• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENGHINDARAN PAJAK DAN KUALITAS AUDIT TERHADAP PENGAMPUNAN PAJAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2025

Membagikan "PENGARUH PENGHINDARAN PAJAK DAN KUALITAS AUDIT TERHADAP PENGAMPUNAN PAJAK"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGHINDARAN PAJAK DAN KUALITAS AUDIT TERHADAP PENGAMPUNAN PAJAK

Abstract: The purpose of this study is to analyze the effect of tax avoidance and audit

quality on probability of joinning tax amnesty. This study focuses on company joinning tax amnesty based on “Undang-Undang No. 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak”. The study used logistic regression method because the dependent variable, tax amnesty, is dummy variable. This study found companies with higher audit quality have lower probability of joinning tax amnesty; companies which is audited by

Big Four

have probability about 66% lower than non

Big Four

to joinning tax amnesty. We also found no significant effect of tax avoidance on probability of joinning tax amnesty.

Keywords: Tax Amnesty, Tax Avoidance, Audit Quality, Big Four

Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh penghindaran pajak

dan kualitas audit terhadap kemungkinan perusahaan mengikuti pengampunan pajak.

Penelitian ini berfokus pada perusahaan yang mengikuti pengampunan pajak berdasarkan Undang-Undang No. 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak . Pengolahan data menggunakan regresi logistik karena variabel dependen yaitu pengampunan pajak merupakan variabel dummy. Penelitian ini menemukan perusahaan dengan kualitas audit yang lebih tinggi memiliki kemungkinan yang lebih rendah untuk mengikuti pengampunan pajak; yaitu perusahaan yang diaudit oleh

Big Four

memiliki kemungkinan 66% lebih rendah untuk mengikuti pengampunan pajak dibanding yang diaudit oleh non

Big Four

. Hasil regresi menunjukkan bahwa penghindaran pajak tidak mempengaruhi kemungkinan perusahaan mengikut pengampunan pajak.

Kata Kunci: Pengampunan Pajak, Penghindaran Pajak, Kualitas Audit,

Big Four

(2)

1. PENDAHULUAN

Indonesia dengan program pengampunan pajak tahun 2016 sampai 2017 berhasil meraih pencapaian tertinggi di dunia. Menurut data dari Direktorat Jenderal Pajak (2017), program pengampunan pajak Indonesia mencapai uang tebusan sebesar 0,9% dari PDB dan jumlah harta deklarasi sebesar 34,4% dari PDB, yang mengantarkan Indonesia sebagai negara dengan pencapaian program pengampunan pajak tertinggi di dunia. Program pengampunan pajak memberikan fasilitas pengampunan kepada wajib pajak berupa penghapusan pajak yang seharusnya terutang, sanksi administrasi, dan sanksi pidana di bidang perpajakan dengan cara mengungkapkan harta dan membayar uang tebusan (Pasal 1 ayat 1 UU Pengampunan Pajak).

Perlakuan akuntansi atas dampak pengampunan pajak diatur dalam PSAK 70 terkait Akuntansi Aset dan Liabilitas Pengampunan Pajak.

Beberapa peneliti menyatakan bahwa pengampunan pajak memberikan kesempatan kepada pembayar pajak yang tidak patuh untuk membayar kembali pajak atas pendapatan yang tidak dilaporkan sebelumnya tanpa takut hukuman atau tuntutan (Bayer et al., 2015; Sawyer, 2005; Alm et al., 1990). Hal ini sejalan dengan pandangan dari Baer dan LeBorgne (2008) bahwa pengampunan pajak adalah bentuk undangan kepada penghindar pajak untuk masuk ke daftar wajib pajak yang taat. Andreoni et al., (1998) menekankan bahwa alternatif informasi ketidakpatuhan pajak dapat diperoleh dari data pengampunan pajak itu sendiri, karena pihak yang ikut dalam pengampunan pajak secara sendiri menyatakan bahwa mereka telah melakukan penghindaran pajak. Oleh karena itu, pengampunan pajak adalah salah satu cara untuk membawa para penghindar pajak kembali ke jalur yang patuh (Leonard dan Zeckhauser, 1987).

Pengampunan pajak kemungkinan akan dilakukan oleh perusahaan yang melakukan penghindaran pajak di masa lalu. Pengampunan pajak akan menutup kemungkinan penghindar pajak di masa lalu akan diperiksa lagi oleh petugas pajak. Hanlon dan Heitzman (2010) mendefinisikan penghindaran pajak sebagai tindakan pengurangan pajak secara eksplisit dan merefleksikan semua transaksi yang berpengaruh terhadap hutang pajak perusahaan. Definisi ini juga sejalan dengan Dyreng et al. (2010) yang menyatakan penghindaran pajak adalah kemampuan untuk membayar hutang pajak secara rendah relatif terhadap laba sebelum pajak.

Oleh karena itu, salah satu tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh penghindaran pajak terhadap kemungkinan perusahaan mengikuti pengampunan pajak.

Program pengampunan pajak tahun 2016 tentunya berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, karena di tahun 2016 untuk mengikuti pengampunan pajak wajib melaporkan aset dan liabilitas yang belum diungkapkan. Bagi perusahaan yang ikut serta dengan melaporkan aset dan liabilitas yang belum diungkapkan, secara tidak langsung mengakui bahwa laporan keuangan perusahaan belum lengkap. Dengan kondisi ini perusahaan tidak memenuhi kerangka

(3)

konseptual kelengkapan (completeness) untuk mencapai keandalan laporan keuangan (Kieso et al., 2014). Oleh karena itu, keikutsertaan dalam pengampunan pajak dapat menimbulkan risiko terkait keandalan laporan keuangan perusahaan. Keandalan laporan keuangan dapat dinilai oleh pihak eksternal yaitu auditor eksternal, karena tujuan dari audit adalah memberikan keyakinan yang memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji yang material (Gray et al., 2015).

Menurut DeAngelo (1981), auditor Big Four memberikan keandalan laporan keuangan yang lebih tinggi dengan kualitas audit yang lebih tinggi dibanding perusahaan audit lainnya karena memiliki ukuran yang besar dan reputasi yang tinggi. Dengan laporan keuangan yang semakin andal, maka terdapat potensi untuk tidak mengikuti pengampunan pajak.

Besarnya manfaat yang ditawarkan dalam program pengampunan pajak, tidak semata- mata membuat perusahaan mengikuti program tersebut, khususnya yang diaudit oleh kantor akuntan publik besar atau Big Four. Lawrence et al. (2011) menyatakan bahwa kantor akuntan publik besar memberikan kualitas audit yang lebih tinggi karena memiliki reputasi yang harus dilindungi serta modal yang lebih tinggi untuk pelatihan auditornya. Dengan laporan keuangan yang semakin andal, maka kecenderungan aset atau liabilitas yang tidak tercatat akan rendah sehingga perusahaan tidak perlu lagi melaporkan aset atau liabilitas yang belum tercatat pada program pengampunan pajak. Oleh karena itu, salah satu tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh kualitas audit terhadap kemungkinan perusahaan mengikuti pengampunan pajak.

Penelitian terkait pengampunan pajak masih terbatas baik secara internasional maupun nasional. Secara internasional penelitian mengenai pengampunan pajak lebih fokus terhadap teori, arah, kepatuhan, dan penegakan pajak dari program pengampunan pajak, serta secara spesifik banyak yang membahas pengampunan pajak di Amerika Serikat. Penelitian di Indonesia lebih fokus pada implementasi, efektivitas, dan sejarah pelaksanaan pengampunan pajak, serta penelitian terkait sunset policy. Penelitian terdahulu rata-rata menyatakan bahwa pengampunan pajak memberikan kesempatan kepada penghindar pajak untuk membayar pajak yang belum dibayar di masa lalu, namun belum ada yang secara spesifik meneliti hubungan antara penghindaran pajak, kualitas audit, dan pengampunan pajak.

Dalam penelitian ini, akan berfokus pada studi empiris pengaruh penghindaran pajak yang dilakukan di masa lalu dan kualitas audit terhadap kemungkinan perusahaan terbuka untuk mengikuti progam pengampunan pajak di Indonesia. Dalam penelitian sebelumnya, sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan pengujian secara empiris hubungan antara penghindaran pajak, kualitas audit, dan kemungkinan perusahaan untuk mengikuti pengampunan pajak. Dengan kondisi Indonesia baru saja menerapkan program pengampunan pajak, maka menjadi momentum yang tepat untuk meneliti lebih lanjut hal ini.

