BAB II
FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA SENGKETA TANAH DATI
A. Pengertian Hak Atas Tanah Adat
Tanah adalah permukaan bumi, demikian dinyatakan dalam Pasal 4 Undang- Undang Pokok Agraria. Dengan demikian, hak atas tanah adalah hak atas permukaan bumi, tepatnya hanya meliputi sebagian tertentu permukaan bumi yang terbatas, yang disebut bidang tanah.
Hak atas tanah menurut Sudikno Mertokusumo adalah hak atas sebagaian tertentu permukaan bumi, yang berbatas, berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. Sebagai hak dasar, hak atas tanah sangat berarti sebagai eksistensi seseorang, kebebasan serta harkat dirinya sebagai manusia.1 Hak atas tanah diatur dalam Pasal 20 yang menentukan bahwa hak milik atas tanah merupakan hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dan mempunyai fungsi sosial.2
Menurut Soedikno Mertokusumo, wewenang yang dimiliki oleh pemegang hak tas tanah terbagi menjadi 2 (dua), yaitu:3
1. Wewenang Umum.
Wewenang yang bersifat umum berarti pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya yang langsung berhubungan dengan tanah tersebut dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturan hukum lainnya, yang dapat meliputi penggunaan dari bumi, air dan ruang yang ada diatasnya.
2. Wewenang Khusus.
1Maria SW Sumardjo, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi, Kompas, Jakarta, 2005, hal 159
2Muliawan, Pemberian Hak Milik Untuk Rumah Tinggal, Cerdas Pustaka, Jakarta, 2009, hal 60
3Soedikno Mertokusumo, Hukum dan Politik Agraria, Karunika, Jakarta, 1998, hal 83
Wewenang yang bersifat khusus yaitu penggunaan hak atas tanah sesuai dengan macam hak atas tanah yang dimilikinya. Misalnya, wewenang pada tanah Hak Milik adalah dapat untuk kepentingan pertanian dan atau mendirikan bangunan, wewenang pada tanah Hak Guna Bangunan adalah menggunakan tanah hanya untuk mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah yang bukan miliknya, wewenang pada tanah Hak Guna Usaha adalah menggunakan hanya untuk kepentingan usaha di bidang pertanian, perikanan, peternakan, dan perkebunan.
Secara umum, hak atas tanah khususnya tanah adat yang ada di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu hak ulayat dan hak pakai. Hak ulayat merupakan hak yang ada bersama-sama dengan masyarakat hukum adat. Pada hak ulayat ini, seseorang dapat menguasai dan menikmati hasil dari hak ulayat tersebut, tapi bukan berarti hak ulayat tersebut hapus begitu saja. Sedangkan untuk hak pakai membolehkan seseorang untuk menggunakan sebidang tanah untuk kepentingannya, biasanya terhadap sawah dan ladang yang dibuka dan diusahakan.4
Pengaturan hak ulayat dalam UUPA terdapat dalam Pasal 3, yaitu pengakuan mengenai keberadaan atau eksistensi dan pelaksanaannya. Eksistensi atau keberadaan hak ulayat ini menunjukkan bahwa hak ulayat mendapatkan tempat dan pengakuan sepanjang menurut kenyataan masih ada. Pada aspek pelaksanaannya, maka implementasinya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan nasional bangsa dan negara, serta peraturan perundang-undangan lainnya yang tingkatannya lebih tinggi.
4Boedi Harsono, Undang-undang Pokok Agraria: Sedjarah Penjusunan, Isi dan Pelaksanaanja, Jakarta, Jambatan, 1971, hal 81
Lebih lanjut pengaturan mengenai hak ulayat diserahkan kepada peraturan daerah masing-masing dimana hak ulayat itu berada. Realisasi dari pengaturan tersebut dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, yang dipergunakan sebagai pedoman dalam daerah melaksanakan urusan pertanahan, khususnya dalam hubungan dengan masalah hak ulayat masyarakat adat yang nyata-nyata masih ada di daerah yang bersangkutan.5
Peraturan ini memuat kebijaksanaan yang memperjelas prinsip pengakuan terhadap hak ulayat dan hak-hak serupa dari masyarakat hukum adat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 UUPA. Kebijaksanaan tersebut meliputi :6
