PENGARUH TARIF PAJAK, SUNSET CLAUSE, DAN SOSIALISASI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 23 TAHUN 2018 TERHADAP KEMAUAN UNTUK PATUH WAJIB PAJAK UMKM (STUDI KASUS
UMKM BANYUWANGI)
Devy Marienda Permatasari 1), Devy Pusposari 2) Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya
Jl. MT. Haryono 165, Malang 65145, Indonesia E-mail: [email protected]1)
Abstract: The Effect of Tax Rates, The Sunset Clause, and Tax Dissemination of Government Regulation No.23 of 2018 on the Willingness to Comply Of MSME TaxPayers (A Study Case of MSMEs in Banyuwangi). The purpose of this research is to examine the effect of tax rates, the sunset clause, and tax dissemnination of Government Regulation No. 23 of 2018 on the willingness of MSME taxpayers in Banyuwangi to comply to pay taxes. This research is a quantitative research, and data was collected by survey method through a questionnaire with the purposive sampling technique. The respondents were 75 taxpayers from MSMEs in Banyuwangi. The utilized analytical tool was Partial Least Square with the SmartPLS 3.0 application. The results of this study indicated that the sunset clause and tax dissemination had a positive effect on the willingness to comply, while the tax rate did not had a positive effect on the willingness to comply.
Keywords : Tax Rates, Sunset Clause, Tax Dissemination, Willingness to Comply, Goverment Regulation No.23/2018
Abstrak: Pengaruh Tarif Pajak, Sunset Clause, dan Sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 Terhadap Kemauan untuk Patuh Wajib Pajak UMKM (Studi Kasus UMKM Banyuwangi). Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh tarif pajak, sunset clause, dan sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 terhadap kemauan untuk patuh Wajib Pajak UMKM di Kabupaten Banyuwangi. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dan data yang dikumpulkan dengan metode survei melalui kuesioner dengan teknik purposive sampling. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 75 Wajib Pajak UMKM di Kabupaten Banyuwangi. Alat analisis yang digunakan adalah Partial Least Square dengan aplikasi SmartPLS 3.0. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sunset clause dan sosialisasi pajak berpengaruh positif terhadap kemauan untuk patuh, sedangkan tarif pajak tidak berpengaruh positif terhadap kemauan untuk patuh.
Kata kunci : Tarif Pajak, Sunset Clause, Sosialisasi Pajak, Kemauan Untuk Patuh, PP Nomor 23 Tahun 2018
PENDAHULUAN
Dewasa ini peran dan kontribusi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) bagi perekonomian Indonesia cukup besar. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM (2017) di akses melalui depko.go.id, pada tahun 2015 jumlah UMKM mencapai 60,7 juta unit dan jumlah tenaga kerja yang mampu diserap oleh UMKM lebih dari 132,3 juta tenaga kerja. Produk Domestik Bruto mencerminkan hasil yang didapatkan dari kontribusi UMKM yang ada di Indonesia. Pada periode 2009 – 2013 tercatat kontribusi UMKM sebesar 57,6% pada PDB, dengan rata – rata nilai pertumbuhan sebesar 6,7%. Bagi negara, pajak adalah salah satu sumber penerimaan penting yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembagunan. Sebaliknya bagi perusahaan, pajak merupakan beban yang akan mengurangi laba bersih (Suandy, 2008:1). Menurut Prof. Dr. Rochmat Sumitro, S.H.
dalam Mardiasmo (2016:1), pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang – undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Sumber penerimaan Indonesia terdiri atas pendapatan dalam negeri dan hibah. Pendapatan dalam negeri bersumber dari penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak. Kontribusi yang diberikan oleh pajak cukup besar terhadap pendapatan negara. Hal ini dapat dilihat melalui Tabel 1.1, yaitu:
Tabel 1
Kontribusi Pajak terhadap APBN Indonesia Tahun 2015-2018
2015 2016 2017 2018
Total Pendapatan Negara : 1.793,6T 1.822T 1.750,3T 1.894 T 1. Pendapatan Dalam Negeri 99,82% 99,89% 99,92% 99,94%
a. Penerimaan Pajak 76,94% 84,87% 85,64% 85,4%
b. Penerimaan Negara Bukan Pajak
22,88% 15,02% 14,28% 14,54%
2. Hibah 0,18% 0,11% 0,08% 0,06%
Sumber : Kementerian Keuangan Republik Indonesia 2015-2018
Pada Tabel diatas dapat diketahui bahwa peran penerimaan pajak dalam pendapatan negara sangat tinggi dibanding sumber pendapatan yang lain. Jumlah penerimaan pajak semakin tahun semakin meningkat, hal ini ditandai dengan terus meningkatnya jumlah kontribusi penerimaan pajak. Peningkatan tersebut merupakan hasil kinerja yang dilakukan oleh pemerintah guna mewujudkan kemandirian APBN.
Pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama agar tetap menjaga peningkatan tersebut demi terwujudnya kemandirian APBN. Adapun cara yang dilakukan oleh pemerintah, yaitu dengan optimalisasi penggalian potensi dan pemungutan perpajakan, peningkatan tingkat kepatuhan wajib pajak dan pembangunan kesadaran untuk menciptakan ketaatan membayar pajak, ekstensifikasi serta peningkatan pengawasan tindak lanjut pasca-Amnesti pajak.
Untuk mengukur tingkat kepatuhan wajib pajak di suatu negara, bisa diukur melalui tax ratio. Angka tax ratio di Indonesia masih cukup rendah, hal ini dikarenakan masih rendahnya kemauan dari wajib pajak untuk patuh pada peraturan perpajakan. Hal ini tercermin melalui Tabel 1.2, dibawah ini:
Tabel 2
Tax Ratio di Indonesia Tahun 2015-2018 Keterangan 2015 2016 2017 2018
Tax Ratio 11,6 10,8 10,7 11,4
Sumber : Direktorat Jenderal Pajak 2015-2018
Berdasarkan tabel diatas angka tax ratio mengalami fluktuasi. Hal ini menandakan bahwa kepatuhan dari wajib pajak yang ada di Indonesia belum sepenuhnya ada kesadaran dan kemauan dari dalam diri wajib pajak itu sendiri. Sehingga pemerintah, khususnya DJP perlu melakukan upaya lebih untuk mendorong
kepatuhan Wajib Pajak secara sukarela dengan melakukan beberapa penguatan fungsi pelayanan dan evaluasi dari beberapa kebijakan yang sudah berjalan. Di Indonesia, UMKM mengalami pertumbuhan yang signifikan setiap tahunnya. Tingkat pertumbuhan UMKM tersebut dapat dilihat pada tabel jumlah unit usaha berikut ini:
Tabel 3
Perkembangan Jumlah Unit Usaha di Indonesia Tahun 2014 – 2017
Indikator 2014 2015 2016 2017
UMKM 57.895.721 59.262.772 61.651.177 62.922.617 Usaha Mikro 57.189.393 58.521.987 60.863.578 62.106.900
Usaha Kecil 654.222 681.522 731.047 757.090
Usaha Menengah 52.106 59.263 56.551 58.627
Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM Republik Indonesia 2014-2017
Berdasarkan data tabel di atas, dapat diketahui bahwa UMKM di Indonesia mengalami jumlah yang selalu meningkat dari tahun ke tahun. Pertumbuhan UMKM di Indonesia yang mengalami peningkatan secara signifikan inilah yang menjadikan penerimaan negara mengalami peningkatan. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) mencatat kontribusi sektor UMKM meningkat dari 57,84 persen menjadi 60,34 persen. Tak hanya itu, sektor UMKM juga telah membantu penyerapan tenaga kerja di dalam negeri. Serapan tenaga kerja pada sektor UMKM tumbuh dari 96,99 persen menjadi 97,22 persen dalam periode lima tahun terakhir (CNN Indonesia, 2016). Oleh sebab itu, UMKM menjadi salah satu perhatian bagi pemerintah memiliki peranan yang penting dalam perekonomian indonesia. Salah satu bentuk perhatian pemerintah diantaranya melakukan evaluasi dan pembaharuan atas berlakunya kebijakan yang dirasa masih memberatkan UMKM.
Pada tahun 2013, Pemerintah mengeluarkan Kebijakan untuk mengatur ketentuan pajak UMKM, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 untuk mengatur Pajak Penghasilan untuk UMKM. Peraturan tersebut diterbitkan pada tanggal 12 Juni 2013 dan mulai berlaku secara efektif per 1 Juli 2013. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 mengenakan pajak sebesar 1% dari peredaran bruto (tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 dalam setahun) dan bersifat final (kompasiana.com, 2014).