(4)

Selanjutnya penelitian ini akan dibagi menjadi lima bagian. Bagian 2 menyajikan tinjauan literatur dan pengembangan hipotesa, bagian 3 menyajikan metodologi penelitian, bagian 4 menyajikan analisis dan pembahasan, serta bagian 5 membahas kesimpulan, keterbatasan, dan saran.

2. TINJAUAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Pengampunan Pajak

Baer dan LeBorgne (2008) mendefinisikan pengampunan pajak sebagai sebuah undangan kepada para penghindar pajak untuk ikut serta dalam daftar orang yang membayar pajak. Beberapa peneliti juga menyatakan bahwa pengampunan pajak memberikan individu sebuah peluang untuk membayar pajak yang belum dibayar tanpa ada hukuman atau tuntutan, yang sebenarnya merupakan risiko dari para penghindar pajak (Bayer et al, 2015; Sawyer, 2005;

Alm et al., 1990). Secara spesifik, program pengampunan pajak memberikan fasilitas pengampunan pajak kepada Wajib Pajak berupa penghapusan pajak yang seharusnya terutang, sanksi administrasi, dan sanksi pidana di bidang perpajakan dengan cara mengungkap harta dan membayar uang tebusan (Pasal 1 ayat 1 UU Pengampunan Pajak).

Dengan pengalaman pelaksanaan pengampunan pajak di tahun 1964 dan 1984 serta pelaksanaan Sunset Policy, Indonesia kembali menerapkan pengampunan pajak di tahun 2016 yang didasarkan dengan Undang-Undang No. 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.

Tujuan pemerintah menerapkan pengampunan pajak adalah untuk mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi, mendorong reformasi perpajakan, dan meningkatkan penerimaan pajak (Pasal 2 ayat 1 UU Pengampunan Pajak).

Tidak jauh berbeda dengan tahun 1964 dan 1984, setiap wajib pajak diberikan kesempatan untuk mengungkapkan harta yang dimilikinya dalam Surat Pernyataan guna mendapatkan pengampunan utang pajak, sanksi administrasi, dan sanksi pidana di bidang perpajakan dengan membayar uang tebusan. Akan tetapi, bagi wajib pajak yang sedang dilakukan penyidikan, dalam proses peradilan, dan menjalani hukuman pidana di bidang perpajakan, tidak mendapatkan fasilitas pengampunan pajak. Pengampunan pajak meliputi kewajiban perpajakan yang belum atau belum sepenuhnya diselesaikan oleh wajib pajak sampai dengan akhir tahun pajak terakhir. Kewajiban perpajakan yang dimaksud hanya kewajiban Pajak penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Jangka waktu pengampunan pajak dibagi menjadi tiga periode yaitu: periode pertama bulan Juli sampai September 2016; periode kedua bulan Oktober sampai Desember 2016; dan periode ketiga bulan Januari sampai Maret 2017.

Selain mengungkapkan hartanya, wajib pajak juga harus membayar uang tebusan yang diperoleh dengan mengalikan tarif uang tebusan dengan nilai harta bersih yang diungkapkan.

(5)

Tarif uang tebusan beragam berdasarkan wilayah keberadaan harta dan periode keikutsertaan dalam pengampunan pajak. Ketika Surat Keterangan Pengampunan Pajak (SKPP) telah diterbitkan, maka wajib pajak pajak memperoleh fasilitas pengampunan pajak berupa: (a) penghapusan pajak terutang; (b) penghapusan sanksi administrasi; (c) tidak dilakukan pemeriksaan pajak; dan (d) peghentian pemeriksaan pajak.

Atas fasilitas pengampunan yang diperoleh, maka wajib pajak tidak berhak: (a) mengompensasi kerugian fiskal yang dikompensasi; (b) mengompensasikan kelebihan pembayaran pajak; (c) mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak;

dan (d) melakukan pembetulan surat pemberitahuan atas PPh, PPN, dan PPnBM. Apabila wajib pajak tidak memanfaatkan pengampunan pajak atau telah melakukan pengampunan pajak, kemudian DJP menemukan harta yang belum dilaporkan, maka harta tersebut diperhitungkan sebagai tambahan penghasilan dalam SPT dan dikenai pajak dengan tambahan sanksi administrasi atau kenaikan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Konsekuensi setelah masa pengampunan pajak ini hanya berlaku maksimal 3 tahun sejak berlakunya UU Pengampunan Pajak.

Dari sisi akuntain, disahkan PSAK 70 sebagai landasan pengakuan, penyajian, dan pengungkapan akuntansi dari aset dan liabilitas pengampunan pajak. PSAK 70 memberikan dua opsi bagi entitas dalam pengukuran awal aset dan liabilitas pengampunan pajak. Pertama, entitas dapat menerapkan pengukuran awal sesuai dengan SAK lain yang relevan dengan masing-masing aset dan liabilitas. Kedua, entitas saat pengakuan awal untuk aset pengampunan pajak sebesar biaya perolehannya sesuai dengan yang tercantum dalam surat keterangan, serta mengukur liabilitas sebesar kewajiban kontraktual untuk menyelesaikan kewajiban yang berkaitan langsung dengan perolehan aset pengampunan pajak. Aset dan liabilitas yang timbul dari pengampunan pajak dianggap sebagai aset dan liabilitas baru.

2.2 Penghindaran Pajak

Pembayaran pajak merupakan beban bagi perusahaan, sehingga secara sengaja atau tidak sengaja akan dihindari untuk memaksimalkan laba perusahaan. Untuk meminimalisir hutang pajak, maka perusahaan melakukan pengurangan laba kena pajak melalui perencanaan pajak oleh manajemen (Richardson dan Taylor, 2012). Perusahaan akan berusaha meminimalisir hutang pajak melalui perencanaan pajak (tax planning) yang bersifat legal maupun ilegal (Rahayu, 2009). Menurut Hanlon dan Heitzman (2010) penghindaran pajak (tax avoidance) merupakan perencanaan pajak yang legal dan penggelapan pajak (tax evasion) merupakan perencanaan pajak yang illegal. Hanlon dan Heitzman (2010) mendefinisikan penghindaran pajak sebagai tindakan pengurangan pajak secara eksplisit dan merefleksikan semua transaksi yang berpengaruh terhadap hutang pajak perusahaan. Dyreng, Hanlon, dan Maydew (2008) menekankan bahwa penghindaran pajak tidak menunjukkan perusahaan melakukan hal yang

(6)

tidak benar, karena beberapa peraturan pajak mendorong perusahaan untuk mengurangi pembayaran pajak dan masih banyak aturan perpajakan yang kurang jelas khususnya untuk jenis transaksi yang rumit.

Menurut Hanlon dan Heitzman (2010) terdapat berbagai jenis pengukuran penghindaran pajak yang digunakan dalam berbagai jenis penelitian perpajakan. Effective Tax Rate (ETR) adalah pengukuran penghindaran pajak yang paling umum digunakan, yaitu membagi perkiraan kewajiban pajak dengan laba sebelum pajak atau arus kas. Secara spesifik penghitungan ETR dengan penyebut laba sebelum pajak dapat dibagi menjadi tiga metode yaitu: (1) GAAP ETR, dihitung dengan total beban pajak dibagi dengan laba sebelum pajak; (2) Current ETR, dihitung dengan beban pajak kini dibagi dengan laba sebelum pajak; dan (3) Cash ETR, dihitung dengan pembayaran pajak dibagi dengan laba sebelum pajak. Lebih lanjut Dyreng et al. (2008) mengembangkan long-run cash ETR untuk menghindari volatilitas dari ETR secara tahunan.

Selain ETR, pengukuran penghindaran pajak yang sering digunakan yaitu book-tax difference (BTD). BTD menunjukkan perbedaan laba secara akuntansi dan laba yang diakui menurut aturan perpajakan. BTD dapat diukur dengan mengurangi laba sebelum pajak dengan penghasilan kena pajak, sementara penghasilan kena pajak diukur dengan beban pajak kini dibagi tarif pajak atau statutory tax rate. Semakin besar BTD maka semakin besar peluang perusahaan untuk diaudit oleh aparatur pajak dan menunjukkan semakin besar tax shelter yang dilakukan (Hanlon & Heitzman, 2010). Metode selanjutnya untuk menghitung penghindaran pajak yaitu abnormal book-tax difference (ABTD) yang dikembangkan oleh Desai dan Dharmapala (2006, 2009). Menurut Tang dan Firth (2012), BTD menunjukkan perbedaan regulasi antara akuntansi dan pajak, sedangkan ABTD lebih menunjukkan aktivitas manajemen laba dan manajemen pajak. Hanlon & Heitzman (2010) juga menekankan bahwa ABTD mampu menjelaskan perbedaan laba secara akuntansi dan pajak tidak dapat dijelaskan dalam BTD.

