• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Hak Atas Tanah Pengertian hak menurut K.Bartens,1 bahwa : “Hak merupakan klaim yang dibuat oleh orang atau kelompok yang satu terhadap yang lain atau terhadap masyarakat

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "Pengertian Hak Atas Tanah Pengertian hak menurut K.Bartens,1 bahwa : “Hak merupakan klaim yang dibuat oleh orang atau kelompok yang satu terhadap yang lain atau terhadap masyarakat"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Hak Atas Tanah

Pengertian hak menurut K.Bartens,1 bahwa :

“Hak merupakan klaim yang dibuat oleh orang atau kelompok yang satu terhadap yang lain atau terhadap masyarakat. Orang yang mempunyai hak bisa menuntut (dan bukan saja mengharapkan atau menganjurkan) bahwa orang lain akan menghormati hak itu. Tetapi bila dikatakan demikian, segera harus ditambah sesuatu yang amat penting: hak adalah klaim yang sah atau klaim yang dapat dibenarkan.

Sebab mengatakan klaim begitu saja jelas tidak cukup. Ternyata sering dikemukakan klaim yang tidak bisa dibenarkan”.

Sementara menurut Theo Huijbers.2 membagi pengertian hak dalam dua bagian yaitu :

Dalam arti luas, mengatakan hak adalah berupa undangan, yakni dipanggil rasa kemurahan hati, belas kasihan, dan sebagainya.

Sedangkan dalam arti sempit , menurutnya hak adalah berupa tuntutan mutlak yang tidak boleh diganggu gugat. Hak dalam kamus hukum adalah kekuasaan/wewenang yang dimiliki seseoarang untuk mendapatkan atau berbuat sesuatu. Hak dalam bahasa inggris di sebut

Right” dan dalam bahasa belanda disebut dengan “Recht”.

Selanjutnya penjelasan hak juga tidak terlepas dari peraturan perundang-undangan dalam hal ini dapat dilihat dalam rangkaian pasal-pasal buku III BW yaitu pasal 1233-1864 tentang perikatan (van verbintenissen) adalah peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara seseorang (badan hukum) dan seseorang (badan hukum) yang

1. K. Baetens, Etika, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001, Hal.179.

2. Theo Huijbers, Filsafat Hukum, Kanisius, Yogyakarta, 1990, Hal. 93.

(2)

lain. Hubungan antara seseorang dan seseorang ini menimbulkan hak perseorangan (persoonlijk recht), yakni hak yang memberikan kekuasaan kepada seseoarang yang berhak untuk menuntut seseorang tertentu yang lain agar berbuat sesuatu, tidak berbuat sesuatu, atau memberi sesuatu.3

Secara umum dan menyeluruh hak itu dapat dibagi atas 2 macam, yaitu; hak mutlak (absolut) ialah setiap kekuasaan mutlak yang oleh hukum diberikan pada subjek hukum untuk berbuat sesuatu atau untuk bertindak buat kepentingannya. Dikatakan mutlak karena berlaku terhadap setiap subjek hukum yang lain, yang semuanya harus menghormati kekuasaan tersebut.

Selanjutnya hak relatif (nisbi) adalah setiap kekuasaan yang oleh hukum diberikan kepada subjek hukum untuk menuntut subjek hukum lain tertentu supaya berbuat sesuatu, tidak berbuat sesuatu atau memberi sesuatu.

Dikatakan relatif karena hak ini hanya dapat dilakukan terhadap subjek hukum tertentu saja.4

Selanjutnya pengertian hak atas tanah secara etimologis berasal dari kata “hak” dan “atas tanah” itu sendiri. Adapun pengertian hak itu sendiri berasal dari bahasa Arab yang memepunyai arti : benar, sungguh ada, kekuasaan yang benar atas sesuatu atau menuntut sesuatu kekuasaan untuk berbuat sesuatu karena telah ditentukan oleh aturan undang-undang dan

3. Ibid.

4. H.Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Cet VI, Edisi Revisi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2013, Hal.177.

