• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of PERANAN KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA TERHADAP HUBUNGAN YANG HARMONIS DI JEMAAT GEREJA BETHEL INDONESIA (GBI) KUALANAMU KABUPATEN DELI SERDANG

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "View of PERANAN KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA TERHADAP HUBUNGAN YANG HARMONIS DI JEMAAT GEREJA BETHEL INDONESIA (GBI) KUALANAMU KABUPATEN DELI SERDANG"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA TERHADAP HUBUNGAN YANG HARMONIS DI JEMAAT GEREJA BETHEL INDONESIA (GBI)

KUALANAMU KABUPATEN DELI SERDANG

Oleh:

Dewi Sartika Butar Butar 1) Irene Silviani 2)

Universitas Darma Agung, Medan. 1,2) E-mail:

dewicilis10@yahoo.com 1) irenesilviani@gmail.com 2)

ABSTRACT

This study aims at describing the role of intercultural communication carried out by the GBI Kualanamu congregations who have different cultural backgrounds towards harmony;

describing the role of interpersonal communication carried out by the GBI Kualanamu congregations who have different backgrounds. different cultures towards harmony and;

explaining the supporting and inhibiting factors in conducting intercultural communication carried out by the GBI Kualanamu congregations who have different cultural backgrounds.This research was conducted at GBI Kualanamu, Tanjung Morawa. The research informants were determined based on considering several criteria needed in the study. This research is a descriptive research using qualitative research methods. The theory used is the theory of intercultural communication and interpersonal communication. Primary data were obtained through direct observation and in-depth interviews with informants. While secondary data is obtained from data collection through documents in the form of the internet, photos and matters related to the research topic. The data that has been collected is then analyzed. The results of this study indicate that the differences in the cultural background of the GBI Kualanamu congregation are inseparable from the difficulties in communicating. Differences in perceptions of other cultures can result in the communication process not being smooth. This difference in perception, apart from often causing poor communication, creates feelings of discomfort and misunderstanding. But over time, because of the role of church leaders so that intercultural communication can run well and understanding God's word Fear of God is an important basis in establishing and maintaining harmony within the church environment. The church is one unit in Christ, no matter what tribe, nation or race (1 Corinthians 12:12-27).

Keywords: Intercultural Communication, Interpersonal Communication, Congregation, Church.

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah : (1) Mendeskripsikan peran komunikasi antarbudaya yang dilakukan oleh jemaat-jemaat GBI Kualanamu dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda terhadap keharmonisan.(2) Mendeskripsikan peran komunikasi antarpribadi jemaat-jemaat GBI Kualanamu yang memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda. (3) Menjelaskan mengenai faktor pendukung dan faktor penghambat dalam melakukan komunikasi antar budaya yang dilakukan oleh jemaat-jemaat GBI Kualanamu dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda.

Penelitian ini dilaksanakan di GBI Kualanamu, Tanjung Morawa. Adapun informan penelitian ditentukan berdasarkan dengan mempertimbangkan beberapa kriteria yang dibutuhkan dalam penelitian. Penelitian ini merupakan sebuah penelitian deskriptif dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Teori yang digunakan adalah teori komunikasi antarbudaya dan komunikasi antarpribadi. Data primer diperoleh melalui observasi secara langsung dan

(2)

2 PERANAN KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA TERHADAP HUBUNGAN YANG HARMONIS DI JEMAAT GEREJA BETHEL INDONESIA (GBI) KUALANAMU KABUPATEN DELI SERDANG Dewi Sartika Butar Butar 1) Irene Silviani 2)

wawancara mendalam dengan para informan. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui pengumpulan data melalui dokumen berupa internet, foto dan hal- hal yang berhubungan dengan topik penelitian. Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis. Hasil Penelitian ini menunjukkan tentang perbedaan latar belakang budaya jemaat GBI Kualanamu tidak terlepas dari kesulitan dalam berkomunikasi. Perbedaan persepsi terhadap budaya lain dapat mengakibatkan tidak lancarnya proses komunikasi. Perbedaan persepsi ini, selain sering menyebabkan komunikasi tidak lancar, timbul perasaan tidak nyaman dan kesalahpahaman.