1. Penyamaan persepsi mengenai hak ulayat
2. Kriteria dan penentuan masih adanya hak ulayat dan hak-hak yang serupa dari masyarakat hukum adat.
3. Kewenangan masyarakat hukum adat terhadap tanah ulayatnya.
Kedaulatan tertinggi atas kepemilikan tanah adat ada pada persekutuan hukum, yang dimaksud dengan hak persekutuan atas tanah adalah hak persekutuan (hak masyarakat hukum) dalam hukum adat terhadap tanah tersebut. Misalnya, hak untuk menguasai tanah, memanfaatkan tanah itu, memungut hasil dari tumbuh- tumbuhan yang hidup di atasnya, atau berburu binatang-binatang yang hidup di atas tanah itu.7
5Irin Siam Musnita, Penyelesaian Sengketa Tanah Ulayat Masyarakat Malamoi di Kabupaten Sorong, Tesis Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2008, hal 20
6Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah, Djambatan, Jakarta, 2004, hal 57
7Jemmy Sondakh, “Hak Milik Atas Tanah Menurut Hukum Adat (Eksistensi Pemanfaatan dan Tantangannya dalam Hukum Indonesia)”, Karya Ilmiah Fakultas Hukum, Universitas Sam Ratulangi, Manado, 2014, hal 17
Salah satu cara terjadinya hak atas tanah menurut peraturan perundang- undangan di bidang pertanahan, yaitu hak atas tanah terjadi menurut hukum adat.8 Hak milik yang terjadi menurut hukum adat dimana hak tersebut melalui pembukaan lidah (aanslibbing). Pembukaan lidah disini adalah pembukaan hutan yang dipimpin oleh kepala adat atau desa bersama-sama dengan masyarakat. Kemudian tanah yang telah dibuka tersebut, dibagikan oleh kepala adat kepada masyarakat untuk digunakan sebagai lahan pertanian bagi masyarakat hukum adat.
Yang dimaksud lidah tanah adalah tanah yang tumbuh karena usahanya, dimana tanah tersebut berada di tepi sungai, danau atau laut. Tanah tersebut merupakan kepemilikan orang yang memiliki tanah berbatasan. Dengan sendirinya tanah tersebut menjadi hak milik, karena adanya proses pertumbuhan yang memakan waktu.9
B. Bentuk-Bentuk Hak Atas Tanah Adat di Maluku Hak atas tanah adat di Maluku dikategorikan antara lain : 1. Tanah Negeri.
Tanah Negeri yakni tanah yang dikuasai negeri atau persekutuan yang pemanfaatannya ditujukan untuk kepentingan bersama.
2. Tanah Dati.
Tanah Dati yakni tanah yang dimiliki oleh kerabat atau persekutuan yang diberikan oleh negeri karena turut berjasa terhadap negeri. Menurut J.Gerard Fried Riedel, tanah dati berarti petak-petak tanah yang di bagi-bagikan kepada orang- orang yang kuat kerja atau kepala-kepala rumah tangga dengan syarat harus ikut hongi.
8Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Prenada Media Group, Jakarta, 2015, hal 15
9Purnadi Purbacaraka dan Ridwan Halim, Sendi-sendi Hukum Agraria, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1993, hal 53
Di dalam tanah dati terdapat dusun-dusun yang dibedakan antara lain :10
a) Dusun Perusahaan, yakni dusun yang dibuka dan diperusah secara sendiri maupun bersama-sama oleh anak negeri di atas tanah petuanan, biasanya tanah yang masih ewang.
b) Dusun Negeri yaitu hutan yang sudah dipelihara dan dijaga, rakyat tidak lagi bebas mengambil hasilnya karena segala hasilnya adalah untuk kas negeri.
Dusun negeri biasanya mempunyai tanam-tanaman yang menghasilkan buah- buahan seperti bambu, rotan, dammar, dan pohon-pohon yang menghasilkan buah-buahan seperti durian, langsat, kelapa dan sebagainya.
c) Dati Raja atau dusun dati atau yang lebih dikenal dengan istilah tanah dati adalah tanah atau dusun yang diberikan kepada seorang Pemerintah selama ia memangku jabatan Pemerintah dari negerinya, kalau sampai diganti maka haknya atas dusun dati raja dengan sendirinya dihapus.
d) Dusun Pusaka adalah dusun yang merupakan milik bersama dari suatu kelompok ahli waris yang mereka peroleh melalui pewarisan. Pada mulanya, dusun pusaka itu adalah milik seseorang secara pribadi yang biasanya diperoleh dengan cara :
1) Dengan menggarap atau memperusah sepotong tanah negeri yang masih merupakan hutan atau ewang dengan ijin Pemerintah Negeri.