2.3 Kualitas Audit dan Pengampunan Pajak

Menurut Lawrence et al. (2011), kantor akuntan publik besar memberikan kualitas audit yang lebih tinggi karena memiliki reputasi yang harus dilindungi. Boone et al. (2010), menyatakan dua pendorong kualitas audit adalah biaya litigasi dan kehilangan reputasi. Dengan modal yang besar dan pengeluaran yang besar untuk membangun merek, kantor akuntan publik besar memiliki insentif untuk merendahkan risiko litigasi dan melindungi reputasinya dengan memberikan laporan keuangan yang lebih terpercaya. Ukuran kantor akuntan publik adalah penentu yang penting dalam kualitas audit, karena ukuran yang besar (1) membuat pengeluaran yang besar untuk pelatihan dan teknologi audit, dan (2) membuat kurang tergantung dengan salah satu klien dan lebih bagus dalam menahan tekanan dari klien dalam menghasilkan opini audit yang bersih (DeAngelo, 1981).

(7)

Menurut DeAngelo (1981), auditor Big Four memberikan keandalan laporan keuangan yang lebih tinggi dengan kualitas audit yang lebih tinggi dibanding perusahaan audit lainnya karena memiliki ukuran yang besar dan reputasi yang tinggi. Big Four adalah perusahaan akuntansi terbesar secara internasional, yang memiliki kualitas audit yang tinggi (Beasley et al., 2005). Saat ini kantor akuntan publik yang tergolong dalam kantor akuntan publik besar atau Big Four adalah Deloitte, PwC, EY, dan KPMG (ICAEW, 2017). Audit oleh Big Four secara rata-rata memberian kualitas yang lebih tinggi dibanding perusahaan akuntansi lainnya (yang lebih kecil), dengan bukti output dari auditor yaitu laporan audit dan laporan keuangan yang diaudit (Francis, 2004). Menurut Khurana dan Raman, kepedulian terhadap reputasi memberikan insentif yang cukup bagi auditor Big Four untuk menyediakan kualitas audit yang lebih tinggi walaupun berada di lingkungan dengan tingkat proses pengadilan yang rendah.

Laporan keuangan yang andal tentunya telah memenuhi kerangka konseptual dalam pelaporan keuangan, salah satunya adalah kelengkapan (completeness). Kelengkapan menunjukkan semua informasi telah diungkapkan dalam laporan keuangan sesuai dengan keadaan sebenarnya (Kieso et al., 2014), termasuk di dalamnya semua aset dan liabilitas yang dimiliki harus disajikan dalam laporan keuangan. Akan tetapi, dengan adanya program pengampunan pajak yang mewajibkan perusahaan untuk melaporan aset dan liabilitas yang belum diungkapkan, memberikan risiko terkait keandalan laporan keuangan perusahaan.

2.4 Hipotesis

Kesuksesan pengampunan pajak secara umum diukur dari pendapatan yang dihasilkan dan meningkatnya basis pajak, khususnya menarik pembayar pajak dari sektor bawah tanah ke sektor legal (Bose dan Jetter, 2012). Ross dan Buckwalter (2015) juga mempertegas bahwa untuk menarik hutang pajak dari wajib pajak yang tidak patuh, pengampunan pajak dapat secara potensial mendorong pembayar pajak tersebut secara sukarela untuk memenuhi kewajibannya.

Secara sederhana, pengampunan pajak bertujuan untuk mendorong wajib pajak yang melakukan penghindaran pajak pada periode sebelumnya agar mengakui hutang pajaknya pada program pengampunan pajak untuk memperoleh pangampunan pajak.

Program pengampunan pajak memberikan peluang bagi pembayar pajak yang tidak patuh untuk membayar semua pajak yang belum dibayar tanpa adanya tuntutan dan hukuman (Bayer et al., 2015). Hal ini karena pengampunan pajak adalah peluang yang sangat bagus untuk menghindari penuntutan dan hukuman, karena pembayar pajak sadar bahwa tindakan di masa lalu yang tidak patuh dapat menyebabkan dampak negatif di masa depan yaitu berupa denda pajak (Bayer et al., 2015). DDTC (2016) juga menyatakan bahwa pengampunan pajak memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak yang selama ini tidak patuh agar melaporkan penghasilannya dan membayar pajak secara sukarela melalui pemberian insentif.

(8)

Kebijakan pengampunan pajak dari pemerintah memberikan pengampunan atas ketidaktaatan perusahaan dalam memenuhi ketentuan perpajakan. Pengampunan diberikan dalam bentuk penghapusan pajak yang seharusnya terutang, sanksi administrasi, dan sanksi pidana di bidang perpajakan dengan cara mengungkap harta dan membayar uang tebusan.

Berdasarkan hal tersebut, perusahaan yang memiliki penghindaran pajak tinggi di masa lalu memiliki kemungkinan lebih tinggi melakukan pengampunan pajak.

H1: Perusahaan dengan penghindaran pajak tinggi memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk mengikuti pengampunan pajak.

Pengampunan pajak dapat diperoleh apabila perusahaan melaporkan aset dan liabilitas yang belum diungkapkan pada tahun-tahun sebelumnya. Bagi perusahaan yang mengikuti pengampunan pajak, secara tidak langsung mengakui bahwa laporan keuangan perusahaan belum lengkap. Dengan kondisi ini perusahaan tidak memenuhi kerangka konseptual kelengkapan (completeness) untuk mencapai keandalan laporan keuangan (Kieso et al., 2014).

Oleh karena itu, keikutsertaan dalam pengampunan pajak dapat menimbulkan risiko terkait keandalan laporan keuangan perusahaan.

Keandalan laporan keuangan dapat dinilai oleh pihak eksternal yaitu auditor eksternal, karena tujuan dari audit adalah memberikan keyakinan yang memadai bahwa laporan keuangan bebas dari kesalahan yang material (Gray et al., 2015). Menurut DeAngelo (1981), auditor Big Four memberikan keandalan laporan keuangan yang lebih tinggi. Hal ini karena audit oleh Big Four secara rata-rata memberikan kualitas yang lebih tinggi dibanding perusahaan akuntansi lainnya (Lawrence et al., 2011; Beasley et al., 2005; Francis, 2004; DeAngelo, 1981). Bagi Big Four, reputasi nama merek mereka adalah aset profesional yang sangat penting dalam mempertahankan klien auditnya saat ini, menarik klien baru yang besar, dan mempertahankan atau merekrut karyawan baru yang luar biasa (Khurana dan Raman, 2004). Oleh karena itu, dengan kualitas audit yang semakin tinggi maka menghasilkan laporan keuangan yang lebih andal.

Laporan keuangan yang semakin andal, menunjukkan kualitas laporan keuangan yang semakin tinggi karena perusahaan telah memenuhi kerangka konseptual laporan keuangan.

Dengan kondisi ini maka potensi perusahaan untuk mengikuti pengampunan pajak menjadi rendah karena potensi adanya aset dan liabilitas yang tidak diungkapkan rendah.

H2: Perusahaan dengan kualitas audit yang lebih tinggi memiliki kemungkinan yang lebih rendah untuk mengikuti pengampunan pajak.

(9)

3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Penelitian

Penelitian ini bertujuan memberikan bukti empiris pengaruh penghindaran pajak dan kualitas audit terhadap kemungkinan perusahaan mengikuti pengampunan pajak. Berdasarkan hipotesa yang telah dikembangkan sebelumnya, maka skema hubungan antara variabel independen dan variabel kontrol terhadap variabel dependen ditunjukkan dalam kerangka penelitian sebagaimana tergambar pada gambar 3.1.

Gambar 1 Kerangka Penelitian

3.2 Model Penelitian

Penelitian ini bertujuan memberikan bukti empiris pengaruh penghindaran pajak dan kualitas audit terhadap keikutsertaan dalam pengampunan banyak sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Dalam penelitian sebelumnya, belum terdapat penelitian yang menguji secara empiris hubungan antara penghindaran pajak, kualitas audit, dan pengampunan pajak.

Oleh karena itu, model yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut.

