PENGARUH WAKTU PERENDAMAN DENGAN AIR TERHADAP DAYA PERKECAMBAHAN BENIH
TUMIH
( Combretocarpus rotundatus)
PROPOSAL
RUT SONTARIA PURBA 2130204041
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PALANGKARAYA
2024
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyusun proposal ini yang berjudul “ Pengaruh Waktu Perendaman Air Terhadap Daya Perkecambahan Benih Tumig (Combretocarpus rotundatus)
Penyusunan proposal ini sebagai Tugas Mata Kuliah Teknik Persemaian dan Pemanenan Program Strata satu (S1) di Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Palangka Raya. Penulisan proposal ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya, beserta Staf.
2. Ketua dan Sekretaris Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Palangka Raya beserta Staf.
3. Orang tua penulis yang selalu memberikan harapan, doa, dan dukungan penuh kepada penulis sehingga penulis sampai pada tahap ini.
4. Kepada saudara dan saudari penulis yang selalu mendoakan dan memberikan semangat kepada penulis selama menjalankan perkuliahan sampai pada tahap ini.
5. Teman-teman penulis serta semua pihak yang turut serta membantu penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam proposal ini baik dari bentuk penulisan maupun isinya. Oleh sebab itu berharap adanya saran dan kritik yang membangun untuk memperbaiki proposal ini. Semoga kedepannya proposal ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukan.
Palangka Raya, Oktober 2024
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iii
I. PENDAHULUAN……….. 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 2
1.3 Manfaat………. 2
II. TINJAUAN PUSTAKA……… 3
2.1 Ekologo Jenis Tumih……… 3
2.1.1 Taksonomi………. 4
2.1.2 Ciri Morfologi..……… 4
2.1.3 Daerah Penyebaran dan Tempat Tumbuh ………. 5
2.1.4 Manfaat Tumih……… 5
2.2 Perendaman Benih……….... 5
2.3 Perkecambahan………. 5
III. METODE PENELITIAN………... 7
3.1 Tempat dan Waktu……… 6
3.2 Bahan dan Alat………. 6
3.3 Prosedur Penelitian……….. 6
3.4 Variabel Pengamatan……… 7
3.5 Rancangan Penelitian………... 8 DAFTAR PUSTAKA
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah negara dengan gambut tropika terluas di dunia. Luas ekosistem gambut di Indonesia mencapai angka 14,6 juta hektar (BBSLDP, 2019).
Sangat banyak manfaat yang diberikan lahan gambut di Indonesia. Bagi Indonesia lahan gambut memilikia nilai yang sangat pentina karena sebagaia tempat menyimpan dan, menyimpana karbon, sebagai bagian keanekaragamana hayati dengana berbagaia jenisa floraa dan faunaa yanga langkah,dan hanyaa dapat dijumpaia padaa ekosistema gabut, serta menyedakan hasil hutan yang berupa kayu dan non kayu (Yuliani, 2017).
Tumih (Combretocarpus rotundatus ) merupakan jenis tanaman lokal yang tumbuh sangat baik dan cocok untuk dikembangkan sehingga dapat dijadikan tanaman prioritas dalam upaya rehabilitasi hutan rawa gambut (Istomo et al. 2007).
Sedangkan menurut Saito et al. (2005), tumih dapat diklasifikasikan sebagai jenis yang cepat tumbuh dan toleran terhadap kondisi kering dan terbuka. Karakteristik ini sangat penting untuk menghindari persaingan dengan liana, jenis paku atau pakis sehingga jenis ini cocok untuk mengawali penanaman dalam usaha rehabilitasi hutan rawa gambut yang terganggu. Tumih juga memiliki toleransi terhadap radiasi cahaya matahari yang intensif dan suhu tanah yang tinggi. Jenis ini selain memberikan keuntungan secara ekologis, juga dapat memberikan keuntungan ekonomis berupa kayu atau kayu bakar bagi masyarakat local.
Pengadaan bibit yang berkualitas serta ketersediaanya tidak terlepas dari proses perkecambahannya. Perkecambahan yang baik akan meningkatkan persentase perkecambahan, laju perkecambahan, dan daya berkecambah. Namun demikian untuk mengecambahkan trembesi masih terdapat kendala, dikarenakan benih trembesi memiliki masa dormansi. Diduga dormansi pada benih trembesi merupakan dormansi fisik. Menurut Schmidt (2002), dormansi fisik disebabkan oleh kulit buah yang keras dan impermeable atau penutup buah yang menghalangi
imbibisi dan pertukaran gas. Oleh karena itu, diperlukan skarifikasi yang tepat terhadap benih tumih untuk mematahkan dormansinya
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui pengaruh lama waktu perendaman benih tumih dalam air panas suhu awal 60℃ terhadap perkecambahan .