2) Untuk mendapatkan dusun pusaka bisa juga melalui pembelian oleh seseorang yang dinamakan “dusun babalian”. Jika dusun babalian ini kemudian sampai diwarisi oleh keturunannya, maka statusnya berubah menjadi dusun pusaka.
10Novyta Uktolseja, Tanah Dati Dalam Perpektif Hukum Adat di Maluku, Fakultas Hukum Universitas Pattimura, 12 Juli 2013
3) Dusun pusaka bisa juga berasal dari suatu pemberian, misalnya seorang perempuan yang akan kawin dihadiahi oleh bapaknya sepotong dusun yang disebut dusun atitin atau dusun lelepelo. Jika kemudian hari sampai diwarisi oleh anak-anaknya, maka dusun atitin ini menjadi dusun pusaka turun-temurun bagi anak-anaknya itu.
Dati memiliki beberapa ketentuan sebagai berikut :
a) Tanah dati tidak dapat dipindahtangankan atau diasingkan.
b) Tanah dati tidak dapat dibagi-bagikan diantara anak-anak dati
c) Yang berhak “makan dati” ialah anak laki-laki dan perempuan yang tidak menikah serta berdomisili di negeri.
d) Anak perempuan yang telah menikah kehilangan hak “makan dati”, karena sejak perkawinannya ia memperoleh hak “makan dati” dari keluarga suaminya.
e) Anak-anak dati yang berdomisili di temapt lain atau yang sedang menjalankan tugas negara, kehilangan hak “makan dati” untuk sementara dan hak itu diperoleh kembali setelah ia kembali ke negeri.
f) Tanah atau dusun dati yang tidak ada lagi keturunannya kembali kepada kekuasaan negeri (petuanan). Tanah dati atau dusun dati demikian disebut
“dati lenyap”.
Melalui sistem dati, suatu kerabat atau cabang kerabat atau suatu persekutuan dapat menikmati tanah-tanah atau dusun-dusun yang berada di bawah kekuasaan hak petuanan suatu negeri. Jadi hak menikmati dusun-dusun dati tidak diberikan kepada seorang atau pribadi, tetapi kepada kelompok orang yang bernaung di bawah suatu kerabat (family) atau cabang kerabat ataupun suatu persekutuan.
Suatu kerabat seperti rumatau atau cabangnya untuk dapat memperoleh sebidang
dusun dati, yaitu sebuah “kesatuan wajib kerja”, melakukan pekerjaan untuk kepentingan penguasa tanpa dibayar.
Untuk menjamin akan kebutuhan pangan dari para dati yang ikut pelayaran hongi ini dan keluarganya yang ditinggalkan, maka kepada mereka diberikanlah dusun-dusun yang biasanya sudah ada tanaman sagu yang segera dapat diambil hasilnya. Dusun-dusun inilah yang diberi nama dusun dati. Selama pergi bertugas, anggota dati yang bersangkutan dan keluarga yang ditinggalkan tidak usah lagi khawatir tentang bahan makanan pokok.
Jadi, pemberian dusun-dusun dati kepada para dati itu adalah kompensasi atas pelaksanaan tugas-tugas dati yang tanpa upah itu. Karena untuk dapat menikmati dusun dati, maka pelaksanaan tugas-tugas dati merupakan syarat mutlak. Tanpa menjalankan tugas dati, tidak ada hak untuk menikmati dusun dati. Antara kewajiban dan hak terjalin kaitan atau ikatan yang erat sekali yang tidak bisa dipisahkan. Tidak mungkin ada kompensasi tanpa didahului oleh pelaksanaan tugas dati.
Tugas-tugas dati terdiri dari beberapa macam pekerjaan, diantaranya sebagai berikut :
a) Kuarto
Kuarto adalah pekerjaan yang dibebankan kepada anak negeri untuk kepentingan pribadi pemerintah sebagai pimpinan atau kepala negeri tanpa upah. Pekerjaan kuarto yang untuk kepentingan pemerintah, yakni mengerjakan kebun, menangkap ikan, melakukan pekerjaan didalam dan diluar rumah tangga. Kemudian pekerjaan kuarto lainnya yang untuk kepentingan pribadi pemerintah, yakni memetik cengkeh dalam dusun kepunyaan pemerintah, mempersiapkan sarana angkutan laut, dan sebagainya.
b) Hongi
Pengertian asli dari hongi ini ialah armada perang dari rakyat Maluku zaman dahulu kala, armada mana terdiri atas kora-kora yang gunanya untuk memerangi musuh.
c) Rodi
Yang dikerjakan pada pekerjaan rodi adalah bekerja di kota Ambon secara bergiliran selama satu bulan terus-menerus di benteng-benteng, kubu- kubu, rumah jaga, dimana yang dikerjakan adalah membuat dan memelihara bangunan-bangunan tersebut.
