• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH TRANSFORMASI SUHU TERHADAP PEMADATAN AGREGAT BATU GAMPING PADA CAMPURAN ASPAL PANAS (HOTMIX) ASPHALT CONCRETE WEARING COURSE (AC-WC) TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL

N/A
N/A
tama Praha

Academic year: 2024

Membagikan "PENGARUH TRANSFORMASI SUHU TERHADAP PEMADATAN AGREGAT BATU GAMPING PADA CAMPURAN ASPAL PANAS (HOTMIX) ASPHALT CONCRETE WEARING COURSE (AC-WC) TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Ilmiah Teknik dan Manajemen Industri

Jurnal Taguchi

Vol. 3, No. 2, Desember, 2023 hal. 965-971 DOI Article : 10.46306/tgc.v3i2.145

PENGARUH TRANSFORMASI SUHU TERHADAP PEMADATAN AGREGAT BATU GAMPING PADA CAMPURAN ASPAL PANAS

(HOTMIX) ASPHALT CONCRETE WEARING COURSE (AC-WC) TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL

Dani Febriansyah1, Yayu Sriwahyuni Hamzah2

1,2,3,4Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sunan Giri Surabaya

*Email : [email protected], [email protected]

Abstract

Road pavement layers are an important part of road construction that supports traffic loads.

Where the layer must be able to spread stress, not experience changes in shape and have sufficient stability. One alternative filler material that can be used in asphalt concrete mixtures is Madurese white brick powder, because Madurese white limestone powder is a local additive that is widely available in Madura.. The temperature transformation used is 160°C/146°C, 170°C/156°C, 180°C/166°C, 190°C/176°C, 200°C/186°C with an asphalt content of 5.2 %, 5.7%, 6.2%. The test uses the Marshall test method by looking for Marshall characteristics. This research aims to determine the effect of mixing temperature transformation and compaction of AC-WC hot asphalt using limestone and gold in Sampang District, Sampang Regency. Based on the results of the marshall quoient test, the marshall characteristics almost meet all classifications, namely stability of 1746 kg, flow with a result of 3.5 mm, marshall qouient with a value of 362.89 kg/mm and VMA of 22.40%, while VIM and VFB do not yet meet classification, namely for VIM of 12% which according to classification should be >65%.

Keywords: Marshall, Asphalt Concrete Wearing Course (AC-WC), ABSTRAK

Lapisan perkerasan jalan adalah bagian penting dari konstruksi jalan yang mendukung beban lalu lintas. Dimana lapisan tersebut harus mampu menyebarkan tegangan, tidak mengalami perubahan bentuk dan stabilitas yang cukup.Salah satu alternatif bahan pengisi yang dapat digunakan dalam campuuran beton aspal yaitu serbuk bata putih madura, karena serbuk batu kapur putih madura merupakan bahan tambah lokal yang banyak terdapat di Madura. Transformasi suhu yang digunakan yaitu 160°C/146°C, 170°C/156°C, 180°C/166°C, 190°C/176°C, 200°C/186°C dengan kadar aspal 5,2%, 5,7%, 6,2%. Pengujian menggunakan metode marshall test dengan mencari karakteristk marshall. Pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh transformasi suhu pencampuran dan pemadatan aspal panas AC-WC dengan menggunakan batu gamping sertu emas Kecamatan Sampang Kabupaten Sampang. Berdasarkan hasil pengujian marshall quoient dengan karateristik marshall hampir memenuhi semua klasifikasi yaitu stabilitas sebesar 1746 kg, flow dengan hasil 3,5 mm, marshall qouient dengan nilai 362,89 kg/mm serta VMA sebesar 22,40%, sedangkan VIM dan VFB belum memenuhi klasifikasi yaitu untuk VIM sebesar 12% yang seharusnya menurut klasifikasi harus >65%.

Kata kunci: Marshall, Asphalt Concrete Wearing Course (AC-WC),

(2)

PENDAHULUAN

Batu gamping (batu kapur) kebanyakan merupakan batuan sedimen organik yang terbentuk dari akumulasi cangkang, karang, alga, dan pecahan-pecahan sisa organisme. Batuan ini juga dapat menjadi batuan sedimen kimia yang terbentuk oleh pengendapan kalsium karbonat dari air danau ataupun air laut.