Namun seiring berjalannya waktu, karena peran pemimpin gereja sehingga komunikasi antarbudaya bisa berjalan dengan baik dan pemahaman akan firman Tuhan Takut akan Tuhan adalah dasar penting dalam menjalin dan menjaga keharmonisan dalam lingkungan gereja.

Jemaat adalah satu kesatuan dalam Kristus, tidak peduli apapun suku, bangsa dan rasnya ( 1 korintus 12:12-27).

Kata Kunci: Komunikasi Antarbudaya, Komunikasi Antarpribadi, Jemaat, Gereja.

1. PENDAHULUAN

Gereja Bethel Indonesia (GBI) Kualanamu adalah salah satu gereja di Kabupaten Deli Serdang, tepatnya di Kecamatan Tanjung Morawa. Gereja yang beralamat di jln. Rotan KecamatanTanjung Morawa ini bukan merupakan gereja suku.

Terdapat beberapa etnis dalam jemaat gereja GBI Kualanamu (multietnis) yaitu suku batak toba, suku batak karo, suku batak simalungun, suku nias, dan tionghoa.

Perbedaan budaya jemaat GBI Kualanamu tidak terlepas dari kesulitan dalam berkomunikasi. Perbedaan persepsi terhadap budaya lain dapat mengakibatkan tidak lancarnya proses komunikasi.

Perbedaan perpepsi ini, selain sering menyebabkan komunikasi tidak lancar, timbul perasaan tidak nyaman dan kesalahpahaman.

Komunikasi antar budaya memiliki peran yang sangat penting dalam mengurusi setiap permasalahan perbedaan maupun persamaan dari pelaku – pelaku komunikasi, akan tetapi dalam hal ini komunikasi antarbudaya lebih memfokuskan perhatiannya pada setiap proses komunikasi kepada setiap pelaku komunikasi sehingga menimbulkan suatu interaksi antara komukator dengan komunikan itu sendiri.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Pada dasarnya komunikasi antarbudaya merupakan komunikasi biasa, yang membedakannya adalah perbedaan latar belakang budaya dari komunikator itu sendiri. Sebagai asumsi dasar yang

menyatakan bahwa setiap individu yang memiliki latar belakang budaya yang sama pada umumnya memiliki kesamaan (homogenitas) yang lebih besar dalam hal latar belakang pengalaman secara keseluruhan daripada mereka yang berasal dari kebudayaan yang berbeda. Menurut penjabaran mengenai komunikasi antarbudaya bahwa dalam buku Alo Liliweri, menjelaskan bahwa komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antara individu yang berbeda budayaanya. (Alo liliweri, 2009: 18). Begitu pula gagasan yang disampaikan dalam buku Deddy Mulyana, menjelaskan bahwa Komunikasi antarbudaya adalah suatu proses pertukaran pikiran antara individu yang berbeda budayanya. ( Mulyana, 2010:11).

Komunikasi antar budaya adalah komunikasi antar pribadi yang dilakukan oleh mereka yang berbeda kebudayaannya.

Defenisi lain yang menyatakan bahwa komunikasi antar budaya adalah bahwa sumber dan penerimanya berasal dari budaya yang berbeda. Fred E. Jandt mengartikan komunikasi antar budaya sebagai interaksi tatap muka antara orang – orang yang berbeda budayanya ( intercultural communication generally refersto face to face interaction among people of divers culture). Sedangkan Collier dan Thomas, menyatakan bahwa komunikasi antar budaya “ as communication between person who identity themselves as distict from other in a cultural sense” (Purwasito, 2003:122).

Secara khusus, fungsi komunikasi antarbudaya adalah untuk mengurangi

(3)

ketidakpastian. Untuk mengurangi ketidakpastian seseorang melakukan prediksi sehingga komunikasi bisa berjalan efektif.

