• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Kepemimpinan Autentik Di Sekolah Dalam Meningkatkan Kepuasan Kerja Guru

N/A
N/A
Awaliaj Puspa

Academic year: 2024

Membagikan "Peran Kepemimpinan Autentik Di Sekolah Dalam Meningkatkan Kepuasan Kerja Guru"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Peran Kepemimpinan Autentik Di Sekolah Dalam Meningkatkan Kepuasan Kerja Guru

Lisda Puspa Awaliah1, Riksa Aulia2, Aprilia Madyaratri3 MAN 2 Bogor1 , SMK Motivasi Insani 2, SDN Ciluar 33

[email protected], [email protected], [email protected].

Abstract

The purpose of this study is to identify the role of authentic leadership in schools in increasing teacher job satisfaction. The research method used the literature review method. The result of this study is that authentic leadership has an effect on the organization and has an important role in increasing teacher job satisfaction. Fair and wise leaders with reasonable direction and orders to subordinates, can increase teacher satisfaction. Leaders with the right leadership style will lead to teacher satisfaction with their work.

Keywords: authentic leadership, job satisfaction, literature method

Abstrak

Tujuan kajian ini bermaksud untuk mengidentifikasi peran kepemimpinan autentik di sekolah dalam meningkatkan kepuasan kerja guru. Metode penelitian menggunakan metode kajian literature. Hasil dari kajian ini adalah kepemimpinan autentik berpengaruh terhadap kepuasaan kerja dan memiliki peranan penting dalam meningkatkan kepuasan kerja guru.

Pemimpin dengan gaya kepemimpinan yang tepat akan menimbulkan kepuasan guru terhadap pekerjaannya.

Kata kunci : kepemimpinan autentik, kepuasan kerja, metode literatur

(2)

PENDAHULUAN

Permasalahan yang paling mendasar dan sering dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan. Berbagai usaha pemerintah telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kualifikasi guru, pengadaan buku, perbaikan sarana prasarana pendidikan, serta peningkatkan mutu manajemen sekolah. Namun, dari berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukan peningkatan mutu pendidikan yang cukup baik.

Mutu pendidikan yang belum baik juga terlihat berdasarkan Education Index yang dikeluarkan oleh Human Development Reports, pada 2018, Indonesia ada di posisi ketujuh di ASEAN dengan skor 0,622. Skor tertinggi diraih Singapura, yaitu sebesar 0,832. Peringkat kedua ditempati oleh Malaysia (0,719) dan disusul oleh Brunei Darussalam (0,704). Pada posisi keempat ada Thailand dan Filipina.

Guru selaku pendidik selalu dituntut untuk tampil sempurna dalam proses pembelajaran.

Ketika seorang individu bekerja pada suatu instansi maka hasil kerja yang ia selesaikan akan mempengaruhi terhadap tingkat produktivitas organisasi tersebut. Oleh karena itu pandangan dan perasaan individu yaitu guru terhadap pekerjaannya harus tetap terjaga pada sisi positif dari pekerjannya dengan kata lain guru harus memiliki dan menjaga kepuasan kerjanya agar produktivitasnya dapat terus ditingkatkan sehingga mutu pendidikan semakin baik.

Dalam meningkatkan kepuasan kerja, organiasasi dalam hal ini sekolah menempuh beberapa cara misalnya melalui pendiidkan, pelatihan, menciptakan lingkungan kerjaa yang kondusif dan pemberian kompensasi yang layak. Melalui proses-proese tersebut, guru diharapkan akan lebih memaksimalkan tanggung jawab atas pekerjaan mereka karena para guru telah terbekali oleh pendidikan dan pelatihan yang tentu berkaitan dengan implementasi kerja mereka.

Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan wujud dari kesenangan yang dirasakan oleh seseorang atas peranan atau pekerjaannya dan juga merupakan hasil dari bentuk interaksi antara individu dan lingkungan pekerjaannya, ketika seseorang mendapatkan kesenangan dalam pekerjaannya, maka ia akan berusaha semaksimal mungkin dengan segala kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan tugas-tuganya. Selain itu peranan kepemimpinan kepala

(3)

sekolah tentu sangat menentukan kepuasan kerja guru dalam menciptakan lingkungan yang nyaman dan menjamin guru mempunyai rasa aman untuk menjalin hubungan positif yang merupakan salah satu faktor untuk meningkatkan kepuasan kerja guru.

Berdasarkan uraian kepuasan kerja guru di sekolah, kajian ini bermaksud untuk mengetahui peranan kepemimpinan autentik di sekolah dalam meningkatkan kepuasan kerja guru.