(3)

sebagainya. Sedangkan “atas tanah” dapat diartikan pada permukaan bumi (tanah) dimana tanah dalam hal ini dapat diartikan sebagai ruang.5

Selanjutnya menurut K.Wantjik Saleh.6 mengemukakan bahwa:

“Hak atas tanah bearti pemeberian wewenang untuk mempergunakan tanah dalam batas-batas yang diatur di dalam perundang-undangan.”

Berdasarkan pengertian- pengertian tersebut diatas maka menurut Efendi Perangin.7 bahwa:

“Hak yang memberikan wewenang kepada yang empunya hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya.ciri khasnya ialah siempunya hak berwenang untuk mempergunakan atau mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya.”

Selain penjelasan-penjelasan yang sudah diuraikan tersebut diatas, dapat dijelaskan juga bahwa dalam kepustakaan hukum adat, istilah hak ulayat disebut “beschikkingsrecht” merupakan sebuah nama yang diberikan van Vollenhoven, berarti hak menguasai tanah dalam arti kekuasaan masyarakat hukum itu tidak sampai pada kekuasaan untuk menjual tanah di dalam wilayahnya. Dengan demikian istilah hak ulayat menunjukkan hubungan antara masyarakat hukum itu dengan tanah.8 Hak ulayat ini menurut van Vollenhoven adalah suatu hak atas tanah yang melulu ada di Indonesia, suatu hak yang tidak dapat dipecah dan mempunyai dasar

5 . Kamus Bebas Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1990, Hal. 37.

6 . K. Wantjik Saleh, Hak Anda Atas Tanah, Ghalia Indonesia, Cet I, Jakarta, 1977, Hal.

20.

7. Efendi Perangin, Hukum Agraria Indonesia Suatu Telaah Dari Sudut Pandang Adat Praktisi Hukum, Pt Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994, Hal. 229.

8 . Djamanat Samosir, Opcit, Hal. 106.

(4)

keagamaan (religi).9 Menurutnya paling sedikit ada 3 macam ciri utama hak ulayat, yaitu:

a. Tanah hanya dapat dimiliki oleh persekutuan dan tidak dapat dimiliki oleh perorangan.

b. Tidak dapat dilepaskan untuk selama-lamanya dan

c. Jika hak ulayat itu dilepaskan untuk sementara kepada orang asing, maka apabila ada lasan lain, selain kerugian untuk penghasilan-penghasilan yang hilang, orang asing tersebut harus membayar cukai kepada persekutuan hukum menurut hukum adat Selanjutnya pengertian hak ulayat menurut Mr.C.C.J. Massen dan A.P.G Hens.10 Adalah hak desa menurut adat untuk menguasai tanah dalam lingkungan daerahnya buat kepentingan anggota-anggotanya atau untuk kepentingan orang lain (orang asing) denan membayar kerugian kepada desa, yang desa itu sedikit banyak turut campur dengan pembukaan tanah itu dan turut bertanggung jawab terhadap perkara-perkara yang terjadi di situ yang belum dapat diselesaikan.

Sedangkan ter Haar merumuskan “beschikkingsrecht” adalah hak persekutuan hukum masyarakat, merupakan hak kolektif dan bukan hak individu yang dapat dimiliki oleh seseorang atau sekeluarga. Hazairin merumuskan hak ulayat suatu masyarakat (hukum) adat (rechsgemeenschap)

9 . Ibid

10 . Eddy Ruchiat, Politik Pertanahan Sebelum Dan Sesudah Berlakunya UUPA (UU No.5 Tahun 1960), Alumni, Bandung, 1986, Hal. 31.

