• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Dan Ruang Lingkup Ujaran Kebencian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Pengertian Dan Ruang Lingkup Ujaran Kebencian"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Dan Ruang Lingkup Ujaran Kebencian

Ujaran Kebencian (Hate Speech) adalah Tindakan komunikasi yang dilakukan oleh suatu individu atau kelompok dalam bentuk provokasi, hasutan, ataupun hinaan kepada individu atau kelompok yang lain dalam hal berbagai aspek seperti ras, warna kulit, gender, cacat, orientasi seksual, kewarganegaraan, agama dan lain-lain1. Dalam arti hukum Ujaran Kebencian (Hate Speech) adalah perkataan, perilaku, tulisan, ataupun pertunjukan yang dilarang karena dapat memicu terjadinya tindakan kekerasan dan sikap prasangka entah dari pihak pelaku pernyataan tersebut ataupun korban dari tindakan tersebut. Website yang menggunakan atau menerapkan Ujaran Kebencian (Hate Speech) ini disebut (Hate Site). Kebanyakan dari situs ini menggunakan Forum Internet dan Berita untuk mempertegas suatu sudut pandang tertentu.2

Hampir semua Negara diseluruh Dunia mempunyai undang- undang yang mengatur tentang Ujaran Kebencian (Hate Speech), di Indonesia Pasal-Pasal yang mengatur tindakan tentang Ujaran Kebencian (Hate Speech) terhadap seseorang, kelompok ataupun lembaga berdasarkan Surat Edaran Kapolri No: SE/06/X/2015 terdapat di dalam Pasal 156, Pasal 157, Pasal 310, Pasal 311, kemudian Pasal 28 jis.Pasal 45

1 https://hatespeechgroup.wordpress.com/pengertianhatespeech/ ,tgl 2 april 2016,pukul 21.00

2 Sutan Remy Syahdeini,Kejahatan dan Tindak Pidana Komputer, Jakarta, Pustaka Utama Grafiti, 2009, hal 38

(2)

ayat (2) UU No 11 tahun 2008 tentang informasi & transaksi elektronik dan Pasal 16 UU No 40 Tahun 2008 tentang penghapusan Diskriminasi

Ras dan Etnis. Berikut beberapa penjabaran singkat terkait Pasal- Pasal didalam Undang-undang yang mengatur tentang Ujaran Kebencian (Hate Speech):

a. KUHP :

1. Pasal 156 KUHP: Barangsiapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

2. Pasal 157 ayat (1) dan (2) KUHP:

1) Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukan atau menempelkan tulisan atau lukisan di muka umum, yang isinya mengandung pernyataan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan di antara atau terhadap golongan-golongan rakyat Indonesia, dengan maksud supaya isinya diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut pada waktu menjalankan pencariannya dan pada saat itu belum lewat lima tahun sejak pemidanaannya menjadi tetap karena kejahatan

(3)

semacam itu juga, yang bersangkutan dapat dilarang menjalankan pencarian tersebut.

3. Pasal 310 ayat (1), (2) dan (3) KUHP:

1) Barangsiapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama Sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

2) Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukan atau ditempel di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

3) Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.

4. Pasal 311 KUHP ayat (1): Jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis dibolehkan untuk membuktikan apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui, maka dia diancam melakukan fitnah dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

(4)

b. UU No 11 tahun 2008 tentang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik):

1. Pasal 28 ayat (1) dan (2):

1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.

