• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN MODUL BERBENTUK BUKLET BERBASIS ETNOMATEMATIKA KERAJINAN SASIRANGAN MATERI SISTEM PERSAMAAN LINEAR TIGA VARIABEL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "PENGEMBANGAN MODUL BERBENTUK BUKLET BERBASIS ETNOMATEMATIKA KERAJINAN SASIRANGAN MATERI SISTEM PERSAMAAN LINEAR TIGA VARIABEL"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

http://jtam.ulm.ac.id/index.php/jurmadikta

12

PENGEMBANGAN MODUL BERBENTUK BUKLET

BERBASIS ETNOMATEMATIKA KERAJINAN SASIRANGAN MATERI SISTEM PERSAMAAN LINEAR TIGA VARIABEL

Khanza Azkia1, Noor Fajriah2, Yuni Suryaningsih3

1,2,3Program Studi Pendidikan Matematika, Universitas Lambung Mangkurat

Surel: khansaazkia0402@gmail.com, n.fajriah@ulm.ac.id, yuni_mtk@ulm.ac.id

Abstrak: Etnomatematika, selain dapat meningkatkan rasa cinta budaya peserta didik, juga dapat membantu mereka dalam memahami penerapan konsep matematika di dalam kehidupan sehari-hari, khususnya pada bidang kebudayaan. Sayangnya, etnomatematika masih jarang diterapkan dalam pembelajaran. Oleh karena itu, penelitian ini dilaksanakan dalam rangka menghasilkan modul dalam bentuk buklet berbasis etnomatematika produk kerajinan sasirangan pada materi sistem persamaan linear tiga variabel untuk tingkat sekolah menengah atas yang valid. Penelitian ini menerapkan model pengembangan yang dikemukakan oleh Thiagarajan, Semmel, dan Semmel yaitu model 4D, yang telah dimodifikasi. Penelitian ini diawali dengan tahap define (pendefinisian), kemudian tahap design (perancangan), hingga terakhir ialah tahap development (pengembangan). Pada tahap pengembangan dilakukan validasi yang dilakukan oleh 3 orang validator melalui lembar validasi. Kemudian, dilakukan analisis kuantitatif terhadap skor yang diperoleh dari lembar validasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa modul yang dikembangkan memiliki skor 3,34 yang mana skor tersebut memenuhi kriteria valid namun masih memerlukan perbaikan. Adapun perbaikan dilakukan dengan mengacu pada saran-saran yang diberikan oleh validator.

Kata kunci: pengembangan, modul, buklet, etnomatematika, sasirangan

Cara Sitasi: Azkia, K., Fajriah, N., & Suryaningsih, Y. (2022). Pengembangan Modul Berbentuk Buklet Berbasis Etnomatematika Kerajinan Sasirangan Materi Sistem Persamaan Linear Tiga Variabel. Jurmadikta, 2(1): 12-22.

PENDAHULUAN

Kain sasirangan ialah kain khas daerah Kalimantan Selatan yang diperkirakan telah ada sejak abad ke-XVI. Awalnya, kain sasirangan disebut kain โ€œpamintanโ€ (yang dalam bahasa Indonesia berarti permintaan) karena kain ini digunakan sebagai sarana pengobatan alternatif yang bersifat non medis dan dibuat mengikut kepada permintaan seseorang yang berobat kepada seorang pengrajin kain pamintan. Pengobatan dengan menggunakan kain pamintan dilakukan dengan memakaikannya ke bagian tubuh yang sakit (Seman, 2011).

Seiring berjalannya waktu, kain pamintan kini dikenal sebagai kain sasirangan. Wijaya, dkk (2015) menuliskan bahwa sasirangan terdiri atas dua kata, yaitu Sa yang berarti satu dan Sirang yang berarti jelujur (dalam bahasa Indonesia artinya dijahit) sehingga, sasirangan merupakan kain yang dibuat dengan melukis pola-pola diatas kain yang

(2)

kemudian dijahit dengan satu jelujur di setiap motifnya kemudian diberi warna. Tidak hanya namanya yang berubah, fungsi kain sasiranganpun berubah seiring berkembangnya zaman. Kini, kain sasirangan tidak lagi digunakan sebagai sarana pengobatan altenatif.