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 yang telah berlaku selama lima tahun terakhir diganti dengan Peraturan Pemerintah terbaru, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018. Aturan tersebut mulai berlaku efektif per 1 Juli 2018. Pergantian peraturan ini atas evaluasi dari pemberlakuan peraturan sebelumnya yang dirasa masih memberatkan untuk beberapa UMKM. Pada ketentuan sebelumnya, yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 pengenaan tarif sebesar 1% atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, dengan maksud memberikan kemudahan bagi wajib pajak orang pribadi dan badan yang memiliki peredaran bruto tertentu dan memberikan perlakuan tersendiri terkait dengan perhitungan, penyetoran, dan pelaporan pajak penghasilan terutang. (pajak.go.id, 2018).
Pada tahun 2018, tarifnya diturunkan menjadi 0,5% atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri yang memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai pajak penghasilan yang bersifat final dalam jangka waktu tertentu. Pajak penghasilan bersifat final dalam hal ini adalah Wajib Pajak orang pribadi dan badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma dan perseroan terbatas yang menerima atau penghasilan dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,- dalam satu tahun pajak. Jangka waktu tertentu pengenaan tarif terbaru dibagi dalam tiga kategori, yaitu bagi wajib pajak orang pribadi selama 7 tahun, bagi wajib pajak badan yang berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, dan firma selama 4 tahun, dan bagi wajib pajak badan yang berbentuk perseroan terbatas selama 3 tahun. Pemberlakuan jangka waktu tertentu digunakan sebagai masa pembelajaran bagi Wajib Pajak untuk dapat menyelenggarakan pembukuan sebelum dikenai Pajak Penghasilan dengan rezim umum (klikpajak.id, 2018).
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 yang dilakukan atas dasar evaluasi pelaksanaan aturan tersebut, untuk memberikan kemudahan dan kesederhanaan kepada Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya, mendorong masyarakat untuk berperan serta dalam kegiatan ekonomi yang formal, memberikan keadilan kepada Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang telah mampu melakukan pembukuan, memberikan kesempatan berkontribusi bagi negara, serta menyempurnakan ketentuan Pajak Penghasilan final atas penghasilan dari Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu. Perubahan ini dengan tujuan agar Wajib Pajak dapat memilih untuk mengikuti tarif dengan skema final 0,5% atau mengacu pada skema normal yang mengacu pada pasal 17 UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (pajak.go.id, 2018).
Kabupaten Banyuwangi mengalami pertumbuhan dan perkembangan pada sektor pariwisata dan hal tersebut berdampak baik pada tumbuhnya sektor perekonomian khususnya mulai tumbuh dan berkembangnya UMKM. Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Banyuwangi memiliki beberapa UMKM binaan. Dengan adanya binaan dan arahan dari Dinas Koperasi dan UMKM, banyak pelaku usaha yang bisa mengembangkan usahanya dan lebih dikenal oleh masyarakat. Banyak program yang dilakukan oleh Dinas tersebut diantaranya dengan mengundang UMKM untuk ikut dan memeriahkan acara Pameran, Festival serta beberapa acara sosialisasi lainnya yang diadakan oleh PemKab. Berikut adalah jumlah UMKM Binaan Dinas Koperasi Kabupaten Banyuwangi:
Tabel 4
Jumlah UMKM Binaan Dinas Koperasi dan UMKM Banyuwangi
Keterangan 2015 2016 2017 2018
UMKM Binaan 120 152 197 241
Sumber : Dinas Koperasi dan UMKM Banyuwangi 2015-2018
Di Kabupaten Banyuwangi, perkembangan usaha kecil, mikro dan menengah (UMKM) ini sudah pesat dan mulai bekerja sama dengan jaringan ritel nasional. Pada tahun 2015, berdasarkan data Badan Pusat Statistik jumlah UMKM di Kabupaten Banyuwangi mencapai 294.126 dari total penduduk banyuwangi sekitar 1,6 juta jiwa penduduk. Adapun inovasi pengembangan koperasi dan UMKM yang dilakukan oleh Dinas Koperasi dan UMKM Banyuwangi yaitu dengan mengadakan program Marketing Online (MOL) dan menyediakan wadah pasar digital melalui website banyuwangi-mall.com guna memfasilitasi pelaku UMKM dalam mempromosikan produknya.
Di Kabupaten Banyuwangi jumlah pelaku UMKM dengan jumlah Wajib Pajak UMKM mengalami perbedaan yang cukup signifikan. Meskipun jumlah UMKM dan wajib pajak UMKM setiap tahun mengalami peningkatan namun perbandingan antara Wajib Pajak UMKM dengan pelaku UMKM masih rendah, yaitu dibawah 10% dari jumlah pelaku UMKM di Kabupaten Banyuwangi. Hal ini bisa dikatakan bahwa masih belum sepenuhnya pelaku UMKM memiliki kemauan untuk menjadi patuh terhadap aturan perpajakan. Perbedaan tersebut dapat dilihat melalui tabel berikut:
Tabel 5
Jumlah UMKM dan Wajib Pajak UMKM di Kabupaten Banyuwangi
Keterangan 2015 2016 2017 2018
Pelaku UMKM 294.126 296.706 282.679 285.329
WP PPh Final UMKM 3.586 4.685 10.398 15.168
Sumber: KPP dan Dinas Koperasi dan UMKM Banyuwangi 2015-2018
Berdasarkan Tabel .5 di atas menunjukkan jumlah pelaku UMKM dengan jumlah Wajib Pajak UMKM tidak sebanding dan memiliki perbandingan yang cukup jauh. Hal ini mengindikasikan bahwa masih rendahnya kemauan dari pelaku UMKM untuk patuh dan taat pada aturan perpajakan. Kemauan untuk
mendaftarkan diri menjadi wajib pajak dan kemauan untuk patuh membayar pajak tergantung dari dalam diri sendiri. Jumlah Wajib Pajak UMKM yang terdaftar di KPP Pratama Banyuwangi pada tahun 2017 sebanyak 10.398 wajib pajak. Sedangkan jumlah wajib pajak UMKM tahun 2018 sebanyak 15.168 wajib pajak. Jumlah penerimaan pajak UMKM pada tahun 2017 sebesar Rp.19.040.417.387 dan tahun 2018 sebesar Rp17.645.055.981 dengan tingkat kepatuhan pada tahun 2017 sebesar 78% dan pada tahun 2018 tingkat kepatuhan sebesar 34% (KPP Pratama Banyuwangi, 2019). Berdasarkan informasi tersebut, tingkat kepatuhan mengalami penurunan meskipun jumlah wajib pajak mengalami peningkatan. Hal ini mengindikasikan masih kurangnya kemauan untuk patuh dari wajib pajak UMKM.
Target penerimaan wajib pajak dapat terealisasi jika terdapat kepatuhan dalam diri wajib pajak.
Menurut Heri (1999) Kepatuhan adalah suatu bentuk perilaku yang berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia. Untuk itu dalam meningkatkan jumlah penerimaan pajak, perlu dorongan yang memotivasi manusia untuk membayar pajak. Dalam melakukan kewajiban perpajakannya, UMKM dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat Self Assessment System, dimana Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, membayar dan melaporkan pajaknya sendiri.
Menurut Sudirman dan Amiruddin (2012), tarif pajak adalah persentase (%) atau jumlah (rupiah) pajak yang haru dibayar oleh Wajib Pajak sesuai dengan dasar pajak atau objek pajak. Tarif pajak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebesar 0,5% dari peredaran bruto, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018. Salah satu tujuan diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018, yaitu mendorong masyarakat untuk berperan dalam kegiatan ekonomi formal. Tujuan tersebut tercermin melalui pengenaan tarif Pajak Penghasilan Final. Tarif pajak yang dikenakan per Juli 2018 lebih rendah daripada tarif pajak yang dikenakan sebelumnya sebesar 1%. Perubahan tarif yang lebih rendah ini diharapkan bisa meningkatkan kemauan untuk Patuh Wajib Pajak, khususnya wajib pajak pelaku UMKM. Sehingga tarif pajak berpengaruh positif terhadap kemauan untuk patuh. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Cahyani dan Noviari (2019) mengenai pengaruh tarif pajak terhadap kepatuhan wajib pajak UMKM di KPP Pratama Singaraja bahwa tarif pajak memiliki pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak UMKM.
Kebijakan Sunset Clause ini bertujuan sebagai sarana pembelajaran bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan agar secara bertahap dapat melaksanakan pembukuan secara tertib dan melaksanakan pencatatan. Setelah kebijakan Sunset Clause ini berakhir sesuai dengan waktu yang ditetapkan, Wajib Pajak dapat melaksanakan pembukuan dan menyelenggarakan kewajiban sesuai rezim umum atau pajak normal sesuai dengan Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Berdasarkan Tujuan dari diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 yaitu untuk memberikan kemudahan dan kesederhanaan kepada Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya, untuk lebih memberikan keadilan kepada Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang telah memiliki pembukuan. Tujuan tersebut tercermin melalui variabel Sunset Clause.