METODOLOGI

Kajian diatas mendeskripsikan peranan kepemimpinan autentik di sekolah dalam meningkatkan kepuasan kerja guru ini dengan menggunakan metode literatur. Metode literatur sebagai sebuah karya ilmiah kajian pustaka, tinjauan pustaka, kajian teoritis, landasan teori, tela’ah putsaka (literature review), dan tinjauan teoritis (Melfianora, 2017). Dengan kata lain, bahwa metode literatur adalah penelitian yang mengkaji uraian tentang teori dan temuan yang diperoleh untuk dijadikan landasan sesuai dengan topik yang dibahas. Atas dasar pada metode literatur tersebut, penulis akan memaparkan beberapa hal yang terumuskan dalam rumusan masalah penulisan, yaitu : (1) Bagaimana ciri-ciri kepemimpinan autentik? (2) Bagaimana pengaruh kepemimpinan autentik terhadap kepuasan kerja? (3) Apa kelebihan dan kekurangan kepemimpinan autentik? (4) Bagaimana peranan kepemimpinan autentik terhadap kepuasan kerja guru?

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. KEPEMIMPINAN AUTENTIK

Menurut (Wirawan, 2007), istilah kepemimpinan autentik (authentic leadership) terdiri dari dua konsep yakni kepemimpinan dan autentik. Apabila dirujuk kepada bahasa Inggris, kepemimpinan disebut dengan leadership, memiliki makna kemampuan dan proses mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan tertentu. Kata autentik berasal dari Bahasa latin authentius yang berasal dari Bahasa Yunani authentikos. Istilah autentik artinya dapat dipercaya, asli, tulen atau sah. Sesuatu dapat dikatakan autentik jika sesuai dengan fakta apa yang dilihat, didengar dan dirasa sehingga dapat dipercaya. Sesuatu yang autentik adalah bonafide (jujur,

(4)

dapat dipercaya), genuine (sejati, asli), real (riil, nyata, sejati), true (benar, betul), undoubted (tidak diragukan), unquestionable (tidak dapat disangkal).

Sedangkan (Luthans, 2010) menjelaskan bahwa pemimpin otentik sangat menyadari nilai hidup dan keyakinannya, percaya diri, asli (genuine), dapat diandalkan dan dipercaya, fokus pada pengembangan kekuatan para pengikutnya, memperluas pemikiran pengikutnya, dan menciptakan suasana organisasi yang positif dan menyenangkan.

Kepemimpinan otentik sebagai kemampuan untuk memproses kapasitas psikologi positif dalam konteks perkembangan organisasi yang menghasilkan kesadaran diri, perilaku positif, regulasi diri yang tinggi pada pemimpin dan pengikutnya serta membantu pengembangan diri yang lebih positif. (Winbaktianur & Sutono, 2019)

Menurut George Kepemimpinan autentik adalah pemimpin yang memiliki keinginan untuk melayani orang lain dengan tulus dan sepenuh hati (Fadhilah et al., 2018). Ilies et al.

mendefinisikan kepemimpinan autentik sebagai berikut “Authentic leadership as a process that combines positive leader capacities and a highly developed organizational context. The authentic leadership process positively influences self-awareness and self-regulated positive behaviors on the part of both leaders and followers, and it stimulates positive personal growth and self-development. The authentic leader is confident, hopeful, optimistic, resilient, moral/ethical, future- oriented, and gives priority to developing associates to be leaders”.

Dengan kata lain, kepemimpinan autentik dianggap sebagai proses yang menggabungkan kapasitas pemimpin positif dan organisasi yang sangat maju. Proses kepemimpinan autentik secara positif mempengaruhi kesadaran diri dan perilaku positif mandiri pada bagian kedua pemimpin dan pengikut, dan merangsang pertumbuhan pribadi dan pengembangan diri yang positif. Pemimpin autentik adalah pemimpin yang percaya diri, penuh harapan, optimis, tangguh, bermoral / etis , berorientasi masa depan, dan memberikan prioritas untuk mengembangkan rekan untuk menjadi pemimpin. (Yıldız & Özcan, 2014)

Wang et al. menyatakan bahwa kepemimpinan autentik dapat ditunjukkan dengan kesadaran diri pemimpin, keterbukaan, dan kejelasan perilaku. Berbagai riset empiris yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan bagaimana kemampuan pemimpin autentik memberikan

(5)

berbagai pengaruh positif terhadap sikap, perilaku, maupun kinerja dari bawahan seperti organizational citizenship behavior. (UPB, 2017)

Kepemimpinan otentik sebenarnya telah dikonseptualisasikan pada akhir tahun 1970 namun penelitian yang lebih mendalam mengenai konsep ini baru dimulai pada awal tahun 2000.

Pada tahun 2003 teori authentic leadership pertama kali dikembangkan oleh Avolio dan Luthans.

Kepemimpinan otentik merupakan salah satu teori kepemimpinan terbaru yang muncul di kalangan akademisi. Kepemimpinan otentik telah diasumsikan sebagai posisi penting antara pendekatan berbasis kekuatan yang telah maju sebagai solusi potensial untuk tantangan kepemimpinan moderen. (Henviana & Sutisna, 2018)

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan tersebut dapat disintesiskan bahwa kepemimpinan otentik adalah seorang pemimpin yang sangat menyadari bagaimana mereka berpikir dan berperilaku mampu menciptakan suasana organisasi yang positif dan memiliki kekuatan moral, menyadari konteks, percaya diri, penuh harapan, optimis, dan karakter moral yang tinggi.