Produk-produk kerajinan kain sasiranganpun kini tidak hanya sebatas baju saja, melainkan juga dibuat menjadi fashion item yang lain seperti jaket, tas, kerudung, sendal hingga mukena. Berbanding terbalik dengan beragamnya kerajinan olahan kain sasirangan yang ada, penggunanya masih sedikit terlebih di kalangan pelajar. Minimnya rasa cinta dan pengetahuan kalangan pelajar tentang sasirangan mengisyaratkan bahwa perlunya mengaitkan budaya Banjar ke dalam materi pelajaran.

Salah satu caranya ialah dengan menerapkan etnomatematika dalam pembelajaran matematika. Etnomatematika memberi fasilitas kepada peserta didik dalam mengkonstruksi konsep matematika dengan pengetahuan mereka mengenai lingkungan budaya sosial di sekitar mereka. Lanjutnya, etnomatematika juga dapat memotivasi peserta didik dengan memberikan lingkungan pembelajaran yang lebih baik dan menyenangkan sehingga minat mereka dalam mengikuti pembelajaran matematika menjadi lebih besar lagi. Etnomatematika juga mampu menumbuhkan rasa menghargai, nasionalisme dan kebanggaan terhadap kebudayaan bangsa (Richardo, 2016).

Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada tiga orang peserta didik kelas X dari tiga sekolah yang berbeda di Banjarmasin, diketahui bahwa mereka kesulitan ketika belajar sistem persamaan linear tiga variabel. Kesulitannya ialah kurang teliti saat menyelesaikan sistem persamaan linear tiga variabel dan terpaku pada contoh-contoh soal. Kesulitan ketika belajar materi SPLTV ini bukan pertama kali terjadi. Sebelumnya, Cardo, dkk (2020) juga menemukan peserta didik yang kesulitan mempelajarinya. Pada penelitian tersebut, ditemukan bahwa kesulitan yang dialami peserta didik ketika mempelajari SPLTV ialah kesulitan ketika hendak memahami konsep dan definisi, serta kurangnya ketelitian dalam menyelesaikan masalah kontekstual SPLTV.

Salah satu faktor yang dapat memudahkan peserta didik memahami materi pelajaran ialah penggunaan bahan ajar yang inovatif (Prastowo, 2015). Hal ini terbukti pengembangan yang dilakukan oleh Tanjung & Amalia (2019) yaitu bahan ajar berbasis Problem Based Learning untuk kemampuan pemecahan masalah pada materi SPLTV kelas X. Salah satu jenis bahan ajar ialah modul. Menurut Evitasari (2018), salah satu kelebihan modul ialah dapat diselesaikan dan digunakan dimanapun serta dalam situasi apapun. Atas kelebihannya ini, modul cocok untuk digunakan dalam pembelajaran jarak jauh.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan 2 orang guru SMA di Banjarmasin, etnomatematika masih jarang diterapkan dalam pembelajaran padahal etnomatematika tidak hanya dapat menambah wawasan peserta didik tetapi juga melatih kemampuan literasi peserta didik.

Hutauruk (2020), karakteristik etnomatematika ada 3, yaitu (a) Pemilihan konten budaya disesuaikan dengan materi yang diajarkan; (b) Berdasarkan objek budaya yang dijadikan bahan etnomatematika, konsep matematika yang terkandung didalamnya dapat dikaji dalam rangka menjadikannya sebagai rujukan pembelajaran maupun untuk memodelkan konsep budaya secara matematis dari objek budaya tersebut, serta; (c) Peserta didik dituntun agar mencintai budaya mereka. Oleh karena itu, apabila etnomatematika diterapkan dalam pembelajaran, pandangan peserta didik bahwa matematika dapat

(3)

14 diterapkan dalam segala bidang kehidupan dapat lebih terbuka. Penerapan etnomatematika juga dapat menambah pengetahuan peserta didik terhadap kebudayaan dan menumbuhkan rasa cinta budaya mereka. Pannen (2005) berpendapat bahwa pembelajaran berbasis budaya ialah pembelajaran yang melibatkan guru dan peserta didik di dalamnya dengan berdasar kepada budaya yang telah mereka kenal. Kemudian, menurut Supinah (2008), agar lebih mudah dipahami, pada awal pembelajaran matematika sebaiknya disajikan masalah relevan dengan kehidupan sehari-hari peserta didik baru kemudian mereka dibimbing secara bertahap (Arif, 2019).