Dati sebagai suatu persekutuan hukum mempunyai seorang pimpinan yang disebut Kepala Dati. Kepala dati adalah suatu jabatan yang fungsional, ini berarti bahwa kepala dati bukan pemilik secara pribadi dari dusun-dusun dati yang terdaftar atas namanya sebagai kepala dati, tetapi dia pasti salah seorang anggota persekutuan dari dati tempat dia menjadi kepalanya, karena untuk dapat menjadi kepala dati maka orang itu haruslah anggota dari sebuah dati.
Personalia sebuah dati terdiri atas : a) Anak Dati
Pada pokoknya untuk menjadi anak dati atau tulung dati, orang itu haruslah laki-laki. Orang perempuan pada prinsipnya tidak diperkenankan menjadi anak dati, sebab tugas dati tidak layak dan tidak sesuai dengan kodrat sebagai wanita. Anak-anak dati adalah anggota-anggota asal atau inti, dimana mereka adalah keturunan dari dati asal dan mereka pula yang mempunyai hak untuk didahulukan menjadi kepala dati.
b) Tulung Dati
Tulung dati adalah anggota dati yang bukan keturunan langsung menurut garis kebapakan dari dati yang bersangkutan.
c) Kepala Dati
Kepala dati adalah pemimpin dari sebuah dati yang tugas pokoknya adalah mengatur tentang pembagian giliran menjalankan tugas-tugas dati di antara anggota dati agar tugas itu dibebankan secara merata dan supaya pemanfaatan dusun-dusun dati serta hasilnya diatur sebaik mungkin, sehingga setiap anggota mendapat bagian yang layak dan seimbang.
d) Orang Perempuan sebagai Kepala Dati, Anak Dati dan Tulung Dati.
Pada prinsipnya, seorang perempuan tidak bisa diperkenankan menjadi anak atau tulung dati. Alasannya bukan hanya karena sekedar melarang atau menutupi hak orang perempuan dan supaya hanya orang laki-laki sajalah yang diperbolehkan, juga tidak karena susunan atau hubungan kekerabatan yang berhukum kebapakan saja dimana hak-hak orang perempuan kurang jika dibandingkan dengan haknya orang laki-laki.
Menurut prinsip hukum dati, seseorang untuk dapat menikmati dusun- dusun dati harus lebih dulu melakukan tugas dati, dan karena orang perempuan tidak bisa melakukan tugas dati maka mereka tidak mempunyai hak makan dati sebagai seorang anak dati, karena hak makan dati adalah kompensasi atas prestasi melaksanakan tugas-tugas dati.
Akan tetapi walaupun orang perempuan tidak bisa menjadi anak atau tulung dati yang berdiri sendiri dengan hak-hak dati tersendiri, namun mereka berhak turut makan selama mereka belum kawin. Jika orang perempuan pada prinsipnya tidak bisa menjadi anak dati atau tulung dati, maka dengan sendirinya tidak bisa pula menjadi kepala dati.
Jumlah dati tergantung dari jumlah penduduk, dimana makin banyak penduduknya maka makin banyak dati yang diciptakan dari suatu rumatau atau cabang kerabat. Jumlah dati bisa bertambah dengan tiga cara, yakni :
a) Suatu dati yang lenyap, dusun datinya dibagi-bagikan kepada lebih dari sebuah kerabat atau cabang kerabat, sehingga dati yang semula hanya sebuah dati lalu berubah menjadi beberapa dati, dan dusun-dusun datinya dibagi- bagikan kepada dati-dati yang baru itu.
b) Sebuah keluarga dari sebuah dati memisahkan diri membentuk dati baru agar dapat memperoleh dusun-dusun dati yang baru untuk mendapatkan sumber nafkah yang lebih baik.
c) Kemungkinan yang ketiga untuk bertambahnya jumlah dati di suatu negeri adalah atas kehendak Pemerintah Negeri sendiri demi kebutuhan penguasa yang memerlukan jumlah dati yang banyak.
