: Pertama, Siti Hamidah (2013) dengan judul: “Penerapan Metode Story Telling Untuk Meningkatkan Kemampuan Menyimak Dan Berbicara Pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar”. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan pada hasil belajar siswa pada setiap siklus penelitiannya. Penelitian yang dilakukan oleh Siti Hamidah memiliki persamaan dengan penelitian ini yaitu sama-sama mengkaji tentang kemampuan berbicara dengan menerapkan metode story telling. Dan adapun perbedaannya yaitu peneliti hanya mengkaji tentang aspek berbicara bukan menyimak. Kedua, Wahyuni (2011) “Peningkatan Keterampilan Berbicara Melalui Metode Menceritakan Ulang (story telling) Murid Kelas V SD No. 118 Inpres Matajang Kecamatan Camba Kabupaten Maros” Skripsi. FKIP Unismuh Makassar. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan keterampilan berbicara murid kelas V SD No. 118 Inpres Matajang. Hal ini dapat dilihat dari. 7.

(22) 8. skor rata-rata hasil keterampilan berbicara murid pada siklus I sebesar 61,36 dan murid yang tuntas sebanyak 8 orang atau 36,36 %, meningkat pada siklus II dengan skor rata-rata hasil keterampilan berbicara murid sebesar 77,50 dan murid yang tuntas sebanyak 19 orang atau 86,36 %. Disamping itu, data hasil observasi setiap siklus menunjukkan adanya perubahan sikap murid kearah yang lebih positif, yaitu terjadi peningkatan rasa percaya diri murid saat berbicara, murid lebih aktif dalam pembelajaran, selain itu perhatian dan motivasi murid juga meningkat. Dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan metode menceritakan (story telling) dapat meningkatkan keterampilan berbicara murid kelas V SD No. 118 Inpres Matajang Kecamatan Camba Kabupaten Maros. Penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni sama dengan yang dilakukan oleh peneliti. yaitu sama-sama mengkaji tentang kemampuan berbicara dan. perbedaanya penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni adalah penelitian PTK dimana penelitian ini mengkaji peningkatan yang ditemukan sedangkan penelitian yang saya lakukan adalah NON PTK dimana hanya mengkaji ada pengaruh atau tidak setelah penerapan metode story telling ini. Sejauh penelusuran peneliti, kiranya belum ada penelitian yang secara spesifik membahas tentang pengaruh penerapan metode story telling terhadap kemampuan berbicara melalui pada murid kelas V SD Negeri 70 Manjalling Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros. Hal inilah yang mendorong penulis untuk mengadakan penelitian..

(23) 9. 2. Kemampuan Berbicara a. Pengertian Berbicara Berbicara. merupakan. salah. satu. aspek. keterampilan. berbahasa.. Keterampilan berbicara merupakan keterampilan produktif karena dalam perwujudannya keterampilan berbicara menghasilkan berbagai gagasan yang dapat digunakan untuk kegiatan berbahasa (berkomunikasi), yakni dalam bentuk lisan “Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran gagasan dan perasaan” (Mulgrave dalam Tarigan, 1983:15). Lebih luas lagi Tarigan (1983:15) menjelaskan bahwa “berbicara merupakan sistem tanda-tanda yang dapat didengar (audible) dan yang kelihatan (visible) yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan otot tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan-gagasan atau ide-ide yang dikombinasikan”. Dengan demikian, berbicara pada hakikatnya merupakan suatu proses berkomunikasi dengan menggunakan suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang didalamnya terjadi pemindahan pesan dari suatu sumber kesumber membutuhkan lain. Dalam berkomunikasi ada pihak yang berperan sebagai penyampai maksud dan penerima maksud. Agar komunikasi dapat brjalan dengan baik, maka kedua pihak harus bekerjasama dengan baik. Seseorang. membutuhkan. keterampilan. berbicara. dalam. interaksi. sosialnya. Seseoarang akan dapat mengungkapkan pikiran dan perasaanya secara efektif jika terampil berbicara. Keterampilan berbicara merupakan salah satu.

(24) 10. keterampilan yang perlu mendapat perhatian karena gagasan gagasan kreatif yang dihasilkannya. Dalam kegiatan berbicara terdapat lima unsur yang terlibat yaitu, pembicara, isi pembicara, saluran, penyimak, tanggapan penyimak. b. Karakteristik Pembelajaran Berbicara Kegiatan berbicara dapat berlangsung jika sekurang-kurangnya ada dua orang yang saling berinteraksi atau seorang pembicara menghadapi lawan bicara. Menurut Elina (2009) karakteristik yang harus ada dalam kegiatan berbicara yaitu, harus ada lawan bicara, penguasaan lafal, struktur, dan kosakata, ada tema/topik yang dibicarakan, ada informasi yang ingin disampaikan atau ditanyakan, memperhatikan situasi dan konteks.. c. Tujuan Berbicara Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Sejalan dengan itu, Arsyad dan Mukti (1991:23) menyatakan tujuan utama berbicara untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan.. d. Jenis-jenis Berbicara Depdiknas (2002) membedakan bebicara menjadi beberapa macam, penggolongan jenis-jenis berbicara tersebut didasarkan atas beberapa hal, yaitu berdasarkan situasi, tujuan, jumlah pendengar, peristiwa khusus dan berdasarkan metode penyampaian. Berdasarkan situasi, terdapat jenis berbicara formal dan non formal. Berbicara formal meliputi ceramah, perencanaan dan penilaian, wawancara, debat,.

(25) 11. diskusi dan bercerita dalam situasi formal. Sedangkan berbicara informal berupa bertukar pengalaman, percakapan, penyampaian berita dan member petunjuk. Berdasarkan tujuan, maka kegiatan berbicara terbagi menjadi lima jenis, yaitu berbicara untuk menghibur, menginformasikan, menstimulasi, meyakinkan dan menggerakkan. Berdasarkan metode penyampaian, ada empat cara yang bisa digunakan seseorang dalam ,menyampaikan pembicaraanya, yaitu, penyampaian secara mendadak, berdasarkan catatan kecil,berdasarkan hafalan dan berdasarkan naskah. Berdasarkan jumlah penyimak, berbicara dapat dibagi atas tiga jenis, yaitu, berbicara antar pribadi, kelompok kecil dan kelompok besar. Berdasarkan peristiwa khusus, Menurut Logan dkk. (dalam Tarigan, 1986:56), berdasarkan peristiwa khusus berbicara atau pidato dapat digolongkan atas enam jenis, yaitu, Pidato presentasi, pidato penyampaian, pidato perpisahan, pidato perjamuan, pidato perkenalan, dan pidato nominasi. e. Fokus perhatian Pembelajaran Berbicara Pada saat guru memberikan pembelajaran berbicara, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Fokus perhatian guru saat memberikan pelajaran berbicara yaitu, pesan, yaitu amanat yang akan disampaikan kepada pendengar, bahasa pengembang pesan atau gagasan, Media penyampaian (alat ucap, tubuh dan bagian tubuh lainnya), arus bunyi ujaran yang dikirim oleh pembicara, upaya pendengar untuk mendengarkan arus bunyi ujaran dan mengamati gerak mimik pembicara serta usaha mengamati penyampaian gagasan lewat media visual, usaha memahami arus bunyi ujaran, gerak mimik atau suasana tertentu serta.

