• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Terapi Regeneratif Platelet-Rich Plasma (PRP) pada Penanganan Osteoartritis Lutut

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "Peran Terapi Regeneratif Platelet-Rich Plasma (PRP) pada Penanganan Osteoartritis Lutut"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Yusak Mangara Tua Siahaan1, Nathasia Suryawijaya1

1 Departemen Neurologi, Siloam Hospitals Lippo Village/ Fakultas Kedokteran, Universitas Pelita Harapan, Indonesia

SUMMARY

Osteoarthritis (OA) is the most common degenerative joint disease that occurs in developing countries, including Indonesia. The prevalence of OA reaches up to 15.5% on males and 12.7% on a female. Even though OA can occur on any joint, but it is commonly found on the knee joint. The high prevalence of OA may be caused by the increasing number of life expectancy and the prevalence of obesity, which triggers chronic disability and increase the burden of social and economy in a developing country. Management of knee OA is challenging because the knee joint has a poor ability to regenerate and to heal. Conservative treatment such as acetaminophen, a non-steroid anti-inflammatory drug, and opioid may only effective in regulating pain and decrease of inflammation. One of the underdeveloped regenerative treatments in managing knee joint OA is the injection of platelet-rich plasma (PRP), which is an autologous blood product with a high concentration of platelet, growth factor, and cytokine. The usage of PRP can be an alternative because not only it reduces inflammation, but also can start and regenerate the damaged tissue. Even though PRP can be considered safe for knee joint OA management, there are still pros and contras in its technique and the variety of composition that is used. This article will present the latest information regarding the mechanism and effectivity of PRP in knee joint OA management.

Keywords: Knee Osteoarthritis; platelet-rich plasma; regenerative therapy

RANGKUMAN

Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit degeneratif sendi yang paling umum terjadi di negara berkembang, termasuk Indonesia. Angka kejadiannya mencapai 15,5% pada laki-laki dan 12,7%

pada wanita. Walaupun OA dapat menyerang seluruh sendi, namun sendi lutut merupakan sendi yang paling sering terkena. Tingginya angka prevalensi OA disebabkan karena peningkatan angka harapan hidup dan prevalensi dari obesitas, yang memicu disabilitas kronik serta peningkatan beban sosial dan ekonomi pada negara berkembang. Penanganan OA lutut merupakan suatu tantangan karena sendi lutut memiliki kemampuan regeneratif dan pemulihan yang rendah. Terapi konservatif seperti asetaminofen, obat anti inflamasi non-steroid, dan opioid hanya efektif dalam menangani nyeri dan mengurangi inflamasi. Salah satu terapi regeneratif yang sedang berkembang dalam menangani OA lutut adalah injeksi platelet-rich plasma (PRP), dimana merupakan produk darah autolog dengan konsentrasi platelet, faktor pertumbuhan, dan sitokin yang tinggi. Penggunaan PRP dapat menjadi alternatif karena tidak hanya mengurangi inflamasi, namun memiliki kemampuan untuk memulai dan meregenerasi jaringan yang rusak. Namun, walau PRP dapat dipertimbangakan sebagai terapi yang aman untuk penanganan OA lutut, masih terdapat pro dan kontra terkait teknik yang digunakan serta variasi komposisi dari PRP yang digunakan. Artikel ini akan memaparkan informasi terkini mengenai mekanisme dan efektifitas dari PRP dalam penanganan OA lutut.

Kata kunci: Osteoartritis lutut; platelet-rich plasma; terapi regeneratif

Korespondensi:

Dr. dr. Yusak Mangara Tua Siahaan,Sp.S, FIPP, CIPS*

Departemen Neurologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Pelita Harapan/

Siloam Hospitals Lippo Village, Indonesia

e-mail:

[email protected]

Tinjauan Pustaka Journal of Anaesthesia and Pain, 2020, Volume: 1, No.3: 18-27 P-ISSN : 2722-3167

https://jap.ub.ac.id E-ISSN : 2722-3205

Peran Terapi Regeneratif Platelet-Rich Plasma (PRP) pada Penanganan Osteoartritis Lutut

Role of Platelet-Rich Plasma in the Treatment of Knee Osteoarthritis

(2)

PENDAHULUAN

Osteoartritis (OA) merupakan suatu penyakit kronis yang ditandai dengan kerusakan kartilago sendi disertai kekakuan, nyeri dan gangguan gerak sendi. Osteoartritis merupakan penyakit sendi yang paling sering terjadi di negara berkembang dan menyebabkan disabilitas kronis.1 Prevalensi OA meningkat seiring dengan peningkatan faktor usia disertai faktor risiko lain yang terkait seperti misalnya obesitas. Diperkirakan pada tahun 2050 terdapat lebih dari 20% populasi berusia di atas 60 tahun. Dari 20% populasi tersebut, diperkirakan 15%

diantaranya mengalami OA, dan sepertiganya akan mengalami kecacatan yang berat. 2

Osteoartritis seringkali menyerang sendi lutut, tangan, kaki, tulang belakang, bahu dan panggul. Diantara sendi-sendi yang terlibat, OA lutut merupakan penyebab disabilitas kronik yang paling sering terjadi.2 Osteoartritis lutut tidak hanya menjadi penting karena angka prevalensi yang tinggi di antara OA lainnya, namun OA lutut juga dapat menyerang usia yang lebih muda, terutama wanita kelompok usia muda dengan obesitas.