A. Ciri-ciri Kepemimpinan Autentik

Kepemimpinan Otentik Aspek-aspek kepemimpinan otentik menurut Walumbwa, dkk 2008 diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Self Awarenes (Kesadaran Diri)

Cara seseorang memandang dan memahami dirinya sendiri dari waktu kewaktu.

Selain itu memahami akan kelebihan serta keruangan yang dimiliki. Hal ini mencakup mendapatkan wawasan mengenai dirinya berdasarkan sudut pandang orang lain.

Misalnya, seorang pemimpin menyadari bahwa ucapan dan tindakan tertentu dapat memberikan dampak bagi orang lain.

b. Relational Transparency (Relasi yang Transparan)

Persepsi pengikut terhadap perilaku pemimpin yang menampilkan dirinya secara asli dalam berinteraksi dengan orang lain, bukan pencitraan diri maupun pendistorsian diri. Misalnya, seorang pemimpin yang menampilkan sifatnya secara original dan tanpa dibuat-buat dengan maksut pencitraan. Contoh, seorang pemimpin mengakui kesalahan yang telah dilakukannya.

c. Balanced Processing (pemrosesan yang seimbang)

(6)

Menunjukkan seorang pemimpin yang secara obyektif menganalisis semua informasi dan data yang ada secara relevan sebelum mengambil keputusan. Misal, seorang pemimpin ketika akan mengambil keputusan melihat dari berbagai sudut pandang serta menganalisis berbagai informasi terlebih dahulu. Contoh, seorang pemimpin akan memperhatikan dengan seksama sudut pandang yang berbeda sebelum mengambil keputusan.

d. Internalized Moral Perspective (PerspektifMoralyang Diinternalisasi)

Merupakan gambaran bawahan terhadap atasan mengenai internalisasi dan regulasi diri, artinya adalah apabila atasan membuat suatu keputusan maka keputusan tersebut sesuai dengan regulasi diri atau tidak bertentangan dengan nilai moral yang dianutnya.

Misalnya, pemimpin yang ketika mengambil keputusan berdasarkan standar nilai moral/etika yang telah ditetapkan. Contoh, seorang pemimpin mengambil keputusan berdasarkan nilai-nilai hidup yang diyakininya.

Menurut Mazutis (2011) mengemukakan indikator kepemimpinan otentik yaitu sebagai berikut:

a. Kewaspadaan Diri

Meningkatnya kewaspadaan diri adalah faktorperkembangan penting bagi pemimpin otentik. Dengan mengenali diri sendiri, pemimpin otentik memiliki pemahaman yang kuat seputar kediriannya sehingga menjadi pedoman mereka baik dalam setiap proses pengambilan keputusan maupun dalam perilaku kesehariannya.

Kewaspadaan diri juga melibatkan kesadaran akan kekuatan diri, kelemahan diri, sebagai unsur-unsur yang saling bertolak belakang yang ada padasetiap manusia.

b. Nilai Pemimpin otentik akan melawan

Setiap tuntutan situasional serta sosial yang dianggap mencoba melemahkan nilai- nilai yang mereka miliki. Nilai juga menyediakan dasar bagi tindakan pemimpin dalam upaya penyesuaian mereka atas kebutuhan komunitas yang mereka pimpin. Nilai dipelajari lewat proses sosialisasi.

c. Emosi

Pemimpin otentik juga memiliki kewaspadaan diri yang bersifat emosional.

Semakin tinggi kecerdasan emosional seseorang, semakin waspada mereka atas emosi tersebut sehingga dapat memahami pengaruhnya atas proses kognitif dan kemampuan

(7)

pembuatan keputusannya. Kesadaran diri seputar dimensi emosi seseorang merupakan prediktor kunci untuk membangun kepemimpinaan yang efektif.

d. Tujuan

Pemimpin otentik berorientasi pada masa depan. Mereka secara terus-menerus berupaya mengembangkan baik dirinya maupun para pengikutnya. Tindakan pemimpin otentik diarahkan oleh motifmotif untuk menyempurnakan dirinya.

B. Kelebihan dan kekurangan kepemimpinan autentik

Kepemimpinan otentik dalam organisasi merupakan kemampuan dan proses yang menekankan pada kapasitas psikologis yang positif dalam konteks organisasi yang maju, menghasilkan kesadaran diri, pengembangan diri, dan perilaku positif yang lebih besar pada pemimpin dan pengikutnya (Luthans dan Avolio, 2003). Avolio, Luthans, & Walumbwa (2004) mendefinisikan pemimpin otentik sebagai pemimpin yang sangat sadar terhadap dirinya (deeply aware) dalam berpikir dan bertindak, serta dipersepsi orang lain sebagai orang yang sadar terhadap nilai-nilai moral dirinya dan orang lain; berwawasan luas dan memiliki kekuatan; sadar konteks di mana sedang berada; merasa yakin, memiliki harapan, optimisme, ketangguhan, dan karakter moral yang tinggi. Maka dari itu kepemimpinan authentic memiliki kelebihan dan kekurangan.