Kebijakan Sunset Clause diduga akan mempengaruhi kemauan untuk patuh Wajib Pajak pelaku UMKM dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Tidak ada penelitian sebelumnya yang meneliti tentang Sunset Clause karena variabel ini merupakan hasil dari kebijakan baru. Namun, peneliti menggunakan acuan penelitian terdahulu melalui variabel Sunset Policy. Hal ini dikarenakan Sunset Clause memiliki kesamaan dimensi dengan Sunset Policy yaitu berdasarkan kebermanfaatan. Sunset Clause memiliki manfaat dengan pemberian jangka waktu penggunaan tarif pajak final yang nantinya berguna bagi WP UMKM untuk menyelenggarakan pembukuan secara bertahap dan demi terciptanya ekonomi yang mandiri.
Sementara Sunset Policy berupa pemberian fasilitas perpajakan, yaitu dengan adanya penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga. Sehingga diharapkan dalam penelitian ini, Sunset Clause memiliki pengaruh positif terhadap kemauan untuk patuh Wajib Pajak UMKM. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu terkait sunset policy, yang dilakukan oleh Putri (2016) yaitu Sunset Policy berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak.
Menurut Mustafa (2005:10), sosialisasi adalah suatu konsep umum yang diartikan sebagai suatu proses dimana kita belajar melalui interaksi dengan orang lain, tentang cara berpikir, merasakan dan bertindak, dimana semuanya itu merupakan hal – hal yang sangat penting dalam menghasilkan partisipasi sosial yang efektif. Sosialisasi dalam perpajakan ini diduga akan mendorong kemauan wajib pajak untuk menjadi patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Dengan adanya sosialisasi diharapkan pengetahuan wajib pajak pelaku UMKM meningkat sehingga apabila terjadi perubahan peraturan perpajakan wajib pajak pelaku UMKM bisa melaksanakan kewajiban pajaknya sendiri. Dengan demikian, sosialisasi pajak memiliki pengaruh secara positif terhadap kemauan untuk patuh. Hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Megantara, Purnawati dan Sinarwati (2017) menemukan adanya pengaruh positif sosialisasi perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak usahawan di KPP Pratama Singaraja. Variabel Sosialisasi ini digunakan atas dasar lokasi penelitian skripsi ini dilakukan di Kabupaten Banyuwangi, didasarkan pada pertimbangan bahwa dalam pelaksanaan Sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 di Kabupaten Banyuwangi melalui publikasi di media sosial, penyuluhan langsung kepada Wajib Pajak UMKM, dan melalui radio yang bekerja sama dengan pemerintah.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukan di atas, peneliti tertarik untuk membuat penelitian tentang Pengaruh Tarif Pajak, Sunset Clause Dan Sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 Terhadap Kemauan untuk patuh Wajib Pajak UMKM. Penelitian ini mengambil studi kasus pada UMKM yang beroperasi di Kabupaten Banyuwangi. Oleh karena itu, penelitian ini mengambil judul “Pengaruh Tarif Pajak, Sunset Clause, dan Sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 Terhadap Kemauan Untuk Patuh Wajib Pajak UMKM (Studi Kasus UMKM Banyuwangi)”
TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Teori Tindakan Beralasan
Teori tindakan beralasan (Reasoned Action Theory) dikemukakan oleh Icek Ajzen dan Martin Fishein.
Teori tindakan beralasan merupakan teori yang digunakan untuk memperkirakan tingkah laku seseorang.
Dalam teori ini terdapat dua prediksi utama dalam menilai niat seseorang dalam berperilaku yaitu, attitude toward the behavior dan subjective norm (Ajzen,1991). Sehingga niat seseorang dalam bertindak dipengaruhi oleh sikap dan norma subjektif, seperti digambarkan pada model berikut:
Gambar 1 Model Teori Tindakan Beralasan
Sumber : Ajzen (1991)
Sikap terhadap perilaku (attitude toward the behavior) merupakan tingkatan penilaian positif atau negatifnya individu (objek) terhadap suatu perilaku. Sikap ini ditentukan oleh kombinasi antara keyakinan individu tentang konsekuensi positif atau negatif dari perilaku yang yang dimunculkan dengan nilai subyektif seseorang terhadap konsekuensi berperilaku tersebut (Ajzen, 2006). Sedangkan norma subjektif (subjective norm) diartikan sebagai persepsi seseorang mengenai tekanan dari lingkungan sekitar untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku. Norma subjektif ditentukan oleh kombinasi antara keyakinan individu tentang setuju dan/atau tidak setujunya seseorang atau kelompok yang dianggap penting bagi invidu terhadap suatu perilaku, dan motivasi individu untuk mematuhi anjuran tersebut.
Sikap
Norma Subjektif Niat Perilaku
Teori ini dapat digunakan untuk menjelaskan keputusan seseorang dalam menentukan perilaku apakah bersedia untuk patuh atau tidak patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Kemauan untuk patuh ini dipengaruhi oleh sikap atau cara pandang individu dan pengaruh orang lain. Dalam penelitian ini yang memerankan komponen sikap, yaitu tarif pajak dan sunset clause. Hal ini terkait cara pandang seseorang dalam hal ini adalah wajib pajak, mengenai tarif pajak yang berlaku dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018. Apabila wajib pajak merasa bahwa peraturan yang dibuat oleh pemerintah terkait tarif pajak, yaitu turun menjadi setengah persen yang mana tarif sebelumya adalah satu persen, membuat wajib pajak tidak merasa keberatan dalam melakukan pembayaran pajak sehingga mendorong wajib pajak untuk mematuhi peraturan perpajakan. Hal ini juga terkait dengan sunset clause, ketika wajib pajak menganggap bahwa jangka waktu yang diberikan oleh pemerintah sudah dianggap cukup (efisien) untuk menggunakan tarif pajak final dan secara bertahap menyelenggarakan pembukuan sehingga mendorong wajib pajak untuk patuh terhadap aturan perpajakan. Norma subjektif merupakan dorongan yang berasal dari lingkungan sekitar yang mempengaruhi seseorang ketika akan melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Dalam penelitian ini, Sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 relevan untuk memerankan komponen norma subjektif. Pengetahuan dan pemahaman yang didapat oleh wajib pajak melalui sosialisasi perpajakan akan memberikan dorongan bagi wajib pajak untuk taat dan patuh terhadap kewajiban perpajakan secara baik dan benar.
Pajak
Menurut Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2009, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang – Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar – besarnya kemakmuran rakyat.
Pengertian Usaha Mikro, Kecil dan Menengah berdasarkan Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah adalah sebagai berikut:
1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang – Undang.
2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana diatur dalam Undang – Undang.
3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang – Undang.
Kemauan Untuk Patuh
Pada prinsipnya kepatuhan perpajakan adalah tindakan Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam suatu negara (Rahayu, 2006:110). Predikat wajib pajak patuh dalam arti disiplin dan taat, tidak sama dengan Wajib Pajak yang berpredikat pembayar pajak dalam jumlah yang besar, tidak ada hubungan antara kepatuhan dengan jumlah nominal setoran pajak yang dibayarkan pada kas negara. Karena pembayar pajak terbesar sekalipun belum tentu memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak patuh, meskipun memberikan kontribusi besar pada Negara, jika masih memiliki tunggakan maupun keterlambatan penyetoran pajak maka tidak dapat diberikan predikat Wajib Pajak Patuh (Devano dan Rahayu, 2006:112). Wajib Pajak Patuh, adalah Wajib Pajak yang sadar pajak, paham hak dan kewajiban perpajakannya dan diharapkan peduli pajak, yaitu melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan benar
dan paham akan hak perpajakannya. Sebenarnya pemberian predikat Wajib Pajak Patuh, yang sekaligus sebagai suatu pemberian penghargaan bagi Wajib Pajak sudah pasti akan memberi motivasi dan detterent effect (efek gentar) yang positif bagi Pajak yang lain untuk menjadi Wajib Pajak Patuh (Devano dan Rahayu, 2006:114).
Kemauan adalah tenaga penggerak yang berasal dari dalam diri kita sehingga kita akan termotivasi (Murdoko, 2006:31). Sehingga kemauan untuk menjadi patuh adalah dorongan dari yang berasal dari pikiran dan perasaan yang menyebabkan keinginan untuk menjadi wajib pajak yang patuh terhadap peraturan perpajakan akan terlihat dari keinginan (niat), keputusan dan kemauan yang secara konsisten dalam memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan UU perpajakan dan PP Nomor 23 Tahun 2018.