Pada prinsipnya, definisi batu gamping mengacu pada batuan yang mengandung setidaknya 50% berat kalsium karbonat dalam bentuk mineral kalsit. Sisanya, batu gamping dapat mengandung beberapa mineral seperti kuarsa, feldspar, mineral lempung, pirit, siderit dan mineral-mineral lainnya. Bahkan batu gamping juga dapat mengandung nodul besar rijang, nodul pirit ataupun nodul siderit. Kandungan kalsium karbonat dari batugamping memberikan sifat fisik yang sering digunakan untuk mengidentifikasi batuan ini. Biasanya identifikasi batugamping dilakukan dengan meneteskan 5% asam klorida (HCl), jika bereaksi maka dapat dipastikan batuan tersebut adalah batugamping. Manfaat Batu Gamping alias Batu Kapur Sekilas dijelaskan bahwa batu gamping memiliki manfaat besar dalam konstruksi, infrastruktur, dan berbagai bidang lainnya. Kekuatan dan keawetan suatu konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari kualitas agregat, daya dukung tanah tersebut serta jenis aspal yang digunakan sebagai bahan utama untuk mengikat material- material tersebut hingga didapatkan suatu perkerasan yang awet, tahan lama, kuat dan kesat

Batu pecah Madura yang akan diuji adalah batu pecah lokal yang berasal dari Desa Gunong maddah Kecamatan Sampang Kabupaten Sampang. Dan kondisi saat ini dimana batu pecah jawa yang susah didapatkan, serta harga yang relatif mahal. Batu pecah yang berasal dari pertambangan PT. Sertu emas merupakan pertambangan terbesar di kota Sampang dengan sumber daya alam berupa bebatuan gunung yang merupakan yang dapat di gunakan sebagai bahan agregat untuk konstuksi.

Berdasarkan permasalahan diatas penulis melakukan penelitian mengenai pemanfaatan batu pecah madura sebagai agregat bahan perkerasan jalan raya dengan menggunakan aspal panas (Hotmix) pada jenis AC-WC dengan parameter variasi suhu/tempratur pencampuran dan pemadatan yang berbeda-beda.

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium PT AMIN JAYA KARYA ABADI Jl.

SAMPANG, KAB.SAMPANG.

STUDI KEPUSTAKAAN Aspal

Aspal adalah suatu bahan bentuk padat atau setengah padat berwarna hitam sampai coklat gelap, bersifat perekat (cementious) yang akan melembek dan meleleh bila dipanasi. Aspal tersusun terutama dari sebagian besar bitumen yang ke semuanya terdapat dalam bentuk padat atau setengah padat dari alam atau hasil pemurnian minyak bumi, atau merupakan campuran dari bahan bitumen dengan minyak bumi atau derivatnya (ASTM, 1994).

Agregat

Agregat adalah suatu bahan yang keras dan kaku yang digunakan sebagai bahan campuran dan berupa berbagai jenis butiran atau pecahan, termasuk didalamnya antara lain: pasir, kerikil, agregat pecah, terak dapur tinggi dan debu agregat.

Banyaknya agregat dalam campuran aspal pada umumnya berkisar antara 90%

(3)

sampai dengan 95% terhadap total berat campuran atau 70% sampai dengan 85%

terhadap volume campuran aspal (Wahyudi, 2010).

Pada penelitian ini penulis akan membandingkan penelitian sebelumnya terkait masalah transshipment yang menggunakan metode Vogel Approximation Method (VAM) dengan metode software LINGO. Agregat yang dipergunakan dalam pembuatan aspal beton, secara umum mempunyai persyaratan terhadap sifat- sifatnya, antara lain : susunan butir (gradasi), ketahanan terhadap gesekan / ausan, kekekalan (soundness), kemurnian dan kebersihan (cleanliness), gesekan internal dan sifat permukaannya (surfacetexture), sedangkan berdasarkan kelompok agregat akan lebih spesifik sesuai jenisnya apakah agregat kasar, halus atau filler.

Gradasi

Gradasi adalah susunan butir agregat sesuai ukurannya, merupakan hal penting dalam menentukan stabilitas perkerasan, berpengaruh terhadap besarnya volume rongga (void), workability dan Stabilitas dalam campuran. Gradasi agregat merupakan campuran dari berbagai diameter butiran agregat yang membentuk susunan campuran tertentu, ditentukan melalui analisis saringan butiran (grain size analysis) dengan menggunakan 1 set saringan (dengan ukuran saringan 19,1 mm; 12,7 mm;

9,52 mm; 4,76 mm;2,38 mm; 1,18 mm; 0,59 mm; 0,149 mm; 0,074 mm) dimana saringan paling kasar diletakkan paling atas dan saringan paling halus diletakkan paling bawah, dimulai dengan pan dan diakhiri dengan tutup (Sukirman,1999).