Kelebihan Authentic Leadership, kepemimpinan autentik ini memiliki beberapa kelebihan, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Pemimpin memiliki rasa peka yang tinggi terhadap keadaan orang lain, contohnya adalah memiliki simpati dan empati.

2. Pemimpin fokus terhadap hasil dalam kepentingan bersama bukan hanya kepentingan pribadi.

3. Pemimpin bersikap terbuka dan mau berbagi dengan karyawan atau orang lain, dalam hal ini pemimpin tidak takut menampilkan emosinya.

4. Memiliki hubungan yang baik dengan orang lain atau orang yang dipimpinnya, dan ada timbal balik antara keduanya. Hal tersebut dikarenakan pemimpin mampu membangun kedekatan dan rasa percaya dari orang lain atau bawahannya.

Meskipun pemimpin autentik memiliki berbagai kelebihan, pemimpin autentik juga memiliki kelemahan, yaitu:

(8)

1. Pemimpin kurang tegas terhadap karyawannya akibat terlalu dekat dengan mereka 2. Kedekatan yang erat antara pemimpin dan karyawan memunculkan sikap orang lain yang semena-mena terhadap dirinya.

2. KEPUASAN KERJA

Kepuasan kerja merupakan presepsi yang di rasakan individu terhadap pekerjaan yang dilakukan mereka. Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang bersifat individual.

Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan yang dirasakan sesuai dengan keinginan individu, maka makin tinggi kepuasannya terhadap kegiatan tersebut. Hal itu sangat tergantung pada sikap mental individu yang bersangkutan sebagaimana (COLQUITT, 2014) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang menyenangkan yang dihasilkan dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja.

(Shephen P. Robbins, 2017) mengemukakan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan positif tentang pekerjaan yang dihasilkan dari evaluasi karakteristiknya. Sedangkan (Sucipno, 2017) berpendapat kepuasan kerja guru adalah sikap atau perasaan guru terhadap pekerjaannya. Sikap atu perasaan tersebut dapat berupa puas atau tidak puas, menyenangkan atau tidak menyenangkan, dan sikap positif atau negative guru terhadap pekerjaannya.

(Schermerhorn, John R., James G. Hunt, 2002) berpendapat kepuasan kerja adalah tingkat di mana individu merasa positif atau negatif tentang pekerjaan mereka. Aspek kognitif kepuasan kerja adalah kepercayaan pekerjaan tentang pekerjaan dan situasi pekerjaan. Kepuasan kerja menunjukan kesesuaian antara harapan seseorang yang timbul dan imbalan yang disediakan suatu organisasi. Menurut (Angelo Kinicki, 2016) kepuasan kerja adalah respons afektif atau emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan seseorang. (Luthans, 2010) berpendapat kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan tentang seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal-hal yang dianggap penting.

Menurut (Griffin & Moorhead, 2013) kepuasan kerja adalah sejauh mana seseorang merasa puas atau terpenuhi oleh pekerjaannya. Kepuasan adalah suatu hal yang dapat mempengaruhi perilaku kerja, kelambanan kerja, ketidakhadiran, dan keluar masuknya pegawai. Selanjutnya

(9)

bersumber dari sumber daya dan penyebab kepuasan karena kepuasan sangat penting untuk meningkatkan kinerja perorangan.

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan tersebut dapat disintesiskan bahwa kepuasan kerja guru adalah perasaan atau sikap seseorang terhadap pekerjaan yang dilakukannya yang dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor baik itu faktor internal ataupu eksternal.

3. PENGARUH KEPEMIMPINAN AUTENTIK TERHADAP KEPUASAN KERJA (Sutono, 2019) Berpendapat bahwa pemimpin Autentik selalu berupaya memahami tujuan kepemimpinannya, sehingga dia bisa mengajak orang-orang di sekitarnya untuk menuju tujuan bersama. Tujuan bersama memungkinkannya mengenali potensi dan keunikan masing-masing orang yang dia pimpin. Dengan begitu dia dapat menyerasikan keunikan dan peran tiap orang dalam mencapai tujuan bersama. (Mayrani, 2019) Melakukan penelitian tentang pengaruh kepemimpinan autentik terhadap kepuasan kerja dan hasil penelitian adalah kepemimpinan autentik dengan kepuasan kerja berpengaruh signifikan, kepemimpinan autentik mempengaruhi kualitas kehidupan kerja, kualitas kehidupan kerja mempengaruhi kepuasan kerja, kualitas kehidupan kerja berpengaruh terhadap keterikatan karyawan, kepemimpinan yang autentik berpengaruh signifikan terhadap keterikatan karyawan.