Tarif Pajak
Menurut Judisseno (2005: 44) tarif merupakan suatu pedoman atau dasar dalam menentukan berapa besarnya utang pribadi maupun badan, selain sebagai sarana keadilan dalam menetapkan utang pajak. Tarif pajak berbeda – beda sesuai dengan objek pajak dan peraturan perpajakan yang berlaku. Dalam hal ini, Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 mengatur tarif pajak sebesar 0,5% dari peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 tahun pajak.
Tarif pajak juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak. Menurut Haryo (2003), menjelaskan bahwa salah satu yang mempengaruhi rendahnya kepatuhan wajib pajak dalam membayarkan kewajibannya disebabkan oleh pengaruh tarif pajak. Sedangkan menurut Sri dan Aji (2003 : 9), tarif pajak didefinisikan sebagai suatu angka tertentu yang digunakan sebagai dasar perhitungan pajak. Dengan demikian dapat dipahami bahwa tarif pajak merupakan persentase untuk menghitung jumlah pajak yang terhutang. Berdasarkan definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tarif pajak merupakan persentase yang digunakan untuk menghitung pajak yang harus dibayarkan seseorang berdasarkan ketentuan Undang – Undang yang berlaku.
Sunset Clause
Sunset Clause merupakan metode dalam sistem perundang – undangan yang memberikan jangka waktu bagi berlakunya suatu peraturan perundang – undangan (Justicia, 2017). Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 pasal 5 ayat (1), Sunset Clause atau jangka waktu tertentu pengenaan pajak penghasilan yang bersifat final, yaitu paling lama:
a. 7 (tujuh) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi;
b. 4 (empat) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, atau firma;dan
c. 3 (tiga) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk perseroan terbatas.
Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018, terhitung sejak:
a. Tahun Pajak Wajib Pajak terdaftar, bagi Wajib Pajak yang terdaftar sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini.
b. Tahun Pajak berlakunya Peraturan Pemerintah ini, bagi Wajib Pajak yang telah terdaftar sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini.
Tujuan pemberlakuan jangka waktu tertentu dimaksudkan sebagai masa pembelajaran bagi Wajib Pajak untuk dapat menyelenggarakan pembukuan sebelum dikenai dikenai pajak dengan rezim umum.
Setelah batas waktu tiba, Wajib Pajak dapat melaksanakan pembukuan dan menyelenggarakan kewajiban sesuai rezim umum atau pajak normal sesuai dengan Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, berdasarkan pada Pasal 17 ayat (1) huruf a, Pasal 17 ayat (2a) atau Pasal 31E.
Sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018
Dalam Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-98/PJ/2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana dan Laporan Kegiatan Penyuluhan Perpajakan Unit Vertikal di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, penyuluhan perpajakan (Sosialisasi Perpajakan) merupakan suatu upaya dan proses memberikan informasi perpajakan untuk menghasilkan perubahan pengetahuan, keterampilan, dan sikap masyarakat, dunia usaha, aparat, serta lembaga pemerintah maupun non pemerintah maupun non pemerintah agar terdorong untuk paham, sadar, peduli dan berkontribusi dalam melaksanakan kewajiban perpajakan. Menurut Herryanto &
Toly (2013:166) kegiatan sosialisasi perpajakan dapat dilakukan menggunakan dua cara yaitu sosialisasi langsung dan sosialisasi tidak langsung. Sosialisasi langsung adalah kegiatan sosialisasi perpajakan dengan melakukan interaksi secara langsung dengan wajib pajak. Bentuk sosialisasi langsung yang pernah diadakan antara lain: Tax Goes To School, Tax Goes To Campus, perlombaan perpajakan, dan lain – lain. Sedangkan sosialisasi tidak langsung adalah kegiatan sosialisasi perpajakan kepada wajib pajak tanpa adanya interaksi secara langsung. Bentuk sosialisasi tidak langsung antara lain melalui penyebaran buku panduan perpajakan, menyiarkan melalui televisi atau radio.
Rerangka Teori dan Pengembangan Hipotesis
Penelitian ini untuk menguji pengaruh tarif pajak, sunset clause dan sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 terhadap Kemauan untuk patuh Wajib Pajak Pelaku UMKM di Kabupaten Banyuwangi yang berlandasan pada teori tindakan beralasan. Berdasarkan pada teori tersebut, kemauan untuk patuh (Niat) wajib pajak UMKM dipengaruhi oleh faktor sikap atau cara pandang terhadap tarif pajak dan sunset clause dan faktor norma subjektif yang berasal dari sosialisasi perpajakan oleh fiskus.
Gambar 2. Model Penelitian
Sumber : Data diolah (2019)
Pengaruh Tarif Pajak terhadap Kemauan untuk Patuh
Tarif pajak UMKM yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 merupakan tarif pajak atas evaluasi penerapan Peraturan sebelumnya, untuk memberikan kemudahan dan lebih berkeadilan serta mendorong perekonomian formal berupa tarif pajak final 0,5% dari peredaran bruto tertentu dalam satu tahun pajak. Sedangkan tarif sebelumnya yang berlaku pada Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 adalah 1% dari peredaran bruto tertentu dalam satu tahun pajak. Berdasarkan teori tindakan beralasan, kemauan untuk patuh (niat) yang dipengaruhi oleh faktor sikap atau cara pandang. Dalam hal ini adalah mengenai tarif pajak yang lebih rendah dibanding sebelumnya. Cara pandang atau sikap dari wajib pajak atas tarif pajak ini apakah sudah dirasa adil sehingga membuat wajib pajak memiliki kemauan untuk patuh.
Menurut Pris (2010), pemberlakuan tarif pajak mempengaruhi wajib pajak dalam membayar pajaknya.
Pembebanan pajak yang rendah membuat masyarakat tidak terlalu keberatan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Meskipun masih ingin menghindar dari pajak, wajib pajak tidak akan terlalu membangkang terhadap aturan – aturan perpajakan. Sehingga dapat dipahami semakin adil tarif pajak yang ditetapkan maka semakin tinggi tingkat kepatuhan wajib pajak dalam membayar kewajiban pajaknya. Dalam
Tarif Pajak (X1) Sunset Clause
(X2)
Sosialisasi PP No.23 2018 (X3)
Kemauan Untuk Patuh WP UMKM (Y)
penelitian yang dilakukan oleh Norsain dan Yasid (2014) menunjukkan bahwa tarif pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan. Maka hipotesis pertama dapat dirumuskan sebagai berikut:
H1 : Tarif pajak berpengaruh positif terhadap kemauan untuk Patuh Wajib Pajak UMKM.
Pengaruh Sunset Clause terhadap Kemauan untuk Patuh
Sunset Clause merupakan jangka waktu pengenaan pajak penghasilan yang bersifat final yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018. Sunset Clause atau jangka waktu pengenaan ini dimaksudkan agar wajib pajak dapat menyelenggarakan pembukuan secara bertahap. Teori tindakan beralasan yang menjadi dasar dari penelitian ini untuk menjelaskan tentang kemauan untuk patuh wajib pajak UMKM. Salah satu faktor yang mempengaruhi kemauan untuk patuh, yakni sikap atau cara pandang tentang sunset clause. Cara pandang dari wajib pajak yaitu terkait dengan diberlakukannya sunset clause berdasarkan bentuk usaha wajib pajak sudah dirasa adil atau tidak sehingga mempengaruhi wajib pajak UMKM untuk patuh terhadap aturan perpajakan.Pembukuan dan pencatatan keuangan dalam proses bisnis merupakan suatu keharusan sebagai bagian dari manajemen keuangan, yaitu diantaranya dapat digunakan sebagai salah satu syarat untuk mengajukan pinjaman di bank. Sunset Clause ini merupakan sarana pembelajaran bagi wajib pajak orang pribadi maupun badan agar secara bertahap dapat melaksanakan pembukuan secara tertib dan mengedukasi untuk tertib menyusun laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi. Pemberlakuan Sunset Clause (jangka waktu) membuat masyarakat tidak terlalu keberatan untuk memenuhi kewajibannya. Hal ini dikarenakan waktu yang diberikan kepada pelaku UMKM tersebut cukup untuk digunakan belajar secara bertahap dalam menyelenggarakan pembukuan. Sehingga semakin cukup waktu bagi pelaku UMKM untuk menyelenggarakan pembukuan maka semakin tinggi tingkat kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya
DJP menjalankan suatu strategi pembinaan dan pengawasan kepada Wajib Pajak pelaku UMKM yang dinamakan Business Development Services (BDS). Pembinaan UMKM melalui BDS dilaksanakan dalam bentuk pelatihan kewirausahaan, seminar, kelas pajak tematik, atau bentuk lainnya, dengan materi yang berisi cara-cara mendorong pengembangan usaha para pelaku UMKM, seperti perpajakan, pembukuan, pencatatan, pemasaran, dan materi lain sesuai dengan kebutuhan peserta pembinaan UMKM. Sebelum dijalankan secara nasional, untuk pertama kalinya pada tahun 2015 program BDS diujicobakan terlebih dahulu di delapan kota di Indonesia, yaitu Banjarmasin, Medan, Balikpapan, Semarang, Yogyakarta, Serpong, Jakarta, dan Manado, dengan dihadiri oleh 1.002 orang peserta. Pelaksanaan program BDS terus ditingkatkan pada tahun 2016 s.d. 2017, baik dari sisi jumlah unit penyelenggara maupun jumlah peserta (Laporan Tahunan DJP, 2018). Dalam hal ini, masih belum ada penelitian terkait dengan Sunset Clause terhadap kemauan untuk menjadi patuh. Namun dalam hal ini peneliti menggunakan dasar penelitian Sunset Policy. Kebijakan Sunset Policy, yaitu suatu kebijaksanaan Pemerintah untuk memperoleh fasilitas penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pembayaran pajak atau bunga dari pajak yang tidak atau kurang dibayar. Penelitian yang dilakukan oleh Mira (2010) terkait Pengaruh Kebijakan Sunset Policy terhadap kepatuhan WP pada Kanwil I Surabaya. Diperoleh hasil penelitian bahwa kebijakan sunset clause memiliki pengaruh terhadap kepatuhan WP. Berdasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa kepatuhan Wajib Pajak sebelum diberlakukannya Sunset Policy masih relatif rendah, jika dibandingkan dengan masa setelah berlakunya Sunset Policy yang ternyata cenderung meningkat. Hal ini dapat dilihat dari adanya peningkatan jumlah WP, jumlah setoran pajak, berkurangnya Surat Ketetapan Pajak dan meningkatnya Tax Ratio, dan kepatuhan itu tentu harus tetap ditingkatkan dengan cara : Pembenahan administrasi pajak, perbaikan pelayanan, penyuluhan secara sistimatis dan berkesinambungan kepada Wajib Pajak serta adanya penegakan hukum.