(26) 12. penyampaian gagasan dari pembicara lewat media visual, usaha pendengar untuk meresapkan, menilai dan mengembangkan gagasan yang disampaikan. Dari ketujuh unsur yang terlihat tersebut, maka dapat dikelompokkan menjadi tiga sudut pandang yang terpenting, yaitu: (a) pembicara, (b) pendengar, (c) medan pembicaraan. Unsur pembicara bertugas untuk menata gagasan, menata media kebahasaan, dan menyampaikan atau mengirimkan bunyi-bunyi ujaran. Medan pembicaraan berfungsi sebagai daerah pemindahan pesan lewat arus bunyi ujaran. Sedangkan pendengar berfungsi menerima bunyi-bunyi ujaran yang bermakna yang disampaikan oleh pembicara.. f. Faktor-faktor Penunjang dan Hambatan dalam Berbicara 1. Faktor-faktor penunjang dalam Berbicara Menurut Taryono (1999:54-59) dalam berbicara ada dua faktor yang harus diperhatikan demi mendukung tercapainya pembicaraan yang efektif, yaitu faktor kebahasaan dan faktor non kebahasaan. a.. Faktor kebahasaan antara lain: 1). Ketepatan ucapan, seorang pembicara harus mampu mengucapkan bunyi-bunyi yang tepat. 2). Tekanan nada, sandi dan durasi. Seorang pembicara dituntut mampu memberikan penekanan, serta memilih dan menggunakan nada, sandi, dan durasi dengan cepat. 3). Pilihan atau kata diksi, seorang pembicara dituntut memilih dan menggunakan kata-kata dengan tepat..

(27) 13. 4). Ketepatan struktur kalimat, seorang pembicara harus mampu menyusun dan menggunakan kalimat yang efektif. Kalimat efektif memiliki cirri utuh, berpautan, pemusatan dan kehematan. b. Faktor non kebahasaan, antara lain: 1) Sikap pembicara, seorang pembicara dituntut memiliki sikap positif ketika berbicara serta menunjukkan otoritas dan integritas pribadinya, tenang dan bersemngat dalam berbicara. 2) Pandangan mata, seorang pembicara dituntut mampu mengarahkan pandangan matanya kepada semua yang hadir. Pembicara harus menghindari pandangan mata yang tidak kondusif misalnya melihat keatas, kesamping atau menunduk. 3) Keterbukaan, seorang pembicara dituntut memiliki sikap terbuka, jujur dalam mengemukakan pendapat, pikiran, perasaan atau gagasannya dan bersedia menrima kritikan dari orang lain jika ada yang keliru. 4) Gerak-gerik dan mimic yang tepat, seorang pembicara dituntut mampu mengoptimalkan penggunaaan gerak-gerik angota tubuh dan ekspresi wajah untuk mendukung penyampaian gagasan. 5) Kenyaringan. suara,. seoranng. pembicara. dituntut. mampu. memproduksi suara yang nyaring sesuai dengan tempat, situasi dan jumlah pendengar. 6) Kelancaran, seorang pembicara dituntut mampu meyampaikan gagasan dengan lancar. Kelancaran tidak berarti pembicara harus.

(28) 14. berbicara dengan cepat sehingga membuat pendengar sulit memahami apa yang diuraikannya. 7) Penguasaa topik, pembicara dituntut menguasai topik pembicaraan. 2. Hambatan dalam Berbicara Dalam kegiatan berbicara, jika dalam diri pembicara terdapat hambatan, maka pesan yang disampaikan tidak dapat diterima dengan baik oleh pendengarnya. Hambatan-hambatan tersebut ada yang datang dari faktor internal dan ada yang datang dari faktor eksternal. a. Faktor internal adalah hambatan yang dating dari diri pembicara itu sendiri, antara lain: (a) alat ucap, (b) keutuhan penggunaan bahasa, (c) kelelahan, (d) fisiologi, dan (e) psikologi. b. Faktor eksternal adalah hambatan yang datang dari luar diri pembicara, antara lain: (a) suara atau bunyi (kebisingan), (b) penglihatan, (c) kondisi ruang, (d) gerak yang atraktif, (e) media pembicaran, (f) cuaca atau kondisi saat pembicaraan berlangsung.. g. Prinsip Umum Yang Mendasari Kegiatan Berbicara Kemampuan berbicara perlu dikembangkan secara terprogram dan terencana. Murid memiliki berbagai potensi yang dapat dan perlu dikembangkan, terutama potensi mengeluarkan pendapat. Dalam memasuki era globalisasi seperti pada saat ini, kemampuan berbicara sangat penting dalam kehidupan manusia. Para guru harus memiliki kemampuan dan kemauan untuk melatih murid dalam berargumen sehingga dalam melaksanakan proses pembelajaran guru tidak proaktif dalam memberi materi pelajaran..

(29) 15. Saddhono dan Slamet ( 2012: 54) mengemukakan bahwa ada beberapa prinsip atau ciri suatu pebicaraanyang wajar dilakukan manusia dalam kehidupan untuk berkomunikasi dengan orang sekelilingnya sebagai intraksi sosial, yaitu, (1) membutuhkan paling sedikit dua orang, (2) menggunakan suatu tanda linguistik yang dipahami bersama, (3) menerima atau mengakui suatu daerah referensi umum (4) merupakan suatu pertunjukan antara partisipan, (5) menghubungkan semua dengan lainnya dan kepada lingkungan dengan segera, (6) berhubungan atau berkaitan dengan masa kini, (7) hanya melibatkan aparat atau perlengkapan suatu bunyi bahasa dan pendengaran ( sebagai suatu ketrampilan berbahasa). h. Evaluasi Pembelajaran Berbicara Berbicara merupakan suatu kemampuan kompleks yang melibatkan faktor kebahasaan dan non kebahasaan, apabila salah satu faktor di atas tidak dapat terpenuhi, akan terjadi keterlambatan dan mutu berbicara akan menurun. Semakin tinggi kemampuan seseorang untuk memenuhi dua faktor tersebut, semakin baik pula penampilan dan penguasaan berbicaranya. Sebaliknya, semakin rendah pula penguasaan berbicaranya. Akan tetapi, sangat sulit bagi kita untuk menilai faktorfaktor itu karena sulit diukur. Berdasarkan fakta bahwa kegiatan berbicara cenderung dapat diamati dalam konteks nyata saat murid berbicara, maka dalam kegiatan berbicara dapat dikembangkan penilaian kinerja yang bertujuan menguji kemampuan murid dalam mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan (apa yang mereka ketahui dan dapat mereka lakukan) berbagai situasi nyata dan konteks tertentu. Penilaian kinerja mempunyai dua karakteristik dasar yaitu, (1) murid diminta untuk mendemonstrasikan kemampuannya dalam mengekpresikan suatu.

(30) 16. produk atau terlibat dalam suatu aktifitas (perbuatan), (2) produk dari penilaian kinerja lebih penting daripada kinerja (performance)-nya Penilaian mengenai kemampuan kinerja dapat juga dilakukan dengan cara menggunakan skala penilaian. Walaupun cara ini serupa dengan checklist, tetapi skala penilaian memungkinkan penilai menilai kemampuan murid secara kontinin tidak lagi dengan model dikotomi. Dengan kata lain, kedua cara ini sama-sama berdasarkan pada beberapa kumpulan keterampilan atau kemampuan kerja yang hendak diukur.. 3. Metode Story Telling a. Pengertian Metode Story Telling (Menceritakan Ulang) Menurut Echols (dalam aliyah, 2011) berpendapat bahwa story telling terdiri atas dua kata yaitu story berarti cerita dan telling berarti penceritaan. Penggabungan dua kata story telling berarti penceritaan cerita atau menceritakan cerita. Selain itu, story telling disebut juga bercerita atau mendongeng. Story telling merupakan usaha yang dilakukan oleh pendongeng dalam menyampaikan isi perasaan, buah pikiran atau sebuah cerita kepada anak-anak serta lisan. Sedangkan dalam Kamus Besar Indonesia, cerita adalah kisah, dongeng, sebuah tutur yang melukiskan suatu proses terjadinya peristiwa secara panjang lebar, karangan yang menyajikan jalannya kejadian-kejadian, lakon yang diwujudkan dalam pertunjukan (tentang drama, film, dan sebagainya). Disamping itu, story telling sangat bermanfaat sekali bagi guru seperti halnya dikemukakan oleh Loban (dalam Aliyah, 2011) menyatakan bahwa story telling dapat menjadi motovasi untuk mengembangkan daya kesadaran,.