TAi = α0 + β1TAVi + β2AUDi + β3ROAi + β4LEVi + β5SIZEi + εi ... (3.1) Keterangan:

TA = pengampunan pajak (tax amnesty), yaitu keikutsertaan dalam pengampunan pajak menggunakan variabel dummy; “1” untuk perusahaan yang mengikuti pengampunan pajak; “0” untuk perusahaan yang tidak mengikuti pengampunan pajak;

TAV = penghindaran pajak (tax avoidance), diukur dengan abnormal book tax difference (ABTD), tingkat penghindaran pajak yaitu nilai absolut dari residual hasil regresi Book Tax Difference (BTD);

AUD = kualitas audit, menggunakan variabel dummy; “1” untuk perusahaan yang diaudit oleh Big Four; “0” untuk perusahaan yang tidak diaudit oleh Big Four;

ROA = tingkat profitabilitas perusahaan, diukur dengan laba sebelum pajak dibagi total aset;

LEV = tingkat leverage perusahaan, diukur dengan total liabilitas dibagi total aset;

SIZE = ukuran perusahaan, diukur dengan log natural dari total aset;

Variabel Control 1. Profitabilitas 2. Ukuran Perusahaan 3. Leverage

Variabel Dependen Pengampunan Pajak Variabel Independen

1. Penghindaran Pajak 2. Kualitas Audit

(10)

3.3 Operasionalisasi Variabel

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pengampunan pajak, khususnya keputusan perusahaan untuk mengikuti pengampunan pajak atau tidak. Oleh karena itu dalam pengukurannya akan menggunakan variabel dummy, “1” untuk perusahaan yang mengikuti pengampunan pajak; “0”

untuk perusahaan yang tidak mengikuti pengampunan pajak. Perusahaan yang dinyatakan ikut pengampunan pajak adalah perusahaan yang menyerahkan Surat Pernyataan Harta dalam salah satu atau beberapa periode pengampunan pajak pada tahun 2016 hingga 2017 dan diungkapkan dalam laporan keuangan.

Variabel Independen dalam penelitian ini adalah penghindaran pajak dan kualitas audit.

Proksi yang digunakan untuk mengukur tingkat penghindaran pajak yaitu abnormal book tax difference (ABTD) yang mengacu pada penelitian Tang dan Firth (2012). ABTD merupakan nilai residual dari model regresi book tax difference (BTD) yang diabsolutkan, karena nilai positif atau negatif tidak mempengaruhi posisi penghindaran pajak. Semakin tinggi tingkat ABTD menunjukkan tingginya manipulasi manajemen terhadap laba akuntansi dan pajak yang mengarah pada tindakan penghindaran pajak. Berikut adalah model BTD yang dikembangkan dari Tang dan Firth (2012).

BTDi = α0 + β1CapINTi + β2∆REV + β3LEVi + β4SIZEi + β5PrevBTDi + εi ... (3.2) Keterangan:

BTD = book tax difference, diukur dengan laba sebelum pajak dikurangi laba kena pajak dibagi total aset;

CapINT = capital intensive, diukur dengan total aset tetap dibagi total aset;

Rev = perubahan pendapatan dari tahun t-1 ke tahun t;

LEV = tingkat leverage perusahaan, diukur dengan total liabilitas dibagi total aset;

SIZE = ukuran perusahaan, diukur dengan log natural dari total aset;

PrevBTD = book tax difference, diukur dengan laba sebelum pajak dikurangi laba kena pajak dibagi total aset di tahun t-1;

Dalam penelitian ini, semakin tinggi penghindaran pajak yang diukur dengan proksi ABTD maka akan semakin besar keinginan perusahaan untuk mengikuti pengampunan pajak. Oleh karena itu, hasil penelitian atas variabel ABTD diharapkan menghasilkan koefisien bernilai positif (+).

Variabel kualitas audit diukur menggunakan variabel dummy; “1” untuk perusahaan yang diaudit oleh Big Four; “0” untuk perusahaan yang tidak diaudit oleh Big Four. Dalam penelitian ini, apabila perusahaan diaudit oleh Big Four maka akan semakin rendah kemungkinan perusahaan untuk mengikuti pengampunan pajak, karena memiliki kualitas audit yang lebih tinggi untuk menghasilkan laporan keuangan yang lebih andal (Boone et al., 2010; DeAngelo, 1981) sehingga kemungkinan adanya aset atau liabilitas yang tidak tercatat rendah. Oleh karena itu, hasil penelitian atas variabel Big Four diharapkan menghasilkan koefisien bernilai negatif (-).

Dalam penelitian ini, terdapat tiga variabel kontrol yaitu.

1. Profitabilitas diukur dengan return on asset (ROA) yang dihitung dari laba sebelum pajak dibagi total aset (Richardson dan Lanis, 2012). Variabel ROA digunakan untuk mengontrol variasi profitabilitas dari perusahaan. De la Fuente Sabaté dan De Quevedo Puente (2003) menemukan adanya hubungan kuat antara kinerja keuangan (profitabilitas) dan reputasi perusahaan.

(11)

Perusahaan dengan reputasi tinggi, seharusnya memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk ikut serta dalam pengampunan pajak, karena perusahaan mengakui adanya aset dan liabilitas yang belum diungkapkan. Oleh karena itu, diharapkan hasil penelitian dari variabel ROA memiliki koefisien negatif (-).

2. Ukuran perusahaan (size) diukur dengan log natural dari total aset (Richardson dan Lanis, 2012).

Ukuran perusahaan memiliki hubungan yang kuat dengan reputasi perusahaan (Schultz et al., 2001; Roberts dan Dowling, 2002). Perusahaan dengan reputasi tinggi, seharusnya memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk ikut serta dalam pengampunan pajak, karena perusahaan mengakui adanya aset dan liabilitas yang belum diungkapkan. Oleh karena itu, diharapkan hasil penelitian dari variabel SIZE memiliki koefisien negatif (-).

3. Tingkat leverage perusahaan menunjukkan seberapa besar pendanaan yang digunakan perusahaan bersumber dari hutang, yang dihitung dari total liabilitas dibagi total aset perusahaan.

Perusahaan dengan leverage yang tingi cenderung melakukan penghindaran pajak atas beban bunga dari hutang yang dapat dikurangkan dari laba dalam penghitungan pajak (Richardson dan Lanis, 2012). Semakin tinggi penghindaran pajak maka perusahaan akan cenderung ikut serta dalam program pengampunan pajak. Oleh karena itu, diharapkan hasil penelitian dari variabel LEV memiliki koefisien positif (+).

3.4 Data dan Sampel

Penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu dari data laporan keuangan perusahaan yang diunduh dari situs Indonesia Stock Exchange (IDX) dan Thomson Reuters Eikon. Data yang diambil meliputi data kuantitatif dan kualitatif neraca, laporan laba rugi, dan catatan atas laporan keuangan.

Penelitian ini menggunakan data yang tersedia pada tahun 2014 hingga 2017. Data pengampunan pajak berdasarkan keikutsertaan perusahaan pada pengampunan pajak di tahun 2016-2017. Sedangkan untuk data lainnya menggunakan tahun 2015 karena secara regulasi pengampunan pajak diterapkan di tahun 2016. Oleh karena itu, penggunaan data 2015 lebih menunjukkan kondisi perusahaan sebelum mengikuti pengampunan pajak.

Pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling, yaitu terbatas pada kriteria tertentu yang relevan dengan penelitian. Kriteria pemilihan sampel adalah:

1. Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) hingga tahun 2017.

2. Perusahaan yang tidak bergerak di sektor yang memiliki peraturan perpajakan khusus, seperti sektor keuangan, pertambangan, properti dan real estate, konstruksi, dan pelayaran.

3. Perusahaan dengan tahun fiskal yang berakhir pada 31 Desember, agar sampel dapat diperbandingkan.

4. Perusahaan yang tidak memiliki saldo negatif untuk laba sebelum pajak, total beban pajak, jumlah pajak kini, dan jumlah pajak yang dibayarkan.

(12)

5. Perusahaan memiliki data lengkap yang dibutuhkan dalam penelitian yaitu tersedia dalam laporan keuangan dari tahun 2015 hingga 2017.

3.5 Metode Pengolahan Data

Penelitian ini melakukan analisis data kuantitatif yang berusaha membuktikan pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen yang diuji dalam penelitian. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini bersifat binary (dummy) sehingga dalam menganalisis data menggunakan model regresi logistik. Regresi logistik digunakan untuk melihat pengaruh variabel independen terhadap kemungkinan terjadinya variabel dependen (Gujarati, 2004). Perangkat lunak statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah STATA 13. Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis statistik deskriptif, analisis regresi logistik, uji multikolinieritas, uji kelayakan model, uji pseudo r2, dan uji hipotesis

4. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Pemilihan Sampel

Berdasarkan kriteria dari metode pemilihan sampel pada Bab 3, terdapat 149 perusahaan yang diambil untuk menjadi sampel penelitian. Tabel 1 menunjukkan proses pemilihan sampel pada penelitian ini.