Insidensi dari OA lutut meningkat dengan bertambahnya usia dan peningkatan rata-rata berat badan dari suatu populasi.3

Di Indonesia, prevalensi osteoartritis pada sendi lutut tergolong cukup tinggi, yaitu 15,5% pada laki-laki dan 12,7% pada wanita dari total populasi Indonesia yang berjumlah sekitar 255 juta orang.4 Osteoartritis yang tidak ditangani dengan baik, akan menyebabkan kecacatan dan meningkatkan beban sosial dan ekonomi pada negara berkembang.5

Pengobatan OA lutut berpusat pada modifikasi aktivitas, mengurangi nyeri dan kekakuan, memperbaiki fungsi sendi, memperbaiki kualitas hidup, memperbaiki deformitas sendi, dan memperlambat atau mencegah kebutuhan untuk total knee arthroplasty (TKA). Namun demikian, sifat kartilago sendi yang avaskular dan aneural yang berdampak rendahnya kemampuan regeneratif dan terbatasnya kemampuan pemulihan sendi menjadi salah satu kesulitan pengobatan OA lutut hingga saat ini.6

Terapi OA lutut pada umumnya berupa terapi non-farmakologis, terapi farmakologis, terapi intervensi (injeksi intra-artikular menggunakan kortikosteroid atau suplemen viskositas asam hyaluronat), dan terapi pembedahan.6 Akan tetapi saat ini telah berkembang terapi pengobatan regeneratif yang diteliti dapat menjadi pilihan dalam pengobatan OA lutut yang bertujuan untuk mendukung sistem pemulihan tubuh alami secara efektif. Intervensi pengobatan regeneratif mencakup penanganan seluruh struktur yang ada di sekitar sendi yang rusak sebagai pereda nyeri dan mencegah keadaan yang lebih buruk.7 Pengobatan regeneratif (regenerative medicine) menekankan sebuah penanganan OA yang memperhatikan regenerasi dan restorasi sendi dengan menggunakan prosedur berbasis darah. Salah satu pengobatan regeneratif yang sedang dikembangkan sebagai pengobatan OA lutut adalah injeksi platelet-rich plasma (PRP). 7,8

Secara definisi, PRP merupakan produk autolog darah dengan konsentrasi platelet yang lebih tinggi dibandingkan dengan whole-blood.

Dalam suatu produk PRP, mengandung growth factor dan sitokin yang tinggi, yang dapat menginisiasi dan memperbaiki pemulihan suatu jaringan dengan cara menstimulasi migrasi sel, proliferasi sel, angiogenesis, dan sintesis matriks ekstraseluler.2,9 Penggunaan PRP pada cedera muskuloskletal, termasuk OA lutut, sudah banyak dilakukan dan menjadi pilihan terapi non- pembedahan karena efeknya dalam memperbaiki proses perbaikan jaringan melalui penyaluran agen bioaktif autolog yang dapat mempengaruhi beberapa mekanisme fisiologi penting pada sendi.

Walaupun PRP merupakan pilihan terapi yang tergolong aman, akan tetapi PRP masih memberikan hasil yang kontroversial dikarenakan banyaknya perbedaan komposisi dan teknik penggunaan PRP, yang menyebabkan kesulitan dalam penenentuan efektivitasnya.10 Artikel ini akan membahas mekanisme kerja dan efektivitas PRP terkini dalam menangani OA lutut.

(3)

1. Osteoartitis

Osteoartritis merupakan penyakit sendi degeneratif, yang ditandai dengan kerusakan kartilago hyalin sendi. Dengan adanya kerusakan dan kehilangan kartilago sendi, terjadi remodeling tulang subartikular, pembentukan osteofit, kelemahan ligamen dan otot di sekitar sendi serta pada beberapa kasus terjadi inflamasi sinovial.

Proses tersebut diatas terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara kerusakan dan perbaikan jaringan sendi.1 Sendi yang paling sering terlibat pada OA adalah sendi lutut. Penggunaan yang berlebihan dengan stres mekanik yang tinggi akan meningkatkan resiko terjadinya OA. Diketahui bahwa struktur sendi lutut mengandung kartilago, yang memiliki sifat avaskular dan aneural sehingga proses pemulihan yang terjadi secara alami sangat terbatas.6,9

Inflamasi yang terjadi pada OA bersifat kronik, melibatkan mekanisme imun innate. Sinovitis merupakan kondisi yang sering ditemukan dan terjadi pada tahap awal OA. Pada OA, cairan sinovial mengandung banyak mediator inflamasi yang termasuk di dalamnya adalah protein plasma (C-reactive protein), prostaglandin (PGE2), leukotrien (LKB4), sitokin (TNF, IL-1β, IL-6, IL-15, IL-17, IL-18, IL- 21), growth factors (TGFβ, FGFs, VEGF, NGF), nitric oxide, dan berbagai komplemen. Secara lokal, komponen-komponen tersebut dapat memicu matriks metaloproteinase dan enzim hidrolitik lainnya (siklooksigenase dan prostaglandin E) untuk mencetuskan penghancuran kartilago sekunder pada proteoglikan dan destruksi kolagen. Inflamasi yang terjadi pada OA lutut yang terus berlanjut pada akhirnya dapat mencetuskan destruksi jaringan. Selain itu, OA juga berhubungan dengan ketidakseimbangan fisiologi dari degradasi dan sintesis oleh kondrosit sehingga menghasilkan perubahan komposisi dari matriks kartilago yang pada akhirnya menyebabkan degradasi kartilago yang progresif.3,8 Klasifikasi OA lutut umumnya menggunakan kriteria Kellgren-Lawrence, yang terdiri dari: grade 0 (tidak tampak kelainan radiologi), grade 1 (adanya penyempitan celah sendi yang meragukan dan mungkin berupa osteophytic

