Pengukuran Tingkat Kesiapan Knowledge Management Balitbang SDM Kementerian Komunikasi dan Informatika
Measurement of Readiness Knowledge Management in Balitbang SDM of Ministry of Communication and Information Technology
Dewi Hernikawati
Balai Pelatihan dan Pengembangan Teknologi dan Informasi Kementerian Komunikasi dan Informatika
Jl. Sekolah Hijau No. 2, Cikarang-Bekasi Jawa Barat e-mail : [email protected]
Yan Andriariza AS Puslitang Aptika IKP
Kementerian Komunikasi dan Informatika Jl. Medan Merdeka Barat No. 9, Jakarta Pusat
e-mail : [email protected]
Naskah diterima: 05-03-2015, direvisi: 13-07-2015, disetujui: 25-05-2015
Abstrak
Knowledge Management (KM) merupakan suatu proses kegiatan dalam mengelola pengetahuan yang ada dalam organisasi untuk membantu organisasi mencapai targetnya.
Pengukuran terhadap tingkat kesiapan organisasi dalam implementasi KM perlu dilakukan agar sukses diimplementasikan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah sejauh mana tingkat kesiapan Balitbang SDM dalam menerapkan KM dilihat dari kesiapan KM Enabler.
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat kesiapan Balitbang SDM dalam mengimplementasikan KM. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Analisis data dengan metode statistik deskriptif, dimana data kuesioner yang telah diisi oleh responden dikelompokkan ke dalam tabel sesuai dengan pemisahan elemen-elemen pada aspek KM.
Hasilnya adalah tingkat kesiapan KM pada Balitbang SDM Kominfo sebesar 62,3125% dan berada pada level 4 atau receptive level yang artinya Balitbang SDM Kominfo telah siap dan mapan untuk mengimplementasikan KM.
Kata kunci: Knowledge Management, kesiapan, KM Enabler
Abstract
Knowledge Management (KM) is a process of managing knowledge in the organization to help the organization achieve its goals. The level of readiness’ measurement in the imple- mentation of KM in the organization needs to be done for successful implementation. The problem in this research was the unidentified level of readiness of Balitbang SDM in implementing KM from KM Enabler views of readiness. This study aimed to measure the level of readiness to implement KM. The method used in this research was a quantitative approach.
Data analysis was done with descriptive statistical methods. The result is a level of readiness
KM is 62,3125%, at level 4 or receptive’s level which means Balitbang SDM had been prepared and establisheded to implement Knowledge Management.
Keywords: Knowledge Management, readiness, KM Enabler.
PENDAHULUAN
Kementerian Komunikasi dan Infor- matika (Kemkominfo) merupakan kementerian yang bertugas menyelenggarakan urusan di bidang komunikasi dan informatika dalam pemerintahan. Badan Penelitian dan Pengem- bangan Sumber Daya Manusia (Balitbang SDM) merupakan salah satu satuan kerja di Kem- kominfo yang berperan sebagai ujung tombak dalam membuat kebijakan. Kebijakan atau aturan yang akan dikeluarkan oleh Kemkomin- fo harus berdasarkan hasil penelitian, sehingga kebijakan yang dikeluarkan bisa dipertang- gungjawabkan. Oleh karena itu, Balitbang SDM dituntut untuk meningkatkan kualitas pene- litiannya.
Kualitas penelitian akan meningkat bila pengetahuan yang ada pada para penelitinya dikelola dengan baik. Sayangnya, transfer pengetahuan di antara para peneliti belum sepenuhnya dilakukan dengan baik. Hal ini terlihat dari banyaknya hasil penelitian yang tidak terkelola dengan baik, sehingga ketika ada peneliti yang membutuhkannya sulit untuk memperolehnya. Kondisi ini tentunya menjadi permasalahan tersendiri di Balitbang SDM karena sudah selayaknya semua hasil peneli- tian terkelola dengan baik supaya para peneliti bisa mengambil pelajaran dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya untuk dikem- bangkan menjadi penelitian lanjutan. Penge- lolaan pengetahuan di Balitbang SDM belum dikelola dengan baik disebabkan karena kesenjangan di antara para peneliti Balitbang SDM cukup besar, seperti perbedaan usia yang terlampau jauh antara peneliti baru dengan peneliti senior, perbedaan pengetahuan, dan pengalaman yang dimiliki.