Purwanto dalam Rukmana (2018), menuliskan bahwa buklet merupakan salah satu media komunikasi dimanfaatkan sebagai media promosi. Dengan tujuannya ini, buklet dapat menjadi media yang cocok untuk mempromosikan barang, khususnya produk-produk kerajinan kain sasirangan. Mengingat buklet merupakan media grafis, maka modul, ketika masuk dalam tahap pencetakan, dapat dicetak dalam bentuk buklet. Istilah buklet (dalam bahasa Inggris Booklet) terdiri dari dua kata, yakni buku (book) dan leaflet, sehingga buklet dapat diartikan sebagai perpaduan antara buku dan leaflet yang berukuran kecil seperti layaknya leaflet serta struktur seperti buku, yaitu terdiri dari pendahuluan, isi, dan penutup.

Roza menyatakan bahwa fungsi buklet diantaranya ialah untuk menimbulkan minat peserta didik, membantu peserta didik agar belajar lebih cepat dan banyak, memacu peserta didik untuk menyampaikan kembali pesan yang diterimanya kepada orang lain, memudahkan penyajian materi, dan memudahkan peserta didik dalam memperoleh informasi (Rukmana, 2018).

Pariwiyati (dalam Setyaningsih, 2019), menyatakan bahwa tidak ada ukuran baku untuk buklet, agar tidak banyak membuang kertas maka buklet disajikan dengan kertas berukuran A4 maupun A5. Modul dalam Buklet Berbasis Etnomatematika terdiri dari dua unsur, yaitu Modul dalam Bentuk Buklet dan Modul Berbasis Etnomatematika. Adapun karakteristiknya yaitu (1) Modul memuat lembar kegiatan yang memandu peserta didik saat proses pembelajaran dimana masalah yang disajikan berkaitan dengan kebudayaan yang dekat dengan kehidupan sehari-hari peserta didik beserta soal-soal latihan; dan (2) Modul disajikan dengan struktur buklet, yang memuat bagian pendahuluan, isi, serta penutup dengan ukuran kertas A5.

Kelebihan Modul dalam Bentuk Buklet Berbasis Etnomatematika ialah lebih hemat kertas dan mudah dibawa mengingat ukuran buklet yang kecil. Disamping itu, modul juga menjadi sarana bagi peserta didik dalam mengenali budaya yang disajikan serta meningkatkan rasa cinta budaya mereka. Adapun kekurangan modul ialah, karena disajikan dalam bentuk buklet yang ukuran dan jumlah halamannya terbatas, maka bahasan materi dalam modul tidak terlalu luas. Tidak hanya materi, budaya yang disajikan dalam modul juga tidak terlalu beragam, hanya difokuskan pada satu kebudayaan.

Dengan demikian, penelitian ini bertujuan menghasilkan modul dalam bentuk buklet berbasis etnomatematika produk kerajinan sasirangan pada sistem persamaan linear tiga variabel untuk tingkat sekolah menengah atas yang valid.

(4)

METODE

Penelitian ini menerapkan metode pengembangan dengan mengadaptasi model pengembangan yang dikemukakan oleh Thiagarajan, Semmel, dan Semmel (dalam Al- Tabany, 2017), yaitu model 4D, yang terdiri atas tahap Define (pendefinisian), tahap Design (perancangan), tahap Development (pengembangan) dan tahap Dissemination (penyebaran), yang mana prosedur pengembangan dilakukan hanya hingga pada tahap ketiga yaitu tahap development (pengembangan). Pada tahap mendefinisikan, dilakukan analisis mengenai masalah-masalah yang ditemukan agar dapat ditemukan solusi permasalahannya hingga didapat rumusan tujuan pembelajaran khusus. Kemudian tahap merancang dilakukan dengan merancang modul berdasarkan hasil yang diperoleh dari tahapan sebelumnya, baik dari susunan materi sampai format penyajian modul sehingga dihasilkanlah rancangan awal modul (draft I). Selanjutnya, draft I dikonsultasikan dengan dosen pembimbing untuk mendapatkan perbaikan lebih lanjut. Setelah dilakukan perbaikan, draft I telah berubah menjadi draft II. Pada tahap pengembangan dilakukan validasi terhadap draft II oleh 3 orang validator ahli. Selain memberi penilaian skor terhadap draft II, validator juga memberikan saran perbaikan lanjutan. Apabila skor rata- rata dari ketiga validator telah memenuhi kriteria valid ataupun tidak valid, maka saran- saran yang diberikan validator dikonsultasikan ke dosen pembimbing untuk dilakukan perbaikan. Dengan demikian, setelah perbaikan dilaksanakan, draft II telah menjadi produk akhir.