2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) 3) Pasal 45 ayat (2): Setiap Orang yang memenuhi unsur

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

c. UU No 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis:

1. Pasal 16: Setiap Orang yang dengan sengaja menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang lain berdasarkan diskriminasi ras dan etnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b angka 1, angka 2, atau angka 3, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)

(5)

tahun dan/atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Selama ini, Ujaran Kebencian (Hate Speech) berdampak pada pelanggaran HAM ringan hingga berat. Selalu awalnya hanya kata-kata, baik di media sosial, maupun lewat selebaran, tapi efeknya mampu menggerakan massa hingga memicu konflik dan pertumpahan darah. Oleh sebab itu maka di perlukan adanya suatu tindakan dari para aparat dan penegak hukum khususnya Kepolisian untuk mencegah dan melakukan tindakan preventif maupun represif dalam menangani kasus Ujaran Kebencian (Hate Speech) ini. Apabila tidak ditangani dengan efektif efisien dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan akan berpotensi memunculkan konflik sosial yang meluas, dan berpotensi menimbulkan tindak diskriminasi, kekerasan dan atau penghilangan nyawa. Didalam surat Edaran Kapolri NOMOR SE/06/X/2015 tentang Ujaran Kebencian (Hate Speech) dijelaskan pengertian tentang Ujaran Kebencian (Hate Speech) dapat berupa tindak pidana yang di atur dalam KUHP dan ketentuan pidana lainnya di luar KUHP3, yang berbentuk antara lain:

1. Penghinaan

2. Pencemaran nama baik 3. Penistaan

4. Perbuatan tidak menyenangkan

3 Surat Edaran Kapolri NOMOR SE/06/X/2015 tentang (Hate Speech) Ujaran Kebencian

(6)

5. Memprovokasi 6. Menghasut

7. Menyebarkan berita bohong

Semua tindakan di atas memiliki tujuan atau bisa berdampak pada tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa dan atau konflik sosial. Selanjutnya dalam Surat Edaran (SE) pada huruf (h) disebutkan, Ujaran Kebencian (Hate Speech) sebagaimana dimaksud diatas dapat dilakukan melalui berbagai media,antara lain:

1. Dalam Orasi kegiatan kampanye 2. Spanduk atau banner

3. Jejaring media sosial

4. Penyampaian pendapat di muka umum (demonstrasi) 5. Ceramah keagamaan

6. Media masa cetak atau elektronik 7. Pamflet4

Ruang lingkup kejahatan Ujaran Kebencian (Hate Speech) tergolong ke dalam tindak pidana terhadap kehormatan, istilah lain yang juga umum dipergunakan untuk tindak pidana terhadap kehormatan adalah tindak pidana penghinaan. Dipandang dari sisi sasaran atau objek delicti, yang merupakan maksud atau tujuan dari Pasal tersebut yakni melindungi kehormatan, maka tindak pidana terhadap kehormatan lebih tepat.Pembuat undang-undang,sejak semula bermaksud melindungi:

1. Kehormatan, dalam bahasa Belanda disebut eer

2. Nama Baik, dalam bahasa Belanda disebut geode naam.

4 Ibid.

(7)

Jika dipandang dari sisi feit/perbuatan maka tindak pidana penghinaan tidak keliru. Para pakar belum sependapat tentang arti dan definisi kehormatan dan nama baik, tetapi sependapat bahwa kehormatan dan nama baik menjadi hak seseorang atau hak asasi setiap manusia.

Dengan demikian, hanya manusia yang dapat memiliki kehormatan dan nama baik5. Binatang meskipun saat ini ada yang telah diberikan nama, tetapi tidak dapat memiliki kehormatan dan nama baik. Bagi masyarakat Indonesia, kehormatan dan nama baik telah tercakup pada Pancasila, baik pada Ketuhanan Yang Maha Esa maupun pada kemanusiaan yang adil dan beradab, hidup saling menghormati. Sesuai dan menurut Surat Edaran Kapolri No SE/X/06/2015 yang dimaksud Ujaran Kebencian (Hate Speech) dan yang termasuk kedalam Ujaran Kebencian (Hate Speech) di antaranya adalah penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, memprovokasi, menghasut dan menyebarkan berita bohong baik secara langsung di muka umum maupun lewat sosial media.

Berikut akan di jelaskan mengenai beberapa perbuatan Yang termasuk kedalam Ujaran Kebencian (Hate Speech).