Sunset Clause dan Sunset Policy memiliki kesamaan dimensi, yaitu dimensi kebermanfaatan. Yang mana Sunset Clause memiliki manfaat penggunaan tarif pajak berdasarkan jangka waktu tertentu dan secara bertahap menyelenggarakan pembukuan. Manfaat yang diperoleh ketika wajib pajak UMKM menyelenggarakan pembukuan yakni mudahnya mendapatkan pinjaman dana tambahan guna mengembangkan usahanya, mengetahui perkembangan usahanya secara teratur, dan banyak hal yang
dijadikan sebagai dasar pemilik UMKM untuk mengambil keputusan untuk usahanya. Diharapkan dalam penelitian ini semakin adil sunset clause (jangka waktu pengenaan) maka semakin tinggi kemauan untuk patuh terhadap aturan perpajakan. Berdasarkan uraian dan penjelasan tersebut. Maka hipotesis kedua dapat dirumuskan sebagai berikut:
H2 : Sunset Clause berpengaruh positif terhadap kemauan untuk Patuh Wajib Pajak UMKM.
Pengaruh Sosialisasi PP Nomor 23 Tahun 2018 terhadap Kemauan untuk Patuh
Sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 merupakan pemberian informasi terkait dengan perubahan – perubahan yang ada dari peraturan yang berlaku sebelumnya. Adapun perubahan yang terjadi, antara lain yaitu: penurunan tarif, penambahan ketentuan jangka waktu, hak untuk memilih dikenakan PPh final atau tidak (dengan kewajiban pemberitahuan), penyesuaian kriteria Wajib Pajak Badan, penyesuaian pengecualian subjek pajak, penegasan omzet untuk WP OP status PH & MT, dan penambahan cara penyetoran: dipotong/dipungut. Sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 ini juga memberikan pembinaan kepada pelaku UMKM agar secara bertahap dapat melaksanakan pembukuan. Pembinaan tersebut dapat diberikan dengan melakukan pembinaan terkait Laporan Keuangan Usaha Mikro (Lamikro) dengan APBN. Aplikasi tersebut merupakan laporan akuntansi sederhana secara online khusus usaha mikro.
Sosialisasi (Anggraini, 2016) adalah suatu konsep umum yang diartikan sebagai suatu proses dimana kita belajar melalui interaksi dengan orang lain, tentang cara berpikir, merasakan dan bertindak, dimana semuanya itu merupakan hal – hal yang penting dalam menghasilkan partisipasi sosial yang efektif. Dalam penelitian ini kemauan untuk patuh erat kaitannya dengan teori tindakan beralasan yang mana kemauan untuk patuh (niat) dipengaruhi oleh sikap atau cara pandang dan norma subjektif. Dalam hal ini, sosialisasi pajak yang diberikan oleh fiskus merupakan bagian dari norma subjektif. Norma subjektif berasal dari kepercayaan-kepercayaan yang muncul karena pengaruh dari orang lain, dalam hal ini fiskus. Jika sosialiasi pajak khususnya terkait dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 yang diberikan oleh fiskus semakin informatif maka akan mempengaruhi wajib pajak UMKM untuk memiliki kemauan menjadi patuh.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Yasid (2014) menunjukkan bahwa sosialisasi berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Hal ini berarti semakin sering pelaku UMKM mengikuti sosialisasi yang dilakukan oleh KPP akan membantu UMKM untuk memahami peraturan perpajakan yang berlaku sehingga akan memudahkan pelaku UMKM untuk patuh melaksanakan kewajiban perpajakannya. Sehingga dalam penelitian ini diharapkan semakin tinggi partisipasi sosialisasi maka akan semakin tinggi kemauan untuk patuh. Maka hipotesis yang ketiga dapat dirumuskan sebagai berikut:
H3 : Sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 berpengaruh positif terhadap kemauan untuk patuh Wajib Pajak UMKM.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan deskriptif. Metode penelitian kuantitatif merupakan salah satu jenis penelitian yang spesifikasinya adalah sistematis, terencana dan terstruktur dengan jelas sejak awal hingga pembuatan desain penelitiannya.
Menurut Sugiyono (2013:13), metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang belandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Sedangkan pengertian deskriptif menurut Sugiyono (2013:207) adalah metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data atau sampel yang telah terkumpul sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku umum. Peneliti menggunakan metode ini untuk mengetahui hubungan yang signifikan atas variabel –
variabel yang diteliti, sehingga menghasilkan kesimpulan yang bisa memperjelas gambaran terkait objek yang diteliti.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pengujian hipotesis. Unit analisis penelitian adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian. Unit analisis dalam penelitian ini adalah UMKM yang menggunakan tarif 0,5% di Kabupaten Banyuwangi. Sedangkan untuk time horizon dalam penelitian ini adalah menggunakan cross sectional, yaitu sebuah penelitian yang dilakukan di mana data yang dikumpulkan hanya sekali, mungkin selama beberapa hari atau minggu atau bulan, untuk menjawab pertanyaan penelitian (Sekaran, 2016:104). Populasi adalah kelompok orang, kejadian, atau hal – hal yang menarik di mana peneliti ingin membuat opini (berdasarkan statistik sampel). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah UMKM di Kabupaten Banyuwangi. Populasi diketahui berdasarkan jumlah UMKM yang terdaftar di Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Banyuwangi sampai periode Maret 2019 adalah sebanyak 241 UMKM. Populasi terdiri dari beberapa ratus elemen yang mana jika melakukan pengambilan data dari populasi akan membutuhkan banyak waktu dan biaya, serta secara praktis mustahil jika dilakukan untuk mengumpulkan, menguji dan menelaah tiap elemen. Oleh sebab itu, peneliti menggunakan sampel untuk mewakili populasi.
Menurut Sekaran (2017:54), sampel adalah subkelompok atau sebagian dari populasi. Dengan mempelajari sampel, peneliti mampu menarik kesimpulan yang dapat digeneralisasikan terhadap populasi ketertarikan (yang diminati). Dari jumlah populasi UMKM yang terdaftar di Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Banyuwangi, hanya beberapa yang digunakan sebagai objek penelitian ini karena adanya keterbatasan waktu dan biaya. Desain pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan purposive sampling (pengambilan sampel bertujuan). Metode yang digunakan dalam penelitian dalam mengambil sampel adalah purposive sampling. Purposive sampling adalah pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu (Sekaran, 2017:67). Pertimbangan tertentu yang digunakan dalam penelitian ini berhubungan dengan tujuan penelitian.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Menurut Indriantoro dan Supomo (2013:146), data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli. Sedangkan data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara. Data primer dalam penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai alat penelitiannya. Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah data jumlah UMKM binaan yang terdaftar didapat langsung dari Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Banyuwangi dengan melakukan beberapa prosedur perizinan yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi.