Adanya berbagai bidang keilmuan yang berbeda di Balitbang SDM membutuhkan suatu pengelolaan agar tidak hilang. Selama
ini, berbagi pengetahuan dilakukan secara informal dan tidak terdokumentasi. Oleh karena itu, diperlukan suatu sistem untuk mengelola pengetahuan di kalangan peneliti atau yang dapat disebut dengan Knowledge Management Sytem. Akan tetapi, saat ini belum diketahui tingkat kesiapan implementasi KM di Balitbang SDM. Pengukuran tingkat kesiapan organisasi secara detail dan kompre- hensif diperlukan sebelum menerapkan KM agar dapat mengindentifikasi kebutuhan orga- nisasi. Hal ini perlu dilakukan karena di portal Kemkominfo disediakan menu KM System yang bisa diakses melalui akun masing-masing PNS tetapi belum dimanfaatkan. Selain itu, pene- rapan KM juga dipengaruhi oleh bermacam- macam faktor. Fakor-faktor ini dikenal dengan KM Enabler.
Berdasarkan pada latar belakang yang ada, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah sejauh mana tingkat kesiapan Balitbang SDM dalam menerapkan KM dilihat dari ke- siapan Knowledge Management Enabler.
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur ting- kat kesiapan organisasi Balitbang SDM dalam mengimplementasikan Knowledge Mana- gement. Diharapkan dengan adanya peng- ukuran tingkat kesiapan KM dapat ditentukan langkah-langkah dalam menerapkannya untuk meningkatkan kualitas penelitian.
Knowledge Management System meru- pakan integrasi antara teknologi dan mekanis- me yang dibangun untuk mendukung proses KM (Fernandez, 2004). Knowledge Mana- gement enabler factor merupakan faktor penentu apakah suatu organisasi sukses atau gagal dalam menerapkan KM. Faktor-faktor tersebut dikenal dengan sebutan Knowledge Management enablers. Knowledge Mana- gement enablers harus jelas karena dengan faktor tersebut tidak hanya menciptakan knowledge tapi juga bisa membuat orang
membagi pengetahuan dan pengalaman mereka dengan yang lain. Faktor tersebut meliputi (1) organizational culture, (2) organi- zational structure, (3) people, dan (4) information technology.
Organizational culture atau budaya organisasi didefinisikan sebagai nilai-nilai yang dianut oleh organisasi dalam upaya mencapai competitive advantage yang berkesinam- bungan (Elliot & O’Dell, 1999; Lee & Choi, 2003). Budaya yang sesuai perlu diterapkan pada organisasi dalam upaya mendukung anggota organisasi dalam menciptakan penge- tahuan yang baru dan mampu memanfaatkan serta mendistribusikannya untuk kemajuan organisasi. Menciptakan dan mempertahankan budaya berbagi pengetahuan bukanlah tugas yang mudah karena membutuhkan kerja sama dari seluruh anggota organisasi. Faktor budaya dalam konteks penerapan KM di organisasi meliputi aspek collaboration, mutual trust, learning, dan leadership.
Faktor lain adalah organizational struc- ture yang berpengaruh terhadap cara mereka beroperasi, yang pada akhirnya juga turut mempengaruhi cara bagaimana pengetahuan diciptakan dan dibagi kepada seluruh anggota (Nonaka & Takeuchi, 1994). Struktur sebuah organisasi dapat dilihat dari dua perspektif, yaitu sentralisasi dan formalisasi. Sentralisasi mengacu pada sejauh mana proses pengam- bilan keputusan terkonsentrasi pada satu titik, biasanya terjadi pada aras manajerial yang lebih tinggi dari organisasi (Robbins, 2001;
Wood et al., 1998). Konsep sentralisasi men- cakup kewenangan formal, yang merupakan hak yang melekat karena posisinya dalam organisasi. Formalization mengacu pada doku- mentasi tertulis dari peraturan, prosedur, dan kebijakan untuk memandu perilaku dan peng- ambilan keputusan pada organisaasi (Wood et al., 1998).
Faktor selanjutnya adalah people.
People merupakan jantung dari proses pen- ciptaan pengetahuan sebagaimana orang- orang menciptakan dan membagi pengeta-
huan (Lee & Choi, 2003). Pengetahuan, ke- terampilan, dan kompetensi dapat diperoleh organisasi dengan merekrut manusia yang me- miliki kemampuan sesuai kebutuhan. Leonard- Barton (1995) menamakannya dengan T- shaped skills. Manusia yang memiliki keahlian T-shaped, tidak hanya memiliki pemahaman yang mendalam tentang disiplin ilmu tertentu saja, tetapi juga bagaimana disiplin ilmu yang mereka kuasai dapat dikombinasikan dengan disiplin ilmu lainnya. Kemampuan yang mereka miliki merupakan aset pengetahuan yang dapat diintegrasikan untuk meningkatkan kinerja organisasi (Senge, 2000; Lee & Choi, 2003). Keterampilan ini pada akhirnya me- mungkinkan karyawan untuk mengembangkan kompetensi mereka pada beberapa disiplin ilmu, yang nantinya akan dapat menciptakan pengetahuan baru bagi organisasi (Madhavan
& Grover, 1998).