Komunikasi antarbudaya memiliki beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam melakukan komunikasi, prinsip tersebut adalah yang sering kita jumpai dalam kehidupan ( Ngalimun, 2019:14) yaitu:

1. Realitas bahasa

Gagasan umum yang menyataka bahwa bahasa sangat mempengaruhi pemikiran dan perilaku adalah paling banyak disuarakan oleh para antropologis.

2. Bahasa sebagai cermin budaya

Bahasa mencerminkan budaya.

Makin besar suatu perbedaan budaya, makin besar pula perbedaan komunikasi antara bahasa maupun isyarat- isyarat nonverbal. Ketika makin besar perbedaan kebudayaan semakin sulit komunikasi dilakukan. Kesulitan ini akan mengakibatkan timbulnya kesalahpahaman, menimbulkan banyak persepsi dan semakin banyak potong kompas ( bypassing).

3. Mengurangi ketidakpastian

Semakin besar suatu perbedaan budaya, semakin besar juga ketidakpastian dan ambiguitas dalam komunikasi.

komunikasi yang kita lakukan selalu berusaha mengurangi ketidakpastian ini sehingga lebih mudah untuk menguraikan, memprediksi dan menjelaskan perilaku orang lain.

4. Kesadaran diri dan perbedaan antarbudaya

Semakin besar perbedaan antarbudaya, semakin besar kesadaran diri partisipan selama melakukan komunikasi.

Positifnya , kesadaran diri ini membuat kita lebih waspada dan membuat kita mencegah untuk mengatakan hal – hal yang tidak patut. Negatifnya, adalah membuat kita sangat berhati- hati , tidak spontan, dan kurang percaya diri.

5. Interaksi Awal dan Perbedaan antarbudaya.

Perbedaan komunikasi antarbudaya sangat penting dalam interaksi awal dan secara berangsur berkurang tingkat kepentinganya ketika hubungan menjadi lebih akrab. Walaupun kita sering kali

menghadapi kemungkinan melakukan persepsi yang salah dan salah menilai orang lain, kemungkinan ini akan membawa dampak yang besar dalam situasi komunikasi antarbudaya.

6. Memaksimalkan Hasil Interaksi

Komunikasi antarbudaya selalu berusaha memaksimalkan hasil interaksi.

Tiga konsekuensi yang dibahas oleh Sunnafrank (1897) mengisyaratkan implikasi yang penting bagi komunikasi antarbudaya. Sebagai contoh orang yang sering berinteraksi dengan orang lain yang mereka perkirakan akan memberikan hasil positif, karena komunikasi yang sulit,

kekungkinan anda mungkin

menghindarinya . Dengan demikian anda akan memilih berbicara dengan rekan sekelas yang banyak kesamaan dengan anda.

Suatu Proses komunikasi antarbudaya tidak terlepas dari suatu hambatan, dan hambatan tersebut seringkali mengganggu prosesnya komunikasi. Hambatan yang sering ditemukan dalam komunikasi antarbudaya adalah:

1. Keanekaragaman dari tujuan- tujuan komunikasi

2. Etnosendtrisme

3. Tidak adanya rasa kepercayaan, komunikasi antarbudaya merupakan proses pertukaran informasi yang peka terhadap kemungkinan terdapatnya ketidakpercayaan antara pihak –pihak yang terlibat.

4.Penarikan diri komunikasi tidak mungkin terjadi apabila salah satu individu secara psikologis menarik diri dari pertemuan yang seharusnya terjadi.

5.Tidak adanya empati.

6.Fokus pada diri sendiri.

Komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi yang berlangsung secara tatap muka antara dua orang atau lebih, baik secara terorganisasi maupun pada kerumunan. Pengertian lain komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi antara orang-orang yang tatap muka yang setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal.