Marshall Quoient

Untuk mengetahui kekakuan campuran beton aspal perlu dianalisis dengan mencari nilai Marshall Quotient (MQ). Marshall Quotient(MQ), merupakan hasil bagi dari stabilitas dibagi pelelehan (flow),yang dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.11).

Keterangan :

MS = Stabilitas Marshall, dalam kg MF = Kelehan Marshall, dalam mm

Ketentuan laston AC-WC tercantum dalam Tabel 2.4dan Tabel 2.5.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode eksprimen. Semua penelitian dilakukan di kantor laboratorium dan dengan beberapa percobaan-percobaan. Prosedur penelitian ini dilakukan terhadap agregat dilakukan dengan beberapa pengujian yang dapat mewakili material tersebut dalam pencampuran . Untuk melakukan uji variasi suhu pemadatan campuran, penulis terlebih dahulu melakukan penelitian campuran aspal kovensional guna mendapatkan nilai kadar aspal optimum yang dengan pengumpulan data dengan melakukan uji Transformasi suhu pemadatan.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data meliputi pengambilan agregat, filler, dan aspal.

Pengumpulan Data a) Agregat / Material

Agregat (material) yang digunakan adalah agregat (material) Madura (Desa Gunong Maddah Kec.sampang Kabupaten Sampang. Jenis material yang

(4)

diambil adalah agregat kasar (CA), agregat sedang (MA), dan agregat halus (FA).

b) Filler

Bahan filler yang digunakan adalah Semen Portland (Portlanda Cement/ PC ).

c) Aspal

Aspal yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspal curah pertamina yang sudah memenuhi spesifikasi penetrasi 60/70 dan layak digunakan pada perencanaan jalan raya, dimana aspal diambil dari AMP PT. AMIN JAYA.

Metode Pengujian

A. Analisa Saringan dan Prosedur Pelaksanaan Analisa Saringan

Penyediaan alat, alat yang digunakan dalam pelaksanaan analisa saringan adalah 1 set saringan, shieve shaker, timbangan kapasitas 5 kg, dan 20 kg,plastik, dan Kuas.

B. Berat Jenis Agregat dan Prosedur Pelaksanaannya

Tujuan pengujian berat jenis adalah untuk mengetahui berat jenisa gregat pada kondisi semu, kering, SSD (Saturated Surface dry) serta absorbsinya,

C. Aggeragat Crushing Value (ACV)

Menurut British Standard (1975) Nilai kehancuran agregat diukur sebagai kekuatan relatif agregat terhadap beban tekan (crushing) yang dinyatakan dengan Aggregate Crushing Value (ACV).

Metode Pencampuran

Metode pencampuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah pencampuran jenis takaran (weight batching plant). Rumusan campuran kerja harus ditentukan yang akan menjadi dasar dalam membuat benda uji. Dalam rumusan campuran tersebut meliputi :

• Spesifikasi agregat yang akan digunakan

• Kadar aspal yang diuji dalam campuran Metode Uji Marshall

A. Untuk Kadar Aspal Optimum dengan pengujian Marshall Test

Sampel yang akan diuji merupakan campuran dari kombinasi agregat kasar (CA), agregat sedang (MA), agregat halus (FA), Filler serbuk batu gamping madura dan aspal curah pertamina pen 60/70. Perbandingan agregat yang dipakaikan didapat dari percobaan analisa saringan.

B. Cara Pengujian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data yang akan digunakan adalah sebagai berikut:

1. Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Coarse Agregat (10 – 15 mm)

a. Nilai berat jenis semu (apparent) rata-rata dari pengujian yang dilakukan sebesar 2,967.

b. Nilai rata-rata absorbsi agregat kasar telah memenuhi persyaratan, yakni sebesar 1,491 %.

2. Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Medium Agregat (05 – 10 mm)

yilai berat jenis semu (apparent) rata-rata dari pengujian yang dilakukan sebesar 2,625.

(5)

a. Nilai rata-rata absorbsi agregat kasar telah memenuhi persyaratan, yakni sebesar 1,092 %.