Dan faktor terakhir adalah teknologi informasi (TI). Teknologi Informasi (TI) melihat sejauh mana tingkat inisiasi KM didukung oleh penggunaan instrumen TI yang kuat (Gold et al., 2001). TI begitu mempengaruhi proses penciptaan pengetahuan dalam berbagai cara seperti memfasilitasi pengumpulan, penyim- panan dan pertukaran data dengan cepat dalam skala yang tidak praktis di masa lalu, sehingga membantu mempercepat penciptaan pengetahuan dan proses pembagiannya (Yu et al., 2004; Hariharan, 2005). Kondisi ini sangat membantu anggota organisasi dalam meng- akses pengetahuan yang diperlukan. Kesim- pulannya, proses inisiasi KM akan lebih berhasil jika didukung oleh kesiapan infrastruktur teknologi dalam organisasi.
Menurut Mohammadi et al. (2009), Knowledge Management readiness adalah kemampuan organisasi atau bagian atau kelompok kerja dalam mengadopsi, meng- gunakan dan memanfaatkan KM. Kesiapan merupakan hal yang sangat penting bagi suatu organisasi sebelum organisasi merencanakan dan mempunyai inisiatif menerapkan KM. Oleh karena itu, penting bagi organisasi untuk
menilai tingkat kesiapan dalam menerapkan KM, karena hal ini sangat berpengaruh pada kesuksesan dan keberhasilan KM yang diterapkan. Rao (2005) dalam bukunya yang berjudul “Knowledge Management Tools and Techniques” mengklasifikasikan level kesiapan dari KM menjadi lima (5) level, yaitu: tidak siap, awal (menjelajahi KM), siap (diterima), receptive (advokasi dan pengukuran), dan opti- mal (institutionalized Knowledge Mana- gement).
Penelitian sebelumnya yang telah dila- kukan oleh Atrinawati (2009) adalah mengenai pembuatan rancangan model penilaian tingkat kesiapan organisasi dalam mengimplemen- tasikan KM. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan studi literatur yaitu dengan melakukan pemetaan terhadap Knowledge Management Critical Success Factor yang diusulkan oleh David Skyrme sebagai parameter yang diukur dengan Knowledge Management Critical Success Factor yang diusulkan oleh Jennex & Olfman sebagai dasar penentu prioritas. Hasil dari penelitian ini adalah model penilaian tingkat kesiapan implementasi Knowledge Mana- gement yang diukur dengan CMMI. Mulyono
(2011) memetakan 17 Knowledge Manage- ment Critical Success Factor (KMCSF) yang diklasifikasikan berdasarkan kesamaan makna yang terdapat di dalamnya. Setelah dilakukan pemetaan maka akan dihasilkan 10 faktor, lalu 10 faktor tersebut disesuaikan dengan tujuan organisasi yang ada. Dari hasil penelitian tersebut, maka dapat ditentukan tingkat kesiapan KM pada Medco Foundation. Peneli- tian Zaidiah (2010) yang mengukur tingkat kesiapan SET BADIKLAT dalam mengimplemen- tasikan KM di institusi pemerintahan dalam hal ini Kementerian Pertahanan dan Keamanan.