Skala Likert adalah suatu skala yang dirancang untuk menelaah seberapa kuat subjek menyetujui suatu pernyataan pada skala lima poin (Sekaran, 2017;19). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Skala Likert modifikasi, yaitu skala yang dirancang untuk memeriksa seberapa kuat responden dengan sebuah pernyataan pada skala empat point dengan tanda sebagai berikut:
1 = Jika Responden Sangat Tidak Setuju, 2 = Jika Responden Tidak Setuju, 3 = Jika Responden Setuju,
4 = Jika Responden Sangat Setuju.
Tarif Pajak
Indikator Tarif Perpajakan menurut penelitian Huda (2015) dapat dilihat dari:
a. Tarif pajak yang terlalu tinggi menyebabkan kecurangan pajak b. Penurunan tarif pajak meningkatkan kemauan membayar pajak c. Kemampuan membayar pajak berdasarkan tarif yang diberlakukan
Peneliti menggunakan indikator di atas dengan melakukan beberapa penyesuaian terkait tarif yang diatur sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018.
Sunset Clause
Menurut Anggraeni (2011), Sunset Policy merupakan penghapusan sanksi administrasi pajak berupa bunga sebagaimana diatur dalam Pasal 37A Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2007. Dimensi kemanfaatan dalam ini tercermin melalui pemberian fasilitas perpajakan dengan menghapus sanksi perpajakan. Sedangkan peneliti mendefinisikan Sunset Clause adalah pemberian jangka waktu penggunaan tarif pajak final 0,5% guna memberikan waktu kepada wajib pajak, khususnya pelaku UMKM untuk menyelenggarakan pembukuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018.
Sehingga baik Sunset Clause ataupun Sunset Policy sama-sama memiliki manfaat bagi wajib pajak dengan adanya fasilitas yang diberikan oleh DJP melalui kebijakan.
Indikator Sunset Policy menurut Anggraeni, yaitu :
a. Sunset Policy memberikan fasilitas perpajakan dalam bentuk penghapusan sanksi administras perpajakan.
b. Sunset Policy memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk memperoleh NPWP
c. Sunset Policy memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak untuk melakukan pembetulan SPT d. Wajib Pajak yang mengikuti program Sunset Policy dibebaskan dari pemeriksaan.
Sehingga peneliti memodifikasi indikator tersebut dengan menyesuaikan pada Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 sehingga indikator untuk mengukur Sunset Clause berdasarkan dimensi kemanfaatan, yaitu diantaranya:
a. Sunset Clause memberikan fasilitas perpajakan dalam bentuk jangka waktu pengenaan tarif 0,5%
b. Sunset Clause memberikan kesempatan bagi wajib pelaku UMKM secara bertahap menyelenggarakan pembukuan
c. Sunset Clause memberikan manfaat yang lebih kepada pelaku UMKM untuk mendapatkan kepercayaan penambahan atau peminjaman modal dari Bank atau Lembaga Keuangan karena telah melaksanakan pembukuan dalam usahanya.
d. Wajib menggunakan tarif umum dan menyelenggarakan Pembukuan ketika Sunset Clause berakhir Sosialisasi PP Nomor 23 Tahun 2018
Variabel sosialisasi perpajakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Dewi Kusuma Wardani dan Erna Wati (2018) diukur dengan menggunakan tiga indikator, yaitu:
1. Pelaksanaan sosialisasi 2. Media Sosialiasasi 3. Manfaat Sosialisasi
Peneliti menggunakan dasar dari indikator di atas dengan dikombinasi terkait pemahaman pelaku UMKM tentang informasi perubahan – perubahan yang terjadi dalam peraturan pemerintah ini. Hal ini guna mengetahui sosialisasi yang dilakukan oleh fiskus sudah berjalan dengan baik atau tidak.
Kemauan Untuk Patuh
Dalam mengukur variabel ini, peneliti menggunakan indikator yang dirumuskan oleh Damayanti et al (2015), yaitu :
1. Kemungkinan Wajib Pajak untuk mematuhi peraturan perpajakan 2. Keputusan Wajib Pajak untuk mematuhi peraturan perpajakan
3. Kemauan Wajib Pajak untuk mematuhi peraturan perpajakan secara konsisten.
Model Struktural
Persamaan model struktural dalam penelitian ini adalah:
Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + ε Keterangan :
α : Konstanta
Y : Kemauan untuk Patuh X1 : Tarif Pajak
X2 : Sunset Clause
X3 : Sosialisasi PP Nomor 23 Tahun 2018
βı-β3 : Koefisien Regresi
ε : Tingkat Kesalahan (Error)
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini target respondennya adalah Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan UMKM di Kabupaten Banyuwangi. Penyebaran kuesioner dilakukan kurang lebih selama 1 bulan, yaitu mulai dari tanggal 28 Juni 2019 sampai dengan tanggal 28 Juli 2019. Jumlah kuesioner yang disebarkan sebanyak 75 eksemplar. Kuesioner yang direspon sebesar 94,67% atau sebanyak 71 eksemplar dari 75 kuesioner yang telah disebar. Sebanyak 4 kuesioner tidak direspon dikarenakan pada saat peneliti mengambil kembali kuesioner, pemilik UMKM masih belum berada di lokasi usaha. Selanjutnya dari 71 kuesioner yang direspon, terdapat 4 kuesioner yang tidak dapat digunakan karena responden tidak memiliki NPWP sehingga tidak memenuhi kriteria pengisian kuesioner. Oleh sebab itu, jumlah kuesioner yang dapat diolah dalam penelitian ini adalah 67 eksemplar kuesioner atau sebesar 89,33%.
Responden yang paling banyak berkontribusi dalam penelitian ini adalah berjenis kelamin perempuan yaitu sejumlah 39 orang (58%), sementara jumlah responden yang berjenis kelamin laki-laki adalah 28 orang (42%). Responden yang paling mendominasi dalam penelitian ini adalah yang berumur 41-50 tahun yaitu sebanyak 26 orang (39%). Sedangkan pada urutan kedua yang mendominasi dalam penelitian ini adalah yang berumur 31-40 tahun yakni sebanyak 21 orang (31%). Pendidikan terakhir responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini mayoritas adalah SMA, yaitu dengan jumlah 36 orang (54%). Sementara urutan kedua mayoritas responden yaitu dengan pendidikan terakhir S1, yakni sebanyak 23 orang (34%).
Jenis usaha yang dimiliki oleh mayoritas responden dalam penelitian ini adalah jenis usaha perdagangan sebanyak 39 orang (58%). Urutan kedua diduduki oleh responden yang memiliki jenis usaha manufaktur yakni sejumlah 26 orang (39%). Mayoritas responden yang memiliki bentuk usaha perorangan yaitu sebanyak 61 orang (91%), diikuti oleh responden yang memiliki bentuk usaha CV yaitu sejumlah 5 orang (7%). Responden yang paling mendominasi dalam penelitian ini memiliki omzet sebesar <Rp300 Juta yakni sebanyak 65 orang (97%). Sedangkan urutan kedua adalah Rp300Juta – 2,5 Milyar adalah sejumlah 2 orang (3%). Mayoritas responden dalam penelitian ini telah memiliki usaha selama 4-8 tahun yaitu dengan jumlah 29 orang (43%). Sementara yang menjadi urutan kedua adalah 2-4 tahun lama usaha dengan jumlah orang sebanyak 21 (31%).
Nilai R Square
Nilai R Square digunakan untuk mengukur tingkat variasi perubahan variabel independen terhadap variabel dependen. Nilai R Square dapat dilihat melalui tabel berikut :
Tabel 6 Nilai R Square
Sumber: Data diolah (2019)
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa besarnya nilai R Square variabel kemauan untuk patuh adalah 0,431. Artinya variabel independen dalam model penelitian ini mampu menggambarkan variabel dependen sebesar 43,1% sedangkan sisanya digambarkan oleh variabel lain di luar model penelitian ini.
Namun R Square bukanlah parameter absolut dalam mengukur ketepatan model prekdisi karena dasar hubungan teoritis adalah paramater yang utama.
Nilai Path Coefficient
Nilai path coefficient menunjukkan tingkat signifikansi dalam pengujian hipotesis. Skor path coefficient ditunjukkan oleh nilai t-statistic, harus di atas 1,64 untuk hipotesis pada alpha 5%. Namun jika nilai t- statistic kurang dari 1,64 maka hipotesis ditolak. Berikut merupakan nilai path coefficient dalam penelitian ini:
Tabel 7
Nilai Path Coefficient Original
Sample
T-Statistics (|O/STDEV|)
Kesimpulan X1 ->Y 0.125 1.202 Ditolak X2 -> Y 0.244 2.630 Diterima X3 -> Y 0.427 4.130 Diterima
Sumber : Data diolah (2019)
(Keterangan: X1 (Tarif Pajak), X2 (Sunset Clause), X3 (Sosialisasi PP Nomor 23 Tahun 2018), Y (Kemauan untuk Patuh).