3. Nilai abrasi yang diperoleh adalah 24,96 %. Batas Minimum nilai abrasi 21 % (SNI 2417-2008 Max. 40 %)

4. Nilai kadar aspal optimum perkiraan adalah 5,7%. Maka kadar aspal yang direncanakan yaitu 5,7% , 5,2%, dan 6,2% dengan variasi suhu sebagai berikut : a. Tranformasi suhu I = Suhu Pencampuran 160°C, Suhu Pemadatan 146°C b. Tranformasi suhu II = Suhu Pencampuran 170°C, Suhu Pemadatan 156°C c. Tranformasi suhu III = Suhu Pencampuran 180°C, Suhu Pemadatan 166°C d. Tranformasi suhu IV = Suhu Pencampuran 190°C, Suhu Pemadatan 176°C e. Tranformasi suhu V = Suhu Pencampuran 200°C, Suhu Pemadatan 186°C 5. Untuk transformasi suhu 160/1460C diperoleh nilai yang lebih rendah dari pada

transformasi suhu 170/1560C ini disebabkan oleh proses pecampuran serta penumbukan, dimana transformasi suhu 160/1460C dengan nilai rata-rata 1184,8 kg sedangkan transformasi suhu 170/1560C dengan nilai rata-rata 1393,6 kg.

6. Untuk transformasi suhu 180/1660C, untuk transformasi suhu 190/1760C, transformasi suhu 200/1860C diperoleh nilai yang semakin tinggi suhu semakin menurun ini bisa dilihat dengan nilai rata-rata transformasi suhu 180/1660C 1366,1 kg, sedangkan variasi suhu 200/1890C nilai rata-rata 1419,7 kg, sedangkan untuk transformasi suhu 190/1760Cmencapai puncak seiring dengan meningkatnya suhu pencampuran serta pemadatan dengan nilai rata-rata 1554,6 kg.

7. Nilai VMA untuk transformasi suhu 160/1460C dengan nilai rata-rata 22,6 %.

8. Nilai VMA untuk transformasi suhu 170/1560C dengan nilai rata-rata 21,5 %.

9. Nilai VMA untuk transformasi suhu 180/1660C dengan nilai rata-rata 22,6 %.

10. Nilai VMA untuk transformasi suhu 190/1760C dengan nilai rata-rata 22,6 %.

11. Nilai VMA untuk transformasi suhu 200/1860C dengan nilai rata-rata 23,4 %.

12. Nilai flow untuk transformasi suhu 160/1460C dengan nilai rata-rata 3,86 kg.

13. Nilai flow untuk transformasi suhu 170/1560C dengan nilai rata-rata 4,04 kg.

14. Nilai flow untuk transformasi suhu 180/1660C dengan nilai rata-rata 3,73 kg.

15. Nilai flow untuk transformasi suhu 190/1760C dengan nilai rata-rata 3,50 kg.

16. Nilai flow untuk transformasi suhu 200/1860C dengan nilai rata-rata 3,12 kg.

17. Nilai VIM untuk transformasi suhu 160/1460C dengan nilai rata-rata 11,9 %.

18. Nilai VIM untuk transformasi suhu 170/1560C dengan nilai rata-rata 10,4 %.

19. Nilai VIM untuk transformasi suhu 180/1660C dengan nilai rata-rata 12,05 %.

20. Nilai VIM untuk transformasi suhu 190/1760C dengan nilai rata-rata 11,9 %.

21. Nilai VIM untuk transformasi suhu 200/1860C dengan nilai rata-rata 12,68 %.

22. Nilai VFB untuk transformasi suhu 160/1460C dengan nilai rata-rata 46,9 %.

23. Nilai VFB untuk transformasi suhu 180/1660C dengan nilai rata-rata 46,9 %.

24. Nilai VFB untuk transformasi suhu 190/1760C dengan nilai rata-rata 47,1 %.

25. Nilai VFB untuk transformasi suhu 200/1860C dengan nilai rata-rata 45,5 %.

26. Nilai MQ untuk variasi suhu 160/1460C dengan nilai rata-rata 310,1 kg.

27. Nilai MQ untuk variasi suhu 170/1560C dengan nilai rata-rata 354,6 kg.

28. Nilai MQ untuk variasi suhu 180/1660C dengan nilai rata-rata 363,05 kg.

29. Nilai MQ untuk variasi suhu 190/1760C dengan nilai rata-rata 444,6 kg.

30. Nilai MQ untuk variasi suhu 200/1860C dengan nilai rata-rata 455,08 kg.

(6)

Gambar 4.5 Kurva Hubungan Stabilitas dan Kadar Aspal dengan transformasi suhu pencampuran dan pemadatan

Sumber : Hasil Penelitian “LAB. PT Amin jaya karya abadi”

Gambar 4.6 Kurva Hubungan VMA dan Kadar Aspaldengan transformasi suhu pencampuran dan pemadatan

Sumber : Hasil Penelitian “LAB. PT amin jaya karya abadi”