Penelitian ini memetakan KMCSF dari Stankosky dan Baldanza (2001) serta KMCSF dari David Skyrme (1999), dan infrastruktur KM ke dalam kategori aspek KM.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk meng- ukur tingkat kesiapan organisasi Balitbang SDM dalam mengimplementasikan Knowlede Ma- nagement berdasarkan tingkat kesiapan Rao (2005) dan knowledge management enabler factors. Rao (2005) telah mengidentifikasi Tabel 1. Perbandingan literature tentang pengukuran kesiapan knowledge management
Penulis Lovinta (2009) Mulyono (2011) Zaidiah (2010) Penelitian ini Institusi MUI Jawa Barat Medco Foundation Set BADIKLAT KEMHAN Balitbang SDM Kominfo
Knowledge Management Critical Success Factor
2 KMCSF:
David Skyrme Jennex & Olfman
10 KMCSF : Mamaghani et. al, Valmohammadi, Wong, Choy, David Skyrme, Moffett et. al., Davenport et. Al., Skyrme & Amidon, Liebowitz, Hasanali, Ryan
& Prybutok, Chourides et.al, Mathi, Stankosky &
Baldanza, APQC, Holsapple and Joshi
KMCSF Stankosky dan Baldanza
Faktor Pemberdaya KM : 1. Organizational
Culture 2. Organizational
Structure 3. People 4. Information
Technology Infrastruktur KM Becerra
Fernandez
Infrastruktur KM Becerra Fernandez
Aspek KM Hlupic
Readiness level
CMMI Knowledge management
Readiness Level (Rao) dengan pengembangan
Knowledge management Readiness Level (Rao) dengan pengembangan
Knowledge management Readiness Level (Rao) dengan pengembangan
tingkat kesiapan menjadi 5 (lima) level seperti yang terlihat pada table 2.
Konversi nilai tingkat kesiapan mengacu pada formula yang diajukan oleh Zaidah (2010). Menurut Zaidiah (2010) dalam menentukan level Knowledge Management Readiness dihitung dari rata-rata persentase kesiapan organisasi dalam menerapkan KM.
Persentase knowledge management readiness dihitung dari jumlah angka atau skor setiap indikator knowledge management success factor (KMCSF) dibagi total keseluruhan bobot maksimal atau ditunjukkan oleh formula 1.
P = Sn / Sm x 100% (1)
Dimana P adalah persentase level tingkat kesiapan. Sn adalah jumlah skor dikali bobot yang didapatkan, dan, Sm adalah total bobot dikali skor maksimal.
Dalam penelitian ini, aspek pember- daya (enabler) KM digunakan untuk mengukur kesiapan penerapan KM di Balitbang SDM
Kominfo. Aspek pemberdaya KM yaitu organi- zational culture, people, dan information technology.
Dari framework tersebut, maka dida- patkan variabel-variabel yang akan digunakan dalam melakukan pengukuran, variable- variabel tersebut yaitu sebagai berikut :
1. Aspek Culture yang terdiri dari variabel Collaboration, Mutual Trust, Learning, dan Leadership
2. Aspek Structure terdiri dari Decentralization dan Deformalization 3. Aspek People.
4. Aspek Information Technology
Untuk memperoleh data terkait, pene- litian ini menggunakan data primer berupa kuesioner yang disebarkan kepada peneliti di satuan kerja Balitbang SDM. Kuesioner terdiri dari 42 pertanyaan yang terbagi kedalam 4 aspek faktor pemberdaya. Kuesioner ini meng- gunakan skala likert 1 sampai 4 dengan pilihan jawaban Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak
Tabel 2. Knowledge Management Readiness Level Menurut Rao (2005)
LEVEL NAMA LEVEL KONVERSI
NILAI (%)
KARAKTERISTIK
1 Not Ready 0 – 20 Belum adanya pemahaman mengenai KM
Belum adanya pemahaman mengenai visi, misi dari KM Tidak menggambarkan fenomena atau permasalahan KM
2. Preliminary (exploring knowledge management)
21 – 40 Organisasi sudah mengenal pentingnya kegiatan KM Proses dalam organisasi sudah menggambarkan kegiatan KM
Sudah terdapat individu yang menggalakkan Knowledge Management System
3. Ready (accepted) 41 – 60 Sudah stabil dan individu dalam organisasi sudah mempraktekkan aktifitas yang efektif untuk mendukung KM
Kegiatan KM sudah dilakukan setiap waktu di setiap kegiatan pekerjaan
Kegiatan KM sudah dapat ditemukan pada setiap individu
Sudah ada sistem pendokumentasian 4. Receptive (advocating and
measuring)
61 – 80 Sudah adanya efisiensi dari KM
Kegiatan-kegiatan yang ada pada level dilanjutkan dan sudah dihasilkan suatu standard an aturan
5 Optimal (institutionalized knowledge management)
81 – 100 Organisasi telah memiliki kemampuan untuk
beradaptasi dan fleksibel terhadap syarat-syarat yang ditentukan untuk mencapai KM Readiness
Setuju (TS), Setuju (S), dan Sangat Setuju (SS).