(31) 17. memperluas imajinasi anak, orangtua atau menggiatkan kegiatan storytelling pada berbagai kesempatan seperti ketika anak-anak sedang bermain, anak menjelang tidur atau guru yang sedang membahas tema digunakan metode story telling. Story telling sebagai sebuah seni atau seni dari sebuah keterampilan bernarasi dari cerita-cerita dalam bentuk syair atau prosa, yang dipertunjukkan atau dipimpin oleh satu orang di hadapan audience secara langsung dimana cerita tersebut dapat dinarasikan dengan cara diceritakan atau dinyanyikan, dengan atau tanpa musik, gambar, ataupun dengan iringan lain yang mungkin dapat dipelajari secara lisan, baik melalui sumber tercetak, ataupun melalui sumber rekaman mekanik. Metode story telling merupakan suatu metode menceritakan ulang suatu cerita dimana murid menceritakan kembali suatu cerita dilihat dari sudut pandang tertentu antara gambar, teks atau suara. Tujuan utama dari metode menceritakan ulang (story telling) adalah memberikan kesempatan kepada murid untuk mengekspresikan cerita dengan menggunakan bahasa mereka masing-masing. Metode story telling atau bercerita merupakan metode yang tepat dalam memenuhi kebutuhan tersebut karena dalam cerita terdapat nilai-nilai yang dapat dikembangkan.Pengalaman dan kemampuan umat pun ikut diperhitungkan. Dalam penerapan metode story telling ada berbagai macam jenis cerita yang dapat dipilih oleh guru untuk diceritakan kepada murid. Sebelum cara story telling dimulai, biasanya guru telah mempersiapkan terlebih dahulu jenis cerita yang akan disampaikan agar pada saat bercerita nantinya dapat berjalan lancar..

(32) 18. Dalam hal ini, penulis menyebut bercerita atau story telling sebagai tuturan tentang kisah fiktif dan nyata. Sementara itu, bercerita yang merupakan bagian dari cerita adalah menuturkan cerita fiktif seperti fabel, kisah, atau legenda.. b. Jenis-Jenis Story Telling Menurut Asfandiyar (2007), berdasarkan isinya story telling dapat digolongkan ke dalam berbagai jenis. Namun, dalam hal ini, peneliti membatasi jenis tersebut dalam: (1) Story telling Pendidikan Dongeng pendidikan adalah dongeng yang diciptakan dengan suatu misi pendidikan bagi dunia anak-anak. Misalnya, menggugah sikap hormat kepada orang tua. (2) Fabel Fabel adalah dongeng tentang kehidupan binatang yang digambarkan dapat bicara seperti manusia. Cerita-cerita fabel sangat luwes digunakan untuk menyindir perilaku manusia tanpa membuat manusia tersinggung. Misalnya; dongeng kancil, kelinci, dan kura-kura.. c. Manfaat Metode Story Telling Berbicara mengenai story telling sungguh banyak manfaatnya. Tak hanya bagi anak-anak tetapi juga bagi orang yang menerapkannya. Beberapa manfaat dari kegiatan bercerita ulang ini antara lain, mengembangkan fantasi, empati dan berbagai jenis perasaan lain, menumbuhkan minat baca, membangun kedekatan dan keharmonisan, sebagai media pembelajaran..

(33) 19. Adapun manfaat lain bagi anak dengan mendongeng antara lain, mengembangkan daya pikir dan imajinasi anak, mengembangkan kemampuan berbicara anak, mengembangkan daya sosialisasi anak, sarana komunikasi anak dengan orangtuanya, media terapi anak-anak bermasalah, mengembangkan spiritualitas anak, menumbuhkan motivasi atau semangat hidup, menanamkan nilai-nilai dan budi pekerti, membangun kontak batin antara pendidik dengan murid,. membangun. watak-karakter,. mengembangkan. aspek. kognitif. (pengetahuan), afektif (perasaan), sosial, dan aspek konatif (penghayatan).. d. Penerapan Metode Story Telling Menurut Brown (dalam Fitriani, 2011: 4) proses penerapan metode story telling adalah sebagai berikut: 1. Guru menjelaskan metode story telling didepan kelas. Materi story telling tergantung pada tujuannya. 2. Murid diminta untuk memberikan pendapat tentang penjelasan tersebut. Murid dapat memberikan pendapat secara langsung atau dapat pula menuliskan pendapatnya pada secari kertas terlebih dahulu. 3. Guru juga memberikan pendapat dengan cara lain. Cara ini diharapkan adalah salah satu upaya yang dapat menjembatani cara murid berpendapat sehingga mereka memiliki banyak cara berkmunikasi. 4. Murid diminta menceritakan kembali apa yang telah dijelaskan. 5. Murid membuat potfolio atau refleksi terhadap materi yang sudah diperoleh..

(34) 20. 6. Diharapkan murid mampu mengungkapkan pendapatnya. Dalam hal ini murid belajar mengkomunikasikan suatu topik menurut sudut pandang mereka.. B. Kerangka Pikir Sebagai seorang pendidik hendaknya kita dapat merancang pembelajaran yang bermakna bagi siswa. Namun dalam kenyataannya banyak guru yang belum mampu merancang pembelajaran yang demikian. Hal tersebut juga terjadi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas V SD Negeri 70 Manjalling khususnya pada salah satu aspek keterampilan berbahasa yaitu keterampilan berbicara. Proses pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas V SD Negeri 70 Manjalling di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros ini masih terpusat pada guru. Dalam kegiatan pembelajaran, guru belum menggunakan pendekatan dan metode serta teknik-teknik. berbicara. dalam. pembelajaran. yang. bervariasi. sehingga. menyebabkan siswa kurang tertarik dalam mengikuti pembelajaran. Selain itu, siswa juga menjadi kurang aktif dalam pembelajaran. Serta siswa belum mampu menceritakan kembali materi-materi yang diajarkan atau yang diceritakan guru di depan kelas. Dengan metode story telling yang dikembangkan dalam proses pembelajaran memungkinkan siswa berani untuk berbicara didepan kelas, metode ii dapat membantu murid dalam penguasaan konsep cerita. Metode story telling (menceritakan ulang) merupakan kegiatan dimana murid dilatih untuk mengingat kembali materi pelajaran sehingga dapat menambah wawasan dan pengetahuan murid..

(35) 21. Oleh karena itu, murid akan menjadi lebih jelas dan lebih memahami dalam menerima dan menemukan sendiri materi yang disampaikan oleh guru, sehingga keterampilan berbicara dapat meningkat. Tujuan akhir dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh penerapan metode story telling terhadap kemampuan berbicara dalam mata pelajaran bahasa Indonesia siswa kelas V SD Negeri 70 Manjalling Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros, yang dilakukan dengan memberikan pretest sebelum dibelajarkan dengan metode story telling dan posttest setelah dibelajarkan. Skema dari kerangka pikir dapat dilihat pada bagan 2.1 dibawah ini.. Pembelajaran Bahasa Indonesia. Keterampilan Berbicara Kebahasaan: 1.Ketepatan ucapan 2. Tekanan Nada 3. Pilihan kata 4. Ketepatan Struktur kalimat. Tidak ada Pengaruh Metode Story Telling terhadap Kemampuan Berbicara Siswa. Non Kebahasaan Metode story telling. Analisis. Temuan. 1. 2. 3. 4. 5.. Sikap pembicara Pandangan mata Keterbukaan Mimik Kenyaringan suara 6. Kelancaran 7. Penguasaan topik Ada Pengaruh Metode Story Telling terhadap Kemampuan Berbicara Siswa. Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir.