(5)

adalah hak atas seluruh wilayah masyarakat hukum adat yang bersangkutan yang tidak pernah akan diasingkan pada orang atau kelompok masyarakat lain, atau dicabut dari masyarakat hukum adat yang bersangkutan, tetapai yang secara turun temurun tetap akan merupakan hak kolektif masyarakat huku adat ataas tanah seluas wilayah hukum adat tersebut.11

Selain itu, menurut Ali Achmad Chomzah, hak ulayat adalah hak persekutuan hukum adat, untuk menggunakan bekas tanah-tanah yang masih merupakan hutan belukar di dalam lingkungan wilayahnya gunak kepentingan persekutuan hukum itu sendiri dan anggota-anggota atau kepentingan orang luar (orang pendatang,orang asing), akan tetapi dengan intinya dan senantiasa pembayaran pengakuan (recognitie), serta persekutuqn hukum adat mempunyai campur tangan secara keras atau tidak atas tanah- tanah yang telah diusahakan orang-orang yang terletak di dalam lingkungan wilayahnya.12

Selanjutnya J.C.T.Simorangkir, dkk merumuskan hak ulayat adalah hak dari persekutuan hukum/masyarakat untuk menggunakan/mengolah tanah-tanah sekeliling tempat kediaman/desa mereka guna kepentingan persekutuan hukum itu atau kepada orang-orang luar yang mau mengerjakan tanah itu dengan memberikan sebagian dari hasilnya kepada masyarakat.13

11 . Hesty Astuti, Penelitian Hukum Aspek Hukum Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Dalam Otonomi Daerah, Badan Pembinaan Hukum Nasional-Departemen Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia, 2000,Hal . 41.

12. Djamanat Samosir, Opcit, Hal. 107

13 . J.C.T,Dkk, Kamus Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, Hal. 63

(6)

Iman sudiyat , pengertian hak-hak ualayat hak yang dimiliki oleh suatu suku/clan,gens,stam, sebuah serikat desa (dorpendbord) atau biasanaya oleh sebuah desa saja untuk menguasai seluruh tanah seisinya dalam lingkungan wilayahnya.14

Berdasarkan rumusa-rumusan tersebut diatas dapat diketahui bahwa hak masyarakat hukum adat tidak hanya terbatas pada tanahnya saja tetapi semua termasuk segala sesuatu yang ada diatas tanah. Tanah yang dimaksud dalam pengertian di atas meliputi tanah daratan,pantai termasuk perairan pantai, bahkan perairan pedalaman (sungai,danau).15

Istilah hak ulayat adalah istilah yang menunjukkan adanya hubungan hukum antara masyarakat hukum yang bersangkutan dengan tanah . hubungan yang besifat kosmis-religius menunjukkan suatu hubungan yang tidak dapat dilepaskan dari persekutuannya. Dengan demikian hak ulayat juga merupakan hak dari masyarakat hukum untuk menguasai tanah dalam wilayahnya, mempunyai kewenangan dan kekuasaan untuk mengatur dan pemanfaatan penggunaan/pengelolannya bagi kepentingan masyarakt hukum , mempunyai hubungan yang bersifat abadi sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari persekutuan hukum.

14 . J.B.Daliyo,Dkk, Eksistensi Hak Masyarakat Adat Atas Tanah Setelah Berlakunya UUPA, Justitiaet Pax, Jurnal, Vol.22,No.2, Desember 2002, Fakultas Hukum Atma Jaya

Yogyakarta, Hal. 48

15 . Djamanat Samosir, Opcit, Hal. 108

(7)

Wewenang (hak dan kewajiban) masyarakat hukum adat tersebut timbul dari hubungan secara lahiriah dan batiniah sebagai akibat hubungannya dengan tanah dan telah berlangsung secara turun temurun

Hubungan tersebut melahirkan hak masyarakat hukum atas tanah, yakni hak menguasai tanah dengan segala isinya. Berdasrkan rumusan di atas, antara masyarakat hukum adat dengan tanah terdapat hubungan hukum, yakni merupakan wewenang dan hal yaang diatur menurut hukum adat setempat yang bersifat keagamaan.

Dengan demikian hubungan itu sudah ada sejak ada manusia di bumi ini, yang dalam perkembannya mengalami perubahan-perubahan sesuai dengan semakin tingginya intensitas kebutuhan manusia akan tanahnya.