Penelitian ini mengumpulkan data kuantitatif skor validasi yang diberikan oleh Validator. Selain skor validasi, terdapat pula saran-saran perbaikan diberikan oleh validator. Skor validasi dan saran perbaikan, keduanya dikumpulkan dengan lembar validasi. Analisis kelayakan modul dilihat dari hasil analisis skor validasinya. Teknik analisis data terhadap lembar validasi modul menurut Hobri (dalam Fairuz, Fajriah, &

Danaryanti, 2020) ialah dengan menentukan:

(a) Rata-rata skor setiap indikatornya.

๐ผ๐‘– =โˆ‘๐‘›๐‘—=1๐‘‰๐‘—๐‘– ๐‘›

Dengan ๐‘‰๐‘—๐‘– menunjukkan data skor indikator ke-i oleh validator ke-j dan ๐‘› menunjukkan jumlah validator.

(b) Rata-rata skor setiap aspeknya.

๐ด๐‘– =โˆ‘๐‘š๐‘—=1๐ผ๐‘–๐‘— ๐‘š

Dengan ๐ผ๐‘– menunjukkan rata-rata skor indikator ke-j yang menunjang aspek ke-i dan ๐‘š menunjukkan jumlah indikator dalam aspek ke-i.

(c) Rata-rata keseluruhan aspek.

๐‘‰๐‘Ž =โˆ‘๐‘›๐‘–=1๐ด๐‘– ๐‘›

Dengan ๐‘‰๐‘Ž menunjukkan skor rata-rata keseluruhan aspek, ๐ด๐‘–menunjukkan rata-rata skor aspek ke-i, serta ๐‘› menunjukkan jumlah aspek.

(5)

16 Apabila skor rata-rata penilaian semua validator memenuhi kriteria valid atau sangat valid maka modul yang dikembangkan dinyatakan valid.

Setelah mendapatkan rata-rata dari semua aspek, untuk mengetahui kriteria kevalidannya bisa diamati pada Tabel 1.

Tabel 1. Kriteria Tingkat Kevalidan

No Rata-rata Skor Penilaian Ahli Kriteria

1 1 โ‰ค ๐‘‰๐‘Ž< 2 Tidak Valid

2 2 โ‰ค ๐‘‰๐‘Ž< 3 Kurang Valid

3 3 โ‰ค ๐‘‰๐‘Ž< 4 Valid

4 ๐‘‰๐‘Ž = 4 Sangat Valid

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengembangan yang dilakukan peneliti menghasilkan Modul Berbasis Etnomatematika Produk Kerajinan Sasirangan yang disajikan dalam bentuk buklet. Modul disusun menurut dengan model 4D oleh Thiagarajan, Semmel, dan Semmel yang telah dimodifikasi. Tahap-tahap yang dilakukan selama pengembangan ialah sebagai berikut.

Tahap Define

Tahap define terdiri dari tahapan-tahapan sebagai berikut.

(a) Analisis Awal-Akhir

Berdasarkan wawancara dengan masing-masing seorang peserta didik kelas X di 3 SMA/MA yang berbeda di Banjarmasin, diperoleh informasi bahwa ketiga narasumber menghadapi kesulitan ketika hendak memahami materi SPLTV. Hingga pada akhir wawancara diketahui 2 dari 3 peserta didik hanya menggunakan buku terbitan Kemendikbud dan buku LKS terbitan penerbit di sekolah mereka masing-masing.

Sedangkan penerapan SPLTV hanya ada pada saat latihan soal sehingga kegiatan pembelajaran belum sepenuhnya menggunakan pendekatan kontekstual. Lebih khususnya lagi, belum ada penerapan materi SPLTV terhadap budaya Banjar yang sering dijumpai peserta didik di lingkungan sekitarnya. Sedangkan 1 orang peserta didik sudah mendapatkan LKPD pada materi SPLTV dengan berbasis etnomatematika meski masih jarang.