Tabel 7 menunjukkan nilai T-Statistic pada setiap variabel dan dari tabel tersebut dapat diketahui hasil pengujian hipotesis. Berikut merupakan penjelasan dari hasil pengujian masing-masing hipotesis:
1. Hipotesis 1
Hipotesis 1 menyatakan bahwa tarif pajak berpengaruh secara positif terhadap kemauan untuk patuh.
Berdasarkan tabel 7 dapat diketahui bahwa nilai β (Beta) adalah positif 0,125 namun nilai T-statistic dari variabel tarif pajak terhadap kemauan untuk patuh adalah sebesar 1,202 atau kurang dari 1,640.
Sehingga dari hasil tersebut dapat disimpukan bahwa tarif pajak secara keseluruhan berpengaruh tidak signifikan terhadap kemauan untuk patuh sebesar 1,202 dan selebihnya memungkinkan dipengaruhi oleh variabel lain sebesar 8,798. Hasil penelitian ini berarti tarif pajak memberikan pengaruh sangat kecil terhadap kemauan untuk patuh. Berdasarkan hasil penelitian tersebut , dapat dinyatakan bahwa Hipotesis 1 ditolak.
2. Hipotesis 2
Hipotesis 2 menyatakan bahwa sunset clause berpengaruh secara positif terhadap kemauan untuk patuh. Berdasarkan tabel 7 dapat diketahui nilai β (beta) adalah positif 0,244 dan nilai T-statistic dari variabel sunset clause terhadap kemauan untuk patuh 2,630 atau lebih dari 1,640. Hasil ini menunjukkan bahwa sunset clause berpengaruh secara positif terhadap kemauan untuk patuh.
Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa Hipotesis 2 diterima.
3. Hipotesis 3
Hipotesis 3 menyatakan tentang sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 berpengaruh secara positif terhadap kemauan untuk patuh. Berdasarkan tabel 7 dapat diketahui bahwa nilai β (beta)
R Square
Y 0.431
adalah positif 0,427 dan nilai T-statistic dari variabel yaitu 4,130 atau lebih dari 1.64. Sehingga bisa disimpukan bahwa sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2018 berpengaruh secara positif terhadap kemauan untuk patuh. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dinyatakan bahwa Hipotesis 3 diterima.
Pengaruh Tarif Pajak terhadap Kemauan Untuk Patuh
Tarif pajak adalah ketentuan persentase (%) atau jumlah (rupiah) pajak yang harus dibayarkan oleh Wajib Pajak sesuai dengan dasar pajak atau objek pajak (Sudirman dan Amirudin, 2012). Tarif pajak yang murah didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 karena dengan adanya aturan tersebut pajak yang harus dibayarkan menjadi lebih rendah. Hal ini disebabkan tarif pajak yang turun dari yang sebelumnya satu persen menjadi setengah persen. Hipotesis pertama menyatakan bahwa tarif pajak berpengaruh secara positif terhadap kemauan untuk patuh. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa nilai T-Statistic tarif pajak terhadap kemauan untuk patuh sebesar 1,202 atau <1,64 dengan nilai Beta positif sebesar 0,125. Berdasarkan hasil pengujian tersebut, maka hipotesis 1 ditolak.
Hasil penelitian ini masih cukup relevan dengan Teori Tindakan Beralasan, yang menyatakan bahwa seseorang akan mengevaluasi cara pandang atau sikap untuk memunculkan sebuah niat untuk melakukan perilaku. Jika seseorang WP menganggap bahwa tarif yang berlaku dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 sudah cukup adil dikarenakan hasil betanya adalah positif, namun terdapat faktor lain diluar variabel yang menyebabkan perilaku wajib pajak untuk tidak patuh terhadap aturan perpajakan.
Penelitian terdahulu yang mendukung hasil penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Mustafa, A. F., Kertahadi., & Maulinarhadi, M. (2016) dalam penelitiannya menemukan bahwa tarif pajak memberikan pengaruh sangat kecil terhadap kepatuhan pajak. Dalam penelitian tersebut diterangkan alasan tidak berpengaruh secara signifikan karena berapapun besarnya tarif pajak yang berlaku, jika pada dasarnya wajib pajak adalah seseorang yang tidak patuh terrhadap kepentingan perpajakan, maka tarif pajak yang rendah pun tidak akan mempengaruhi tingkat kepatuhannya. Ketidaksesuaiannya hasil penelitian dengan penelitian sebelumnya dapat disebabkan oleh faktor – faktor lain yang berkaitan dengan variabel tarif pajak.
Faktor lain yang diduga sebagai penyebab wajib pajak tidak patuh walaupun tarif pajak rendah yaitu karena dasar pengenaan pajaknya adalah omzet (peredaran bruto usaha) bukan laba. Ketika tarif pajak dikalikan dengan omzet dari usaha walaupun tarifnya kecil dan ketika usaha tersebut mengalami kerugian tetap harus membayar pajak dikarenakan dasar perhitungan pajaknya adalah omzet usaha. Walaupun secara umum Wajib Pajak menganggap tarif pajak yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2018 adalah murah. Akan tetapi, terdapat faktor lain yang berkaitan dengan tarif pajak yang mempengaruhi wajib pajak untuk mematuhi peraturan perpajakan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tarif pajak tidak berpengaruh secara positif terhadap kemauan untuk patuh.
Pengaruh Sunset Clause terhadap Kemauan Untuk Patuh
Sunset Clause adalah pemberian jangka waktu penggunaan tarif pajak final 0,5% guna memberikan waktu kepada wajib pajak, khususnya pelaku UMKM untuk menyelenggarakan pembukuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018. Jangka waktu pengenaan tarif pajak final diberlakukan selama 7 tahun untuk WP OP, 4 tahun untuk WP Badan (CV, Firma dan Koperasi), dan 3 tahun untuk WP Badan berbentuk PT. Sunset Clause ini berkaitan dengan penyelenggaraan pembukuan agar mendapatkan banyak manfaat, baik dari segi perpajakan ataupun dari segi bisnis. Hipotesis kedua menyatakan bahwa sunset clause berpengaruh terhadap kemauan untuk patuh. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan nilai T-statistic sebesar 2,630 atau >1,64 dengan nilai beta positif 0,244. Berdasarkan hasil tersebut maka hipotesis 2 diterima. Hasil penelitian ini sesuai dengan Teori Tindakan Beralasan, yaitu ketika seorang WP mempersepsikan bahwa dengan diberikannya sunset clause yang adil bagi wajib pajak maka akan membentuk sikap yang positif dan muncul niat dari wajib pajak untuk mematuhi peraturan perpajakan. Tidak terdapat penelitian sebelumnya yang mendukung hasil penelitian ini dikarenakan variabel sunset clause baru muncul ketika Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 dibuat. Tetapi
dalam membuat dan mengukur indikator sunset clause, peneliti menggunakan berdasarkan variabel Sunset Policy dikarenakan diantara kedua variabel tersebut terdapat kesaman dimensi, yaitu dimensi kemanfaatan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nur Alfiyah dan Sri Wahjuni Latifah (2017) diperoleh hasil bahwa Sunset Policy berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak.
Berdasarkan hasil penelitian, sunset clause memberikan kesempatan bagi wajib pajak untuk menyelenggarakan pembukuan secara bertahap. Waktu yang diberikan juga sudah dianggap adil bagi wajib pajak pelaku usaha UMKM karena mereka juga butuh untuk membuat pembukuan guna melihat perkembangan usahanya selama beberapa tahun usaha berjalan. Dengan demikian, semakin adil sunset clause maka semakin tinggi kemauan UMKM untuk patuh melaksanakan kewajiban perpajakannya. Oleh karena itu, perlu diperlakukannya pendampingan kepada pelaku usaha UMKM untuk menyelenggarakan pembukuan. Selain itu, memberikan informasi terkait manfaat yang didapat UMKM ketika mereka menyelenggarakan pembukuan dalam usahanya. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa sunset clause berpengaruh secara positif terhadap kemauan untuk patuh.
Pengaruh Sosialisasi PP Nomor 23 Tahun 2018 terhadap Kemauan Untuk Patuh
Sosialisasi pajak merupakan suatu upaya Direktorat Jenderal Pajak, khususnya Kantor Pelayanan Pajak untuk memberikan pengertian, informasi, dan pembinaan kepada masyarakat mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan perpajakan dan perundang-undangan perpajakan (Rohmawati dan Rasmini, 2012). Hipotesis ketiga dalam penelitian ini menyatakan bahwa sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2018 berpengaruh terhadap kemauan untuk patuh. Hmuasil penelitian menunjukkan bahwa nilai T-statistic sosialisasi pajak terhadap kemauan untuk patuh sebesar 4,130 atau lebih dari 1,64 dengan nilai beta positif sebesar 0,427. Berdasarkan hasil tersebut maka hipotesis ketiga dalam penelitian ini diterima. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya, yaitu dalam penelitian yang dilakukan oleh Yasid (2014) menunjukkan bahwa sosialisasi berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Hal ini berarti semakin sering pelaku UMKM mengikuti sosialisasi yang dilakukan oleh KPP akan membantu UMKM untuk memahami peraturan perpajakan yang berlaku sehingga akan memudahkan pelaku UMKM untuk patuh melaksanakan kewajiban perpajakannya.