Seiring tingkat perkembangan hubungan antara tanah dengan masyarakat hukum adat yang bersangkutan, hak ulayat semakin melemah dengan menguatnya hak perorangan, atau sebaliknya hak perorangan semakin lemah seiring melemahnya hak ulayat. Hubungan yang demikian ini merupakan hubungan bersifat khusus hak ulayat, yang terletak pada daya timbal balik dari hak persekutuan terhadap hak yang melekat pada perorangan.

(8)

B. Hak-Hak Atas Tanah

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa hak atas tanah menurut hukum adat adalah hak yang memeberikan wewenang kepada yang empunya hak untuk menguasai tanah yang ditempatinya dan berhak mempergunakannya menurut hukum adat yang berlaku.16:

1. Hak Persekutuan Atas Tanah

Sebagai salah satu unsur esensial pembentuk negara, tanah memegang peranan yang sangat vital dalam kehidupan dan penghidupan bangsa pendukung negara yang bersangkuitan , lebih-lebih yang corak agrarisnya berdominasi. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan campur tangan penguasa yang kompetent dalam urusan tanah, khususnya mengenai lahirnya, berpindahnya dan berakhirnya hak milik atas tanah.

Dilingkungan hukum adat, campur tangan itu dilakukan oleh kepala berbagai persekutuan hukum, seperti kepala atau pengurus desa.

Bagi persekutuan-persekutuan hukum Indonesia yang kecil (terutama yang bersifat teritorial) dan hampir seluruhnya bertitik tumpu pada pertanian itu, suatu wilayah bukan hanya merupakan tempat mempertahankan hidup semata, tetapi kepada wilayah itulah orang juga terikat. Tanah merupakan modal utama, bagi bagian tersebesar dari wilayah-wilayah itu bahkan merupakan satu-satunya modal. Sehubungan dengan itu, maka uraian tentang hukum tanah harus diawali dengan ilustrasi tentsng persekutuan

16 . Iman Sudiyat, Hukum Adat , Sketsa Asas, Liberty, Yogyakarta, 1981, Hal. 1-3

(9)

hukum itu sendiri, sebab hak-hak perorangan dalam persekutuan tersebut dapat juga dipandang sebagai pelaksanaan dari hukum tanah itu oleh masing-masing anggota persekutuan. Hak-hak persekutuan dan hak-hak perorangan setiap anggotanya pengaruh mempengaruhi.

Ciri-ciri hak pertuanan dalah sebagai berikut :

a. Persekutuan hukum sendiri dan anggota-anggotanya boleh memakaimdengan bebas tanah-tanah kosong/liar dalam wilayah pertuannya

b. Orang luar hanya boleh mempergunakan tanah itu dengan izin penguasa persekutuan tersebut, tanpa izin maka dianggap melakukan delik

c. Warga persekutuan hukum boleh mengambil manfaat dari wilayah pertuanannya hanya untuk keperluan somah/keluarganya sendiri, jika dimanfaatkan untuk kepentingan orang lain, ia dipandang sebagai orang asing, sehingga harus mendapatkan izin lebih dahulu.

d. Persekutuan hukum bertanggung jawab atas segala hal yang terjadi dalam wilayahnya, terutama yang berupa tindakan melawan hukum, yang merupakan delik

e. Hak persekutuan tidak dapat dilepaskan, dipindahtangankan, diasingkan untuk selamanya

f. Hak persekutuan meliputi juga tanah yang sudah digarap, yang sudah diliputi oleh hak perorangan.

(10)

2. Hak-hak Perorangan Atas Tanah

Hak perorangan adalah suatu hak yang diberikan kepada warga desa ataupun orang luar atas sebidang tanah yang berada di wilayah hak pertuanan hukum yang bersangkutan.17