Dengan permasalahan tersebut, maka akan dikembangkan modul sistem persamaan linear tiga variabel berbasis etnomatematika produk kerajinan sasirangan. Modul disusun dengan menggunakan pendekatan kontekstual agar selaras dengan penerapan etnomatematika serta agar peran peserta didik dalam kegiatan pembelajaran menjadi lebih aktif.

(b) Analisis Peserta Didik

Menurut hasil wawancara yang telah dilakukan kepada 3 orang peserta didik tadi, diketahui bahwa mereka menghadapi kesulitan ketika hendak memahami materi SPLTV.

Kesulitan yang dihadapi mereka diantaranya ialah terpaku pada prosedur penyelesaian seperti contoh soal dan kurang teliti ketika menyelesaikan permasalahan SPLTV.

(6)

(c) Analisis Tugas

Pembagian materi dalam modul dilakukan berdasarkan Kompetensi Dasar dari Kurikulum 2013. Sehingga modul terbagi menjadi tiga bab bahasan materi, yaitu bab

โ€œPersamaan Linear Tiga Variabelโ€, bab โ€œSistem Persamaan Linear Tiga Variabelโ€, dan bab

โ€œPenyelesaian Sistem Persamaan Linear Tiga Variabelโ€.

(d) Analisis Konsep

Berdasarkan Kompetensi Dasar, indikator pencapaian kompetensi yang harus tercapai oleh peserta didik ialah mampu menyusun sistem persamaan linear tiga variabel dari masalah kontekstual dan mampu menyelesaikan masalah tersebut baik dengan metode substitusi, eliminasi, eliminasi-substitusi, maupun determinan matriks.

(e) Penyusunan Tujuan Pembelajaran Khusus

Tujuan pembelajaran khusus disusun dengan merujuk pada indikator pencapaian kompetensi yang telah dijabarkan pada tahap analisis konsep. Tujuan ini kemudian dijadikan dasar dalam merancang modul yang dikembangkan.

Tahap Design

Tahap ini menghasilkan rancangan awal modul berbasis etnomatematika produk kerajinan sasirangan. Berikut ini langkah-langkah yang dilakukan selama tahap design.

(a) Penyusunan Tes

Penyusunan tes merujuk pada kompetensi yang harus tercapai oleh peserta didik berdasarkan tujuan pembelajaran khusus. Melalui soal tes, peserta didik mampu menyusun SPLTV dari masalah kontekstual dan menyelesaikannya dengan tepat.

(b) Pemilihan Media

Produk kerajinan sasirangan dipilih sebagai objek pengamatan dalam modul karena permasalahan harganya dapat diterapkan dalam materi SPLTV. Selain itu, pemilihan produk kerajinan sasirangan sebagai media dapat menjadikan peserta didik lebih familiar dengan budaya Banjar.

(c) Pemilihan Format

Modul dirancang dengan menggunakan pendekatan kontekstual. Hal ini disesuaikan dengan kompetensi dasar yang tertera dalam silabus bahwa peserta didik dapat menyusun SPLTV dari masalah kontekstual dan menyelesaikan masalah kontekstual yang ada kaitannya dengan SPLTV. Aktivitas dalam modul diawali dengan mengamati ilustrasi yang terdiri dari cerita dan gambar produk kerajinan sasirangan, kemudian menjawab pertanyaan yang akhirnya akan mengarah kepada penemuan konsep.

Modul dibuat dalam struktur buklet yaitu terbagi menjadi bagian pendahuluan yang memuat petunjuk penggunaan dan materi apersepsi, bagian isi yang memuat bahasan materi dan uji kompetensi, serta bagian penutup yang memuat glosarium.

(d) Perancangan Awal

Modul dibuat dengan menggunakan Microsoft Word menggunakan ukuran kertas A5 dengan menggunakan font Berlin Sans FB Demi untuk judul bab dan Times New Roman untuk isi. Sedangkan untuk pengaturan halaman menggunakan bookfold karena modul akan dicetak menjadi buklet seperti pada Gambar 1.

(7)

18 Gambar 1. Sampul Depan dan Bordir Halaman Modul

Selanjutnya, draft I didiskusikan dengan tim peneliti sehingga menjadi modul draft I.