(36) 22. C. Hipotesis Tindakan Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang kebenaranya masih harus diuji secara empiris. Dalam penelitian ini, hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut: H0:. Tidak ada pengaruh penerapan metode story telling terhadap kemampuan berbicara siswa kelas V SD Negeri 70 Manjalling Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros pada pembelajaran bahasa Indonesia. H1:. Ada pengaruh penerapan metode story telling terhadap kemampuan berbicara siswa kelas V SD Negeri 70 Manjalling Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros pada pembelajaran bahasa Indonesia.

(37) 23. BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian 1. Jenis penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, yaitu jenis preExperimental Design. Desain ini belum merupakan eksperimen sungguhsungguh karena masih terdapat variabel luar yang ikut berpengaruh terhadap terbentuknya variabel dependen. Jadi hasil eksperimen yang merupakan variabel dependen itu bukan semata-mata dipengaruhi oleh variabel independen. Hal ini dapat terjadi, karena tidak adanya variabel kontrol, dan sampel tidak dipilih secara random. (Sugiyono, 2015:137). 2. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah one group pretest-postest design yang hanya melibatkan satu kelompok yaitu kelompok eksperimen dimana diberikan tes awal berupa pretest sebelum diberikan treatment/perlakuan dan pada akhir pembelajaran diberikan (tes akhir) berupa posttest. Seperti gambar berikut:. O1. ×. O2. Gambar 3.1. Desain Penelitian One Group Pretest-Posttest Design (Sugiono, 2015: 138) Keterangan: X = Perlakuan terhadap kelompok eksperimen yaitu dengan menerapkan metode story telling O1 = Tes awal (pretest) sebelum perlakuan diberikan O2 = Tes akhir (posttest) setelah perlakuan diberikan O1-O2= Pengaruh metode story telling. 23.

(38) 24. Dalam desain ini observasi dilakukan sebnyak dua kali yaitu sebelum dan sesudah eksperimen. Observasi yang dilakukan sebelum eksperimen (O1) disebut pretest dan observasi sesudah eksperimen (O2) disebut posttest. Perbedaan antara O1 dan O2 yakni O2-O1 diasumsikan merupakan efek dari perlakuan atau treatment.. B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2015: 167). Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga objek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh subjek itu.. Berdasarkan. pandangan diatas maka dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan populasi adalah seluruh anggota atau objek yang akan diteliti di dalam suatu penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri 70 Manjalling, Kecamatan Moncongloe, Kabupaten Maros. Jumlah murid 37 siswa yang terdiri dari 10 laki-laki dan 27 perempuan. 2. Sampel Dalam penelitian diperlukan adanya yang dinamakan sampel penelitian atau miniatur dari populasi yang dijadikan sebagai contoh. Dalam hal ini Sadjana (2009:72) mengemukakan “sampel adalah sebagian dari populasi terjangkau yang memiliki sifat yang sama dengan populasi”. Pendapat lain tentang sampel dapat dilihat dari apa yang dikemukakan oleh Sugiyono (2015:168) bahwa.

(39) 25. “sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Dengan. melihat. beberapa. pendapat. diatas. maka. menyimpulkan bahwa sampel adalah bagian dari populasi. peneliti. dapat. yang mewakili. keseluruhan. Adapun sampel pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V yang berjumlah 37 orang dengan rincian 10 laki-laki dan 27 perempuan. Sampel tersebut dipilih peneliti dengan menggunakan teknik sampling purposive. Hal ini ditandai dengan kurangnya kemapuan berbicara siswa. Sampling purposive adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2015:176). 3. Definisi Operasionel Variabel Secara operasional variabel bebas dan terikat yang diamati dalam penelitian ini dapat di defenisikan sebagai berikut: 1. Metode story telling merupakan suatu metode. menceritakan suatu cerita. dimana muid menceritakan suatu cerita dilihat dari sudut pandang tertentu antara gambar, teks, atau suara. Tujuan utama dari metode story telling adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengekspresikan cerita dengan menggunakan bahasa mereka sendiri. 2. Keterampilan berbicara yang dimaksud adalah nilai yang menunjukkan kemampuan murid dalam berbicara dengan standar kompetensi memahami cerita tentang suatu peristiwa dan cerita pendek anak yang disampaikan secara lisan pada mata pelajaran bahasa Indonesia, yang diperoleh dari pemberian tes hasil belajar (achievement-test) pada kelompok belajar dengan menggunakan metode story telling..

(40) 26. 4. Instrumen Penelitian Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Tes Hasil belajar Tes hasil belajar keterampilan berbicara dengan jenis pretest dan posttest. pretest dilaksanakan sebelum metode story telling diterapkan, sedangkan posttest dilaksanakan setelah murid mengikuti pembelajaran dengan menerapkan metode story telling. 2. Lembar observasi aktivitas murid Lembar observasi ini digunakan untuk mengamati aktivitas murid dalam mengikuti pembelajaran dengan menggunakan metode story telling. Lembar observasi merupakan gambaran keseluruhan aspek yang berhubungan dengan kurikulum yang menjadi pedoman dalam pembelajaran. Lembar observasi ini berisi item-item yang akan diamati pada saat terjadi proses pembelajaran.. 5. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes awal dan tes akhir, adapun langkah-langkah pengumpulan data yang akan dilakukan sebagai berikut: 1. Tes awal (pretest) Tes awal dilakukan sebelum treatment, pretest dilakukan untuk mengetahui kemampuan berbicara yang dimiliki oleh siswa sebelum digunakan metode story telling..

(41) 27. 2. Treatment (pemberian perlakuan) Dalam hal ini peneliti menggunakan metode story telling pada pembelajaran bahasa Indonesia. 3. Tes akhir (posttest) Setelah treatment, tindakan selanjutnya adalah posttest untuk mengetahui pengaruh penggunaan metode story telling. Instrumen penilaian untuk mengumpulkan data murid pada tingkat kemampuan berbicara pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dapat dilihat dari tabe di bawah ini: Tabel 3.1 Penilaian Kemampuan Berbicara Murid No 1. Aspek Yang dinilai Kebenaran Isi. 2. Kelancaran. 3. Intonasi. 1. Kualifikasi 2 3 4. Deskriptor dan Skor a.Semua isi cerita yang disampaikan sangat tepat, hampir tidak ada kesalahan (4) b.Sebagian isi cerita disampaikan dengan tepat (3) c.Banyak isi cerita yang disampaikan tidak tepat dan tidak berhubungan (2) d. Semua isi cerita yang disampaikan tidak tepat (1) a. Pembicaraan dalam segala hal sangat lancar (4) b. Pembicaraan lancar tapi sekali-kali masih kurang tepat/tersendat (3) c. Pembicaraan sering ragu-ragu dan tersendat-sendat (2) d. Pembicaraan selalu berhenti (1) a. Semua intonasi pembicaraan sangat tepat, hampir tidak ada kesalahan (4) b. Kadang-kadang terjadi kesalahan intonasi, tetapi tidak mengganggu pembicaraan (3).