2. Mengetahui lama waktu perendaman benih tumihyang terbaik dalam air suhu awal 60℃ terhadap perkecambahan
1.3 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini untuk:
1. Memberikan informasi mengenai budidaya balangeran, khususnya tentang perkecambahan benih tumih berdasarkan waktu perendaman.
2. Mengetahui daya berkecambah, persentase kecambah dan rata-rata hari berkecambah yang dilihat dari waktu lama perendaman.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Jenis Tumih
2.1.1 Taksonomi
Tumih mempunyai nama daerah marapat(Dayak,Ngaju Kalimantan), perepat (Palembang), perepat darat (Belitung) dan teruntum batu (Bangka) (Heyne1987).
Menurut Boer dan Lemmens (1998), tumih memiliki klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledonae Ordo : Anisophylleales Famili : Anisophylleaceae Genus :Combretocarpus
Spesies : Combretocarpus rotundatus
Pohon tumih memiliki beberapa kandungan kimia yang terdapat pada bagian daunnya yaitu adanya kapasitas antioksidan yang dapat dilihat melalui pemberian indikasi ekstrak metanol pada daun tersebut ( Kissinger et al., 2013). Dimana kemampuan ekstrak metanol dari pohon ini sebagai aktioksidan diduga berhubungan dengan adanya senyawa-senyawa berafinitas tinggi dengan oksingen seperti tanin, flavonoid, stereroid, dan phenol hidroquinon.
2.1.2 Ciri Morfologi
Pohon tumih berukuran sedang sampai besar dengan tinggi mencapai 40 mdan diameter mencapai 100 cm. Permukaan kulit batang tidak beraturan dan beralur dalam, berwarna cokelat terang sampai cokelat keabu-abuan sedangka n bagian dalam kulit batang keras, berwarna cokelat kejingga-jinggaan. Jenis inihi dup di daerah rawa, terkadang dengan bantalan dari akar nafas berwarna cokelatkemerahan berbentuk seperti benang (Boer & Lemmens 1998).
Bunga dari jenis ini berbentuk malai, muncul pada bagian pangkal cabang, berwarna kuning; benang sari berjumlah dua kali lipat dari jumlah mahkot a;memiliki tiga (sampai empat) kepala putik, tidak saling menempel.
Buahnyamerupakan buah kering, umumnya bersayap tiga, dengan masing-masing buahmengandung satu pucuk yang berbentuk kumparan. Daun tersusun alternate (berseling), mengerucut pada bagian pangkal dan membulat pada bagian ujung.Daun muda berwarna merah tua terang sampai merah gelap (Boer &
Lemmens1998). Buah berukuran 2 - 3 cm x 1,5 - 2 cm dan daun berukuran 8 - 14,5 cm x5,5 - 9,5 cm (Argent et al . 1998).
2.1.3 Daerah Penyebaran dan Tempat Tumbuh
Tumih tersebar di Sumatera, Kalimantan dan pulau di sekitarnya(Kepulauan Riau, Bangka, Belitung) (Boer & Lemmens 1998). Menurut Argent etal . (1998), di Kalimantan, penyebaran jenis ini tercatat dari Sarawak, Brunei,Sabah, Kalimantan Barat dan Tengah. Jenis ini ditemukan pada tanah berpasir,gambut dan rawa air tawar sampai 100 m, pada tegakan yang rapat. Menurut Boerdan Lemmens (1998),
jenis ini paling melimpah pada hutan sekunder atau hutandengan kanopi terbuka.
Jenis ini tumbuh pada tanah tergenang di hutan gambutdan kerangas dengan ketinggian mencapai 100 - 300 m dpl.
2.1.4 Manfaat Tumih
Jenis ini dapat digunakan untuk kayu pertukangan dan kayu bakar. Kayudari jenis ini secara lokal banyak digunakan untuk konstruksi atau bantalan rel kereta api, tetapi membutuhkan perlakuan pengawetan. Kayu tumih jugadigunakan untuk konstruksi perahu, mebel, lantai, dan panel (Boer & Lemmens).
2.2 Perendaman Benih
Perendaman benih merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mematahkan dormansi benih. Perlakuan pematahan dormansi benih ditujukan untuk menghilangkan pengaruh kulit benih terhadap kemampuan benih berkecambah (Suita et al, 2004). pematahan dormansi dapat dilakukan dengan memberikan perlakuan pendahuluan atau skarifikasi yang dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain penggosokan atau pengikiran, merendam dalam asam, hidrogen peroksida, atau air panas dan air biasa selama periode waktu yang bervariasi. Perendaman benih dalam air panas dapat melunakkan dan membuka pori-pori kulit benih yang kering dan keras, sehingga dapat meningkatkan proses.