Selanjutnya menurut uraian Djamanat Samosir bahwa Sifat istimewa hak ulayat terletak pada daya berlaku secara timbal balik, hubungan yang kembang kempis, desak mendesak, batas membatasi yang tiada henti, dimana hak masyarakat hukum adat kuat disitu hak perorangan lemah, dan sebaliknya dimana hak perseorangan kuat di situ hak masyarakat hukum kuat. Misalnya dengan pengusahaan atau pengelolaan tanah yang dilakukan secara kontinu dan terus menerus, akan semakin memperkuat dan memperdalam hubungan perorangan atas sebidang tanah, karena itu akan semakin terdesaklah hak-hak masyarakat hukum atas tanah. Kalau hubungan persekutuan hukum/masyarakat hukum adat atas tanah berkurang amaka semakin kuat dan pulihlah hak masyarakat hukum adat, selain itu , sifat istimewa yang dimilki hak ulayat tidak boleh dialihkan atau dijual kepda pihak /orang lain dengan ketentuan ini bahwa kemungkinan hilang atau terdesaknya hak ulayat tidak akan ada.

Hubungan hak persekutuan dengan hak perorangan atas tanah dapat digambarkan dengan “Teori Bola” oleh ter haar menggambarkan suatu hubungan interaksi antara hak ulayat dengan hak perorangan.

Apabila anggota masyarakat hukum/persekutuan hukum membuka hutan

17 . Ibid, Hal.8.

(11)

lahirlah hak perorangan atas tanah tersebut, dalam hungannya ini hak ulayat bersifat lemah, kalau tidak ada lagi tanda-tanda adanya seseorang memanfaatkan tanah, maka hak masyarakat hukum pulih kembali. Yang artinya bahwa semakin kuat hubungan antara masyarakat hukum atas tanah maka hak perorangan atas sebidang tanah semakin lemah , sebaliknya semakin kuat hak perorangan atas tanah maka hubungan masyarakat hukum atas tanah menjadi semakin lemah.

1.1. Hak Milik

Hak milik atas tanah bisa timbul secara perbuatan hukum dua pihak yang belakangan ini ditimbulkan oleh hak membukamtanah atas tanah persekutuan sebagai asalanya. Hak membuka tanah ini menimbulkan hak memungut hasil, yang jika diteruskan mengelolanya dapat menimbulkan hak memungut hasil saja, tidaklah sampai dapat menimbulkan hak milik atas tanah itu tetapi dapat dilakukan transaksi atas tanah.

Menurut hukum adat hak milik atas harta benda berarti hak kepunyaan atau hak yang tidak bersifat mutlak.18 Tidak mutlaknya hak milik adat karena dipengaruhi asas kekeluargaan dan keagamaan. Jadi jika sesoarang menyatakan “hak milik saya” belum tentu ia leluasa untuk berbuat melakukan transaksi.

18 . Hilman Hadikusuma, Hukum Perekonomian Adat Indonesia, Cet I, Citra Aditya Bakti, Bandung,2001, Hal. 25.

(12)

Mengenai hak milik tanah sebagaiman diatur dalam Undang- undang Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA) nomor.5 tahun 1960 pasal 20 ayat 1 yang menyatakan :

“Hak milik adalah turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan ketentuan dalam pasal 6 yang menyatakan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”.

Selanjutnya hak milik atas tanah yang dalam bahasa Belanda disebut Inlands bezitrecht, disebut juga dengan istilah “hak milik terikat”, yaitu hak yang dibatasi oleh hak komunal. Sedangkan yang dimaksud dengan Inlands bezitrecht adalah hak dari aonggota masyarakat (hak perorangan) untuk menguasai secara penuh atas tanah. Sifat berkuasa sepenuhnya adalah penguasaan seperti milik sendiri, seperti dalam arti menguasai rumah, ternak, dan benda lain miliknya. Namun demikian , tetap dibatasi oleh hak-hak sebagai berikut.

a. Hak ulayat masyarakat hukum

b. Kepentingan-kepentingan lain yang memiliki tanah

c. Peraturan-peraturan/hukum adat seperti kewajiban memberi izin ternak orang lain selama tidak dipagari atau tidak dipergunakan.

Individu sebagai warga suatu masyarakat hukum mempunyai hak untuk :

a. Mengumpulkan hasil-hasil hutan, seprti rotan,kayu dan lain sebagainya

(13)

b. Memburu binatang liar yang hidup di wilayag kekuasaan masyarakat hukum

c. Mengambil hasil dari pepohonan yang tumbuh liar

d. Membuka tanah dan mengerjakan tanah secara terus-menerus dan e. Pengusahaan tanah dan pengurusan tanah.