(42) 28. 4. Pelafalan. 5. Keberanian melakukan sesuatu adegan. c. Banyak terjadi kesalahan intonasi, yang mengganggu pembicaraan (2) d. Semua intonasi pembicaraan tidak tepat(1) a. Berbicara dengan sangat jelas, tidak ada kata yang salah pelafalan/ucap (4) b. Berbicara dengan jelas, tetapi ada beberapa kata yang salah pelafalan (3) c. Berbicara kurang jelas, banyak kata yang salah pelafalan (2) d. Berbicara tidak jelas, hampir semua kata salah pelafalan (1) a. Tampil dengan percaya diri sejak awal sampai ahir dan tanpa ditunjuk (4) b. Tampil dengan percaya diri sejak awal sampai akhir tetapi ditunjuk (3) c. Tampil dengan agak malu-malu pada beberapa bagian penampilan dan ditunjuk (2) d. Tampil dengan malu-malu sejak awal dan ditunjuk (1). Sumber: Nurgiantoro (2015: 172). 6. Teknik Analisis Data Untuk menganalisis data yang diperoleh dari hasil penelitian akan digunakan analisis statistik deskriptif dan inferensial. Data yang terkumpul berupa nilai pretest dan nilai posttest kemudian dibandingkan. Membandingkan kedua nilai tersebut dengan mengajukkan pertanyaan apakah ada perbedaan antara nilai yang didapatkan antara nilai pretest dengan nilai Post test. Pengujian perbedaan nilai hanya dilakukan terhadap rerata kedua nilai saja, dan untuk keperluan itu digunakan teknik yang disebut dengan uji-t (t-test). Dengan demikian langkah-.

(43) 29. langkah analisis data eksperimen dengan model eksperimen One Group Pretest Posttest Design adalah sebagai berikut: 1. Analisis Data Statistik Deskriptif Merupakan statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul selama proses penelitian dan bersifat kuantitatif. Adapun langkah-langkah dalam penyusunan melalui analisis ini adalah sebagai berikut:. a. Rata-rata (Mean) ̅. =. ∑. Dimana: ̅. = Rata-rata. ∑. = jumlah seluruh data. n. = banyaknya data. b. Persentase (%) nilai rata-rata =. x 100%. Dimana: P = Angka persentase f = frekuensi yang dicari persentasenya N = Banyaknya sampel responden. 2. Analisis Data Statistik Inferensial Dalam penggunaan statistik inferensial ini peneliti menggunakan teknik statistik t (uji t). Dengan tahapan sebagai berikut :.

(44) 30. t =. ∑ (. ). Keterangan: Md. = mean dari perbedaan pretest dan posttest. X1. = hasil belajar sebelum perlakuan (pretest). X2. = hasil belajar setelah perlakuan (posttest). d. = deviasi masing-masing subjek. ∑. = Jumlah kuadrat deviasi. N. = subjek pada sampel. 3. Menentukan aturan pengambilan keputusan atau kriteria yang signifikan Kaidah pengujian signifikan : Jika t Hitung > t Tabel maka Ho ditolak dan H1 diterima, berarti penerapan metode story telling berpengaruh terhadap kemampuan berbicara siswa kelas V SD Negeri 70 Manjalling Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros. Jika t. Hitung. <t. Tabel. maka H o diterima, berarti penerapan metode story telling. tidak berpengaruh terhadap kemampuan berbicara siswa kelas V SD Negeri 70 Manjalling Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros. Menentukan harga t. Tabel. dengan Mencari t. distribusi t dengan taraf signifikan. Tabel. = 0,05 dan. dengan menggunakan tabel =. −1. 4. Membuat kesimpulan apakah penerapan metode story telling berpengaruh terhadap kemampuan berbicara siswa kelas V SD Negeri 70 Manjalling Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros..

(45) 31. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Hasil Pretest Bahasa Indonesia Murid Kelas V SD Negeri 70 Manjalling sebelum diterapkan Metode Story Telling Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti di SD Negeri 70 Manjalling Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros, mulai tanggal 03 Mei – 03 Juli 2017, maka diperoleh data-data yang dikumpulkan melalui instrumen tes sehingga dapat diketahui kemampuan berbicara murid berupa nilai dari kelas V SD Negeri 70 Manjalling. Dari data perolehan skor kemampuan berbicara pretest (lampiran 7) dapat diketahui bahwa nilai dari ∑. = 2.330, sedangkan nilai dari N sendiri adalah 36.. Oleh karena itu, dapat diperoleh nilai rata-rata (mean) sebagai berikut: =. =. ∑ .. = 65. Dari hasil perhitungan di atas maka diperoleh nilai rata-rata dari hasil. belajar murid kelas V SD Negeri 70 Manjalling sebelum penerapan metode story telling yaitu 65. Adapun dikategorikan pada pedoman Departemen pendidikan dan kebudayaan (Depdikbud), berdasarkan data yang dapat dilihat pada tabel berikut:. 31.

(46) 32. Tabel 4.1 Tingkat Kemampuan Berbicara Pretest No. Persentase. Kategori Hasil. (%). Belajar. Interval. Frekuensi. 1. 0 - 34. -. 0.00. Sangat Rendah. 2. 35 - 54. 7. 19,44. Rendah. 3. 55 - 64. 14. 38,89. Sedang. 4. 65 - 84. 12. 33,33. Tinggi. 5. 85 – 100. 3. 8,33. Sangat tinggi. 36. 100. Jumlah. Berdasarkan data yang dapat dilihat pada tabel diatas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar murid pada tahap pretest dengan menggunakan instrumen test lisan dikategorikan sangat rendah yaitu 0.00%, rendah 19,44%, sedang 38,89%, tinggi 33,33% dan sangat tingggi berada pada presentase 8,33%. Melihat dari hasil presentase yang ada dapat dikatakan bahwa tingkat keterampilan berbicara murid sebelum diterapkan metode story telling tergolong rendah. Tabel 4.2 Deskripsi Ketuntasan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Skor. Kategorisasi. Frekuensi. %. 0 ≤ × < 65. Tidak tuntas. 21. 58. 65 ≤ × ≤ 100. Tuntas. 15. 42. 36. 100. Jumlah. Apabila tabel 4.2 dikaitkan dengan indikator kriteria ketuntasan hasil belajar murid yang ditentukan oleh peneliti yaitu jika jumlah murid yang mencapai atau melebihi nilai KKM (65) ≥ 75%, sehingga dapat disimpulkan.

(47) 33. bahwa keterampilan berbicara kelas V SD Negeri 70 Manjalling belum memenuhi kriteria ketuntasan hasil belajar secara klasikal karena murid yang tuntas hanya 42% ≤ 75%. 2. Deskripsi Hasil Belajar (Posttest) Bahasa Indonesia Murid kelas SD Negeri 70 Manjalling setelah diterapkan Metode Story Telling Selama penelitian berlangsung terjadi perubahan terhadap kelas eksperimen. Perubahan tersebut merupakan data kualitatif berupa aktivitas atau tingkah laku serta kondisi murid selama proses belajar mengajar. Perubahan aktifitas tersebut dapat dilihat dari data observasi. Pada pertemuan awal murid yang melakukan kegiatan lain pada saat guru menjelaskan materi sebanyak 26 murid, namun pada pertemuan akhir telah mengalami perubahan murid yang melakukan kegiatan lain pada saat guru menjelaskan materi sebanyak 5 murid. Pada pertemuan awal hanya 10 murid yang aktif pada saat pembelajaran berlangsung, setelah diterapkannya metode story telling murid yang aktif pada saat pembelajaran sebanyak 31 orang. Murid yang mampu menjawab soal dengan baik pada pertemuan awal sebanyak 10 orang sedangkan pertemuan akhir telah mengalami peningkatan sebanyak 30 orang. Selain data observasi terdapat pula kemampuan berbicara murid kelas V SD Negeri70 Manjalling setelah penerapan metode story telling. Dari data perolehan skor kemampuan berbicara hasil post-test (lampiran 7) dapat diketahui bahwa nilai dari ∑. = 2,880 dan nilai dari N sendiri adalah. 36. Kemudian dapat diperoleh nilai rata-rata (mean) sebagai berikut:.