Sebelum kuesioner digunakan, dilakukan uji validitas dan reabilitas terhadap pertanyaan- pertanyaan dengan SPSS 20. Dari hasil uji validitas dan reabilitas tersebut diperoleh 12 pertanyaan yang tidak valid sehingga dikeluar- kan dan tidak digunakan. Kuesioner yang digunakan untuk pengujian berikutnya memi- liki 30 pertanyaan. Responden dalam peneli- tian ini yaitu 30 orang peneliti Balitbang SDM Kominfo
Penelitian ini juga menggunakan data sekunder yang diperoleh melalui studi literatur, data dari internal/ dokumentasi organisasi.
Data internal organisasi berupa gambaran organisasi, tupoksi organisasi, teknologi infor- masi yang digunakan dan dokumen internal organisasi lainnya. Teknik pengolah data dan analisis data dalam penelitian ini dengan menggunakan metode statistik deskriptif, di- mana data kuisioner yang telah diisi oleh res- ponden dikelompokkan ke dalam tabel sesuai dengan pemisahan elemen-elemen pada aspek Knowledge Management. Data hasil dari kuisioner tersebut kemudian diolah dengan menggunakan software SPSS versi 20. Data ini nantinya akan membantu dalam menginter- prestasikan hasil yang diharapkan berdasarkan Knowledge Management readiness level. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini yaitu pada level berapa tingkat kesiapan Balitbang SDM dalam mengimplementasikan KM.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis karakteristik responden dilaku- kan untuk menunjukkan gambaran kondisi
responden dalam penelitian ini. Jumlah responden yang berhasil dijaring adalah 30 orang terdiri dari 20 orang (66,67 persen) laki- laki dan 10 orang (33,3 persen) perempuan.
Responden berdasarkan jenis kelamin menun- jukkan bahwa responden dengan jabatan peneliti lebih banyak berjenis kelamin laki-laki sehingga dapat disimpulkan bahwa peneliti di Balitbang SDM lebih banyak laki-laki. Berda- sarkan kategori masa kerja, sebanyak 36,7 persen telah bekerja antara 3 sampai 5 tahun, 10 persen telah berkeja selam kurang dari 3 tahun, dan 53,3 persen telah bekerja lebih dari 5 tahun. Kategori masa kerja menggambarkan pengalaman kerja yang diperoleh responden selama bekerja di Balitbang SDM. Responden dengan masa kerja yang lebih lama memiliki pengalaman yang lebih banyak dibandingkan dengan pegawai baru. Pengalaman ini bisa disimpan dan dibagi kepada peneliti baru dengan disimpan pada sistem KM sehingga peneliti muda bisa mengambil sisi positif dari pengalaman-pengalaman yang ada.
Selanjutnya dari kategori usia, responden terbesar berusia pada rentang 25 hingga 35 tahun yaitu sebanyak 50%. Diikuti dengan usia di atas 35 tahun sebanyak 43,4 persen dan usia di bawah 25 tahun sebanyak 6,7 persen. Usia 25 hingga 35 tahun merupakan usia produktif seseorang dalam bekerja dan berkarya. Dengan usia produktif terbanyak ini akan memudahkan dalam menerapkan KM. Sedangkan dari kategori pendidikan, sebagian besar responden telah menempuh jenjang pendidikan S2 seperti yang terlihat pada tabel 3.
Tabel 3. Komposisi responden berdasarkan jenis pendidikan Jenjang
Pendidikan
Frequency Percent
D3 1 3.3
S1 10 33.3
S2 17 56.7
S3 2 6.7
Total 30 100.0
Selanjutnya, dilakukan pengolahan data terhadap tingkat kesiapan KM di Balitbang SDM berdasarkan faktor pember- daya dan tingkat kesiapan menurut Rao (2005).
Hasilnya seperti ditunjukkan pada tabel 4.
Faktor pemberdaya dari aspek organi- zational culture menunjukkan tingkat kesiapan 62,26 persen. Nilai ini dijabarkan dari 4 (empat) variabel pendukung. Variabel colla- boration menunjukkan tingkat kesiapan 62 persen yang berarti responden menilai tingkat kolaborasi anggota organisasi di tempat kerja mereka termasuk receptive (level 4). Kemudian dari variabel mutual trust, responden menilai tingkat mutual trust anggota organisasi di tempat kerja sebesar 61,67 persen atau termasuk dalam level receptive. Adanya tingkat kepercayaan di dalam organisasi akan menciptakan iklim yang mendukung terjadinya penciptaan dan pertukaran pengetahuan.