1. Penghinaan

Menurut R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar- Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal dalam penjelasan Pasal 310

5 Leden Merpaung,Tindak Pidana terhadap kehormatan, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 1997, hal 9

(8)

KUHP, menerangkan bahwa: Menghina adalah Menyerang kehormatan dan nama baik seseorang. Yang diserang ini biasanya merasa malu6. Objek penghinaan adalah berupa rasa harga diri atau martabat mengenai kehormatan dan mengenai nama baik orang baik bersifat individual ataupun komunal (kelompok).

2. Pencemaran Nama Baik

Pengertian Pencemaran Nama Baik dalam KUHP dikenal juga pencemaran nama baik (defamation) ialah tindakan mencemarkan nama baik atau kehormatan seseorang melalui cara menyatakan sesuatu baik secara lisan maupun tulisan.

3. Penistaan

Penistaan adalah suatu perkataan, perilaku, tulisan, ataupun pertunjukan yang dilarang karena dapat memicu terjadinya tindakan kekerasan dan sikap prasangka entah dari pihak pelaku pernyataan tersebut ataupun korban dari tindakan tersebut, sedangkan menurut Pasal 310 ayat (1) KUHP Penistaan adalah Suatu perbuatan yang dilakukan dengan cara menuduh seseorang ataupun kelompok telah melakukan perbuatan tertentu dengan maksud agar tuduhan itu tersiar (diketahui oleh orang banyak). Perbuatan yang di tuduhkan itu tidak perlu suatu perbuatan yang boleh dihukum seperti mencuri,

6 R.Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Komentar lengkap Pasal demi Pasal, Bogor, Politea; 1991,hal 225

(9)

menggelapkan, berzina dan sebagainya. Cukup dengan perbuatan biasa, sudah tentu suatu perbuatan yang memalukan7. Sedangkan Penistaan dengan surat di atur di dalam Pasal 310 ayat (2) KUHP8. Sebagaimana dijelaskan, apabila tuduhan tersebut dilakukan dengan tulisan (surat) atau gambar, maka kejahatan itu dinamakan menista dengan surat. Jadi seseorang dapat dituntut menurut Pasal ini jika tuduhan atau kata-kata hinaan dilakukan dengan surat atau gambar.

4. Perbuatan Tidak Menyenangkan

Suatu perlakuan yang menyinggung perasaan orang lain.

Sedangkan di dalam KUHP Perbuatan Tidak Menyenangkan di atur pada Pasal 335 ayat (1). Pasal 335 ayat (1): Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

1) Barangsiapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan suatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, atau memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.

7 Pasal 310 ayat (1) KUHP

8 Pasal 310 ayat (2) KUHP

(10)

2) Barang siapa memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis.9

5. Memprovokasi

Menurut KBBI Memprovokasi artinya adalah suatu perbuatan yang dilakukan untuk membangkitkan kemarahan dengan cara menghasut, memancing amarah, kejengkelan dan membuat orang yang terhasut mempunyai pikiran negatif dan emosi10.

6. Menghasut

Menurut R.Soesilo Menghasut artinya mendorong, mengajak, membangkitkan atau membakar semangat orang supaya berbuat sesuatu. Dalam kata “menghasut” tersimpul sifat ”dengan sengaja”.

Menghasut itu lebih keras daripada “memikat” atau “membujuk” akan tetapi bukan “memaksa”11. Pidana yang mengatur tentang Hasutan atau Menghasut di atur di Pasal 160 KUHP.

7. Menyebarkan Berita Bohong

Menurut R.Soesilo Menyebarkan Berita Bohong yaitu menyiarkan berita atau kabar dimana ternyata kabar yang disiarkan itu adalah kabar bohong.Yang dipandang sebagai kabar bohong tidak saja

9 Pasal 335 ayat (1) KUHP

10 http://kbbi.web.id/provokasi&ei / ,tgl 16 Juni 2016,pukul 02.50

11 R.Soesilo,Op.Cit,hal 136

(11)

memberitahukan suatu kabar kosong, akan tetapi juga menceritakan secara tidak betul suatu kejadian12.