Menurut Zuhry (2014) menjelaskan bahwa perendaman dengan air panas bertujuan memudahkan penyerapan air boleh benih, caranya yaitu dengan memasukkan benih ke dalam air panas dengan suhu awal 60°C dan dibiarkan sampai air menjadi dingin. Menurut Sadjad (1975) benih akan memulai aktivitas fisiologis untuk berkecambah apabila ada imbibisi sejumlah air, karena air sangat berpengaruh penting dalam proses perkecambahan benih. Salah satu perlakuan yang dilakukan untuk mematahkan dormansi benih Jabon yaitu dengan perendaman benih pada air panas kemudia didinginkan.
2.4 Perkecambahan
Menurut Sutopo (2002), proses perkecambahan benih merupakan suatu rangkaian yang komplek dari perubahan morfologi, fisiologi, dan biokimia. Dalam tahap ini, embrio didalam biji yang semula berada pada kondisi dorman mengalami sejumlah perubahan fisiologis yang menyebabkan ia berkembang menjadi tumbuhan muda. Tumbuhan muda ini dikenal sebagai kecambah. Perkecambahan
pada dasarnya adalah pertumbuhan embrio atau bibit tanaman, sebelum berkecambah benih relatif kecil dan dorman. Biasanya radikal keluar dari kulit benih, terus ke bawah dan membentuk sistem akar. Plumula muncul ke atas dan membentuk sistem tajuk. Saat proses respirasi mulai terjadi, cadangan makanan yang tidak dapat dilarutkan diubah agar dapat dilarutkan, hormone auxin terbentuk pada endosperm dan kotiledon. Hormon tersebut dipindah ke jaringan meristem dan digunakan untuk pembentukan sel baru dan membebaskan energi kinetik (Edmondet, dkk. 1957).
III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di green house kehutanan . Waktu yang diperlukan dalam penelitian kurang lebih selama 5 bulan yang meliputi penyusunan proposal, persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian, pengumpulan data, analisis data, dan laporan.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:
1. benih tumih digunakan sebagai objek pada penelitian untuk diteliti mengenai waktu perendaman dan perkecambahannya.
2. Pasir digunakan sebagai media perkecambahan benih tumih Alat-alat yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Thermometer digunakan untuk mengukur suhu
2. bak kecambah digunakan untuk media tempat perkecambahan benih balangeran 3. hand spayer digunakan untuk menyiram benih balangeran yang berada di bak
kecambah.
3.3 Prosedur Penelitian
Tahapan-tahapan kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Persiapan benih
Benih tumih yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih yang baik, berwarna cokelat, lonjong padat, dan tidak berlubang.
2. Perendaman benih
Perendaman benih tumih dengan air dengan suhu awal yang sama yaitu 60°C dan lama waktu perendaman yang berbeda yaitu perendaman benih selama 0 jam, 24 jam, 48 jam, dan 72 jam. Perendaman benih pada hari pertama dilakukan untuk perlakuan yang ke-4 yaitu lama perendaman selama 72 jam, hari ke-2 dilakukan perendaman benih untuk perlakuan yang ke-3 yaitu lama perendaman benih selama 48 jam, dan pada hari ke-3 dilakukan perendaman benih selama 24 jam untuk perlakuan benih yang ke-2. Setelah semua benih direndam kemudian benih dikecambahkan pada waktu yang bersamaan pada media perkecambahan yang telah tersedia.
3. Penaburan benih
Benih yang sudah direndam kemudian dikecambahkan dengan cara menabur benih ke dalam bak kecambah yang sudah berisi pasir.
4. Pemeliharaan/penyiraman
Penyiraman dilakukan 2x dalam sehari, pada jam 09.00 pagi dan jam 17.00 sore dengan menggunakan handsprayer. Penyiraman dilakukan sampai kecambah terakhir hadir
5. Pengamatan
Pengamatan dilakukan ketika benih mulai berkecambah sampai dengan akhir masa perkecambahan atau akhir pengamatan. Pengamatan dilakukan terhadap persentase jumlah benih berkecambah, daya kecambah, laju perkecambahan, dan nilai kecambah.
3.4 Variabel Pengamatan
Variabel pengamatan perkecambahan benih tumih yang digunakan adalah daya berkecambah, persentase kecambah, rata-rata hari berkecamabah.
1. Daya Berkecamabah (DB)
Daya Berkecambah (DB) yaitu jumlah dari persentase benih yang berkecambah dan persentase benih yang tidak berkecambah, tetapi masih berisi dan hidup (Indriyanto, 2008).