lipping), grade 2 (adanya osteofit dan kemungkinan penyempitan celah sendi pada regio anteroposterior weight-bearing), grade 3 (osteofit multipel, penyempitan celah sendi yang tegas, dan kemungkinan deformitas pada garis tulang), dan grade 4 (osteofit yang besar, penyempitan celah sendi yang bermakna, dan deformitas tulang yang tegas).11

2. Tatalaksana Osteoartritis Lutut

Osteoartritis merupakan kelainan akibat proses degeneratif yang progresif, dan karena progresifitasnya tidak ada pengobatan yang dapat menyembuhkan atau memulihkan kondisi patologis pada osteoartritis tersebut.12 Berbagai pilihan tatalaksana OA yang telah dibuat bertujuan untuk mengurangi gejala yang terjadi dan hanya sedikit mengubah lingkungan biokimia atau derajat degenerasi.6 Adapun 3 modalitas utama tatalaksana pengobatan OA adalah terapi non farmakologis, terapi farmakologi sebagai tatalaksana nyeri dan intervensi pembedahan.

3. Terapi Non-Farmakologis

Terapi non-farmakologis merupakan terapi yang harus dilakukan sebagai lini pertama pada OA lutut. The Arthritis Foundation merekomendasikan pasien OA dengan diet dan latihan fisik untuk mengurangi nyeri yang berasal dari sendi lutut dan dapat memperbaiki status fungsional dan kualitas hidup. Diketahui bahwa kurangnya aktivitas penggunaan sendi akan memperburuk kesehatan sendi lutut.13

4. Terapi Farmakologis

Sebagian besar penderita OA lutut adalah pasien lanjut usia yang umumnya memiliki beberapa komorbiditas. Oleh karena itu, Penggunaan terapi farmakologi memerlukan perhatian khusus terhadap kemungkinan interaksi antar beberapa obat dan efek samping. Terapi farmakologi yang digunakan sebagai pengobatan OA terutama ditujukan sebagai pereda nyeri dan anti inflamasi.13

(4)

Asetaminofen atau parasetamol merupakan lini pertama pada tatalaksana farmakologi untuk mengobati nyeri ringan-sedang pada OA.

Penggunaan asetaminofen yang berlebihan akan menyebabkan kerusakan organ hati. Oleh karena itu, tahun 2011, US Food and Drug Administration (FDA) membatasi penggunaan asetamimofen tidak lebih dari 325 mg per dosis, dan pada tahun 2013, panduan American Academy of Orthopaedic Surgeon (AAOS) menurunkan rekomendasi penggunaan asetaminofen dari 4.000 mg menjadi 3.000 mg per hari.12,13 Pada OA dengan nyeri yang lebih berat, dapat digunakan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS). Golongan OAINS yang dapat digunakan antara lain ibuprofen, aspirin, naproksen, dan penghambat COX-2. Diperkirakan efek samping akan muncul kembali pada sekitar 30% pasien yang mengonsumsi OAINS. Dengan mempertimbangkan keuntungan dan efek samping yang ditimbulkan oleh OAINS, maka penggunaannya harus dalam dosis efektif minimum dan penggunaan jangka panjang harus diihindari sebisa mungkin. Bila penggunaan asetaminofen dan OAINS tidak dapat dilanjutkan karena efek samping yang tidak dapat teratasi maka agen opiod dapat dipertimbangkan sebagai pereda nyeri dengan mempertimbangkan efek samping yang timbul.12,13

5. Tatalaksana Intervensi

Pemberian obat atau substansi tertentu untuk pengobatan OA lutut dapat diberikan melalui suntikan intraartikular. Dasar dari pemberian agen tersebut adalah sebagai terapi lokal yang bekerja secara langsung pada sendi yang terlibat serta mengurangi efek samping sistemik.13

Kortikosteroid

Injeksi kortikosteroid direkomendasikan oleh OARIS bagi pasien OA lutut dengan nyeri sedang- berat yang tidak memberikan respon terhadap analgesik oral dan agen anti inflamasi lainnya.