B. Fenomena Ujaran Kebencian

Bahaya ujaran kebencian terhadap demokrasi sudah tidak diragukan. Negara-negara di Eropa yang mempunyai pengalaman buruk dengan propaganda kebencian seperti dilakukan Nazi pada umumnya mempunyai regulasi yang lebih tegas untuk melarang ujaran kebencian.

Sementara Amerika di mana kebebasan sipil menjadi bagian penting dalam sejarah nasionalnya memilih untuk mentoleransi ujaran kebencian.

Meski demikian, tindakan kriminal berdasarkan kebencian (hate crime) telah diatur dalam perundang-undangan tersendiri. Dalam sejumlah kasus, Amerika juga mempunyai preseden pemidanaan terhadap ujaran kebencian yang secara kuat dianggap menyebabkan aksi kekerasan. Bahaya ujaran kebencian juga diafirmasi oleh PBB yang pada tahun 1966 mengeluarkan International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) yang melarang “kampanye kebencian terhadap kelompok kebangsaan, ras dan agama yang bersifat dorongan (incitement) kepada tindak diskriminasi, permusuhan dan kekerasan.”

Meskipun demikian, regulasi yang membatasi ujaran kebencian masih bersifat kontroversial karena dianggap membatasi kebebasan

12 Ibid,hal 269

(12)

berbicara yang merupakan aspek fundamental dalam demokrasi. Kritikus pelarangan ujaran kebencian meyakini bahwa menjaga kebebasan berbicara sebagai hak dasar (basic right) lebih mahal harganya daripada bahaya yang bisa dicegah dari pemidanaan ujaran yang dianggap berbahaya (Hare & Weinstein 2009; Post 2009). Perdebatan serupa terjadi di Indonesia. Ujaran kebencian bukannya tidak dilarang di negara ini, tetapi penerapanya dikhawatirkan akan mengembalikan model pemerintahan represif selama lebih dari tiga dekade di bawah pemerintahan Soeharto. Pada masa itu wacana tentang bahaya sentimen SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar golongan) digunakan oleh penguasa sebagai basis legitimasi untuk menekan lawan politik. Kebebasan politik yang belum lama dinikmati oleh masyarakat Indonesia membuat upaya untuk membatasi kebebasan gampang dicurigai. Selain itu perundang- undangan terkait ujaran kebencian bertautan dengan klausul tentang penodaan yang selama ini digunakan sebagai sumber legitimasi bagi diskriminasi dan persekusi terhadap kelompok keagamaan minoritas. Hal ini menimbulkan dilema penegakan hukum terhadap ujaran kebencian di Indonesia.

C. Kriminologi dan Kejahatan

Nama kriminologi ditemukan oleh P.Topinard (1830-1911) seorang ahli antropologi Perancis. Secara harfiah kriminologi berasal dari kata “crimen

yang berarti kejahatan atau penjahat dan “logos” yang berarti ilmu

(13)

pengetahuan, maka kriminologi dapat berarti ilmu tentang kejahatan dan penjahat.

Definisi tentang kriminologi banyak dikemukakan oleh para sarjana, masing-masing definisi dipengaruhi oleh luas lingkupnya bahan yang dicakup dalam kriminologi.

Beberapa sarjana terkemuka memberikan definisi kriminologi sebagai berikut:13

• Edwin H. Sutherland: criminology is the body of knowledge regarding delinquency and crime as social phenomena (kriminologi adalah kumpulan pengetahuan yang membahas kenakalan remaja dan

kejahatan sebagai gejala sosial).

• J. Constant: kriminologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk menentukan faktor-faktor yang menjadi sebab-musabab

terjadinya kejahatan dan penjahat.