(Wahjono, 2007) Mengungkapkan perilaku Kepala Sekolah yang autentik telah mampu menanamkan rasa bangga dan menimbulkan emosi yang kuat terhadap kepala sekolah, memberikan motivasi sehingga mampu mendorong para guru dan karyawan menyelesaikan tugas-tugasnya, mampu mempengaruhi guru dan karyawan untuk memandang masalah dari perspektif yang baru, dan kepala sekolah sangat memperhatikan kondisi para guru dan karyawan. Perilaku Kepala Sekolah yang dipandang positif oleh para guru dan karyawan itulah yang menyebabkan tingkat kepuasan kerja guru dan karyawan berada pada tingkat yang tinggi.

Menurut Walumbwa dalam (Diaz, 2016) Menghubungkan kepemimpinan autentik dan berbagai perilaku bawahan. menurutnya kepemimpinan autentik dapat mempengaruhi perilaku kerja bawahan. model kepemimpinan autentik yang dibangun oleh Avolio dalam (Diaz, 2016) melibatkan variabel harapan, kepercayaan, dan emosi positif sebagai

(10)

mekanisme kunci mengenai bagaimana kepemimpinan autentik dapat mempengaruhi perilaku kerja bawahan. Azanza et al dalam (Chozin, 2018) Menyebutkan bahwa kepemimpinan autentik dapat menekan intensi turnover dengan meningkatkan keterikatan kerja dimana hal tersebut dapat tercapai dengan menjadikan pemimpin sebagai role models dan dengan mentransmisikan komitmen dan hubungan pekerjaan terhadap karyawan. Dilihat dari beberapa sumber penelitian dapat disimpulkan bahwa Kepemimpinan Autentik sangat berbengaruh terhadap kepuasan kerja di dalam suatu organisasi organisasi.

4. PERANAN KEPEMIMPINAN AUTENTIK TERHADAP KEPUASAN KERJA GURU

Pemimpin (kepala sekolah) dalam suatu organisasi (sekolah) memiliki peranan yang sangat penting, tidak hanya secara internal bagi organisasi yang bersangkutan, akan tetapi juga dalam menghadapi berbagai pihak diluar organisasi yang kesemuanya dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan organisasi mencapai tujuannya. Menurut Sutrisno dalam (Widadi & Savitri, 2019) Peran tersebut dapat dikategorikan dalam tiga bentuk, yaitu yang bersifat interpersonal, informasional dan dalam kancah pengambilan keputusan.

1. Peranan yang Bersifat Interpersonal

Dewasa ini salah tuntutan yang harus dipenuhi seorang pimpinan ialah keterampilan insani. Keterampilan insani mutlak diperlukan karena pada dasarnya dalam menjalankan kepemimpinannya, seorang pimpinan berinteraksi dengan manusia lain, bukan hanya dengan para bawahannya, akan tetapi juga berbagai pihak yang berkepentingan, yang dikenal dengan istilah stakeholder, di dalam dan di luar organisasi. Itulah yang dimaksud dengan peran interpersonal yang menampakkan diri. Pertama, selaku symbol keberadaan organisasi. Peranan interpersonal dimainkan dalam berbagai kegiatan yang sifatnya legal dan seremonial. Menghadiri berbagai upacara resmi, memenuhi undangan atasan, rekan setingkat, para bawahan dan mitrakerja. Kedua, selaku pemimpin yang bertanggungjawab untuk memotivasi dan memberikan arahan kepada para bawahan yang dalam kenyataannya berurusan dengan para bawahan. Ketiga, peran selaku penghubung dimana seorang pimpinan harus mampu menciptakan jaringan yang luas dengan memberikan perhatian khusus kepada siapa saja yang mampu berbuat sesuatu bagi organisasi.

2. Peranan yang Bersifat Informasional

(11)

Peranan pimpinan yang bersifat informasional mengambil tiga hal bentuk, yaitu ; Pertama, seorang pimpinan adalah pemantau arus informasi yang terjadi dari dan kedalam organisasi. Seorang manajer selalu menerima berbagai informasi dari dalam dan dari luar organisasi. Bahkan juga informasi yang sebenarnya tidak harus ditujukan kepadanya, tetapi kepada orang lain dalam organisasi. Dalam kaitan ini perlu ditekankan bahwa berkat kemajuan dan terobosan dalam bidang teknologi informasi, yang dihadapi oleh pimpinan dewasa ini ialah melimpahkan informasi yang diterimanya.