Fokus Komunikasi antarpribadi merupakan action oriented, ialah fokus

(4)

4 PERANAN KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA TERHADAP HUBUNGAN YANG HARMONIS DI JEMAAT GEREJA BETHEL INDONESIA (GBI) KUALANAMU KABUPATEN DELI SERDANG Dewi Sartika Butar Butar 1) Irene Silviani 2)

pada suatu tindakan yang berorientasi pada tujuan tertentu. Tujuan komunikasi antarpribadi diantarnya adalah:

1. Mengungkapkan suatu perhatian terhadap orang lain

2. Menemukan jati diri 1. Menemukan dunia luar

2. Membangun dan mempertahankan hubungan yang harmonis

3. Mempengaruhi suatu sikap dan perilaku 4. Mencari kesenangan hati atau sekedar

menghabiskan waktu

5. Mengurangi kerugian akibat salah komunikasi

6. Memberikan bantuan (konseling) Keefektivan dalam komunikasi antarpribadi didukung oleh beberapa sikap positif, sikap positif yang mendukung dalam komunikasi antarpribadi (Suranto Aw, 2011: 82) yaitu:

1. Keterbukaan (openness) 2. Empati ( Empathy)

3. Sikap mendukung ( supportiveness) 4. Sikap positif ( positiveness)

Komunikasi dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Inti dari komunikasi dan kebudayaan terletak pada cara manusia berkomunikasi. Dalam komunikasi, keharmonisan dalam berkomunikasi sangatlah diperlukan dalam mendukung suatu komunikasi yang efektif sehingga komunikasi dapat berjalan dengan lancar. Jadi suatu komunikasi dikatakan efektif apabila ada rangsangan atas pesan yang disampaikan oleh pelaku komunikasi dapat dipahami oleh penerima pesan.

3. METODE PELAKSANAAN

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.

Metode kualitatif ini adalah pendekatan yang sesuai untuk menggambarkan tujuan dari penelitian ini, yaitu untuk mengetahui komunikasi antar budaya pada jemaat GBI Kualanamu dalam menciptakan hubungan yang harmonis antar jemaat – jemaat gereja.

Dalam buku Robert E. Stake seperti dikutip dari Denzin dan Lincoln yang menyatakan bahwa studi kasus bukannya suatu methodological, tetapi merupakan pilihan atas objek yang akan dipelajari. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah jemaat- jemaat GBI Kualanamu di Tanjung

Morawa, Sumatera Utara. Secara spesifik data ini diperoleh dari Bapak Gembala Pdt.

Mangihut Tua Banjarnahor, beserta Ibu Cerly Damanik selaku ibu gembala GBI Kualanamu serta beberapa jemaat dan pengerja GBI Kualanamu. Penelitian ini dilaksanakan di Gereja Bethel Indonesia (GBI) Kualanamu yang beralamat di Jalan Rotan Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deliserdang Sumatera Utara.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada tahun 2011, GBI Kualanamu awalnya adalah cabang dari GBI Tuan Kadi Marelan yang digembalakan oleh Pdt. Elpin Damanik S.Th, pada awal pelayanan GBI Kualanamu masih Pos PI (Pekabaran Injil) atau yang sekarang disebut bakal jemaat yang beralamat di jln. Kualanamu Tanjung Morawa.

Kerinduan untuk mendirikan gereja timbul karena semakin bertambahnya jumlah jemaat dari waktu ke waktu, sehingga membutuhkan gereja yang tetap.

Pada tahun 2014 Oleh karena kebaikan Tuhan maka GBI Kualanamu resmi menjadi gereja pada tanggal 17 Agustus 2014 yang beralamat di jln. Rotan, Dusun Bangun Sari Baru Kecamatan Tanjung Morawa yang digembalakan oleh Pdt.

Mangihut Tua Banjarnahor S.Th. Beliau juga bekerja di Badan Pekerja Daerah GBI Sumatera Utara- Aceh sebagai ketua pemuda. Pdt. Mangihut Tua Banjarnahor, S.Th berasal dari suku batak toba. Beliau lahir di Sirisi- risi pada 30 juli 1982. Beliau memiliki seorang istri yang berasal dari suku yang berbeda yaitu suku batak simalungun yang bernama Cerly Mariana Damanik, M.Pd.k, selain sebagai ibu gembala, ibu Cerly Mariana Damanik, M.Pd.k, juga bekerja di Sekolah Tinggi Teologi Bethel Medan yaitu sebagai Rektor STT Bethel tersebut. Mereka dikaruniai dua anak, dimana anak pertama namanya Jhon Hagai Banjarnahor dan anak kedua bernama Eunike Banjarnahor. Mereka tinggal di Desa Bangun Sari Baru, Gang Rotan, Dusun XI.