Tabel 1 Pemilihan Sampel Penelitian

Kriteria Jumla

h

Perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2017 556

Dikurangi dengan:

Perusahaan di sektor keuangan 98

Perusahaan di sektor pertambangan 42

Perusahaan di sektor properti, real estate, dan konstruksi 67

Perusahaan di sektor pelayaran 15

Perusahaan dengan laba sebelum pajak negatif 107

Perusahaan yang tidak menggunakan tahun fiskal 31 Desember 2

Perusahaan yang datanya tidak berhasil diperoleh 14

Perusahaan dengan ETR negatif, nol, lebih dari satu, atau tidak tersedia 47 Perusahaan dengan informasi untuk penghitungan ABTD yang tidak tersedia 15

Jumlah sampel penghitungan 149

4.2 Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif menggambarkan karakteristik dan penyebaran dari setiap variabel dalam penelitian. Tabel 2 menunjukkan ringkasan statistik deskriptif dalam penelitian ini.

Tabel 2 Statistik Deskriptif

Variabel N Rata-Rata Min Max Standar Deviasi

TAV 149 0,0187 0,000139 0,1386 0,0222

ROA 149 0,1025 0,000008 0,5779 0,0973

LEV 149 0,4668 0,070742 0,8912 0,1949

SIZE 149 28,5489 24,5877 33,1341 1,5949

Variabel dummy N Nilai 1 (%) Nilai 0 (%)

TA 149 65 (44%) 84 (56%)

AUD 149 60 (40%) 89 (60%)

Keterangan: TA = tax amnesty (pengampunan pajak), variabel dummy, nilai 1 untuk perusahaan mengikuti pengampunan pajak dan 0 untuk sebaliknya; AUD = kualitas audit,

(13)

variabel dummy, nilai 1 untuk perusahaan yang diaudit Big Four, dan 0 untuk sebaliknya; TAV

= penghindaran pajak, diukur dengan abnormal book tax difference, nilai residual regresi dari book tax difference (BTD); ROA = profitabilitas, laba sebelum pajak dibagi total aset; LEV = leverage, total liabilitas dibagi total aset; SIZE = ukuran perusahaan, log natural dari total aset.

4.3 Hasil Regresi Logistik

Dalam penelitian ini, analisis logistik digunakan untuk melihat pengaruh penghindaran pajak dan kualitas audit serta variabel kontrol terhadap kemungkinan keikutsertaan dalam pengampunan pajak. Uji multikolinieritas dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan yang kuat antar variabel independen dalam model regresi. Berdasarkan rule of thum pada bab 3, uji yang digunakan yaitu uji korelasi pearson dan uji VIF. Merujuk pada tabel 4,6, hasil dari uji korelasi pearson menunjukkan tidak ada variabel yang memiliki nilai di atas +/- 0,8. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak ada korelasi yang kuat antar variabel, sehingga tidak terdapat masalah multikolinearitas dari variabel dalam model penelitian. Hasil uji korelasi pearson juga sebagai indikasi awal hubungan dari setiap variabel independen dan kontrol terhadap variabel dependen dalam model penelitian. Hasil pada tabel 5 menunjukkan bahwa semua variabel indepen dan kontrol yaitu ABTD, BIG4, ROA, LEV, SIZE memiliki hubungan negatif terhadap variabel dependen yaitu TA.

Tabel 5 Hasil Uji Korelasi Pearson

TA ABTD BIG4 ROA LEV SIZE

TA 1

ABT

D -0,0954 1

BIG4 -0,3359 0,0328 1

ROA -0,1290 0,2283 0,2892 1

LEV -0,0146 -0,0712 -0,0153 -0,2473 1

SIZE -0,2851 -0,0658 0,5081 0,0854 0,1274 1

Selain uji korelasi pearson, pengujian multikolinearitas juga dapat dilakukan dengan uji VIF.

Hasil uji VIF menunjukkan tidak ada variabel yang memiliki nilai di atas 8. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak ada masalah multikolinearitas dari variabel dalam model penelitian, sehingga model penelitian ini cukup stabil untuk dilakukan uji regresi lebih lanjut. Tabel hasil uji VIF dapat dilihat pada lampiran 2.

Uji regresi khususnya regresi logistik dilakukan untuk menguji hipotesis dalam penelitian melalui uji global dan uji individual. Tabel 6 menunjukkan hasil regresi dari model penelitian.

Tabel 6 Hasil Regresi Variabel Prediksi

Tanda

Coef. Odds Ratio Signifikansi (P>|z|)

TAV + -11,16312 0,0000142 0,224

AUD - -1,083248 0,3384944 0,013**

ROA ? -0,6074991 0,5447114 0,779

LEV + -0,1215265 0,8855676 0,900

SIZE - -0,2555837 0,7744643 0,065*

Prob > chi2 = 0,0004 Pseudo R2 = 0,1102 N = 149

Tingkat signifikansi, ***= 1%; ** = 5%; *=10%

Keterangan: TA = tax amnesty (pengampunan pajak), variabel dummy, nilai 1 untuk perusahaan mengikuti pengampunan pajak dan 0 untuk sebaliknya; AUD = kualitas

(14)

audit, variabel dummy, nilai 1 untuk perusahaan yang diaudit Big Four, dan 0 untuk sebaliknya; TAV = penghindaran pajak, diukur dengan abnormal book tax difference, nilai residual regresi dari book tax difference (BTD); ROA = profitabilitas, laba sebelum pajak dibagi total aset; LEV = leverage, total liabilitas dibagi total aset; SIZE = log natural dari total aset.

Uji global dalam penelitian ini menunjukkan nilai Prob > chi2 = 0,0004. Nilai 0,0004 ini lebih kecil dari tingkat signifikansi 1% sehingga dapat disimpulkan bahwa model secara keseluruhan sudah tepat. Dalam hal ini, secara keseluruhan variabel independen penelitian memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen penelitian. Hasil uji regresi juga menunjukkan bahwa nilai Pseudo R2 dari penelitian sebesar 0,1102. Nilai Pseudo R2 menunjukkan bahwa variabel independen penelitian secara bersama-sama mampu menjelaskan variasi dari variabel dependen sebesar 11,02% berdasarkan model penelitian yang digunakan.

4.4 Uji Hipotesis

4.4.1 Pengaruh Penghindaran Pajak terhadap Kemungkinan Mengikuti Pengampunan Pajak Tabel 6 menunjukkan menunjukkan tidak adanya pengaruh signifikan antara penghindaran pajak, TAV, dengan kemungkinan mengikuti pengampunan pajak. Dapat diartikan bahwa penghindaran pajak tidak mempengaruhi kemungkinan suatu perusahaan mengikuti pengampunan pajak. Oleh karena itu, hasil uji regresi ini membuat hipotesis pertama penelitian yaitu perusahaan dengan penghindaran pajak tinggi memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk mengikuti pengampunan pajak, ditolak.

Berdasarkan landasan teori pada pembahasan sebelumnya, penghindaran pajak (tax avoidance) merupakan tindakan meminimalisir pajak secara legal yang memanfaatkan celah-celah dalam aturan perpajakan. Berbeda halnya dengan praktik penggelapan pajak (tax evasion) yang tergolong illegal. Oleh karena itu, kemungkinan perusahaan tidak memerlukan pengampunan melainkan untuk menghindari sengketa pajak atas tindakan penghindaran pajak sebelumnya. Selain itu, terdapat kemungkinan bahwa tujuan mengikuti pengampunan pajak adalah untuk mendapatkan kepastian pajak di masa depan. Pasal 13 ayat 4 UU Ketetapan Umum Perpajakan menyebutkan bahwa wajib pajak baru mendapatkan kepastian hukum terkait besarnya pajak terutang yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) setelah 5 tahun setelah saat terutangnya pajak. Dengan mengikuti pengampunan pajak, maka kemungkinan kesalahan yang dilakukan sebelum tahun 2015 tidak akan diperiksa sehingga pajak perusahaan menjadi pasti tanpa harus menunggu periode kepastian sebagaimana diatur dalam UU KUP.

4.4.2 Pengaruh Kualitas Audit terhadap Kemungkinan Mengikuti Pengampunan Pajak

Tabel 6 menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara kualitas audit, AUD, dan kemungkinan mengikuti pengampunan pajak pada tingkat signifikansi 5%. Koefisien hasil regresi menunjukkan nilai negatif, sehingga kualitas audit memiliki pengaruh yang negatif terhadap pengampunan pajak dengan tingkat perubahan odds sebesar -66% [(0,3384944 – 1) x 100]. Hasil ini

(15)

menunjukkan bahwa perusahaan yang diaudit oleh Big Four memiliki kemungkinan 66% lebih rendah untuk mengikuti pengampunan pajak dibanding yang diaudit oleh non Big Four. Oleh karena itu, hipotesis kedua penelitian yaitu perusahaan dengan kualitas audit yang lebih tinggi memiliki kemungkinan yang lebih rendah untuk mengikuti pengampunan pajak, diterima.