• WME. Noach: kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki gejala-gejala kejahatan dan tingkah laku yang tidak senonoh, sebabmusabab serta akibat-akibatnya.

• Bonger: kriminologi ialah suatu ilmu yang mempelajari gejala kejahatan seluas-luasnya.

13 Alam A.S,Pengantar Kriminologi, Pustaka Refleksi Books, akassar,2010,Hal 1-2

(14)

Pengertian seluas-luasnya mengandung arti seluruh kejahatan dan hal-hal yang berhubungan dengan kejahatan. Hal yang berhubungan dengan kejahatan ialah sebab timbul dan melenyapnya kejahatan, akibat yang ditimbulkan, reaksi masyarakat dan pribadi penjahat (umur, keturunan, pendidikan dan cita-cita).

Dalam pengertian ini dapat dimasukkan sistem hukuman, penegak hukum serta pencegahan (undang-undang). Segala aspek tadi dipelajari oleh suatu ilmu tertentu, umpama jika timbul suatu kejahatan, reaksi masyarakat dipelajari psikologi dan sosiologi, masalah keturunan dipelajari biologi, demikian pula masalah penjara dipelajari penologi dan sebagainya.

Keseluruhan ilmu yang membahas hal yang bersangkut-paut dengan kejahatan yang satu sama lain yang tadinya merupakan data yang terpisah digabung menjadi suatu kebulatan yang sistemis disebut kriminologi. Inilah sebabnya orang mengatakan kriminologi merupakan gabungan ilmu yang membahas kejahatan.

Thorsten Sellin menyatakan bahwa criminology a king without a country (seorang raja tanpa daerah kekuasaan)14.

Manfaat dipelajarinya kriminologi ialah kriminologi memberikan sumbangannya dalam penyusunan perundang-undangan baru (Proses Kriminalisasi), menjelaskan sebab-sebab terjadinya kejahatan (Etilogi Kriminal) yang pada akhirnya menciptakan upaya-upaya pencegahan

14 .Simandjuntak, B dan Chaidir Ali, Cakrawala Baru Kriminologi, Tarsito, Bandung.1980,Hal 9

(15)

terjadinya kejahatan.

Seperti dikatakan sebelumnya bahwa kriminologi membahas masalah kejahatan. Timbul pertanyaan sejauh manakah suatu tindakan dapat disebut kejahatan? Secara formil kejahatan dirumuskan sebagai suatu perbuatan yang oleh negara diberi pidana. Pemberian pidana dimaksudkan untuk mengembalikan keseimbangan yang terganggu akibat perbuatan itu.

Keseimbangan yang terganggu itu ialah ketertiban masyarakat terganggu, masyarakat resah akibatnya. Penggangguan ini dianggap masyarakat anti sosial, tindakan itu tidak sesuai dengan tuntutan masyarakat. Karena masyarakat bersifat dinamis, maka tindakanpun harus dinamis sesuai dengan irama masyarakat. Jadi ada kemungkinan suatu tindakan sesuai dengan tuntutan masyarakat tetapi pada suatu waktu tindakan tersebut mungkin tidak sesuai lagi dengan tuntutan masyarakat karena perubahan masyarakat tadi, demikian pula sebaliknya.

Ketidak sesuaian ini dipengaruhi faktor waktu dan tempat. Dengan kata lain pengertian kejahatan dapat berubah sesuai dengan faktor waktu dan tempat. Pada suatu waktu sesuatu tindakan disebut jahat, sedangkan pada waktu yang lain tidak lagi merupakan kejahatan, dan sebaliknya. Juga bisa terjadi di suatu tempat sesuatu tindakan disebut jahat, sedang di tempat lain bukan merupakan kejahatan. Dengan kata lain masyarakat menilai dari segi hukum bahwa sesuatu tindakan merupakan kejahatan sedang dari segi sosiologi (pergaulan) bukan kejahatan. Inilah kejahatan dalam makna