Kortikosteroid berperan sebagai anti-inflamasi dan imunosupresan yang secara langsung bekerja pada reseptor steroid dan mengganggu kaskade imun dan inflamasi pada beberapa tingkat sehingga akan mengurangi permeabilitas vaskular dan

menghambat akumulasi dari sel inflamasi, fagositosis, produksi neutrophil superoxide, metaloprotease, dan aktivator metaloprotease, serta mencegah sintesis dan sekresi dari beberapa mediator inflamasi seperti prostaglandin dan leukotrien. Sampai saat ini, agen kortikosteroid yang diterima oleh FDA dalam penggunaan injeksi intra- artikular adalah metilprednisolon asetat (MA), triamsinolon asetat (TA), triamsinolon heksasetonid (TH), betametason asetat (BA), betametason sodium fosfat, dan deksametason.11 Dosis 50 mg prednisone (ekuivalen dengan 40 mg TA dan MA) memberikan efek pereda nyeri lebih panjang, yaitu 12-24 minggu.3

Asam hyaluronat

Asam hyaluronat (AH) merupakan komponen yang terdapat pada cairan sendi yang sehat maupun yang telah menjadi OA. Asam hyaluronat berperan sebagai anti-inflamasi, anabolik, analgesik, dan mekanisme pelindung kondrosit.18 Pada OA lutut terjadi penurunan konsentrasi dan berat molekular dari AH. Oleh karena itu injeksi AH digunakan sebagai tatalaksana OA lutut dan penggunaannya telah diterima oleh FDA. Terapi ini cenderung aman, dimana efek samping yang akan muncul hanya berupa reaksi lokal pada sendi yang disuntikkan.14

Intervensi pembedahan

Intervensi pembedahan direkomendasikan ketika kerusakan sendi pada OA sudah berat, nyeri tidak dapat teratasi dan gangguan fungsi yang tidak dapat ditangani dengan pilihan terapi farmakologi.

Terapi pembedahan bertujuan untuk mengembalikan stabilitas struktural seperti debridement sendi untuk menghilangkan kartilago yang rusak, fragmen meniskus, mengikis kartilago, dan menghilangkan osteofit yang menimbulkan nyeri serta keterbatasan fungsi. Fase pemulihan dan rehabilitasi pasca prosedur total knee replacement membutuhkan waktu yang lama.13

(5)

Pengobatan regeneratif

Pengobatan regeneratif merupakan suatu cabang pengobatan yang fokus dalam mengembangkan terapi untuk meregenerasi, memperbaiki dan menggantikan sel yang telah rusak atau cedera, serta mengembalikan struktur dan fungsi organ yang telah rusak.15 Proloterapi merupakan salah satu dari pengobatan regeneratif, yang merupakan terapi metode injeksi regeneratif untuk menstimulasi proses pemulihan yang bekerja dengan meningkatkan growth factor secara lokal dalam memicu perbaikan jaringan dan regenerasi.

Proloterapi digunakan sebagai pengobatan nyeri kronik muskuloskletal yang melibatkan ligamen, tendon, kartilago, dan sendi, seperti osteoartritis.7 Proloterapi memperkenalkan sejumlah kecil larutan iritan ke daerah yang nyeri dan daerah insersi tendon yang mengalami degenerasi (entesis), sendi, ligamen serta rongga sendi yang berdekatan.16 Larutan atau agen proloterapi biasanya mengandung dekstrosa (d-glukosa), yang merupakan sebuah bentuk alami dari glukosa yang ada dalam tubuh, namun dapat juga merupakan kombinasi dari poludokanol, mangan, zink, hormon pertumbuhan manusia, pumice, ozon, gliserin, atau fenol. Pada kasus yang berat, dapat digunakan larutan selular autolog, seperti platelet-rich plasma (PRP), sumsum tulang, atau jaringan adiposa. 16

6. Peran Pengobatan Regeneratif pada Osteoartritis Lutut

Regenerasi kartilago

Pada OA lutut, terjadi kehilangan kartilago yang berfungsi melapisi permukaan sendi dan melubrikasi sendi selama pergerakan. Untuk menghasilkan regenerasi kartilago, diperlukan rekayasa yang menyerupai permukaan kartilago dan jaringan penyokongnya. Terapi regeneratif berperan dalam menstimulasi inflamasi tingkat rendah yang sementara pada lokasi ligamen atau tendon yang mengalami kerusakan. Hal tersebut akan memicu tubuh untuk menginisiasi siklus kaskade proses pemulihan yang baru. 17

Proloterapi: desktrosa

Mekanisme kerja dekstrosa sebagai agen proloterapi masih belum jelas, namun diduga cairan hiperosmolar glukosa akan mencetuskan hiperpolarisasi saraf dengan membuka kanal kalium sehingga mengurangi transmisi serabut nyeri nosiseptif.8 Di samping itu, larutan hipertonik diduga dapat menghasilkan respon inflamasi melalui mediator kimia dan growth factor yang akan memicu pemulihan secara lokal pada jaringan ektra dan intra-artikular. Infiltrasi pada sendi lutut menggunakan dekstrosa biasanya digabungkan dengan anestesi lokal yang dapat diinjeksikan secara intra-artikular atau peri-artikular.18 Terapi injeksi dektrosa dapat dilakukan 2x dengan interval 2-4 minggu.8 Akan tetapi, proloterapi dekstrosa hipertonik masih belum digunakan secara umum pada OA lutut oleh karena kurangnya bukti yang mendukung terhadap efikasinya, sehingga proloterapi dekstrosa diklasifikasikan sebagai terapi intervensi tambahan.19

Sel induk mesenkimal (SIM)