Perusahaan yang diaudit oleh Big Four, memiliki kualitas audit yang lebih tinggi untuk menghasilkan laporan keuangan yang lebih andal (Lawrence, Meza, Zhang, 2011; Beasley, Clune, dan Hermanson, 2005; Francis, 2004; DeAngelo, 1981). Menurut DeAngelo (1981) terdapat hubungan yang kuat antara ukuran perusahaan akuntansi dengan kualitas audit yang dihasilkan, karena terdapat reputasi yang harus dijaga oleh auditor tersebut. Semakin andal laporan keuangan perusahaan, maka semakin kecil kemungkinan untuk mengikuti pengampunan pajak karena kemungkinan adanya aset atau liabilitas yang belum diungkapkan rendah.

4.4.3 Pengaruh Variabel Kontrol terhadap Kemungkinan Mengikuti Pengampunan Pajak Merujuk pada tabel 6, variabel ROA tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemungkinan mengikuti pengampunan pajak. Hal ini dapat dilihat dari nilai P>|z| ROA sebesar 0,779 yang lebih besar dari tingkat signifikansi 10%, sehingga tidak memiliki pengaruh yang signifikan.

Dapat diartikan bahwa tingkat profitabilitas tidak mempengaruhi kemungkinan mengikuti pengampunan pajak suatu perusahaan.

Variabel LEV tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemungkinan mengikuti pengampunan pajak. Hal ini dapat dilihat dari nilai P>|z| LEV sebesar 0,900 yang lebih besar dari tingkat signifikansi 10%, sehingga tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Dapat diartikan bahwa tingkat leverage tidak mempengaruhi kemungkinan mengikuti pengampunan pajak suatu perusahaan.

Variabel SIZE memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemungkinan mengikuti pengampunan pajak pada tingkat signifikansi 10%. Koefisien hasil regresi menunjukkan nilai negatif, sehingga ukuran perusahaan memiliki pengaruh yang negatif terhadap pengampunan pajak dengan tingkat perubahan odds sebesar -23% [(0,7744643 – 1) x 100]. Hasil regresi ini menunjukkan bahwa peningkatan 1 unit pada SIZE menyebabkan kemungkinan mengikuti pengampunan pajak menurun sebesar 23%.

4.5 Analisis Sensitivitas dari Variabel Penghindaran Pajak

Pada pembahasan 4.4, hasil regresi menunjukkan bahwa penghindaran pajak tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap kemungkinan mengikuti pengampunan pajak. Analisis sensitivitas variabel penghindaran pajak dilakukan untuk melihat konsistensi dari hasil regresi dengan mengganti proksi penghindaran pajak. Pada model 3.1, penghindaran pajak diukur dengan ABTD, sedangkan pada analisis sensitivitas digunakan tiga proksi yang berbeda yaitu Cash ETR, BTD, dan SKP. Berikut adalah hasil regresi untuk analisis sensitivitas.

(16)

Tabel 7 Hasil Analisis Sensitivitas

Merujuk pada tabel 4.9, tidak adanya pengaruh signifikan antara penghindaran pajak, CashETR, BTD, dan SKP, terhadap kemungkinan mengikuti pengampunan pajak. Untuk variabel AUD, memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemungkinan mengikuti pengampunan pajak pada tingkat signifikansi 5% dan memiliki hubungan negatif pada ketiga jenis model. Selain itu, untuk variabel kontrol, hanya variabel SIZE yang signifikan pada tingkat 10% dan memiliki hubungan negatif pada ketiga jenis model. Oleh karena itu, hasil analisis sensitivitas ini menunjukkan hasil yang konsisten dengan hasil penelitian pada pembahasan 4.4.

5. KESIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN, DAN SARAN

Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh penghindaran pajak dan kualitas audit terhadap kemungkinan perusahaan mengikuti pengampunan pajak. Hasil penelitian ini adalah penghindaran pajak tidak mempengaruhi kemungkinan mengikuti pengampunan pajak suatu perusahaan. Hal ini karena penghindaran pajak (tax avoidance) merupakan tindakan yang legal, sehingga kemungkinan perusahaan tidak membutuhkan pengampunan melainkan untuk terhindar dari sengketa pajak. Selain itu, terdapat kemungkinan bahwa tujuan mengikuti pengampunan pajak adalah untuk mendapatkan kepastian pajak di masa depan. Dengan mengikuti pengampunan pajak, maka potensi atas kesalahan yang dilakukan sebelum tahun 2015 tidak akan diperiksa sehingga perpajakan perusahaan menjadi pasti tanpa harus menunggu periode kepastian sebagaimana diatur dalam UU KUP.

Perusahaan yang diaudit kantor akuntan publik besar memiliki kemunginan lebih rendah melakukan pengampunan pajak. Perusahaan yang diaudit oleh Big Four memiliki kemungkinan 66%

lebih rendah untuk mengikuti pengampunan pajak dibanding yang diaudit oleh non Big Four. Hal ini karena perusahaan yang diaudit oleh Big Four memiliki kualitas audit yang lebih tinggi untuk menghasilkan laporan keuangan yang lebih andal. Semakin andal laporan keuangan perusahaan, maka

Variabel Prediksi Tanda

CashETR BTD SKP

Odds

Ratio P>|z| Odds

Ratio P>|z| Odds

Ratio P>|z|

CashETR + 0,507 0,519

BTD + 0,003 0,287

SKP + 1,048 0,908

AUD - 0,326 0,012** 0,334 0,012** 0,343 0,014**

ROA - 0,422 0,700 0,326 0,607 0,276 0,553

LEV + 0,787 0,806 0,777 0,795 0,849 0,867

SIZE - 0,790 0,085* 0,777 0,067* 0,788 0,086*

Prob (%)=Probability percentage; P>|z| = tingkat signifikansi, ***= 1%; ** = 5%; *=10%

Keterangan: CashETR = pajak yang dibayarkan dibagi dengan jumlah laba sebelum pajak;

BTD = book tax difference, laba sebelum pajak dikurangi laba kena pajak dibagi total aset;

SKP= Surat Ketetapan Pajak, berupa variabel dummy; “1” untuk perusahaan yang menerima SKP tahun 2012-2015; “0” untuk perusahaan yang tidak menerima SKP tahun 2012-2015.

SKP berupa SKPKB atau SKPLB yang berbeda antara jumlah pengajuan dan ketetapan.

(17)

semakin kecil kemungkinan untuk mengikuti pengampunan pajak karena kemungkinan adanya aset atau liabilitas yang belum diungkapkan rendah

Penelitian ini tidak berhasil membuktikan penghindaran pajak mempengaruhi partisipasi dalam pengampunan pajak. Implikasinya, dari sisi literatur perlu dikembangkan proksi penghindaran pajak lain yang digunakan seperti Long Run ETR, DTAX, Tax Shelter, Surat Ketetapan Pajak, dan lainnya. Dari sisi Dirjen Pajak (DJP), perlu diperhatikan bahwa keikutsertaan perusahaan dalam pengampunan pajak tidak semata-mata untuk mendapatkan pengampunan atas tindakan tidak patuh atau penghindaran pajak yang dilakukan di masa lalu, melainkan karena tujuan lain seperti mendapatkan kepastian pajak di masa depan. Oleh karena itu, penting bagi DJP untuk meningkatkan kepastian pajak. Penelitian ini berhasil membuktikan kualitas audit mempengaruhi partisipasi dalam pengampunan pajak. Bagi regulator dalam hal ini DJP dan OJK, perusahaan yang diaudit oleh non Big Four perlu mendapat perhatian besar karena kemungkinan memiliki kualitas laporan keuangan yang lebih rendah. Bagi investor, penelitian ini memberikan bahan pertimbangan dalam memilih perusahaan, khususnya mempertimbangkan keandalan laporan keuangan perusahaan yang mengikuti pengampunan pajak dan risiko reputasi yang dialami.

Penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut. Untuk penelitian selanjutnya, dapat menggunakan data penghindaran pajak jangka panjang seperti pada penelitian Dyreng et al. (2008) sehingga diharapkan dapat lebih menggambarkan kondisi penghindaran pajak perusahaan sebelum mengikuti pengampunan pajak. Selain itu, dapat melakukan analisis lebih dalam terkait pengampunan pajak yang bersifat eksploratif, misalnya melalui studi kasus pada perusahaan tertentu yang mengikuti pengampunan pajak.