Pada variabel learning, data yang diperoleh menunjukkan bahwa responden menilai ting- kat learning anggota organisasi di tempat kerja mereka termasuk ready (60%). Aspek learning digunakan untuk mengukur terjadinya proses pembelajaran bagi anggota organisasi untuk meningkatkan kinerja mereka. Dan variabel terakhir pada aspek organizational culture adalah leadership. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa responden menilai ting- kat leadership anggota organisasi di tempat kerja mereka termasuk receptive (65.33%).
Pimpinan memiliki peran yang penting dalam
terciptanya proses inisiasi KM, oleh karena otoritas dan wewenang yang dimiliki seorang pemimpin dalam mengupayakan sistem dan iklim yang kondusif dalam proses penciptaan pengetahuan. Pimpinan yang sadar perubahan akan terus berinovasi dan berinisiatif merang- sang terjadinya pengetahuan yang baru dan terjadinya sharing knowledge di dalam organisasinya.
Dari faktor pemberdaya organizational structure, hasil penelitian menunjukkan, seca- ra keseluruhan responden pada organisasi tempat menilai struktur mereka bekerja memiliki tingkat desentralisasi dan defor- malisasi yang receptive sebesar 65%. Untuk unsur desentralisasi sebesar 76.67% dan unsur deformalisasi sebesar 53.33%. Menurut Robbins et al. (2001), tingkat sentralisasi yang tinggi berdampak kurang baik bagi organisasi, karena hal tersebut menunjukkan tingkat ketergantungan anggota yang tinggi terhadap pimpinannya. Akibatnya inisiatif, kreatifitas dari arah bawah kurang berkembang. Namun sebaliknya, tingkat desentralisasi yang terlalu tinggi juga berdampak kurang baik, karena hal ini menandakan pengawasan oleh pimpinan terhadap jalannya organisasi menuju tujuan yang telah ditetapkan tidak terjadi.
Faktor pemberdaya selanjutnya yang diukur adalah people. Untuk unsur pember- daya People, yang diukur adalah bagaimana kemampuan anggota organisasi memiliki apa yang disebut dengan T-shaped skills, sebuah Tabel 4. Hasil pengukuran tingkat kesiapan knowledge management
di Balitbang SDM Kominfo No Faktor pemberdaya (knowledge management
enabler)
Rata-rata Kesiapan (%) 1 Organizational
Culture
Collaboration 62 62.25 62.3125
Mutual Trust 61.67
Learning 60
Leadership 65.33
2 Organizational Structure
Decentralization 76.67 65
Deformalization 53.33
3 People (T-Shaped Skills) 60 60
4 Information Technology 62 62
keterampilan kerja yang tidak hanya spesifik dalam satu bidang, namun juga menguasai berbagai bidang kerja. Untuk memiliki T- shaped skills, maka perlu didukung sejumlah kompetensi yang bersifat hardskill maupun softskill. Dalam organisasi yang diteliti, hasil penelitian memperlihatkan responden menilai secara rata-rata anggota organisasi memiliki T- shaped skills yang ready (60%), yang meliputi kemampuan memberikan saran pada tugas orang lain, mampu berkomunikasi dengan ber- bagai pihak, serta menguasai tugas pekerjaan- nya dengan baik. Kesiapan SDM merupakan salah satu indikator terpenting dalam imple- mentasi KM, tanpa dukungan SDM yang berkemampuan dan kompeten, upaya pen- ciptaan, pendistribusian dan pemanfaatan pengetahuan tidak dapat optimal.
Dan, faktor pemberdaya terakhir yang diukur adalah teknologi informasi. Dalam penelitian ini, unsur pemberdaya berupa ke- siapan teknologi informasi dinilai oleh respon- den termasuk receptive (62%). Para responden terutama merasa adanya dukungan sistem teknologi informasi yang baik dalam menun- jang kegiatan pekerjaannya tanpa batasan tempat dan waktu, untuk berkomunikasi, untuk mengakses berbagai data dan informasi, serta untuk menyimpan data secara sistematis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan kesiapan organisasi tem- pat responden bekerja telah berada pada level receptive untuk mengimplementasikan KM dilihat dari dukungan ke empat faktor pem- berdaya (enablers) yang baik. Balitbang SDM Kominfo berada pada level 4 (receptive) artinya telah siap dan mapan untuk mengimple- mentasikan KM.