Saat ini telah ada lebih dari 500 percobaaan klinis terkait keamanan dan efektivitas dari penggunaan sel induk, seperti sel induk pluripoten, sel induk turunan tali pusat, sel induk plasenta, dan sel induk mesenkimal untuk mengobati OA. Di antara semuanya, sel induk mesenkimal menjadi pilihan yang paling baik untuk berbagai penelitian medis di seluruh dunia. Pada studi klinis, sel induk mesenkimal (SIM) diisolasi dari pasien, baik dari sumsum tulang atau dari jaringan adiposa, dimurnikan, dan diadministrasikan sebagai injeksi intra-artikular pada sendi lutut yang bermasalah dengan panduan USG. Sel Induk Mesenkimal dipercaya dapat mensekresikan berbagai growth factor dan sitokin untuk menginisiasi proses pemulihan. Namun oleh karena sel induk mesenkimal manusia bersifat heterogen dan dapat diperoleh dari berbagai sumber, serta adanya berbagai perbedaan metode dalam pendekatannya, maka hal tersebut menjadi kesulitan bagi peneliti dalam membandingkan studi yang telah dilakukan.13

(6)

7. Platelet-rich Plasma (PRP) sebagai Terapi Pada OA Lutut

Platelet-rich plasma (PRP) didefiniskan sebagai volume plasma dengan konsentrasi platelet yang lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi di darah perifer. PRP merupakan produk darah autolog yang dibuat dari pengambilan darah pertama melalui venektasi perifer, kemudian melalui hasil sentrifugasi diperoleh produk plasma konsentrat yang disuntikan ke pasien secara intra- artikular.2,6 Produk plasma konsentrat mengandung konsentrasi platelet yang tinggi (setidaknya 2 kali lebih besar daripada whole blood). Konsentrasi yang tinggi berperan penting dalam menjaga homeostasis jaringan dan mengatur inflamasi serta respon koagulasi tubuh, seperti inhibisi apoptosis kondrosit, remodeling tulang dan pembuluh darah, modulasi inflamasi, dan sintesis kolagen. Karena agen-agen tersebut, PRP muncul sebagai metode pilihan terapi yang dapat digunakan untuk individu dengan OA lutut.6 Penggunaan PRP pada penanganan OA telah banyak digunakan karena di samping memberikan hasil yang baik, juga memiliki komplikasi yang minimal. PRP mudah untuk disiapkan dan diadministrasikan serta lebih tidak invasif dibandingkan dengan pilihan terapi lain seperti injeksi kortikoid intra-artikular atau bahkan tindakan pembedahan.20

Metode yang digunakan untuk penggunaan PRP dan produk turunannya masih sangat luas.

Singkatnya, seluruh metode mengandalkan baik sentrifugasi tunggal, ganda, atau prosedur filtrasi darah selektif, dan secara ganda atau automatis pada sirkuit terbuka atau tertutup. Secara ex-vivo, aktivasi platelet dapat dicetuskan secara mekanis dengan siklusi freeze-thawing, secara kimia dengan trombin atau kalsium klorida, atau secara endogen.

Pilihan terakhir merupakan aplikasi langsung dari PRP yang tidak aktif, untuk memungkinkan faktor jaringan lokal dalam menjalankan prosesnya.7 Mishra dkk.21 mencoba mengklasifikasikan PRP menjadi 2 parameter. Pertama, berdasarkan ada atau tidaknya sel darah putih dan aktivasinya,

sedangkan yang kedua, berdasarkan faktor kekayaan plateletnya. Klasifikasi lainnya yang sering digunakan adalah ada sistem klasifikasi PAW (Platelets, Activation, White cells), yang terdiri dari tiga variabel, yaitu (1) konsentrasi platelet absolut (P), (2) metode aktivasi (A), dan (3) ada atau tidaknya sel darah putih dan neutrofil relatif pada baseline.22

Perbedaan metode dalam menghasilkan PRP dapat memberikan produk yang berbeda dalam komposisi dan karakteristiknya. Dohan Ehrenfest dkk.23 menggambarkan bahwa ada 3 metode untuk menghasilkan PRP, yaitu (1) metode double-spinning akan menghasilkan 4-8 kali lipat perubahan pada konsentrasi platelet di atas level baseline dan juga konsentrat leukosit; (2) metode single-spinning, akan menghasilkan 1-3 kali lipat perubahan konsentrasi platelet di atas level baseline; dan (3) filtrasi darah selektif.18 Berdasarkan konten leukosit dan fibrinnya, perbedaan formulasi PRP dapat dibagi menjadi: Pure Platelet-Rich Plasma (P-PRP), Leukocyte-Platelet Rich Plasma (L-PRP), Pure Platelet-Rich Fibrin (P-PRF) dan Platelet-Rich Fibrin (L-PRF). Walaupun sebagian hasil penelitian menunjukkan PRP dengan lekosit yang lebih tinggi memberikan hasil yang lebih baik dibanding PRP dengan leukosit yang rendah, tetap saja keunggulan formula PRP lainnya tetap perlu diteliti lebih lanjut.24

PRP dan sel darah putih

Produk dari prosedur spinning tunggal dan ganda dapat menghasilkan konsentrasi leukosit yang beragam, umumnya dikelompokkan menjadi PRP rendah leukosit (Leukocyte-poor/LP) dan PRP tinggi leukosit (Leukocyte-rich/LR).2,18 Pendukung LR-PRP berpendapat bahwa leukosit merupakan sumber penting dari sitokin dan enzim yang dibutuhkan untuk proses pemulihan, terutama untuk mencegah infeksi, sedangkan peneliti lain menyatakan bahwa keberadaan leukosit dalam PRP akan meningkatkan sitokin pro-inflamasi dan enzim, seperti matriks metaloproteinase, yang akan

memberikan efek antagonis

.