(48) 34. =. =. ∑ .. = 80. Dari hasil perhitungan di atas maka diperoleh nilai rata-rata dari hasil. belajar murid kelas V SD Negeri 70 Manjalling setelah penerapan metode story telling yaitu 80 dari skor ideal 100. Adapun di kategorikan pada pedoman Departemen pendidikan dan kebudayaan (Depdikbud), berdasarkan data yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:. Tabel 4.3 Tingkat Kemampuan Berbicara Post-test Persentase No Interval Frekuensi (%). Kategori Hasil Belajar. 1. 0 - 34. -. 0,00. Sangat Rendah. 2. 35 - 54. -. 0,00. Rendah. 3. 55 - 64. 2. 5,56. Sedang. 4. 65 - 84. 21. 58,33. Tinggi. 5. 85 – 100. 13. 36,11. Sangat tinggi. 36. 100. Jumlah. Berdasarkan data yang dapat dilihat diatas maka disimpulkan bahwa hasil belajar murid pada tahap post-test dengan menggunakan instrumen test lisan dikategorikan sangat tinggi yaitu 36,11%, tinggi 58,33%, sedang 5,56%, rendah 0,00%, dan sangat rendah berada pada presentase 0,00%. Melihat dari hasil presentase yang ada dapat dikatakan bahwa tingkat keterampilan murid dalam berbicara setelah diterapkan metode story telling tergolong tinggi..

(49) 35. Tabel 4.4 Deskripsi Ketuntasan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Skor. Kategorisasi. Frekuensi. %. 0 ≤ × < 65. Tidak tuntas. 2. 5,56. 65 ≤ × ≤ 100. Tuntas. 34. 94,44. 36. 100. Jumlah. Apabila tabel 4.4 dikaitkan dengan indikator kriteria ketuntasan hasil belajar murid yang ditentukan oleh peneliti yaitu jika jumlah murid yang mencapai atau melebihi nilai KKM (65) ≥ 75%, sehingga dapat disimpulkan. bahwa kemampuan berbicara pada murid kelas V SD Negeri 70 Manjalling telah memenuhi kriteria ketuntasan hasil belajar secara klasikal karena murid yang tuntas adalah 94,44%. ≥ 75%. 3. Pengaruh Penerapan Metode Story Telling pada Murid. Kelas V SD. Negeri 70 Manjalling Sesuai dengan hipotesis penelitian yakni “Ada Pengaruh dalam Menerapkan Metode Diskusi terhadap Keterampilan Berbicara pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Kelas V SD SD Negeri 70 Manjalling Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros”, maka teknik yang digunakan untuk menguji hipotesis tersebut adalah teknik statistik inferensial dengan menggunakan uji-t. Langkah-langkah dalam pengujian hipotesis penelitian adalah sebagai berikut: 1. Mencari harga “Md” dengan menggunakan rumus: Md =. ∑.

(50) 36. =. 520 36. = 14,44. 2. Mencari harga “∑ ∑. =∑. −. = 8650 −. ” dengan menggunakan rumus: (∑ ) (. ). = 8650 −. = 8650 − 7511 = 1139. 3. Menentukan harga t Hitung t. t. =. ∑ (. =. t =. ,. t =. ,. (. ,. √ , ,. t. =. t. = 16,04. ,. ). ).

(51) 37. 4. Menentukan harga t Tabel Untuk mencari t Tabel peneliti menggunakan tabel distribusi t dengan taraf signifikan. = 0,05 dan .. =. − 1 = 36 – 1 = 35 maka diperoleh t 0,05 = 2,03. Setelah diperoleh tHitung= 16,04 dan tTabel = 2,03 maka diperoleh tHitung > tTabel atau 16,04 > 2,03. Sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Ini berarti bahwa ada pengaruh dalam menerapkan metode story telling terhadap kemampuan berbicara murid kelas V. SD Negeri 70 Manjalling. Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros.. B. Pembahasan Pada bagian ini akan diuraikan hasil yang ditemukan dalam penelitian. Hasil yang dimaksudkan yaitu kesimpulan yang diambil berdasarkan data yang terkumpul dan analisis data yang telah dilakukan. Berdasarkan hasil pre-test, nilai rata-rata hasil belajar murid 64,72 dengan kategori yakni sangat rendah yaitu 0,00%, rendah 19,44%, sedang 38,89%, tinggi 33,33% dan sangat tingggi berada pada presentase 8,33%. Melihat dari hasil presentase yang ada dapat dikatakan bahwa tingkat kemampuan berbicara murid sebelum diterapkan metode story telling tergolong rendah. Selanjutnya nilai rata-rata hasil post-test adalah 80 jadi kemampuan berbicara murid setelah diterapkan metode story telling mempunyai hasil belajar yang lebih baik dibanding dengan sebelum penerapan metode story telling. Selain itu persentasi kategori hasil belajar Bahasa Indonesia murid juga meningkat yakni sangat tinggi yaitu 36,11%, tinggi 58,33%, sedang 5,56%, rendah 0,00%, dan sangat rendah berada pada presentase 0,00%..

(52) 38. Berdasarkan hasil analisis statistik inferensial dengan menggunakan rumus uji t, dapat diketahui bahwa nilai thitung sebesar 16,04. Dengan frekuensi (dk) sebesar 36 - 1 = 35, pada taraf signifikansi 5% diperoleh ttabel = 2,03. Oleh karena thitung > ttabel pada taraf signifikansi 0,05, maka hipotesis nol (H0) ditolak dan hipotesis alternative (H1) diterima yang berarti bahwa ada pengaruh dalam menerapkan metode story telling i terhadap kemampuan berbicara. Hasil analisis diatas yang menunjukkan adanya pengaruh penerapan metode story telling terhadap kemampuan berbicara sejalan dengan hasil observasi yang dilakukan. pertemuan. Berdasarkan hasil observasi menunjukkan banyaknya jumlah murid yang memberanikan diri untuk tampil kedepan pada saat pembelajaran dengan menerapkan metode story telling. Murid juga mulai aktif dan percaya diri untuk menceritakan kembali menggunakan bahasa mereka sendiri, mereka mengaku senang dan sangat menikmati pembelajaran yang dilakukan sehingga termotivasi untuk bicara di depan kelas. Proses pembelajaran yang menyenangkan membuat murid tidak lagi keluar masuk pada saat pembelajaran berlangsung dan tidak lagi merasa bosan ataupun tertekan ketika mengikuti proses pembelajaran di kelas. Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial yang diperoleh serta hasil observasi yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh metode story telling tehadap kemampuan berbicara pada mata pelajaran bahasa Indonesia murid kelas V SD Negeri 70 Manjalling Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros..

(53) 39. BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Simpulan yang lebih rinci berkaitan pelaksanaan metode story telling tehadap kemampuan berbicara pada murid kelas V SD Negeri 70 Manjalling Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros sebagai berikut : 1.. Berdasarkan data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa secara umum kemampuan berbicara pada murid kelas V SD Negeri 70 Manjalling Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros, sebelum penerapan metode story telling dikategorikan rendah. Hal ini ditunjukkan dari perolehan persentase hasil belajar siswa yaitu sangat rendah 0,00%, rendah 19,44%, sedang 38,89%, tinggi 33,33% dan sangat tingggi berada pada presentase 8,33%.. 2.. Berdasarkan data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa secara umum metode story telling berpengaruh terhadap kemampuan berbicara pada murid kelas V SD Negeri 70 Manjalling Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros dapat dilihat dari perolehan persentase yaitu sangat tinggi 36,11%, tinggi 58,33%, sedang 5,56%, rendah 0,00%, dan sangat rendah berada pada presentase 0,00%.. 3.. Berdasarkan uji hipotesis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa penerapan metode story telling berpengaruh terhadap kemampuan berbicara setelah diperoleh tHitung= 16,04 dan tTabel = 2,03 maka diperoleh tHitung > tTabel atau 16,04 > 2,03.. 39.