Selain bertambahnya jumlah dati, dati juga dapat menjadi dati lenyap. Suatu dati dikatakan lenyap bila dalam dati itu tidak ada lagi keturunan laki-laki atau anggota laki-laki yang dapat meneruskan tugas dati, walaupun masih ada keturunan atau anggota-anggota yang perempuan, sedangkan punah dalam arti umum tidak lagi mempunyai keturunan sama sekali baik laki-laki maupun perempuan.
Dengan lenyapnya sebuah dati, maka hak untuk menikmati dusun-dusun dati yang diberikan kepada dati itu juga berakhir. Anak-anak perempuan yang masih ada tidak bisa mempertahankannya sebab mereka tidak melaksanakan tugas-tugas dati, karena syarat mutlak untuk dapat menikmati dusun-dusun dati adalah mampu melaksanakan tugas-tugas dati.
Itulah sebabnya walaupun sebuah dati masih mempunyai anggota-anggota perempuan, tetapi tidak lagi mempunyai anggota-anggota yang laki-laki maka dikatakan lenyap. Dusun-dusun dati dari sebuah dati yang lenyap otomatis jatuh kembali menjadi hak negeri dan selanjutnya terserah kepada negeri untuk pemanfaatannya.
Hak menikmati dusun dati dalam istilah adatnya disebut “makan dati”.
Adapun dusun-dusun dati hanya boleh dinikmati atau “dimakan” oleh anggota- anggota dari dati yang bersangkutan bersama keluarga mereka dengan mengecualikan orang-orang diluar itu. Orang luar hanya boleh menikmati dusun- dusun dati dari suatu dati kalau orang itu bersedia meleburkan diri ke dalam dati itu. Peleburan itu bisa ditempuh melalui dua cara, yakni :
1) Melalui semacam adopsi. Untuk sahnya adopsi itu adalah menjadi syarat mutlak bagi yang diadopsi untuk meninggalkan famnya sendiri lalu berganti menyandang fam adoptifnya.
2) Melalui perkawinan, yaitu “kawin ambil anak” dimana sang suami meleburkan diri ke dalam kerabat isterinya dan memakai fam isterinya. Jika seorang anggota meninggal dunia, maka haknya dilanjutkan oleh anaknya yang laki-laki. Seseorang yang makan dati dari sebuah dati dalam waktu yang sama tidak boleh lagi makan dati dari dati lainnya, karena seseorang hanya boleh makan dari satu dati. Begitu pula seseorang yang telah keluar dari atau memisahkan diri dari sebuah dati, karena pindah makan dati ke dalam dati yang lain, tidak boleh lagi makan dati dari dati asalnya.
Jika seseorang yang semula terdaftar sebagai anak dati atau tulung dati, tetapi kemudian meninggalkan negeri itu maka hak makan datinya demi hukum dihapus. Ketentuan ini juga berlaku bagi keturunan dari anak dan tulung dati itu,
jika mereka juga meninggalkan negerinya. Pergi meninggalkan negeri itu bisa terjadi karena memang tidak mau lagi bertempat tinggal di negeri itu lalu pindah menjadi penduduk negeri lain sebagai pendatang disitu.
Selain daripada itu, hak makan dati juga bisa dihapus jika anak negeri itu pergi meninggalkan negerinya walaupun masih terdaftar sebagai rakyat negeri itu, namun dalam waktu yang cukup lama hubungannya dengan negeri asalnya menjadi terputus, karena dia dalam waktu yang relatif cukup lama tidak menjalankan kewajiban datinya maka hak makan datinya dapat dinyatakan dihapus.
Seseorang yang telah hilang hak datinya karena pergi meninggalkan negeri untuk maksud-maksud pribadi, maka hak datinya tidak dapat kembali hidup secara otomatis. Untuk dapat kembali menikmati dusun-dusun dati, maka mereka harus terlebih dahulu “menundukan diri kembali” kepada ketentuan-ketentuan dati dan tugas-tugas dati. Sesudah beberapa lama menjalankan tugas dati, maka dia bisa memohonkan kembali hak makan dati pada dati asalnya atau pada dati lainnya yang ditentukan oleh negeri.
Terhadap dusun-dusun dati ini kemudian oleh pemerintah diadakan pendaftaran atau registrasi. Pendaftaran atau registrasi itu dilaksanakan supaya adanya ketegasan dan kepastian mengenai dati itu sendiri, berapa jumlahnya, berapa banyak dusun datinya, berapa luasnya, serta berapa banyak anak dan tulung datinya yang dapat dikerahkan untuk tugas dati.