Kedua, peran sebagai pembagi informasi. Berbagai informasi yang diterima oleh seseorang mungkin berguna dalam penyelenggaraan fungsi manajerialnya, akan tetapi mungkin pula untuk disalurkan kepada orang atau pihak lain dalam organisasi. Peran ini menuntut pemahaman yang mendalam tentang makna informasi yang diterimanya, dan pengetahuan tentang berbagai fungsi yang harus diselenggarakan. Ketiga, peran selaku juru bicara organisasi. Peran ini memerlukan kemampuan menyalurkan informasi secara tepat kepada berbagai pihak di luar organisasi, terutama jika menyangkuti nformasi tentang rencana, kebijaksanaan, tindakan, dan hasil yang telah dicapai oleh organisasi.

3. Peranan Pengambilan Keputusan

Peranan ini mengambil tiga bentuk suatu keputusan, yaitu sebagai berikut : Pertama, sebagai entrepreneur, seorang pemimpin diharapkan mampu mengkaji terus-menerus situasi yang dihadapi oleh organisasi, untuk mencari dan menemukan peluang yang dapat dimanfaatkan, meskipun kajian itu sering menuntut terjadinya perubahan dalam organisasi. Kedua, peredam gangguan. Peran ini antara lain kesediaan memikul tanggungjawab untuk mengambil tindakan korektif apabila organisasi menghadapi gangguan serius yang apabila tidak ditangani akan berdampak negatif kepada organisasi.

Ketiga, pembagi sumber dana dan daya. Tidak jarang orang berpendapat bahwa, makin tinggi posisi manajerial seseorang, wewenang pun makin besar. Wewenang atau kekuasaan itu paling sering menampakkan diri pada kekuasaan untuk mengalokasikan dana dan daya. Termasuk diantaranya wewenang untuk menempatkan orang pada posisi tertentu, wewenang mempromosikan orang, menurunkan pangkat, kewenangan itulah yang membuat para bawahannya tergantung padanya.

Guru merasa pemimpin yang mampu melaksanakan tugas kepemimpinannya dengan menampung aspirasi, mengatur tugas-tugas yang harus diperhatikan dengan baik, dapat

(12)

bersifat transparan membagi informasi dan menerima masukan, maka bawahan akan cenderung merasakan mereka memiliki andil dalam kerja dan memunculkan antusiasme kerja yang tinggi dan dapat menimbulkan perasaan senang terhadap kepemimpinan tersebut. Oleh karena itu, kualitas kepemimpinan yang semakin baik dapat meningkatkan kepuasan kerja guru. Sebaliknya kualitas kepemimpinan semakin buruk maka akan menurunkan kepuasan kerja guru.

Untuk meningkatkan kepuasa kerja pada guru salah satunya diperlukan sosok pemimpin yang dapat menjalankan peran kepemimpinannya dengan baik. Pemimpin yang autentik benar benar menyadari nilai nilai dan keyakinan keyakinan. Pemimpin yang memiliki kepercayaan diri, tulus, dan dapat diandalkan, dapat dipercaya, dan fokus membangun kekuatan orang orang yang dipimpinnya, memperluas pemikirannya, dan membuat suasana organisasi yang positif dan menyenangkan. Dengan kepemimpinan autentik, pemimpin mampu menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan aman untuk bawahannya. Lingkungan yang kondusif di tempat kerja akan menimbulkan kepuasan kerja bawahan yang nantinya berpengaruh besar terhadap produktivitas kerja. Oleh karena itu peranan kepemimpinan autentik sangat penting dalam peningkatan kepuasan kerja guru di sekolah.

KESIMPULAN

Lingkungan kerja yang kondusif mampu menciptakan kepuasan kerja. Kepuasan kerja mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap produktivitas organisasi baik secara langsung maupun tidak langsung. Peningkatan kepuasan kerja guru pada suatu organisasi tidak bisa dilepaskan dari peranan pemimpin dalam organisasi tersebut, kepemimpinan merupakan kunci utama dalam manajemen yang memainkan peran penting dan strategis dalam kelangsungan hidup suatu organisasi. Kepemimpinan autentik merupakam kemampuan untuk memproses kapasitas psikologi positif dalam konteks perkembangan organisasi yang menghasilkan kesadaran diri, perilaku positif, regulasi diri yang tinggi pada pemimpin dan pengikutnya serta membantu pengembangan diri yang lebih positif. Dengan kepemimpinan autentik, pemimpin akan mampu menciptakan suasana oraganisasi yang positif dan menyenangkan maka bawahan akan cenderung merasakan bahwa mereka memiliki andil dalam kerja dan memunculkan antusiasme kerja yang tinggi dan dapat menimbulkan perasaan senang terhadap kepemimpinan tersebut sehingga dapat meningkatkan kepuasan kerja guru. Oleh karena itu, kualitas

(13)

kepemimpinan yang semakin baik dapat meningkatkan kepuasan kerja guru. Sebaliknya kualitas kepemimpinan semakin buruk maka akan menurunkan kepuasan kerja guru.