(54) 40. B. Saran Berdasarkan temuan yang berkaitan hasil penelitian bahwa penerapan metode story telling berpengaruh terhadap kemampuan berbicara pada murid kelas V SD Negeri 70 Manjalling Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros maka dikemukakan beberapa saran sebagai berikut: 1.. Kepada para pendidik khususnya guru SD Negeri 70 Manjalling Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros, disarankan menerapkan metode story telling untuk membangkitkan minat dan motivasi siswa untuk belajar.. 2.. Kepada Peneliti, diharapkan mampu mengembangkan metode story telling ini dengan menerapkan pada materi lain untuk mengetahui apakah pada materi lain cocok dengan metode pembelajaran ini demi tercapainya tujuan yang diharapkan.. 3.. Kepada calon Peneliti, akan dapat mengembangkan dan memperkuat metode story telling ini serta memperkuat hasil penelitian ini dengan cara mengkaji terlebih dahulu dan mampu mengadakan penelitian yang lebih sukses..

(55) 41. DAFTAR PUSTAKA. Aliyah, S. (2011). Pengaruh Metode Storytelling dengan Media Panggung Boneka Terhadap Peningkatan Kemampuan Menyimak dan Berbicara Anak Usia Dini. (Tesis). Sekolah Pasca Sarjana. Bandung Asfandiyar. 2007. Cara Pintar Mendongeng. Bandung: PT. Mizan Pustaka. Arsyad, Maidar dan Mukti U.S. 1991. Pembinaan Kemampuan Berbicara Indonesia. Jakarta: Erlangga. Depdikbud. 1994/1995. Pengajaran Membaca. Jakarta: Depdikbud. Depdiknas. 2002. Pelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdiknas. Depdiknas. 2003. Pelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdiknas. Depdikbud. 2003. Pengajaran Membaca. Jakarta: Depdikbud. Depdiknas. 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Elina, Syarif. 2009. Pembelajaran Berbicara. http://www.slideshare.net/NASSuprawoto/pembelajaran-berbicara . Diakses 10 Februari 2017 Fitriani. 2011. Peningkatan Keterampilan Berbicara Melalui Metode Menceritakan Ulang (Story Telling) pada Siswa Kelas V SD MInasa Upa Kota Makassar. Makassar: Universitas Muhammadiyah Makassar. Hamidah Siti.2013. Penerapan Metode Story Telling. http://repository.upi.edu/id/eprint/1894. Diakses 25 Februari 2017. Hassan, Shadily. 2014. Kamus Inggriis-Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia. Hastuti P.H. Sri. Dkk.1985.Kemampuan Berbahasa Indonesia Murid Sekolah Dasar kelas VI Kota Madya Surabaya. Jakarta : Depdiknas. Misnawati. 2016. Pengaruh Penerapan Metode Menceritakan Ulang (storytelling) Terhadap Keterampilan Berbicara Murid Kelas V SD Inpres Pattalkang Kec. Manuju Kab. Gowa. Skripsi tidak diterbitkan. Makassar: Universitas Muhammadiyah Makassar. Mukhtazar. 2010. Cinta Pendidikan. http://mukhcintapendidikan.blogspot.co.id/2010/08/upayameningkatkanketerampilan.html?m=1. Akses 20 Februari 2017.. 41.

(56) 42. Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Penilaiandan Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta : BPEE. Saddhono, Kundharu dan Slamet St. 2012. Meningkatkan Keterampilan Berbahasa Indonesia. Bandung: Karya Putra Darwati. Sadjana, Nina. 2009. Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah. Cet XII. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Sanjaya, Wina. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup. Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Jakarta: Alfabeta. Sugiyono, 2015. Metode Penelitian Tindakan Komperehensif. Bandung: Alfabeta. Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran Disekolah Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup. Syafruddin. 2016. Bahasa Indonesia Ilmiah. Makassar. Syamsuri, Sukri. Dkk. 2014. Pedoman Penulisan Skripsi. Makassar: Universitas Muhammadiyah Makassar. Tarigan, Henry Guntur. 1991. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Bahasa. Bandung: Angkasa. Tarigan, Henry Guntur. 1983. Strategi Pengajaran dan Pembelajaran Berbahasa. Bandung: Angkasa. Tarigan, Henry Guntur. 1986. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa. Taryono. 1999. Berbicara dan Komponen-komponennya. Bandung: Angkasa. Undang- undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Wacana Intelektual. Wahyuni.2011. “Peningkatan Keterampilan Berbicara Melalui Metode Menceritakan Ulang (Story Telling) Murid Kelas V SD No. 118 Inp. Matajang Kec. Camba Kab. Maros”. Makassar. Universitas Muhammadiyah Makassar..

(57) LAMPIRAN-LAMPIRAN  Lampiran 1-2. : RPP.  Lampiran 3. : Daftar Hadir Murid.  Lampiran 4. : Data skor Perolehan Hasil Berbicara (Pretest).  Lampiran 5. : Data skor Perolehan Hasil Berbicara (Postest).  Lampiran 6. : Deskriptor penilaian keterampilan berbicara.  Lampiran 7. : Perhitungan mencari nilai Mean Pretest dan Postest.  Lampiran 8. : Dokumentasi.  Lampiran 9. : Persuratan.

(58) L A M P I R A N PERSURATAN.

(59) Lampiran 1 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP ). Sekolah. :. SD Negeri 70 Manjalling. Mata Pelajaran. :. Bahasa Indonesia. Kelas/Semester. :. V/ I. Waktu. :. 2 x 35 menit ( 1x Pertemuan ). Pertemuan. :. 1. A. Standar Kompetensi Memahami penjelasan narasumber dan cerita rakyat secara lisan B. Kompetensi Dasar Mengidentifikasi unsur tentang cerita rakyat yang didengarnya. C. Indikator Pembelajaran 1. Mengindentifikasi unsur-unsur yang terdapat dalam cerita rakyat (tema, latar, tokoh dan amanat) yang telah dibaca. 2. Menulis isi pokok atau hal-hal penting yang ada dalam cerita rakyat 3. Menceritakan kembali isi cerita yang telah dibaca dengan. menggunakan kata-kata. sendiri.. D. Tujuan Pembelajaran 1. Setelah membaca suatu cerita rakyat, murid dapat mengidentifikasi unsur-unsur yang terdapat dalam cerita yang telah dibaca. 2. Siswa mampu menuliskan isi pokok dan hal-hal penting dalam cerita. 3. Siswa dapat menceritakan kembali isi cerita yang telah dibaca dengan menggunakan kata-kata sendiri. E. Model dan Metode Pembelajaran . Metode: Pembelajaran Langsung.

(60) F. Materi Pokok Cerita rakyat yang berjudul “Malin Kundang”. G. Rincian Kegiatan Pembelajaran Siswa No.. Tahap Kegiatan. 1.. Kegiatan Awal  Mengajak semua siswa berdoa sesuai dengan agama dan. Waktu. 10 Menit. kepercayaannya masing-masing untuk mengawali pelajaran.  Apersepsi: tanya jawab materi sebelumnya  Memberikan gambaran singkat materi yang akan dipelajari  Menyampaikan tujuan pembelajaran  Menyampaikan Kriteria Ketuntasan Minimal pembelajaran 2.. Kegiatan Inti  Guru menyampaikan materi yang akan disajikan  Guru membagikan bahan bacaan kepada siswa  Guru meminta siswa untuk membaca bacaan dengan seksama  Meminta siswa untuk menanyakan hal-hal yang kurang dipahami  Guru membimbing siswa untuk mencatat hal-hal yang penting. 50 Menit. dari cerita  Siswa mampu menyebutkan unsur-unsur cerita (tema, tokoh, dan amanat) yang telah dibaca  Murid menjawab pertanyaan sesuai isi teks pada lembar kerja yang telah dibagikan guru 3.. Kegiatan Penutup  Guru dan siswa bersam-sama menyimpulkan hasil pembelajaran  Guru memberikan pesan-pesan moral dan motivasi belajar kepada murid  Guru dan siswa mengakhiri pelajaran dengan mengucapkan hamdalah dan berdoa bersama sama.. 10 Menit.