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Alm. J.. McKee. M.. & Beck. W. (1990). Amazing grace: tax amnesties and compliance. National Tax Journal.

23-37.

Andreoni. J.. Erard. B.. & Feinstein. J. (1998). Tax compliance. Journal Of Economic Literature. 36(2). 818- 860.

Australian Taxation Officer. (2016). Tax planning vs tax avoidance. https://www.ato.gov. au/General/Tax- planning/Tax-planning-vs-tax-avoidance/. Diakses terakhir pada 30 April 2018

Bayer. R. C.. Oberhofer. H.. & Winner. H. (2015). The occurrence of tax amnesties: theory and evidence.

Journal of Public Economics. 125. 70-82.

Beasley. M. S.. Clune. R.. & Hermanson. D. R. (2005). Enterprise risk management: An empirical analysis of factors associated with the extent of implementation. Journal of accounting and public policy. 24(6).

521-531.

Boone. J. P.. Khurana. I. K.. & Raman. K. K. (2010). Do the big 4 and the second-tier firms provide audits of similar quality?. Journal of Accounting and Public Policy. 29(4). 330-352.

Bose. P.. & Jetter. M. (2012). Liberalization and tax amnesty in a developing economy. Economic Modelling.

29(3). 761-765.

Buckwalter. N. D.. Sharp. N. Y.. Wilde. J. H.. & Wood. D. A. (2014). are state tax amnesty programs associated with financial reporting irregularities?. Public Finance Review. 42(6). 774-799.

Danny Darussalam Tax Center (DDTC). (2016). Pentingnya Peran Tax Amnesty di 2016. Inside Tax. edisi 37.

De la Fuente Sabaté, J. M., & De Quevedo Puente, E. (2003). Empirical analysis of the relationship between corporate reputation and financial performance: A survey of the literature. Corporate Reputation Review.

6(2), 161-177.

DeAngelo. L. E. (1981). Auditor size and audit quality. Journal Of Accounting And Economics. 3(3). 183-199.

Desai. M. A.. & Dharmapala. D. (2006). Corporate tax avoidance and high-powered incentives. Journal of Financial Economics. 79(1). 145-179.

Desai. M. A.. & Dharmapala. D. (2009). Corporate tax avoidance and firm value. The Review of Economics and Statistics. 91(3). 537-546.

Dewi, Mustia. (2017). The role of social capital on child stunting in Indonesia. Skripsi: Universitas Indonesia.

Direktorat Jenderal Pajak (2017). Reformasi fiskal: necessary condition untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berkualitas.

Drèze. J.. & Stern. N. (1987). The theory of cost-benefit analysis. In Handbook Of Public Economics (Vol. 2.

pp. 909-989). Elsevier.

Dubin. J. A.. Graetz. M. J.. & Wilde. L. L. (1992). State income tax amnesties: Causes. The Quarterly Journal of Economics. 107(3). 1057-1070.

Dubin. J. A.. Graetz. M. J.. & Wilde. L. L. (1992). State income tax pengampunanes: Causes. The Quarterly Journal of Economics. 107(3). 1057-1070.

Dyreng. S. D.. Hanlon. M.. & Maydew. E. L. (2008). Long-run corporate tax avoidance. The Accounting Review. 83(1). 61-82.

(19)

Dyreng. S. D.. Hanlon. M.. & Maydew. E. L. (2010). The effects of executives on corporate tax avoidance. The Accounting Review. 85(4). 1163-1189

Elder, R. J., Beasley, M. S., & Arens, A. A. (2011). Auditing and assurance services. Peason Higher Ed.

Francis. J. R. (2004). What do we know about audit quality?. The British Accounting Review. 36(4). 345-368.

Ghozali, Imam. (2006). Aplikasi analisis multivariate dengan SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Graham. J. R.. Raedy. J. S.. & Shackelford. D. A. (2012). Research in accounting for income taxes. Journal of Accounting and Economics. 53(1-2). 412-434.)

Gray. I.. Manson. S.. Crawford. L. (2015). The Audit Process: Principles. Practice And Cases. Cengage Learning EMEA.

Gujarati, D. N. (2004). Basic econometrics (fourth edition). Tata McGraw-Hill Education.

Hanlon. M.. & Heitzman. S. (2010). A review of tax research. Journal of Accounting and Economics. 50(2-3).

127-178.

Jensen. M. C.. & Meckling. W. H. (1976). Theory of the firm: Managerial behavior. agency costs and ownership structure. Journal Of Financial Economics. 3(4). 305-360.

Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1984 tentang Pengampunan Pajak

Khurana. I. K.. & Raman. K. K. (2004). Are big four audits in ASEAN countries of higher quality than non-big four audits?. Asia-Pacific Journal of Accounting & Economics. 11(2). 139-165.

Kieso. D. E.. Weygandt. J. J.. & Warfield. T. D. (2010). Intermediate accounting: IFRS edition (Vol. 2). John Wiley & Sons.

Lanis. R.. & Richardson. G. (2012). Corporate social responsibility and tax aggressiveness: An empirical analysis. Journal of Accounting and Public Policy. 31(1). 86-108.

Lawrence. A.. Minutti-Meza. M.. & Zhang. P. (2011). Can Big 4 versus non-Big 4 differences in audit-quality proxies be attributed to client characteristics?. The Accounting Review. 86(1). 259-286.

Le Borgne. E.. & Baer. K. (2008). Tax amnesties: Theory. trends. and some alternatives. International Monetary Fund.

Leonard. H. B.. & Zeckhauser. R. J. (1987). Amnesty. enforcement. and tax policy. Tax Policy and The Economy. 1. 55-85.

Leonard. H. B.. & Zeckhauser. R. J. (1987). Amnesty. enforcement. and tax policy. Tax policy and the economy.

1. 55-85.

Leonard. H. B.. & Zeckhauser. R. J. (1987). Amnesty. enforcement. and tax policy. Tax policy and the economy. 1. 55-85.

Lietz, G. (2014). Tax avoidance vs. tax aggressiveness: a unifying conceptual framework. University of Munster: Institute of Accounting and Taxation.

Medistiara. (2016). RI pernah gelar tax amnesty 1964 dan 1984, tapi gagal. https:// finance.detik.com/berita- ekonomi-bisnis/d-3273242/ri-pernah-gelar-tax-amnesty-1964-dan-1984-tapi-gagal. Diakses terakhir pada 4 Mei 2018.

(20)

Ngadiman. N.. & Huslin. D. (2015). Pengaruh sunset policy, tax amnesty, dan sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak (studi empiris di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kembangan). Jurnal Akuntansi.

19(2). 225-241.

Parkin, Michael. (2012). Economics, 10th Edition. Pearson Education Ltd., Global Edition.

Parle. W. M.. & Hirlinger. M. W. (1986). Evaluating the use of tax amnesty by state governments. Public Administration Review. 246-255.

Penetapan Presiden Nomor 5 Tahun 1964 tentang Peraturan Pengampunan Pajak

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 29/POJK.04/2016 tentang Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 70 tentang Akuntansi Aset dan Liabilitas Pengampunan Pajak.

Putra. Aditya Prayatna. 2014. analisis pengaruh faktor tekanan. peluang dan rasionalisasi terhadap tingkat accounting irregularities. Skripsi: Universitas Indonesia.

Ragimun. (2014). Analisis implementasi pengampunan pajak (tax amnesty) di Indonesia.

https://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/analisis%20implementasi%20tax20amnesty%20di

%20indonesia.pdf. Diakses terakhir pada 30 April 2018.

Rahayu, Ning. (2009). Praktik penghindaran pajak (tax avoidance) pada foreign direct investment yang berbentuk subsidiary company (PT PMA) di indonesia (suatu kajian tentang kebijakan anti tax avoidance). Doctoral dissertation, Universitas Indonesia.

Roberts. P. W.. & Dowling. G. R. (2002). Corporate reputation and sustained superior financial performance.

Strategic Management Journal. 23(12). 1077-1093.

Ross. J. M.. & Buckwalter. N. D. (2013). Strategic tax planning for state tax amnesties: evidence from eligibility period restrictions. Public Finance Review. 41(3). 275-301.

Sawyer. A. (2005). Targeting amnesties at ingrained evasion-a New Zealand initiative warranting wider consideration. J. Australasian Tax Tchrs. Ass'n. 1. 84.

Schultz. M.. Mouritsen. J.. & Gabrielsen. G. (2001). Sticky reputation: Analyzing a ranking system. Corporate Reputation Review. 4(1). 24-41.

Setyaningsih. T.. & Okfitasari. A. (2017). Mengapa wajib pajak mengikuti tax amnesty (studi kasus Di Solo).