DAFTAR PUSTAKA

Angelo Kinicki, M. F. (2016). Organizational Behavior. In Hospital Administration.

https://doi.org/10.5005/jp/books/10358_23

Chozin, A. M. (2018). Pengaruh Kepemimpinan Autentik terhadap Intensi Turnover Melalui Keterikatan Kerja. New England Journal of Medicine, 372(2), 2499–2508.

COLQUITT, J. A. (2014). ORGANIZATIONAL BEHAVIOR. Mc Graw Hill.

Diaz. (2016). Pengaruh Kepemimpinan Autentik Pada Emosi Positif, Kepercayaan, Dan Harapan Serta Dampaknya Pada Komitmen Organisasional. Jurnal Ilmiah Manajemen Universitas Putera Batam, 5(1), 41–56.

Fadhilah, G. A., Komariah, A., & Herawan, E. (2018). Kepemimpinan Autentik Dan Kualitas Kehidupan Kerja Dalam Disiplin Kerja Pegawai. Jurnal Administrasi Pendidikan, 25(2), 169–179. https://doi.org/10.17509/jap.v25i2.15649

Griffin, R. W., & Moorhead, G. (2013). Organizational Behavior: Managing People and Organizations. Cangange Learning.

Henviana, R. C., & Sutisna, M. (2018). Pengaruh Kepemimpinan Otentik Terhadap Perilaku Kewargaan Organisasional. Jurnal Riset Bisnis Dan Investasi, 3(3), 99.

https://doi.org/10.35697/jrbi.v3i3.949

Luthans, F. (2010). Organizational Behavior. In The McGrawHill Componies (Twelfth). The McGrawHill Componies. https://doi.org/10.5005/jp/books/10358_23

Mayrani. (2019). PENGARUH KEPEMIMPINAN OTENTIK TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN KETERIKATAN KARYAWAN DENGAN KUALITAS KEHIDUPAN KERJA SEBAGAI MEDIASI PADA PERUSAHAAN DI BATAM. 2019.

Melfianora. (2017). Penulisan Karya Tulis Ilmiah Dengan Studi Literatur. Studi Litelatur, 1–3.

Schermerhorn, John R., James G. Hunt, R. N. O. (2002). Organizational Behavior. In Journal of Chemical Information and Modeling (Vol. 53, Issue 9).

https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Shephen P. Robbins, T. A. J. (2017). Organizational Behavior. In Global Edition.

(14)

Sucipno. (2017). Pengaruh Kepemimpinan Pembelajaran Kepala Sekolah dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Guru Di SMP. Manajer Pendidikan, 11(1), 26–36.

Sutono, W. dan. (2019). Kepemimpinan otentik dalam organisasi. March, 71–78.

UPB, J. (2017). Pengaruh Kepemimpinan Autentik Pada Emosi Positif, Kepercayaan, Dan Harapan Serta Dampaknya Pada Komitmen Organisasional. Jurnal Ilmiah Manajemen Universitas Putera Batam, 5(1), 41–56.

Wahjono, S. I. (2007). PENGARUH PERILAKU PEMIMPIN TRANSFORMASIONAL OTENTIK TERHADAP KEPUASAN KERJA DENGAN VARIABEL INTERVENING: KESAMAAN NILAI, KEPERCAYAAN, DAN RASA KAGUM GURU DAN KARYAWAN DI SEKOLAH- SEKOLAH MUHAMMADIYAH. 1, 16–35.

Widadi, B., & Savitri, F. (2019). Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Karyawan.

Majalah Ilmiah Solusi, 17(3), 51.

Winbaktianur, W., & Sutono, S. (2019). Kepemimpinan Otentik Dalam Organisasi. Al-Qalb : Jurnal Psikologi Islam, 10(1), 71–78. https://doi.org/10.15548/alqalb.v10i1.830

Wirawan. (2007). Budaya dan Iklim Organisasi: Teori Aplikasi dan Penelitian. Salemba Empat.

Yıldız, L. M., & Özcan, D. E. (2014). Organizational climate as a moderator of the relationship between transformational leadership and creativity. International Journal of Business and Management, II(1), 76–87.

Baron, L., & Parent, É. (2014). Developing Authentic Leadership Within a Training Context.

Journal of Leadership & Organizational Studies, 22(1), 37–53.

Angelo Kinicki, M. F. (2016). Organizational Behavior. In Hospital Administration.

https://doi.org/10.5005/jp/books/10358_23

Chozin, A. M. (2018). Pengaruh Kepemimpinan Autentik terhadap Intensi Turnover Melalui Keterikatan Kerja. New England Journal of Medicine, 372(2), 2499–2508.

COLQUITT, J. A. (2014). ORGANIZATIONAL BEHAVIOR. Mc Graw Hill.

Diaz. (2016). Pengaruh Kepemimpinan Autentik Pada Emosi Positif, Kepercayaan, Dan Harapan Serta Dampaknya Pada Komitmen Organisasional. Jurnal Ilmiah Manajemen Universitas Putera Batam, 5(1), 41–56.