Dengan perbuatan-perbuatan tersebut khususnya penbuatan mengambil hasil hutan, membuka tanah, dan pengusahaan tanah serta pengurusan tanah, maka lahirlah suatu perhubungan perseorangan, biasanya diberi tanda pelarangan yang religius magis, sehingga ia mempunyai hak milik atas tanah itu. Apabila kemudian hari tanah tersebut ditinggalkan dan tidak diurus lagi, maka tanah itu dikuasai oleh hak ulayat.

Meskipun diberi wewenang yang penuh, kewenangan atau kekuasaan tersebut tidak mutlak, menurut Soedikno Mertokusumo bahwa pembatasan terhadap hak milik, terjadi19 :

a. Terutama timbul dari peraturan, misalnya Stb. 1979:179 tentang Larangan Penjualan Tanah, Stb.1906:8 tentang peraturan Desa b. Kewajiban menghormati hak menguasai dari masyarakat hukum

(hak Ulayat)

c. Kewajiban menghormati kepentingan pemilik tanah orang lain dan d. Kewajiban untuk mentaati dan menghormati ketentuan-ketentuan

yang berhubungan dengan pemilik-pemilik tanah.

19 . Soedikno Mertokusumo Dalam Djamanat Samosir, Opcit, Hal. 171.

(14)

Hak milik atas tanah dapat diperoleh dengan cara sebagai berikut:

a. Membuka tanah hutan/tanah belukar

Setiap warga masyarakat hukum mempunyai hak membuka hutan atau tanah belukar yang masih dalam lingkungan hak ulayat masyarakat hukum. Dengan sepengetahuan kepala persekutuan ia memilih sebidang tanah, membuat, dan menepatkan tanda-tanda batas, kemudian memeberi sedekah berupa selamatan sekedar menurut adat kebiasaan setempat. Dengan demikian terciptalah hubungan antara si pembuka tanah dengan tanahya, dengan konsekuensi ia berhak mengolahnya, sedangkan orang lain tidak boleh mengganggunya. Tindakan yang dilakukan si pembuka tanah ini dengan sendirinya akan mengurangi intensitas hak ulayat, yang lambat laun dengan pengusahaan/pengerjaan secara terus-menerus atau kontinu dapat melahirkan hak milik perorangan atas tanah.

Dengan mengolah tanah itu, si pembuka hutan mmperoleh hak menikmati hasil; hak ini dengan sendirinya mengurangi intensitas hak petuanan yang bersangkutan.

Hak menikmati hasil itu berlaku sampai dengan panen pertama.

Jika sesudah itu tanah tadi dibiarkan tidak terolah , ia masih mempunyai hak wenang pilih sementara lamanya untuk menggarap tanah tersebut. Tetapi sesudah tanah itu membelukar kembali, maka

(15)

hapuslah hak tadi dan hak pertuanan hukum tersebut, pulih kembali sepenuhnya.

b. Mewaris tanah

Yang dimaksud dengan mewaris tanah adalah suatu tindakan yang dimaksud untuk pengoperan atau penerusan tanah generasi ke generasi berikutnya. Mewaris tanah terjadi sebagai akibat pengaruh hubungan hak masyarakat hukum dengan hak perseorangan, dimana hak masyarakt hukum menipis maka disitulah ahli waris dari pemilik tanah yang meninggal selalu mendapat hak milik atas tanah itu sebagai warisan.