(7)

(Barbon dkk., 2019) Gambar 1. Protokol Persiapan Platelet-rich Plasma

Gambar 2. Penempatan jarum pada Penyuntikan Platelet-rich Plasma dengan panduan USG Penelitian yang telah dilakukan pada tahun

2016 oleh Meheux dkk.26, menyimpulkan bahwa LP- PRP berdampak positif dalam menangani OA lutut.

Saat ini diduga bahwa PRP akan menghambat

jalur NF-κβ dimana sebagiannya bertanggung jawab terhadap respon inflamasi pada sinovial dan kartilago artikular. Karena leukosit terlibat dalam pelepasan sitokin pro-inflamatori, dipercaya bahwa

(8)

leukosit yang terkandung dalam LR-PRP dapat mengaktivasi jalur NF-κβ, yang dapat menghambat efek dari PRP. Namun hingga saat ini belum ada studi level I yang membandingkan efek dari LR-PRP dengan LP-PRP.18,24

Mekanisme kerja PRP

Platelet merupakan sel yang tidak berinti, yang diturunkan dari megakariosit. Ketika platelet diaktivasi, growth factor yang terkandung dalam granula α dari platelet akan berespon secara lokal.

Proses tersebut berlangsung cepat, dengan hampir 70% growth factor dalam granula α disekresikan dalam 10 menit pertama. Growth factor tersebut, bersama dengan faktor koagulasi, sitokin, kemokin, dan protein lain yang tersimpan dalam platelet mampu menstimulasi proliferasi kondrosit dan kondrogenik SIM memicu sekresi matriks kondrosit kartilago, serta mengurangi efek katabolik dari sitokin pro-inflamasi.18

Growth factor utama dalam PRP yang terlibat dalam pengobatan OA adalah tissue growth factor-β (TGF-β), insulin-like growth factor 1 (IGF-1), bone morphogenetic proteins (BMP), platelet-derived growth factor (PDGF), vascular endothelial growth factor (VEGF), epidermal growth factor (EGF), fibroblast growth factor (FGF), and hepatocyte growth factor (HGF). Faktor yang diduga paling penting pada regenerasi kartilago adalah TGF-β karena berperan dalam proliferasi dan diferensiasi kondrosit. Selain memicu diferensiasi kondrogenik dari SIM, TGF-β juga mencegah efek supresi dari IL- 1, yang bertanggung jawab dalam menstimulasi faktor katabolik dan struktur intra-kapsular untuk degradasi lebih lanjut. Adanya IGF-1 dalam PRP merupakan komponen penting dalam proses regenerasi kartilago karena dapat memicu mitosis pada kondrosit dan sintesis matriks ekstraselular.

Dalam proses pemulihan kartilago, BMP dan FGF berperan penting membantu dalam migrasi kondrosit. Peran PDGF yaitu membantu regenerasi kartilago artikular dengan meningkatkan proliferasi kondrosit dan berperan pada seluruh sel yang berasal dari mesenkimal. Dalam hal formasi struktur vaskular dan regenerasinya, serta membangun

kembali aliran nutrisi daerah sendi, VEGF merupakan growth factor yang berperan penting. 2,18

Infiltrasi PRP secara intra-artikular mengantarkan mediator bioaktif dalam jaringan fibrin autolog yang disekresikan secara bertahap telah menunjukan dapat menurunkan skala nyeri, memperbaiki kekakuan sendi, dan perbaikan fungsi fisik pada pasien dengan OA lutut. Injeksi PRP dalam sediaan cair akan menyalurkan growth factor secara lokal dan secara simultan akan memperkuat respon penyembuhan secara spontan pada area yang cedera. Injeksi intra-artikular PRP tidak ditujukan pada tulang subkondral melainkan secara intraosseus sehingga memberikan efek langsung pada tulang subkondral yang sangat berperan dalam patofisiologi OA lutut. Lesi yang pada tulang subkondral menimbulkan kondisi patologis dan akan mengganggu homeostasis serta memfasilitasi keadaan inflamasi pada lingkungan sendi.13 Peran PRP pada struktur ini dapat mengembalikan keseimbangan homeostasis, mengurangi mediator inflamasi, dan memodulasi jaringan fibroneuvaskular pada sendi yang cedera.

Studi in vitro menunjukkan dampak positif, dimana PRP akan mencetuskan proliferasi kondrosit dan meningkatkan produksi dari kolagen tipe II. PRP juga menstimulasi produksi AH endogen dan membantu dalam proliferasi dan kemampuan hidup stem sel mesenkimal. Sakata dkk.,27 menemukan bahwa ACP secara signifikan menstimulasi proliferasi sel dan sekresi superficial zone protein (SZP) pada kartilago artikular dan sinovium. Selain itu, ACP juga mengandung SZP endogen yang berkontribusi dalam integritas kartilago.6 Shen dkk.28 telah melakukan studi meta-analisis pada 14 randomized clinical trials (RCTs) yang melibatkan 1423 pasien, dengan membandingkan PRP terhadap kontrol yang adalah plasebo, asam hyaluronat, injeksi kortikosteroid, pengobatan oral, dan terapi homeopati. Hasil studinya menunjukkan perbaikan yang signifikan pada OA lutut yang dinilai menggunakan skor Western Ontario and McMaster Universities Osteoarthritis (WOMAC) pada follow-up 3, 6, dan 12 bulan. Lebih lanjut lagi, penulis juga mengungkapkan bahwa injeksi PRP secara intra-