Fadhilah, G. A., Komariah, A., & Herawan, E. (2018). Kepemimpinan Autentik Dan Kualitas

(15)

Kehidupan Kerja Dalam Disiplin Kerja Pegawai. Jurnal Administrasi Pendidikan, 25(2), 169–179. https://doi.org/10.17509/jap.v25i2.15649

Griffin, R. W., & Moorhead, G. (2013). Organizational Behavior: Managing People and Organizations. Cangange Learning.

Henviana, R. C., & Sutisna, M. (2018). Pengaruh Kepemimpinan Otentik Terhadap Perilaku Kewargaan Organisasional. Jurnal Riset Bisnis Dan Investasi, 3(3), 99.

https://doi.org/10.35697/jrbi.v3i3.949

Luthans, F. (2010). Organizational Behavior. In The McGrawHill Componies (Twelfth). The McGrawHill Componies. https://doi.org/10.5005/jp/books/10358_23

Mayrani. (2019). PENGARUH KEPEMIMPINAN OTENTIK TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN KETERIKATAN KARYAWAN DENGAN KUALITAS KEHIDUPAN KERJA SEBAGAI MEDIASI PADA PERUSAHAAN DI BATAM. 2019.

Melfianora. (2017). Penulisan Karya Tulis Ilmiah Dengan Studi Literatur. Studi Litelatur, 1–3.

Schermerhorn, John R., James G. Hunt, R. N. O. (2002). Organizational Behavior. In Journal of Chemical Information and Modeling (Vol. 53, Issue 9).

https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Shephen P. Robbins, T. A. J. (2017). Organizational Behavior. In Global Edition.

Sucipno. (2017). Pengaruh Kepemimpinan Pembelajaran Kepala Sekolah dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Guru Di SMP. Manajer Pendidikan, 11(1), 26–36.

Sutono, W. dan. (2019). Kepemimpinan otentik dalam organisasi. March, 71–78.

UPB, J. (2017). Pengaruh Kepemimpinan Autentik Pada Emosi Positif, Kepercayaan, Dan Harapan Serta Dampaknya Pada Komitmen Organisasional. Jurnal Ilmiah Manajemen Universitas Putera Batam, 5(1), 41–56.

Wahjono, S. I. (2007). PENGARUH PERILAKU PEMIMPIN TRANSFORMASIONAL OTENTIK TERHADAP KEPUASAN KERJA DENGAN VARIABEL INTERVENING: KESAMAAN NILAI, KEPERCAYAAN, DAN RASA KAGUM GURU DAN KARYAWAN DI SEKOLAH-

(16)

SEKOLAH MUHAMMADIYAH. 1, 16–35.

Widadi, B., & Savitri, F. (2019). Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Karyawan.

Majalah Ilmiah Solusi, 17(3), 51.

Winbaktianur, W., & Sutono, S. (2019). Kepemimpinan Otentik Dalam Organisasi. Al-Qalb : Jurnal Psikologi Islam, 10(1), 71–78. https://doi.org/10.15548/alqalb.v10i1.830

Wirawan. (2007). Budaya dan Iklim Organisasi: Teori Aplikasi dan Penelitian. Salemba Empat.

Yıldız, L. M., & Özcan, D. E. (2014). Organizational climate as a moderator of the relationship between transformational leadership and creativity. International Journal of Business and Management, II(1), 76–87.

Referensi

Dokumen terkait

Karena kepemimpinan adalah seseorang yang mampu mengarahkan, membimbing para bawahannya, maka seorang pemimpin harus memiliki gaya yang digunakan untuk

Jadi, hipotesis yang diajukan diterima dan sangat signifikan, sehingga dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan kepala sekolah berkontribusi positif terhadap

Esensi kepemimpinan adalah kepengikutan ( followership), kemauan orang lain atau bawahan untuk mengikuti keinginan pemimpin, itulah yang menyebabkan seseprang menjadi

kepemimpinan transformasional kepada para bawahan. Apabila pemimpin gagal memberikan pemahaman kepada bawahannya tentang arah kebijakan, keberanian untuk mendobrak

Jadi, hipotesis yang diajukan diterima dan sangat signifikan, sehingga dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan kepala sekolah berkontribusi positif terhadap

Selanjutnya Wahyudi (2012 : 123) menyatakan bahwa: Gaya kepemimpinan yang diterapkan pada tingkat kematangan atau kedewasaan (mature) bawahan dan tujuan yang

Kepuasan kerja yang dirasakan oleh pegawai biasanya dapat dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan dari pemimpinnya, pemimpin dengan gaya kepemimpinan transformasional cenderung selalu turun

Berdasarkan teori-teori diatas, maka dapat disintesiskan bahwa kepemimpinan Kepala Sekolah adalah perilaku kepala sekolah untuk menggerakkan pelaksanaan pendidikan, mengarahkan