Bentuk-bentuk pengoperan harta kekayaan:

1. Konsepsi pewarisan menurut hukum adat menyimpulkan 3 asas pokok yaitu :

a. Pememindahan, penerusan, dan pengoperan harta kekayaan dari seseorang kepada generasi yang menyusulnya.

b. Perpindahan itu dapat terjadi selama pemiliknya masih hidup, atau dimulai waktu ia masih hidup dan diakhiri pada saat ia meninggal

c. Dikenal adanya lembaga hidup waris 2. Pembagian semasa hidup

Pembagian warisan dilakukan di kala anak-anak mulai hidup mandiri, dengan memeberikan tanah pertanian, ternak, alat-alat kerja dan sebagainya kepada mereka, ini bukan hibah, bukan

(16)

schenking (BW), juga bukan pemberian-pemberian yang

bertujuan menutupi kekurangan yang melekat pada sistem pewarisan seperti:

a. Pemeberian kepada anak perempuan, karena anak tersebut hanya berhak menerima sperdua bagaian anak laki-lakai b. Penghadiahan kepada anak angkat, sebab hak anak tersebut

tak penuh atau sama sekali tidak mempunyai hak

c. Pemberian kepada anak-anak kandung oleh seorang ayah, karena sesungguhnya ayah tersebut harus mewariskan kepada kemenakannya, yaitu anak-anak dari saudara-saudaranya perempuan

d. Penghadiahan kepada anak-anak perempuan, sebab mereka tidak berhak mewaris

3. Pembagian diberbagai paguyuban hidup

a. Dalam tertib parental: seluruh harta kekayaan kepunyaan kedua orang tua diwariskan samarata-samarasa kepada semua anaknya. Jika salah seorang ahliwaris meninggal lebih dahulu daripada pewarisnya, maka secara bergantian tempat semua anak simati ini mendaptkan hak atas bagian warisan mensiang ayahnya.

b. Dalam tertib patrilineal: yang menjadi ahli waris hanyalah anak laki-laki, karena anak perempuan keluar dari kelompok kerabat gen/suku patrilinealnya. Jika yang meninggal itu

(17)

tidak mempunyai anak laki-laki, maka warisannya jatuh ke tangan bapak si pewaris dan bila bapaknya sudah tidak ada, maka warisan tersebut menjadi milik saudara laki-laki pewaris.

c. Dalam tertib matrilineal : semua anak mewaris harta kekayaan ibunya, karena bapaknya institusional tetap tinggal dalam kelompok clan/suku matrilineal semualnya. Jika yang meninggal orang laki-laki maka ahliwarisnya ialah saudara- saudaranya perempuan beserta anak-anak mereka ini.

4. Amanat terakhir : bentuk ini dapat dilaksanakan dengan 3 cara a. Penetapan sebagian tertentu dari harta peninggalan kepada

ahliwaris tertentu pula.

b. Pemberian suatu ketetapan yang mengikat segenap ahliwaris, untuk menghidarkan kemungkinan timbulnya persengketaan kelak diantara mereka.ketetapan ini biasanya dibuat bila calon pewaris merasa ajalnya sudah menjelang.

Ia menguraikan keadaan seluruh harta kekayaannya (aktiva maupun pasiva), cara pembagian yang dikehendakinya, dengan menetapkan siapa-siapa yang menerimanya beserta bagian masing-masing

c. Pembuatan surat wasiat/testament, seperti yang lazim terdapat dikalangan orang yang tunduk kepada hukum perdata BW.

(18)

5. Menerima tanah karena pemebelian, penukaran, hadiah :

a. Dimana hak petuanan persekutuan hukum yang bersangkutan tipis, disitu seorang pemilik dapat dapat menjual, menghadiahkan atau menukarkan tanahnya kepada orang Indonesia asli dengan bebas.

b. Dalam hak petuanan persekutuan hukum itu tebal, maka hak menjual tanah itu dibatasi.

6. Pengaruh daluwarsa

a. Hukum adat mengenal pengaruh lampaunya waktu (daluwarsa) terhadap berlangsung atau tidaknya suatu hak atau kewajiban.

b. Sesuai dengan sifat hukum adat pada umumnya, tenggang daluwarsa itu tidak ditetapkan secara tegas dalam jumlah tahun tertentu, melainkan hanya dengan suatu jangka waktu yang dalam hal-hal tertentu dipandang cukup lama untuk memepengaruhi tetap berlangsung atau lenyapnya suatu hak ataupun kewajiban. Dan jangka waktu yang hanaya merupakan pendekatan saja pada jumlah tahun tertentu itu berbeda-beda pula di berbagai lingkungan hukum di Indonesia.

c. Pada instansi terakir hakimlah yang menentukan untuk tiap- tiap wilayah, jangka waktu yang dipandang menimbulkan

(19)

daluwarsa oleh hakim adat, berdasarkan keadilan rakyat di wilayah yang bersangkutan.