(9)

artikular sebagai terapi OA lutut akan lebih bermanfaat pada pasien dengan nyeri ringan- sedang.9 Selain itu, studi meta-analisis oleh Riboh dkk.29, yang membandingkan penggunaan LP-PRP dan LR-PRP sebagai terapi OA lutut menyimpulkan bahwa injeksi LP-PRP memiliki hasil perbaikan skor WOMAC yang signifikan, jika dibandingkan dengan plasebo atau asam hyaluronat.2,9 Sampai saat ini, pengobatan PRP hanya dapat mengurangi gejala dan bukan untuk menghentikan perjalanan penyakit dari OA lutut. Pengobatan yang dapat menghentikan atau memperlambat OA lutut masih perlu diteliti lebih lanjut untuk mencegah atau menghambat intervensi pembedahan, memperbaiki kualitas hidup pasien, serta mencegah beban ekonomi akibat kondisi ini.30

KESIMPULAN

Berbagai manfaat diperoleh dari PRP sebagai produk autolog biologis pada penanganan osteoartritis lutut. Di samping kemudahan dalam

pemberiannya dan persiapannya, komplikasi dan efek samping yang dihasilkan juga minimal, serta memiliki jangkauan potensial terapi yang luas.

Berdasarkan penelitian klinis, terapi PRP tergolong aman dan memberikan hasil yang baik. Akan tetapi, masih diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai konsensus penggunaan PRP untuk volum dosis yang dianjurkan, dosis interval, dan kebutuhan aktivasi atau tidak, dan jika dibutuhkan aktivasi, jenis metode apa yang digunakan. Kemungkinan, tidak hanya perbedaan patologi dari penyakit, namun perbedaan keparahan penyakit juga diperlukan untuk menentukan jenis PRP yang digunakan.

Namun sampai saat ini, klinisi yang mendukung penggunaan PRP mempertimbangkan kondisi biologi yang terjadi pada pasien dan fokus pada tujuan yang hendak dicapai pada penggunaan PRP.

Selain itu, pasien juga harus diinformasikan, bahwa walaupun keuntungan yang diperoleh cukup baik dengan komplikasi minimal, injeksi PRP masih harus tetap diperhatikan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Epidemiology of osteoarthritis. Medicographia. https://www.medicographia.com/2013/10/epidemiology-of- osteoarthritis/. Published November 10, 2016. Diakes pada 18 Januari 2020.

2. Hussain N, Johal H, Bhandari M. An evidence-based evaluation on the use of platelet rich plasma in orthopedics – a review of the literature. SICOT J. 2017; 3:57. doi:10.1051/sicotj/2017036

3. Mora JC, Przkora R, Cruz-Almeida Y. Knee osteoarthritis: pathophysiology and current treatment modalities. Journal of Pain Research. 2018;Volume 11:2189-2196. doi:10.2147/jpr.s154002.

4. Ahmad IW, Rahmawati LD, Wardhana TH. Demographic Profile, Clinical and Analysis of Osteoarthritis Patients in Surabaya. Biomolecular and Health Science Journal. 2018;1(1):34. doi:10.20473/bhsj.v1i1.8208.

5. Obesity and overweight. World Health Organization. https://www.who.int/news-room/fact- sheets/detail/obesity-and-overweight. Diakses pada 20 Januari 2020.

6. Cook CS, Smith PA. Clinical Update: Why PRP Should Be Your First Choice for Injection Therapy in Treating Osteoarthritis of the Knee. Current Reviews in Musculoskeletal Medicine. 2018;11(4):583-592. doi:10.1007/s12178- 018-9524-x.

7. Gato-Calvo L, Magalhaes J, Ruiz-Romero C, Blanco FJ, Burguera EF. Platelet-rich plasma in osteoarthritis treatment: review of current evidence. Therapeutic Advances in Chronic Disease. 2019;10:204062231982556.

doi:10.1177/2040622319825567.

8. Alderman D, Alexander RW. Advances in Regenerative Medicine: High-density Platelet-rich Plasma and Stem Cell Prolotherapy for Musculoskletal Pain. Practical Pain Management. 2011; 11(8)

9. Le ADK, Enweze L, DeBraun MR, Dragoo JL. Current Clinical Recommendations for Use of Platelet-Rich Plasma.

Curr Rev Musculoskelet Med. 2018; 11:624–634

10. Marini JC Antonella F. Replenishing cartilage from endogenous stem cells. NEJM. 2012; 366(26):2522-4 doi:

10.1056/NEJMcibr1204283

11. Kohn MD, Sassoon AA, Fernando ND. Kellgren-Lawrence Classification of Osteoarthritis. Clin Orthop Relat Res.

2016; 474:1886-1893

(10)

12. Zhang W, Ouyang H, Dass CR, Xu J. Current research on pharmacologic and regenerative therapies for osteoarthritis. Bone Research. 2016;4(1). doi:10.1038/boneres.2015.40.