(16)

yuridis. Sebaliknya bisa terjadi sesuatu tindakan dilihat dari segi sosiologis merupakan kejahatan sedang dari segi juridis bukan kejahatan, ini disebut kejahatan sosiologis (kejahatan kriminologis).15

Bonger mendefinisikan kriminologi sebagai ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya (kriminologi teoritis atau murni)16, berdasarkan kesimpulan praktis kriminologis teoritis adalah ilmu pengetahuan yang berdasarkan pengalaman yang seperti ilmu pengetahuan lainnya yang sejenis, memperhatikan gejala-gejala dan mencoba menyelidiki sebab-sebab dari gejala tersebut.

Kejahatan adalah pokok penyelidikan dalam kriminologi, artinya kejahatan yang dilakukan dan orang-orang yang melakukannya; segi yuridis dari persoalan tersebut yaitu perumusan dari pada berbagai kejahatan itu, tidak menarik perhatiannya atau hanya tidak langsung.

Seperti dalam ilmu pengetahuan lainnya, yang terpenting dalam kriminologi adalah mengumpulkan bahan-bahan. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh para penyidik sama dengan dalam ilmu pengetahuan lain (kejujuran, tidak berat sebelah, teliti dan lain-lain seperti dalam semua hal yang berhubungan dengan homosapien). Juga disini hendaknya kita menaruh perhatian dan simpati kepada manusia yang mau mengabdikan pengetahuannya untuk kepentingan umat manusia.

15 Ibid hal 10

16 Yesmil anwar dan adang, kriminologi,refika adi tama, bandung, 2010,hal.xvii

(17)

Pengklasifikasian terhadap perbuatan manusia yang dianggap sebagai kejahatan didasarkan atas sifat dari perbuatan yang merugikan masyarakat, Paul Moekdikdo merumuskan sebagai berikut:17

“Kejahatan adalah pelanggaran hukum yang ditafsirkan atau patut ditafsirkan sebagai perbuatan yang sangat merugikan, menjengkelkan dan tidak boleh dibiarkan atau harus ditolak.”

Ada beberapa rumusan dan definisi dari berbagai ahli kriminologi Garafalo misalnya yang merumuskan kejahatan sebagai pelanggaran perasaan-perasaan kasih, Thomas melihat kejahatan sebagai suatu tindakan yang bertentangan dengan solidaritas kelompok tempat pelaku menjadi anggota, Redeliffe Brown merumuskan kejahatan sebagai suatu pelanggaran tata cara yang menimbulkan sanksi pidana sedangkan Bonger menganggap kejahatan sebagai suatu perbuatan anti sosial yang sadar dan memperoleh reaksi dari negara berupa sanksi.

Bahwa kejahatan diukur berdasarkan pengujian yang diakibatkan terhadap masyarakat. Berbicara tentang rumusan dan definisi kejahatan, penulis akan mengemukakan beberapa pendapat dari para ahli kriminologi dan hukum pidana diantaranya sebagai berikut:18

1. Thorsten Sellin berpendapat bahwa hukum pidana tidak dapat memenuhi tuntutan ilmuan dan suatu dasar yang lebih baik bagi perkembangan kategori-kategori ilmiah adalah dengan mempelajari norma-norma

17 Soedjono, R, Penanggulangan Kejahatan, Alumni, Bandung, 1975, hal 5

18 Simandjuntak, B dan Chaidir Ali, Cakrawala Baru Kriminologi, Tarsito, Bandung .1980,Hal 5

(18)

kelakuan (ConductNorm), karena konsep norma-norma berlaku yang mencakup setiap kelompok atau lembaga seperti negara serta tidak merupakan ciptaan kelompok-kelompok normatif manapun, serta juga tidak terkurung oleh batasan-batasan politik dan tidak selalu harus terkandung di dalam hukum.