EKUITAS (Jurnal Ekonomi dan Keuangan). 20(4). 415-433.

Tang. T. Y.. & Firth. M. (2012). Earnings persistence and stock market reactions to the different information in book-tax differences: Evidence from China. The International Journal of Accounting. 47(3). 369-397.

Taylor. G.. & Richardson. G. (2012). International corporate tax avoidance practices: evidence from Australian firms. The International Journal of Accounting. 47(4). 469-496.

The Institute of Chartered Accountants in England and Wales (ICAEW). (2017). Deloitte overtakes PwC as world's largest firm. https://economia.icaew.com/en/news/ february-2017/deloitte-overtakes-pwc-as- worlds-largest-firm. Diakses terakhir pada 29April 2018.

Tilman. B. A. (2006). Federal and State constitutional challenges to State tax amnesty programs: An evaluation of the state tax amnesty programs implemented by California, Illinois, North Carolina, and Mississippi.

The State and Local Tax Lawyer. Vol. 11. 61-104

Tofan. M. (2017). Tax amnesty for social contribution in Romanian legal framework. Journal Of Public Administration. Finance And Law. 190.

(21)

Undang-Undang Pengampunan Pajak Nomor 11 Tahaun 2016 tentang Pengampunan Pajak

Yustiari. S. H. (2016). Tax amnesty dalam perspektif good governance. Jurnal Ilmiah Administrasi Publik. 2(4).

LAMPIRAN

Lampiran 1: Hasil Uji Regresi Model Penelitian 3.2 (ABTD)

. reg BTD CapInt DeltaREV LEV SIZE BTD2014

Source | SS df MS Number of obs = 149 ---+--- F( 5, 143) = 15.51 Model | .067898319 5 .013579664 Prob > F = 0.0000 Residual | .125199581 143 .000875522 R-squared = 0.3516 ---+--- Adj R-squared = 0.3290 Total | .1930979 148 .001304716 Root MSE = .02959 --- BTD | Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval]

---+--- CapInt | .0273924 .0107064 2.56 0.012 .0062291 .0485556 DeltaREV | .0307984 .01245 2.47 0.015 .0061885 .0554083 LEV | -.0232883 .0127662 -1.82 0.070 -.0485233 .0019466 SIZE | -.0034534 .001636 -2.11 0.037 -.0066873 -.0002196 BTD2014 | .4076701 .057829 7.05 0.000 .29336 .5219803 _cons | .0932098 .0450401 2.07 0.040 .0041793 .1822402

Lampiran 2: Hasil Uji Regresi Model Penelitian 3.1

logistic TA ABTD BIG4 ROA LEV SIZE

Logistic regression Number of obs = 149 LR chi2(5) = 22.49 Prob > chi2 = 0.0004 Log likelihood = -90.820965 Pseudo R2 = 0.1102 --- TA | Odds Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

---+--- ABTD | .0000142 .0001302 -1.22 0.224 2.20e-13 914.6679 BIG4 | .3384944 .1472673 -2.49 0.013 .1442855 .794109 ROA | .5447114 1.178676 -0.28 0.779 .0078395 37.84791 LEV | .8855676 .8525321 -0.13 0.900 .1342066 5.843455 SIZE | .7744643 .1073447 -1.84 0.065 .590229 1.016207 _cons | 2293.543 8897.498 1.99 0.046 1.143887 4598655 ---

logit TA ABTD BIG4 ROA LEV SIZE

Logistic regression Number of obs = 149 LR chi2(5) = 22.49 Prob > chi2 = 0.0004 Log likelihood = -90.820965 Pseudo R2 = 0.1102 --- TA | Coef. Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

---+--- ABTD | -11.16312 9.174495 -1.22 0.224 -29.1448 6.818561 BIG4 | -1.083248 .4350658 -2.49 0.013 -1.935961 -.2305345 ROA | -.6074991 2.163853 -0.28 0.779 -4.848574 3.633576 LEV | -.1215265 .9626956 -0.13 0.900 -2.008375 1.765322

(22)

SIZE | -.2555837 .1386051 -1.84 0.065 -.5272446 .0160773 _cons | 7.737853 3.879368 1.99 0.046 .134432 15.34127 ---

Lampiran 3: Hasil Uji VIF

Variable | VIF 1/VIF ---+--- BIG4 | 1.47 0.680642 SIZE | 1.39 0.718019 ROA | 1.23 0.816214 LEV | 1.09 0.916273 ABTD | 1.06 0.940471 ---+--- Mean VIF | 1.25

Lampiran 4: Hasil Regresi Proksi Cash ETR (Uji Sensitivitas)

Logistic regression Number of obs = 149 LR chi2(5) = 21.33 Prob > chi2 = 0.0007 Log likelihood = -91.400051 Pseudo R2 = 0.1045 --- TA | Odds Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

---+--- CashETR | .5074712 .5341965 -0.64 0.519 .0644737 3.994298 BIG4 | .3268141 .1446593 -2.53 0.012 .1372553 .7781662 ROA | .4219469 .9446904 -0.39 0.700 .0052422 33.96251 LEV | .7872981 .7647899 -0.25 0.806 .1172932 5.28452 SIZE | .7902195 .1081358 -1.72 0.085 .60432 1.033305 _cons | 932.3932 3567.526 1.79 0.074 .516094 1684494 ---

Lampiran 5: Hasil Regresi Proksi BTD (Uji Sensitivitas)

Logistic regression Number of obs = 149 LR chi2(5) = 22.10 Prob > chi2 = 0.0005 Log likelihood = -91.014678 Pseudo R2 = 0.1083 --- TA | Odds Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

---+--- BTD | .0027722 .0153163 -1.07 0.287 5.50e-08 139.8489 BIG4 | .3338089 .1459094 -2.51 0.012 .1417209 .7862522 ROA | .32635 .7099642 -0.51 0.607 .0045911 23.19775 LEV | .7772284 .7535022 -0.26 0.795 .1162335 5.197158 SIZE | .7774105 .1068882 -1.83 0.067 .5937676 1.017851 _cons | 1878.501 7222.685 1.96 0.050 1.002327 3520572 ---

Lampiran 6: Hasil Regresi Proksi SKP (Uji Sensitivitas)

Logistic regression Number of obs = 149 LR chi2(5) = 20.93 Prob > chi2 = 0.0008 Log likelihood = -91.601248 Pseudo R2 = 0.1025 ---

(23)

TA | Odds Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

---+--- SKP | 1.048274 .4272691 0.12 0.908 .4715536 2.330336 BIG4 | .3427705 .1487609 -2.47 0.014 .1464151 .8024558 ROA | .276076 .5995655 -0.59 0.553 .0039124 19.48129 LEV | .8493901 .8257821 -0.17 0.867 .1263467 5.710188 SIZE | .7875915 .1094029 -1.72 0.086 .599877 1.034046 _cons | 1222.205 4698.542 1.85 0.064 .6529161 2287868

Gambar

Gambar 1 Kerangka Penelitian
Tabel 2 Statistik Deskriptif
Tabel 1 Pemilihan Sampel Penelitian
Tabel 6  Hasil Regresi Variabel Prediksi
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian dalam disertasi ini dilatarbelakangi oleh pandanagn bahwa pengampunan pajak ( tax amnesty ) akan dapat meningkatkan investasi sebagaimana yang diharapkan

Sebelumnya, dikutip dari detik.com edisi 26 April 2016, di samping meningkatkan kesadaran masyarakat akan pajak, pengampunan pajak (tax amnesty) juga berguna untuk

Sedangkan, dalam Ketatanegaraan Islam, konsep pengampunan pajak (Tax Amnesty) serupa dengan konsep jarimah ta’zir yaitu untuk mencegah wajib pajak agar patuh atau tidak

Penelitian ini memberikan gambaran mengenai pelaksanaan tax amnesty di beberapa negara yang relatif lebih berhasil dalam melaksanakan kebijakan pengampunan pajak seperti di

Manfaat dari penelitian ini untuk membantu masyarakat umum dan khususnya Wajib Pajak untuk dapat menghitung: Tax Amnesty harta dalam negeri, Tax Amnesty UMKM

Tax amnesty atau pengampunan pajak memiliki dampak terhadap salah satu programpemerintah yaitu terhadap perbaikan mental warga Indonesia yang Revolusi mental

Tax amnesty adalah suatu kesempatan berbatas waktu pada kelompok wajib pajak tertentu untuk membayar pajak dengan jumlah tertentu sebagai pengampunan atas

Pengampunan pajak atau lebih dikenal dengan tax amnesty adalah kebijakan di bidang perpajakan yang dibentuk untuk memberikan insentif berupa penghapusan pokok pajak yang seharusnya