Gambar 4.7 Kurva Hubungan Flow dan Kadar Aspal dengan transformasi Suhu Pencampuran dan Pemadatan

Sumber : Hasil Penelitian “LAB. PT Amin Jaya Karya Abadi”

(7)

Gambar 4.8 Kurva Hubungan VIM dan Kadar Aspal dengan Transformasi Suhu Pencampuran dan Pemadatan

Sumber : Hasil Penelitian “LAB. PT Amin Jaya Karya Abadi”

KESIMPULAN

Dari hasil pengujian marshall, maka dapat disimpulkan variasi suhu pencampuran dan pemadatan dari 160/146°C, 170/156°C, 180/166°C, 190/176°C, dan 200/186°C memiliki pengaruh terhadap hasil pengujian yang ditunjukkan dengan beberapa nilai utuk peningkatan sampai dengan penuruan hasil pengujian dari setiap transformasi suhu pencampuran pemadatan agregat.

Berdasarkan hasil pengujian juga di dapatkan kesimpulan bahwa transformasi suhu yang layak digunakan pada suhu pencampuran pemadatan 170/156°C dengan transformasi suhu aspal 5,20% berdasarkan hasil pengujian marshall qointent dengan karaktersitik marshall hampir memenuhi semua klasifikasi yaitu satabilitas sebesar 1746 Kg, flow dengan hasil 3,5 mm, masrshall quotient dengan nilai 495,98 Kg/mm serta VMA sebesar 17,56 %, sedangkan pada VIM dan VFB belum memenuhi klasifikasi yaitu untuk VIM sebesar 7,32% yang seharusnya menurut klasifikasi harus bernilai 3-5% dan VFB sebesar 44,17% dan menurut klasifikasi harus >65%. Tetapi dari semua Tranformasi suhu, pada suhu pencampuran pemadatan 170/156°C nilai VIM dan VFB yang paling mendekati spesifikasi diantaranya transformasi suhu yang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Kabupaten Gresik, “Profil Kabupaten Gresik 2017,” Gresik, Dirjen Bina Marga “DESAIN PERKERASAN JALAN “(REVISI 2017) Kementrian

Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Direkturat Jendral Bina Marga Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia, Leo Sentosa,ST. MT, Yosi Alwinda, ST.MT, Elianora dan Joko Susilo (2013).

“Pengaruh Variasi suhu pencampuran dan pemadatan campuran beraspal panas menggunakan aspal retona blend 55”. Fakultas Teknik Universitas Riau.

P. Kefie, A. Suryadharma, I. Santoso, and B. Proboyo, “Perancangan Perkerasan Concrete Block dan Estimasi Biaya,” Surabaya.

(8)

Pangemanan , VC, Kaseke, OH dan Manoppo, MRE (2015). “ Pengaruh suhu dan durasi terendamnya perkerasan beraspal panas terhadap stabilitas dan kelelehan (flow). Jurnal sipil statik vol.3 no. 2, februari 2015 (85-90) ISSN:2337-5732.

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan agregat kasar bentuk bulat mempengaruhi karakteristik marshall campuran aspal beton yaitu menyebabkan nilai stabilitas marshall semakin menurun sampai 527,86 kg, nilai

Lapis Aspal Beton adalah campuran untuk perkerasan yang terdiri dari.. agregat kasar, agregat halus, bahan pengisi ( filler ) dan aspal

sebagai alternatif agregat kasar untuk lapis permukaan. b) Hasil perencanaan campuran dengan metode Marshall menujukkan bahwa kadar aspal optimum dari campuran yang menggunakan

Skripsi berjudul “Analisis Karakteristik Marshall Campuran AC-BC Menggunakan Buton Granular Asphalt (BGA) 15/20 Sebagai Bahan Komposisi Campuran Agregat Halus” telah

Hasil dari pengujian sifat-sifat fisik atau karakteristik agregat kasar, agregat halus, dan filler yang digunakan dalam campuran seperti terlihat pada Tabel 5

Di dalam penelitian ini pengujian dilakukan secara bertahap, yaitu terdiri atas pengujian agregat (kasar, halus dan filler), aspal dan pengujian terhadap

Hubungan Stabilitas Dengan Kadar Aspal Dari hasil pengujian stabilitas memperlihatkan bahwa penggunaan aspal plastik dengan kadar aspal 4,9% dalam campuran AC-WC berpengaruh terhadap

Dari hasil pengujian didapatkan dengan penambahan cangkang sawit sebagai pengganti agregat halus pada campuran AC-WC akan meningkatkan kadar aspal optimum KAO, yaitu pada campuran