3. Tanah Pusaka
Tanah Pusaka yaitu sebidang tanah negeri atau petuanan yang diberikan kepada anak negeri untuk dijadikan lahan “perusah”, yang apabila terus-menerus
diusahakan, maka seiring berjalannya waktu dapat berubah menjadi hak individual dan dapat diwariskan.
4. Tanah Perusah
Tanah Perusah yakni tanah kosong yang biasanya bekas kebun (aong) atau membuka hutan (ewang) dengan seijin Pemerintah Negeri untuk diperusah atau digarap, yang bersifat hak pakai akan tetapi tidak tertutup kemungkinan menjadi tanah hak perorangan jika digarap secara terus-menerus.
5. Tanah Pekarangan
Tanah pekarangan atau tanah kintal yakni tanah yang diperuntukan untuk tempat tinggal anggota masyarakat, yang umumnya terletak di pusat negeri dan agak jauh dari lahan tempat bercocok tanam, sehingga tanah pekarangan ini termasuk tanah perorangan.
6. Tanah Ewang
Tanah Ewang atau Aung yakni tanah yang dikuasai seseorang dengan jalan membuka hutan dan dibiarkan terlantar seketika dengan maksud untuk menyuburkan kembali.11
C. Faktor-Faktor Terjadinya Sengketa Tanah Dati
Konflik atau sengketa terjadi karena adanya perbedaan persepsi yang merupakan penggambaran tentang lingkungan yang dilakukan secara sadar yang didasari pengetahuan yang dimiliki seseorang, dimana lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan fisik maupun sosial.12
11Oloan Sitorus, Kondisi Aktual Penguasaan Tanah Ulayat di Maluku: Telaah Terhadap Gagasan Pendaftaran Tanahnya, Jurnal Agraria dan Pertanahan, Vol. 5, No. 2, 2019, hal 225
12Koentjaraningrat, Kebudayaan Metaliteit dan Pembangunan, Gramedia, Jakarta, 1982, hal 103
Pada hakekatnya, kasus pertanahan terjadi karena berbeda pandangan mengenai status hukum masing-masing dalam kaitannya dengan kepemilikan atas tanah tertentu atau berbeda pandangan mengenai hal-hal yang berkenaan dengan tanah.
Dalam masyarakat Maluku, polemik tanah dati selalu saja terjadi dan sulit terhindarkan. Sengketa tanah dati dapat terjadi karena faktor internal tapi juga faktor eksternal, berikut beberapa faktor internal terjadinya sengketa tanah dati :
1. Batas-batas tanah dati tidak jelas
2. Kepala dati yang menjual tanah dati tanpa persetujuan dari anak-anak dati 3. Saling klaim atas tanah dati, entah itu dari para ahli waris atau keluarga sendiri 4. Beberapa anak dati yang menanam tanaman umur panjang diatas tanah dati,
sehingga tanah yang ditanam diakui menjadi hak milik anak-anak dati itu sendiri.
5. Anak perempuan yang mempunyai anak laki-laki kemudian menganggap bahwa anaknya juga merupakan ahli waris sehingga bermasalah dengan keturunan yang lain.
6. Pemberian dati lenyap oleh pemerintah negeri kepada anak negeri yang baru, sehingga terdapat ketidaksetujuan oleh pihak yang merasa lebih berhak untuk memilikinya.
7. Keturunan dari kepala dati yang mana datinya menjadi dati lenyap dan merasa masih memiliki hak sehingga memberikan hak atas dati lenyap itu kepada salah satu pihak, yang mana bertentangan dengan pihak lain yang telah menerima dati lenyap itu dari pemerintah negeri.
Sementara faktor eksternal yang melatarbelakangi terjadinya sengketa tanah dati, yaitu pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) banyak mengeluarkan sertifikat tanah atas tanah dati tanpa menanyakan lebih jelas apakah tanah dati dijual atas
persetujuan dari keturunan pemilik tanah dati, sehingga jika ada tanah yang dijual oleh salah satu ahli waris tanpa ada persetujuan dari yang lainnya, maka akan menimbulkan masalah terkait status sertifikat yang diterbitkan oleh BPN atas tanah dati.
Berdasarkan uraian diatas, maka faktor yang melatarbelakangi sengketa yang terjadi antara pihak Tisera melawan pihak Alfons adalah karena saling klaim atas kedua dusun dati lenyap berdasarkan bukti kepemilikan dari kedua belah pihak yang saling bertentangan.