(a) Perbaikan warna desain modul menjadi seperti yang terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Desain Baru Modul

(b) Penambahan sampul belakang modul. Gambar sampul belakang modul terlihat pada Gambar 3.

(8)

Gambar 3. Sampul Belakang Modul

Tahap Development

Setelah perbaikan draft I yang merujuk pada saran dan komentar dari kedua dosen pembimbing, diperolehlah draft II yang selanjutnya akan divalidasi. Terdapat 3 validator yang melaksanakan validasi terhadap modul yang dikembangkan. Rekapitulasi skor validasi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rekapitulasi Skor Validasi

Nilai Rata-rata Aspek

Rata-rata Seluruh

Aspek

Aspek Kelayakan Isi Modul 3,25

3,34 Aspek Kelayakan Penyajian Modul 3,31

Aspek Kelayakan Bahasa Menurut

BSNP 3,21

Aspek Kontekstual 3,37

Aspek Kebudayaan 3,58

(9)

20 Meskipun sudah valid, draft II modul masih memiliki beberapa kekurangan sehingga dilakukan perbaikan terhadap draft II yang di peroleh dari komentar dan saran yang diberikan validator. Berikut ini perbaikan-perbaikan yang dilakukan terhadap draft II.

(a) Penambahan keterangan definisi SPLDV yang tercantum pada materi apersepsi.

(b) Redaksi kedua pada Peta Konsep yang berbunyi, โ€œMenyusun Sistem Persamaan Linear Tiga Variabelโ€ diubah menjadi โ€œMemodelkan masalah dalam bentuk Sistem Persamaan Linear Tiga Variabelโ€.

(c) Warna font pada daftar isi modul diubah dari warna kuning menjadi warna hitam.

Pengembangan didasarkan pada wawancara yang telah dilakukan kepada 3 peserta didik yang berasal dari 3 SMA/MA yang berbeda di Banjarmasin. Berdasarkan hasil wawancara, diperoleh informasi bahwa salah satu materi yang sulit dipelajari ialah materi SPLTV. Kesulitan yang mereka alami ialah kurang teliti saat menyelesaikan soal dan terpaku pada prosedur penyelesaian dicontohkan dalam contoh soal.

Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan Cardo, dkk (2020) diperoleh informasi bahwa peserta didik yang menghadapi kesulitan ketika hendak belajar SPLTV menjumpai kesulitannya masing-masing. Kesulitan yang dialami peserta didik saat mempelajari SPLTV diantaranya ialah kesulitan memahami konsep dan definisi, kurangnya ketelitian serta kesulitan menyusun SPLTV. Salah satu solusi yang dapat dijadikan jalan keluar dari masalah tersebut ialah dengan mempelajari konsep dan definisi SPLTV secara menyeluruh melalui pembelajaran dengan menerapkan pendekatan kontekstual.

Modul berbasis etnomatematika yang dihasilkan pada penelitian ini menjadi satu dari sekian solusi untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi peserta didik ketika mempelajari SPLTV. Dengan mengaitkan kebudayaan yang ada di lingkungan sekitar peserta didik, yakni sasirangan, serta aktivitas belajar yang dirancang sedemikian rupa dalam lembar kegiatan modul, diharapkan peserta dapat memahami sistem persamaan linear tiga variabel secara menyeluruh.

Kelebihan modul yang dikembangkan peneliti adalah menyajikan masalah mengenai budaya Banjar produk kerajinan sasirangan sehingga dapat mengenalkan budaya Banjar dan dapat meningkatkan rasa cinta budaya peserta didik. Selain itu, karena disajikan dalam bentuk buklet, modul yang dikembangkan oleh peneliti juga lebih hemat kertas apabila buklet diberikan kepada peserta didik dalam bentuk cetak serta mudah dibawa.

Adapun jika digunakan untuk pembelajaran jarak jauh, modul juga memungkinkan untuk digunakan. Sedangkan kekurangan modul ialah karena budaya yang disajikan ialah budaya Banjar, maka masalah yang disajikan hanya relevan kepada peserta didik yang tinggal di daerah Kalimantan Selatan.