2. Sue Titus Reit, bagi suatu rumusan hukum tentang kejahatan maka halhal yang perlu diperhatikan antara lain adalah bahwa kejahatan adalah suatu tindakan sengaja atau omissi. Dalam pengertian ini seseorang tidak dapat dihukum hanya karena pikirannya, melainkan harus ada tindakan atau kealpaan dalam bertindak. Kegagalan untuk bertindak dapat juga merupakan kejahatan, jika terdapat suatu kewajiban untuk bertindak dalam kasus tertentu. Disamping itu pula harus ada niat jahat. 3. Merupakan pelanggaran hukum pidana:

a. Yang dilakukan tanpa adanya suatu pembelaan atau pembenaran yang diakui secara hukum.

b. Yang diberi sanksi oleh negara sebagai suatu kejahatan atau pelanggaran.

4. Sutherland menekankan bahwa ciri pokok dari kejahatan adalah perilaku yang dilarang oleh negara karena perbuatan yang merugikan negara dan terhadap perbuatan itu negara beraksi dengan hukuman sebagai upaya pemungkas.

(19)

5. Herman Manheim menganggap bahwa perumusan kejahatan adalah sebagai perbuatan yang dapat dipidana lebih tepat, walaupun kurang informatif, namun ia mengungkapkan sejumlah kelemahan yakni

pengertian hukum terlalu luas.

Berdasarkan pendapat di atas, jelas bahwa pemberian suatu batasan sangat memerlukan suatu pengetahuan yang mendalam dan dapat pula menunjang pokok masalah yang akan dibahas. Namun hal ini tidaklah berarti bahwa tidak boleh memberi batasan sebab suatu batasan dianggap dapat dijadikan sebagai landasan atau tolak pangkal dari pembahasan selanjutnya. Dari beberapa pendapat di atas nampak betapa sulitnya memberikan batasan yang dianggap tepat mengenai pengertian kejahatan, sampai saat ini belum ada suatu definisi yang dapat diterima secara umum oleh para kriminolog.

Pandangan kejahatan dari segi yuridis menghendaki batasan dalam arti sempit, yakni kejahatan yang telah dirumuskan dalam undang-undang juga meliputi pengertian kejahatan dalam arti sosiologis.

Untuk lebih jelasnya penulis akan menguraikan kedua pengertian kejahatan tersebut sebagai berikut:19

Kata kejahatan menurut pengertian sehari-hari adalah setiap tingkah laku atau perbuatan yang jahat misalnya pencurian, pembunuhan,

19 Alam A.S,Pengantar Kriminologi, Pustaka Refleksi Books, Makassar,2010,Hal 2

(20)

penganiayaan dan masih banyak lagi. Jika membaca rumusan kejahatan di dalam Pasal 362 KUHP jelaslah bahwa yang dimaksud atau disebutkan dalam KUHP misalnya pencurian adalah perbuatan yang memenuhi perumusan ketentuan yang disebutkan dalam Pasal 362 KUHP seperti yang telah dirumuskan oleh R. Soesilo adalah sebagai berikut:20

“Barang siapa mengambil suatu barang, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud memilikinya secara melawan hukum, diancam karena pencurian dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.”

Jelaslah bahwa yang dipersalahkan mencuri adalah mereka yang melakukan perbuatan kejahatan dan memenuhi unsur Pasal 362 KUHP. Secara yuridis formil, kejahatan adalah semua tingkah laku yang melanggar ketentuan pidana.

20 R,Soesilo Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta komentar- komentarnya, Politea, Bogor.1995, Hal 249

Referensi

Dokumen terkait

11 years nodules AML with necrotizing granuloma with fungal hyphae fumigatus antifungal added Positive BRPCR considered falsely positive by treating team 18 5 months

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNTYERSITAS BRAWIJAYA I'AIULTAS ILMU ADMINISTRASI Jl.. Kemah swaan dan Alumni ST