(61) H. Sumber dan Media Pembelajaran : . Sumber Buku  Buku Paket Bahasa Indonesia Kelas V  Cerita rakyat “Malin Kundang”  Lingkungan Sekitar  Internet. . Alat Peraga  Bahan Bacaan. I. Penilaian 1. Penilaian Proses. : Lembar Observasi. 2. Penilaian Hasil a. Tes Tertulis : Menjawab pertanyaan tentang isi cerita b. Tes lisan. : Menceritakan Kembali isi cerita dengan menggunakan kata-kata sendiri.. Maros,. Mei 2017. Guru Sekolah. Peneliti. (_____________________). (__________________). NIP. Mengetahui Kepala Sekolah SD Negeri 70 Manjalling. (______________________) NIP..

(62) MATERI AJAR. 1. Mendengarkan Cerita Rakyat Dengarkanlah temanmu membaca cerita rakyat berikut ini. “Malin Kundang” Pada suatu waktu, hiduplah sebuah keluarga nelayan di pesisir pantai wilayah Sumatra. Keluarga tersebut terdiri dari ayah, ibu dan seorang anak laki-laki yang diberi nama Malin Kundang. Karena kondisi keuangan keluarga memprihatinkan, sang ayah memutuskan untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan mengarungi lautan yang luas. Maka tinggallah si Malin dan ibunya di gubug mereka. Seminggu, dua minggu, sebulan, dua bulan bahkan sudah 1 tahun lebih lamanya, ayah Malin tidak juga kembali ke kampung halamannya. Sehingga ibunya harus menggantikan posisi ayah Malin untuk mencari nafkah. Malin termasuk anak yang cerdas tetapi sedikit nakal. Ia sering mengejar ayam dan memukulnya dengan sapu. Suatu hari ketika Malin sedang mengejar ayam, ia tersandung batu dan lengan kanannya luka terkena batu. Luka tersebut menjadi berbekas dilengannya dan tidak bisa hilang. Setelah beranjak dewasa, Malin Kundang merasa kasihan dengan ibunya yang banting tulang mencari nafkah untuk membesarkan dirinya. Ia berpikir untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan harapan nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah menjadi seorang yang kaya raya. Malin tertarik dengan ajakan seorang nakhoda kapal dagang yang dulunya miskin sekarang sudah menjadi seorang yang kaya raya. Malin kundang mengutarakan maksudnya kepada ibunya. Ibunya semula kurang setuju dengan maksud Malin Kundang, tetapi karena Malin terus mendesak, Ibu Malin Kundang akhirnya menyetujuinya walau dengan berat hati. Setelah mempersiapkan bekal dan perlengkapan secukupnya, Malin segera menuju ke dermaga dengan diantar oleh ibunya. “Anakku, jika engkau sudah berhasil dan menjadi orang yang berkecukupan, jangan kau lupa dengan ibumu dan kampung halamannu ini, nak”, ujar Ibu Malin Kundang sambil berlinang air mata. Kapal yang dinaiki Malin semakin lama semakin jauh dengan diiringi lambaian tangan Ibu Malin Kundang. Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman. Di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal.

(63) yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin Kundang sangat beruntung dirinya tidak dibunuh oleh para bajak laut, karena ketika peristiwa itu terjadi, Malin segera bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu. Malin Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan sisa tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai. Sesampainya di desa tersebut, Malin Kundang ditolong oleh masyarakat di desa tersebut setelah sebelumnya menceritakan kejadian yang menimpanya. Desa tempat Malin terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya. Berita Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah menikah sampai juga kepada ibu Malin Kundang. Ibu Malin Kundang merasa bersyukur dan sangat gembira anaknya telah berhasil. Sejak saat itu, ibu Malin Kundang setiap hari pergi ke dermaga, menantikan anaknya yang mungkin pulang ke kampung halamannya. Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran dengan kapal yang besar dan indah disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin Kundang yang setiap hari menunggui anaknya, melihat kapal yang sangat indah itu, masuk ke pelabuhan. Ia melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang beserta istrinya. Malin Kundang pun turun dari kapal. Ia disambut oleh ibunya. Setelah cukup dekat, ibunya melihat bekas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang. “Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?”, katanya sambil memeluk Malin Kundang. Tapi apa yang terjadi kemudian? Malin Kundang segera melepaskan pelukan ibunya dan mendorongnya hingga terjatuh. “Wanita tak tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku”, kata Malin Kundang pada ibunya. Malin Kundang pura-pura tidak mengenali ibunya, karena malu dengan ibunya yang sudah tua dan mengenakan baju compang-camping. “Wanita itu ibumu?”, Tanya istri Malin.

(64) Kundang. “Tidak, ia hanya seorang pengemis yang pura-pura mengaku sebagai ibuku agar mendapatkan harta ku”, sahut Malin kepada istrinya. Mendengar pernyataan dan diperlakukan semena-mena oleh anaknya, ibu Malin Kundang sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak, ibu Malin menengadahkan tangannya sambil berkata “Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu”. Tidak berapa lama kemudian angin bergemuruh kencang dan badai dahsyat datang menghancurkan kapal Malin Kundang. Setelah itu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk menjadi sebuah batu karang. Dikutip dari ulasan cerita rakyat nusantara Legenda dari Sumatera Barat. 2. Menjelaskan Unsur cerita Untuk dapat menjelaskan unsur cerita, kamu perlu membaca atau mendengar cerita tersebut hingga selesai. Sebuah cerita terdiri atas unsur-unsur sebagai berikut: a. Tema atau dasar cerita, misalnya cerita berisi masalah kasih saying, atau lingkungan b. Tokoh atau pemeran cerita. Ada tokoh utama dan ada tokoh pendukung cerita yang masingmasing memiliki watak berbeda. c. Watak, setiap watak tokoh dapat terlihat dari ucapan, sikap, tingkah laku, dan hubungan antartokoh. d. Alur atau jalan cerita e. Latar atau keadaan tempat, waktu, dan budaya f. Pesan atau amanat yang akan disampaikan penulis.

(65) LEMBAR KERJA SISWA (LKS). Ayo Kerjakan!!! 1. Bacalah cerita diatas dengan seksama! 2. Catalah hal-hal penting dari cerita tersebut 3. Tuliskanlah unsur-unsur cerita (tokoh, watak, latar, dan pesan) yang terkandung dalam cerita “Malin Kundang” 4. Ceritakanlah Kembali cerita tersebut dengan kata-katamu sendiri, ingat jangan sampai mengubah jalan ceritanya!. Tugas Rumah/PR. 1. Bacalah cerita rakyat yang berasal dari daerah tempat tinggalmu! 2. Ceritakanlah kembali secara ringkas cerita rakyat tersebut dengan menggunakan kata-katamu sendiri! 3. Sebutkanlah unsur cerita (tokoh, watak, latar, dan pesan) dari cerita tersebut!.

Referensi

Dokumen terkait

In the current situation where almost all learning processes are related to digital technology, good digital literacy ability can increase students' confidence in academic