Berdasarkan hasil analisa tersebut seharusnya Balitbang SDM Kominfo sudah siap dalam menerapkan KM. Pemberdaya menjadi faktor yang sangat penting dalam proses inisiasi KM dalam menentukan sukses tidaknya proses yang berjalan. Faktor pemberdaya beserta elemen-elemen penyusunnya harus dikelola oleh organisasi semaksimal mungkin agar berjalan seirama dengan penerapan KM
dan diperoleh hasil yang optimal. Faktor pemberdaya yang perlu mendapat perhatian khusus untuk ditingkatkan adalah deformali- zation karena memiliki nilai terkecil jika dibandingkan dengan faktor yang lain. Hal ini bisa dilakukan dengan melakukan pendo- umentasian dan pembelajaran best practice kepada pegawai dan organisasi memberikan kebebasan dan kemudahan serta dukungan bagi setiap staf untuk melakukan inovasi.
Hasil pengukuran tingkat kesiapan Balitbang SDM Kominfo dalam menerapkan KM membawa implikasi logis meskipun nilai ini masih berada dalam tataran konseptual. Bebe- rapa implikasi yang dapat dijumpai antara lain:
1) Implikasi terhadap aspek manajemen Pada aspek manajerial, dengan menge- tahui tingkat kesiapan KM, maka pihak manajemen Balitbang SDM Kominfo dapat melakukan inisiatif dan strategi yang di- anggap perlu untuk meningkatkan kesiap- an KM pada setiap aspek dan elemen dari faktor pemberdaya KM.
2) Implikasi terhadap aspek pengukuran kesiapan KM
Framework kesiapan KM pada penelitian ini disusun berdasarkan factor pember- daya (enabler) dari KM. Dalam melakukan analisis dari KMCSF yang sudah ada meru- pakan salah satu best practice dalam menentukan KMCSF yang akan diimple- mentasi pada suatu organisasi. Pemetaan dan analisis pada framework kesiapan KM yang sudah ada merupakan salah satu best practice dalam menentukan framework kesiapan KM yang akan diimplementasi pada suatu organisasi.
3) Implikasi terhadap aspek bidang keilmuan Penelitian ini diharapkan dapat menam- bah referensi dalam pengembangan framework untuk pengukuran kesiapan implementasi KM. Penelitian pengem- bangan framework KM selanjutnya diha- rapkan tidak hanya dibentuk dari studi literatur tetapi juga melibatkan entitas organisasi untuk mengajukan aspek-aspek pengukuran yang diperlukan dan faktor-
faktor kesuksesan dalam implementasi KM.
Penelitian mengenai faktor pember- daya KM dapat diarahkan untuk menemukan urutan prioritas faktor pemberdaya KM dan memperhatikan bagaimana interaksi antara unsur-unsur pemberdaya KM tersebut satu sama lain. Selain itu, penelitian juga dapat meneliti faktor-faktor yang menjadi peng- hambat penerapan KM.
PENUTUP
Secara keseluruhan tingkat kesiapan KM di Balitbang SDM Kominfo yaitu sebesar 62,3125% dan berada pada level 4 (receptive) yang artinya Balitbang SDM Kominfo telah siap dan matang dalam mengimplementasikan KM.
Aspek pemberdaya KM berada pada level receptive untuk faktor organizational culture dan Information technology.
Aspek enabler KM terlihat bahwa faktor organizational structure memiliki nilai kesiap- an yang tinggi dengan rata-rata 65%, diikuti dengan aspek organizational culture, informa- tion technology dan people. Aspek yang perlu ditingkatkan karena rata-rata kesiapan lebih rendah dari aspek yang lain adalah aspek people dengan nilai rata-rata 60% dan aspek technology information sebesar 62%.
Dari hasil penelitian ini dapat disim- pulkan bahwa organisasi yang diteliti (Balit- bang SDM Kominfo) berpotensi untuk imple- mentasi KM dengan adanya kesiapan dari berbagai faktor pemberdaya KM. Untuk itu disarankan agar organisasi mendorong tahap inisiasi manajemen pengetahuan menuju implementasinya secara kongkrit. Komitmen dibutuhkan dari pihak pimpinan beserta selu- ruh anggota organisasi untuk memungkinkan proses KM itu terjadi.
Dari aspek information technology, Balitbang SDM Kominfo perlu membangun aplikasi untuk menunjang proses KM dan meningkatkan reliability koneksi jaringan.
Untuk aspek organizational culture terutama
elemen learning perlu adanya pendidikan dan pelatihan rutin kepada peneliti dan dilakukan sharing knowledge bagi peneliti-peneliti yang telah mengikuti pendidikan dan pelatihan.