Dengan diadakannya sosialisasi terutama terkait dengan aturan terbaru perpajakan kepada wajib pajak akan memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai perpajakan sehingga kemauan wajib pajak untuk patuh terhadap aturan perpajakan semakin tinggi. Dengan demikian, semakin tinggi sosialisasi mengenai Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 maka semakin tinggi juga kemauan UMKM untuk patuh terhadap kewajiban perpajakannya. Oleh karena itu, sosialisasi perlu dilakukan secara berkala agar memberikan pemahaman yang merata kepada wajib pajak. Maka dapat disimpulkan bahwa Sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 berpengaruh secara positif terhadap kemauan untuk patuh.
PENUTUP
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh positif tarif pajak, sunset clause, dan Sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 terhadap kemauan wajib pajak UMKM untuk patuh di Kabupaten Banyuwangi dengan menggunakan teori tindakan beralasan. Berdasarkan hasil analisis dan pengujian, dapat disimpulkan bahwa Variabel Sunset Clause berpengaruh secara positif terhadap kemauan untuk patuh. Variabel Sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 juga memiliki pengaruh secara positif terhadap kemauan untuk patuh. Sedangkan, untuk variabel tarif pajak tidak berpengaruh secara positif terhadap kemauan untuk patuh. Hal ini dikarenakan adanya faktor lain yang berkaitan dengan tarif pajak, yaitu unsur pengali. Yang menjadi unsur pengali adalah omzet, yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak dianggap masih memberatkan.
Dalam penelitian ini responden didominasi oleh wajib pajak usaha perorangan daripada wajib pajak badan (CV, Firma ataupun PT). Hal ini dikarenakan, data UMKM yang diperoleh oleh peneliti berdasarkan
UMKM Binaan Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Banyuwangi kebanyakan adalah usaha perorangan.
Penelitian ini masih meneliti tentang kemauan wajib pajak untuk patuh. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya dapat melakukan penelitian terkait kepatuhan wajib pajak. Penelitian berikutnya diharapkan mendapatkan data UMKM dari Dinas terkait yang lebih kompleks lagi, yaitu dari peredaran bruto dan jenis usaha yang beragam.
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah, W. & Hartono, J. (2015). Partial Least Square (PLS) – Alternatif Structural Equation (SEM) dalam Penelitian Bisnis. Yogyakarta : ANDI.
Ajzen, I. (1991). The Theory of Planned Behavior. Organizational Behavior and
Human Decision Processes, 50(2): 179-211. Diakses dari
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/074959789190020T
Allingham, M. G., & Sandmo, A. (1972). Income Tax Evasion : A Theorethical Analysis. Journal of Public Economics, (1) 324.
Amalia, Shinta (2018). Dari PP 46/2013 hingga PP 23/2018. Diakses dari:
https://www.pajak.go.id/artikel/dari-pp-462013-hingga-pp-232018
Amirudin & Sudirman. (2012). Perpajakan : Pendekatan Teori dan Praktik di Indonesia. Jakarta : Salemba Empat.
Ananda, P. R. D., Kumadji, S., dan Husaini, A. (2015). Pengaruh Sosialisasi Perpajakan, Tarif Pajak, dan Pemahaman Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Jurnal Mahasiswa Perpajakan Vol. 6
(2). Diakses dari
http://perpajakan.studentjournal.ub.ac.id/index.php/perpajakan/article/view/201/194
Anggraeni, D. (2018). Pajak Tuntas, UMKM Naik Kelas. Diakses dari:
https://www.pajak.go.id/artikel/pajak-tuntas-umkm-naik-kelas
Anggraeni, M. D. (2011). Pengaruh Pemanfaatan Fasilitas Perpajakan Sunset Policy Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak. Skripsi. Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Diponegoro : Semarang
Anjarwati, R. (2013). PPh Final 1% untuk UMKM – Panduan Praktis Perhitungan, Pelaporan, dan Penyetoran Pajak Penghasilan untuk UMKM. Yogyakarta : Pustaka Baru Press.
Ardani, M. N. (2010). Pengaruh Kebijakan Sunset Policy Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Kasus Di Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur I Surabaya). Tesis. Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro, Semarang. Diakses dari https://core.ac.uk/download/pdf/11722843.pdf
Cahyani, L. P. G., & Noviari, N. (2019). Pengaruh Tarif Pajak, Pemahaman Perpajakan, dan Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak UMKM. Diakses dari https://ojs.unud.ac.id/index.php/Akuntansi/article/view/45201
Damayanti, T. W., Sutrisno, T., Subekti, I., & Baridwan, Z. (2015). The Role of Taxpayer’s Perception of the Government and Society to Improve Tax Compliance. Accounting and Finance Research, 4(1): 180–187. Diakses dari http://www.sciedu.ca/journal/index.php/afr/article/view/6275
Damayanti, T.W., Suparnomo. (2013). Apa kata mereka? Pengetahuan, Sikap Dan Niat Untuk Patuh Calon Pelaku Pajak. Akuntabilitas Jurnal Ilmiah Akuntansi. ISSN: 1412-0240. Vol: 12 (1).
Devano, S. & Siti, R. K. (2006) Perpajakan Konsep, Teori dan Isu. Jakarta:Kencana Prenada Media Group Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Banyuwangi
Gade, M. (2005). Teori Akuntansi. Jakarta : Almahira. Diakses dari https://books.google.co.id/books?id=tR2ZNt_GZ0AC&printsec=frontcover&hl=id#v=onepage&q
&f=false
Handayani, R. (2018). “Sunset Clause” agar UMKM Melek Pembukuan. Diakses dari website majalah pajak : https://majalahpajak.net/sunset-clause-agar-umkm-melek-pembukuan/
Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2019). Media Keuangan Transparansi Informasi Kebijakan Fiskal: Mengejar Lompatan Rasio. Diakses dari https://www.kemenkeu.go.id/media/11884/media- keuangan-maret-2019.pdf
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia. (2018). Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB) Tahun 2010-2015. Diakses dari http://www.depkop.go.id/data-umkm
Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah Republik Indonesia. (2018). Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB) Tahun 2016-2017. Diakses dari http://www.depkop.go.id/uploads/laporan/1549946778_UMKM%202016-2017%20rev.pdf
Kurniawati, M. & Toly, A. A. (2014). Analisis Keadilan Pajak, Biaya Kepatuhan, dan Tarif Pajak Terhadap Persepsi Wajib Pajak Mengenai Penggelapan Pajak Di Surabaya Barat. Diakses dari https://media.neliti.com/media/publications/156999-ID-analisis-keadilan-pajak-biaya-
kepatuhan.pdf
Lazuardini, E. R., Susyanti, J., & Priyono, A. A. (2018). Pengaruh Pemahaman Peraturan Perpajakan, Tarif Pajak Dan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak UMKM (Studi Pada Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Terdaftar di KPP Pratama Malang Selatan). Diakses dari http://riset.unisma.ac.id/index.php/jrm/article/download/1030/1060
Mardiasmo. (2016). Perpajakan (edisi 18). Yogyakarta:ANDI.
Mukarromah, A. (2018). Segera Berlaku, Aturan PPh Final UMKM Terapkan ‘Sunset Clause’. Diakses dari website DDTC Indonesia : https://news.ddtc.co.id/segera-berlaku-aturan-pph-final-umkm- terapkan-sunset-clause-12852?page_y=0
Murdoko, E. W. (2006). Personal Quality Management: Mengefektifkan Pengelolaan Diri dengan Mengaktifkan Empat Pilar Kualitas Pribadi. Jakarta: Elek Media Komputindo.
Mustafa, A. F., Kertahadi., & Maulinarhadi, M. (2016). Pengaruh Pemahaman Peraturan Perpajakan, Tarif Pajak, dan Asas Keadilan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Studi pada Wajib Pajak Usaha Mikro Kecil dan Menengah yang Berada Di Wilayah Kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Batu Setelah Diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013). Jurnal Mahasiswa
Perpajakan, 8 (1). Diakses dari
http://perpajakan.studentjournal.ub.ac.id/index.php/perpajakan/article/view/201/194
Ngadiman dan H, Daniel. (2015). Pengaruh Sunset Clause, Tax Amnesty, dan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Empiris di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kembangan).