Selaras dengan penelitian Tanjung & Amalia (2019) yang menghasilkan bahan ajar materi SPLTV yang valid dan efektif, modul dalam bentuk buklet berbasis etnomatematika pada materi sistem persamaan linear tiga variabel yang dihasilkan pada penelitian ini juga valid.

PENUTUP

Pengembangan yang dilaksanakan menghasilkan modul dalam bentuk buklet berbasis etnomatematika produk kerajinan sasirangan pada materi sistem persamaan linear

(10)

tiga variabel yang memenuhi kriteria valid melalui kegiatan pengembangan yang terdiri dari tiga tahap yaitu tahap define, tahap design, dan tahap development. Acuan penilaian modul didasarkan pada skor hasil validasi yang dilaksanakan pada tahap Development.

Skor rata-rata keseluruhan aspek ialah sebesar 3,34. Setelah penelitian selesai dilaksanakan, dengan adanya modul dalam bentuk buklet berbasis etnomatematika ini, peserta didik diharapkan dapat terbiasa dengan belajar mandiri dan menambah wawasan mengenai budaya Banjar. Adapun bagi guru, diharapkan agar dalam pembelajaran matematika modul ini dapat dijadikan sebagai bahan ajar penunjang. Sedangkan untuk peneliti selanjutnya, sangat diharapkan untuk melaksankan uji coba terhadap modul yang dikembangkan baik kepada kelompok kecil maupun kelompok besar agar kepraktisan dan keefektivitasan modul dapat diperoleh sehingga kualitasnya menjadi lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Tabany, T. I. (2017). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, dan Kontekstual. Jakarta: KENCANA.

Arif, M. A. (2019). Efektivitas Pembelajaran Model Problem Posing Menggunakan Modul Etnomatematika untuk Meningkatkan Berfikir Kritis dan Etika Siswa di MTs Hasan Kafrawi Jepara. Skripsi: Universitas Islam Negeri Walisongo.

Daniel Cardo A.P., Napisah, D., Wungo, D.D., Utama, G. D., & Ambarawati, M. (2020).

Analisis Kesulitan Siswa dalam Mempelajari Sistem Persamaan Linear Tiga Variabel. LAPLACE: Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 3, No.1, hal. 27-42.

Evitasari, A. D. (2018). Self-Sufficiency Optimization of Students Learning Through Module. 3rd National Seminar on Educational Innovation (hal. 67-74). Social, Humanities, and Education Studies (SHEs): Conference Series. Diambil kembali dari https://jurnal.uns.ac.id/shes

Fairuz, F. R., Fajriah, N., & Danaryanti, A. (2020). Pengembangan LKPD Materi Pola Bilangan Berbasis Etnomatematika Sasirangan di Kelas VIII Sekolah Menengah Pertama. EDU-MAT: Jurnal Pendidikan Matematika, Vol.8, No.1, hal. 29-38.

Hutauruk, A. J. (2020). Karakteristik Etnomatematika dalam Pembelajaran Sekolah.

WEBINAR ETHNOMATHEMATICS (hal. hal. 58-62). Magister Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas HKBP Nommensen.

Prastowo, A. (2015). Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Jogjakarta: Diva Press.

Richardo, R. (2016). Peran Ethnomatematika dalam Penerapan Pembelajaran Matematika pada Kurikulum 2013. LITERASI, Vol. VII No.2, 118-125.

Rukmana, H. I. (2018). Artikel Penelitian: Kelayakan Media Booklet Submateri Keanekaragaman Hayati Kelas X SMA.

Seman, S. (2011). Sasirangan Kain Khas Banjar. Banjarmasin: Lembaga Pengkajian dan Pelestarian Budaya Banjar Kalimantan Selatan.

(11)

22 Tanjung, S. A., & Amalia, Y. (2019). Pengembangan Bajan Ajar Problem Based Learning Kemampuan Pemecahan Masalah Materi SPLTV. Jurnal Pendidikan Matematika AL-QALASADI, Vol. 3 No.1, hal. 70-80.

Wijaya, T. A., Fianto, A. Y., & Hidayat, W. (2015). Penciptaan Buku Ilustrasi Kain Sasirangan sebagai Upaya Promosi Seni Budaya Banjarmasin kepada Remaja.

Jurnal Desain Komunikasi Visual Stikom Surabaya, Vol. 4, No.2.

Referensi

Dokumen terkait