Penelitian pengembangan framework KM selanjutnya diharapkan tidak hanya diben- tuk dari studi literatur tetapi juga melibatkan entitas organisasi untuk mengajukan aspek- aspek pengukuran yang diperlukan dan faktor- faktor kesuksesan dalam implementasi KM.
Penelitian mengenai faktor pemberdaya KM dapat diarahkan untuk menemukan urutan prioritas faktor pemberdaya KM dan memperhatikan bagaimana interaksi antara unsur-unsur pemberdaya KM tersebut satu sama lain. Selain itu, penelitian juga dapat meneliti faktor-faktor yang menjadi peng- hambat penerapan KM.
DAFTAR PUSTAKA
Atrinawati, Lovinta Happy. Pemodelan Penilaian Tingkat Kesiapan (Readiness) Organisasi untuk Mengimplementasi Knowledge Mana- gement. Skripsi. S1 teknik Informatika ITB.
Bandung. 2009.
Elliot, S and O‟Dell, C. Sharing Knowledge and Best Practices: The Hows and Whys of Tapping your Organization Hidden Reservoirs of Knowledge. Health Forum Journal, 42 (3):
34-37, 1999.
Fernandez, Irma Becerra, Gonzalez, Avelino & Rajiv Sabherwal. Knowledge Management:
Challenges, Solutions, and Technology.
Pearson-Prentice Hall, New Jersey, 2004.
Gold, A.H., Malhotra, A., and Segars, A.H. Knowled- ge Management: An Organizational Capa- bilities Perspective. Journal of Manage- ment Information Systems, 18 (1): 185- 214, 2001.
Hariharan, A. Implemeting Seven KM Enablers at Barti. Knowledge Management Review, 8 (3):
8-9. 2005.
Lee. H and Choi, B. Knowledge Management Enablers, Processes, and Organizational Performance: An Integrative View and Empirical Examination. Journal of Mana- gement Information Systems, 20 (1): 179- 228, 2003.
Leonard-Barton, D. Wellsprings of Knowledge:
Building and Sustaining the Sources of Innovation. Harvard Business School Press, Boston, 1995.
Mohammadi, K, Khanlari, A and Sohrabi, B.
Organizational Readiness Assessment for Knowledge Management. International Journal of Knowledge Management 5(1).pp 29-45. 2009
Mulyono, Sri. Analisis Pengukuran Tingkat Kesiapan Implementasi Knowledge Mana- gement (KNOWLEDGE MANAGEMENT Readiness) pada Medco Foundation. Karya Akhir. Program Studi Magister Teknologi Informasi Fasilkom UI. Jakarta, 2011.
Nonaka, I., and Takeuchi, H. The Knowledge Creating Company. New York: Oxford University Press, 1994.
Rao, Madanmohan. “Knowledge Management Tools and Technique: practitioners and experts evaluate KNOWLEDGE MANAGE- MENT solutions. Butterworth-Heinemann, 2005.
Robbins, SP. Organisational Behaviour: Concepts, Controversies, Applications, 11th ed, Prentice Hall, USA, 2001.
Senge, P.M. The Academy as a Learning Commu- nity: Contradiction in terms or Realizable Future? In A.F. Lucas and associates.
Leading Academic Change Essential Roles for Department Chairs: 275-300, 2000.
Skyrme, D.J. Knowledge Networking – Creating the Collaborative Enterprise, Butterworth Heinemann. Oxford. 1999
Stankosky, M & C. Baldanza. A System Approach to Engineering a Knowledge Management System. In Knowledge Management: The Catalyst for Electronic Government, Barquin, R. C., A. Bennet & S. G. Remez (Eds).
Management Concept, Virginia, ISBN:
1567261299, pp. 263-282
Yu, S., Kim, Y. And Kim, M. Linking Organizational Knowledge Management Drivers to Know- ledge Management Performance: An Exploratory Study. Proceedings of the 37 th Hawaii International Conference on System Sciences, Waikota Village, Piscataway, NJ, 2004
Wood, J., Wallace, J., Zeffane, R. M., Schermerhorn, J.R., Hunt, J. G, & Osborn, R. N.
Organizational Behaviour : An Asia-Pacific Perspective. Brisbane: Wiley. 1998
Zaidiah, Ati. Analisis Tingkat Kesiapan Knowledge Management pada Sekretariat Badan Pen- didikan dan Latihan Kementerian Perta- hanan Republik Indonesia. Karya Akhir Pro- gram Magister Teknologi Informasi Uni- versitas Indonesia, 2010.