1.2. Hak Menikmati Hasil

Hak menikmati hasil adalah hak yang diperoleh warga masyarakat hukum ataupun orang lain, yaitu orang di luar warga masyarakt hukum, yang dengan persetujuan pemimpin masyarakat hukum, untuk mengolah sebidang tanah selama satu atau beberapa kali panen.

Hak memungut hasil, supomo menyebut hak usaha atas tanah sebidang tanah, yaitu suatu hak yang dimiliki oleh seseorang untuk menganggap sebidang tanah tertentu sebagai tanah miliknya, asal saja ia memenuhi kewajiban-kewajiban serta menghormati pembatasan-pembatasan yang melekat pada hak itu selian itu van Vollenhoven menamakan hak menggarap yang menurutnya si pemilik hak usaha terhadap tuan tanah yang mempunyai hak eigendom atas tanah adalah sebagai berikut:

a. Membayar semacam pajak yang dinamakan cukai

b. Melakukan macam-macam pekerjaan untuk keperluan tuan tanah

1.3. Hak Wewenang Pilih/Hak Terdahulu

Hak wewenang pilih adalah hak yang diberikan kepada seseorang untuk mengusahakan tanah dimana orang itu lebih diutamakan dari orang lain. Selama masih ada tanda-tanda batas

(20)

tanah maka tanah itu masih ada hubungannya dengan orang yang akan menggarapnya.

Hak wewenang dipilih diberikan kepda :

a. Mereka yang melekat suatu tanda larangan atau mereka yang pernah membuka tanah

b. Orang yang terakhir mengusahakan tanah

c. Orang yang tanahnya berbatasan dengan tanah belukar

Menurut Soekanto hak wewenang pilih memeberi kesempan kepada warga yang pertama kali membuka tanah dan mengerjakan tanah itu, untuk lebih dahulu kembali menggarap tanah-tanah yang dimaksud, apabila berhubungan dengan sesuatu hal tanah itu ia tinggalkan untuk sesuatu

1.4. Hak Wewenang Beli

Hak wewenang beli adalah hak yang diberikan kepada seseorang untuk memebeli sebidang tanah dengan mengesampingkan orang lain.

Wewenang beli diberikan kepada:

a. Sanak saudara atau kerabat sipenjual

b. Pemilik tanah yang berbatasan dengan tanah miliknya, dan c. Tetangga/warga atau anggota-anggota masyarakat hukum /desa

(21)

1.5. Hak Karena Jabatan

Tanah sawah/jabatan dalam istilah daerah beraneka ragam, pada umumnya tanah jabatan ini terdapat diseluruh Indonesia. Hak karena jabtan adalah hak dari pengurus atau pejabat masyarakat hukum adat sebidang tanah untuk menikmati hasil selama ia memegang jabatannya

Maksud pemberian hak itu adalah untuk menjamin penghasilan pejabat tersebut. Isi hak tersebut adalah pejabat yang bersangkutan boleh mengerjakan tanah jabatan itu atau menyewakannya kepada orang laian , tetapi ia tidak boleh menjual atau menggadaikannya. Kalau yang bersangkutan sudah selesai masa jabatannya maka tanah yang bersangkutan kembalai kepada haka masyarakat hukum adat atau berpindah ke tangan pejabat yang menggantikannya.

Referensi

Dokumen terkait

9 tahun 2015 disebutkan bahwa : “Hak milik bersama atas tanah suatu masyarakat hukum adat atau hak milik bersama atas tanah yang diberikan kepada masyarakat adat” Hak Komunal yang