DB = ∑ 𝑏𝑒𝑛𝑖ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑘𝑒𝑐𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ+ ∑𝑏𝑒𝑛𝑖ℎ 𝑏𝑒𝑟𝑝𝑜𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖 ℎ𝑖𝑑𝑢𝑝
∑ 𝑏𝑒𝑛𝑖ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑘𝑒𝑐𝑎𝑚𝑏𝑎ℎkam
2. Persentase Kecambah (K)
Persentase Kecamabah (K) yaitu persentase jumlah benih yang berkecambah sampai akhir pengujian
K = ∑ benih yang berkecambah
∑ benih yang dikecambahkan×100 3. Rata-rata hari berkecambah S(RH)
RH = 𝑛1 𝑥 ℎ1+𝑛2 𝑥 ℎ2+⋯ +(𝑛𝑖 𝑥 ℎ𝑖)
𝑛1+𝑛2+⋯
+𝑛𝑖 Keterangan:
n = jumlah benih yang berkecambah
h = hari dalam proses perkecambahan benih
ni = jumlah benih yang berkecambah pada hari ke- i
hi = hari ke-i (Indriyanto,2011) 3.5 Analisis Penelitian
Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan. Setiap perlakuan terdiri dari 4 ulangan. Setiap satuan percobaan terdiri atas 25 benih. Perlakuan yang diberikan kepada benih sebelum dikecambahkan adalah sebagai berikut:
1. benih tanpa perendaman (P0)
2. perendaman benih dalam air panas (suhu awal 60°C) kemudian dibiarkan dingin selama 24 jam (P1)
3. perendaman benih dalam air panas (suhu awal 60°C) kemudian dibiarkan dingin selama 48 jam (P2)
4. perendaman benih dalam air panas (suhu awal 60°C) kemudian dibiarkan dingin selama 72 jam (P3).
Setiap satuan percobaan terdiri dari 25 benih tumih , sehingga benih yang digunakan dalam penelitian ini adalah 4 x 4 x 25 = 400 benih .
DAFTAR PUSTAKA
Argent G, Saridan A, Campbell EJF, Wilkie P, Fairweather G,Hadiah JT, Middleton DJ, Pendry C, Pinard M, Warwick M, Yulita KS. 1998.Manualof The Larger and More Important Non Dipterocarp Trees of
Central Kalimantan, Indonesia. Volume ke-1. Samarinda : Forest Research Institute.
Boer E dan Lemmens RHMJ. 1998. Combretocarpus Hook . f. Di dalam : plant Reseources of South-East Asia No 5(3). Tumber trees : Lesser-known Timbers. Bogor : Prosea Foundation.
Edmond. J.B., A.M.Musser, and F.S. Andrews. 1957. Fundamentals of horticulture. Mc –Graw-Hill Book. Co. Inc New York. 456 hlm.
Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia III. Jakarta Badan Litbang Kehutanan.
Istomo. 2002. Kandungan Fosfor dan Kalsium serta Penyebarannya pada Tanah dan Tumbuhan Rawa Gambut. Studi Kasus di Wilayah Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan Bagan, Kabupaten Rokan Hilir, Riau [Disertasi].
Bogor Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor..
Kissinger, K., Zuhud, E. A., Latifah, L., Darusman, D., & Iskandar, I. 2013.
Penapisan Senyawa Fitokimia Dan Pengujian Antioksidan Ekstrak Daun Pohon Merapat. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 31(1), 9-18.
Indriyanto. 2008. Pengantar Budidaya Hutan. Bumi Aksara, Jakarta.
Mansur I. 2010. Teknik Silvikultur untuk Reklamasi Lahan Bekas Tambang. Bogor:
Seameo Biotrop.
Martawidjaya A, Kartasujana, Kadir K, dan Prawira Orwa, C., Mutua, A., Kindt, R., Jamnadass, R. dan Anthony, S. 2009 Agroforestry tree database: a tree
reference and selection guide version 4.0.
http://www.worldagroforestry.org/treedb2/AFTPDFS/Anthocephalus_cada mba.pdf [7 Desember 2010].
Pratiwi. 2003. Prospek pohon jabon untuk pengembangan hutan tanaman di Jakarta.
Buletin Badan Litbang Kehutanan 4(1):61-66 hlm.
Sadjad, S. 1975. Proses Metabolisme Perkecambahan Benih dalam Dasar-dasar Teknologi Benih. Buku. Capita selekta. Departemen Agronomi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal 138.
Sapulete, E. dan N. Kapisa, N. 1994. Informasi teknis tanaman jabon. Buletin Penelitian Kehutanan 10(2): 183-196. Balai Penelitian Kehutanan Pematang Siantar.
Sutopo, Lita. 2002. Teknologi Benih. Buku. Rajawali Press. Jakarta.
Zuhry, E. 2014. Teknologi Benih Kehutanan. Pekanbaru: Fakultas Pertanian universitas Riau. SA. 1981. Atlas Kayu Indonesia. Jilid II. Bogor Badan Litbang Kehutanan, Departemen Kehutanan.
18