13. Shah K, Zhao AG, Sumer H. New Approaches to treat Osteoarthritis with mesenchymal stem cells. Stem Cells International. 2018:1-9 doi:10.1155/2018/5373294

14. Bowman S, Awad ME, Hamrick MW, Hunter M, Fulzele S. Recent advances in hyaluronic acid-based therapy for osteoarthritis. Clin Trans Med. 2018;7:6 doi: 10.1186/s40169-017-0180-3

15. Dzobo K, Thomford NE, Senthebane DA, Shipanga H, Rowe A, Pillay M, dkk.,. Advances in regenerative medicine and tissue engineering: Innovation and Transformation of Medicine. Stem Cells International. 2018.

DOI:10.1155/2018/2495848

16. Hauser RA, Lackner JB, Steilen-Matias D, Harris DK. A Systematic Review of Dextrose Prolotherapy for Chronic Musculoskletal Pain. Clin Med Insights Arthritis Musculoskelet Disord. 2016; 9:139-159

17. Xin T, Greco V, Myung P. Hardwiring stem cell communication through tissue structure. Cell. 2016; 164(6):1212–

1225

18. Rezasoltani Z, Taheri M, Mofrad MK, Mohajerani SA. Periarticular dextrose prolotherapy instead of intra-articular injection for pain and functional improvement in knee osteoarthritis. 2017; 10:1179-1187

19. Arias-Vazquez PI, Tovilla-Zarate CA, Legorreta-Ramirez BG, Fonz WB, Gonzalez-Castro TB, dkk.,. Prolotherapy for knee osteoarhtiris using hypertonic desctrose vs other interventional treatments: systematic review of clinical trials. Adv. Rheumatol. 2019; 59:39

20. Ayhan E, Kesmezacar H, Akgun I. Intraarticular injections (corticosteroid, hyaluronic acid, platelet rich plasma) for the knee osteoarthritis. World J Orthop 2014; 5: 351–361

21. Mishra, Allan & Harmon, Kimberly & Woodall, James & Vieira, Amy.Sports Medicine Applications of Platelet Rich Plasma. Current pharmaceutical biotechnology. 2011;13:1185-95. doi:10.2174/138920112800624283.

22. DeLong JM, Russell RP, Mazzocca AD. Platelet-rich plasma: the PAW classification system. Arthroscopy 2012; 28:

998–1009 doi:10.4137/ CMAMD.S17894.

23. Dohan Ehrenfest DM, Andia I, Zumstein MA, Zhang CQ, Pinto NR, Bielecki T. Classification of platelet concentrates (Platelet-Rich Plasma-PRP, Platelet-Rich Fibrin-PRF) for topical and infiltrative use in orthopedic and sports medicine: current consensus, clinical implications and perspectives. Muscles Ligaments Tendons J.

2014;4(1):3-9. Published 2014 May 8.

24. Raeissadat SA, Rayegani SM, Azma K. Knee osteoarthritis injection choices: platelet rich plasma (PRP) versus hyaluronic acid (a one-year randomized clinical trial). Clinical Medicine Insights: Arthritis and Musculoskeletal Disorders.2015; 8:1–8

25. Barbon S, Stocco E, Macchi V, Contran M, Grandi F, Borean A, et al. Platelet-rich fibrin scaffolds for cartilage and tendon regenerative medicine: from bench to bedside. MDPI. 2019;20(7):1701 doi.org/10.3390/ijms20071701 26. Meheux CJ, McCulloch PC, Lintner DM, Varner KE, Harris JD. Efficacy of Intra-articular Platelet-Rich Plasma

Injections in Knee Osteoarthritis: A Systematic Review. Arthroscopy. 2016;32(3):495-505.

doi:10.1016/j.arthro.2015.08.005

27. Sakata R, McNary SM, Miyatake K, et al. Stimulation of the superficial zone protein and lubrication in the articular cartilage by human platelet-rich plasma. Am J Sports Med. 2015;43(6):1467-1473.

doi:10.1177/0363546515575023

28. Shen L, Yuan T, Chen S, Xie X, Zhang C. The temporal effect of platelet-rich plasma on pain and physical function in the treatment of knee osteoarthritis: systematic review and meta-analysis of randomized controlled trials. J Orthop Surg Res. 2017;12(1):16. Published 2017 Jan 23. doi:10.1186/s13018-017-0521-3

29. Riboh JC, Saltzman BM, Yanke AB, Fortier L, Cole BJ. Effect of Leukocyte Concentration on the Efficacy of Platelet-Rich Plasma in the Treatment of Knee Osteoarthritis. Am J Sports Med. 2016;44(3):792-800.

doi:10.1177/0363546515580787

30. Milano G, Sanchez M, Jo CH, Saccomanno MF, Thampatty BP, Wang JHC. Platelet-rich plasma in orthopaedic sports medicine: state of the art. JISAKOS. 2019;4(4):188-195 doi:10.1136/jisakos-2019-000274

Untuk menyitir artikel ini: Siahaan, YMT dan N Suryawijaya. Peran Terapi Regeneratif Platelet-Rich Plasma (PRP) pada Penanganan Osteoartritis Lutut. Journal of Anaesthesia and Pain. 2020;1(3):18-27. doi:10.21776/ub.jap.2020.001.03.03

Referensi

Dokumen terkait

These elements are:  Rationale  The place of the Mathematics, Mathematics Extension 1, Mathematics Extension 2 Senior Years syllabuses in the K–12 curriculum  Aim  Objectives 

Assuming that there are differences in the treatment of the control class in class X MA.Al-Fatah Palembang students, it can be concluded that the average test scores using STEAM models