GBI Kualanamu memiliki jemaat 130 jemaat. Jemaat- jemaat yang terdapat digereja ini tidak hanya berasal dari wilayah Tanjung Morawa itu sendiri, akan tetapi

(5)

banyak juga yang berasal dari luar wilayah Tanjung Morawa yaitu dari Marelan (Medan Deli), Simalingkar B (Medan Tuntungan), Tanjung Anom (Deli Serdang), Pancur batu (Deli Serdang) dan berbagai wilayah medan lainnya.

Berdasarkan hasil dari wawancara dari beberapa informan bahwa komunikasi antarbudaya yang terjalin di di GBI Kualanamu bisa dikatakan berjalan dengan baik dimana setiap jemaat mampu menghormati setiap perbedaan budaya di gereja, hal ini terlihat dari hasil wawancara dimana beberapa informan menyampaikan rasa hormat mereka atas perbedaan budaya yang ada. Selain itu guru sekolah minggu juga menyatakan bahwa perannya sangat besar dimana dia harus mengajarkan kepada anak- anak cara menyikapi perbedaan yang ada. Dalam hasil wawancara peneliti juga menemukan bahwa salah satu cara untuk berkomunikasi dengan budaya yang berbeda yaitu dengan tidak memilih-milih teman, apapun latarbelakangnya, suku dan profesinya, jemaat GBI Kualanamu mampu melakukan komunikasi dengan siapapun dalam lingkungan gereja. Disamping itu ada juga hal yang jemaat kurang sukai dari perbedaan budaya yang ada yaitu jika ada satu budaya membuat kelompok sendiri dan menggunakan bahasa daerah, hal inilah yang dirasakan kaum minoritas di gereja ini yaitu etnis tionghoa dimana mereka kurang merasa nyaman karena adanya kelompok budaya yang berbicara dengan bahasa daerah sehingga menyulitkan kaum minoritas untuk berbaur dan melakukan komunikasi dengan jemaat lain.

Dari hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa kesadaran diri atas perbedaan itu sangat penting dan sangat berpengaruh dalam jalanya komunikasi, hal ini dapat dilihat dalam prinsip komunikasi antarbudaya dimana semakin tinggi perbedaan budaya, semakin tinggi pula kesadaran diri para pelaku komunikasi. Hal ini diungkapkan oleh informan penelitian, dimana dia menyadari bahwa GBI adalah gereja multinetnis, sehingga tidak menggunakan bahasa daerah yang akan menyulitkan dia untuk melakukan komunikasi dengan jemaat lain, seperti pada salah satu prinsip komunikasi bahasa

sebagai cermin.

Peneliti temukan mengenai persepsi seperti yang disampaikan oleh informan suku batak karo bahwa seringkali terjadi dalam suatu pertemuan atau rapat adanya budaya yang terlalu dominan, dengan menonjolkan watak masing-masing seolah –olah budaya mereka adalah sebagai tolak ukur dalam memutuskan. Hal ini menunjuk ke salah satu hambatan komunikasi yaitu etnosendtrisme, dimana banyak orang yang menganggap caranya melakukan persepsi terhadap hal-hal disekelilingnya adalah satu-satunya yang paling tepat dan benar.

Komunikasi antarjemaat di GBI Kualanamu bisa dikatakan berjalan dengan baik, dimana setiap jemaat mampu berinteraksi satu dengan yang lain. Selain itu di GBI Kualanamu selalu merangkul setiap jemaat melalui pelayanan sharing, dimana jemaat bisa menyampaikan segala pergumulan mereka begitupula membagikan sukacita, berkat yang mereka rasakan. Komunikasi yang baik juga diterapkan dalam lingkungan anak sekolah minggu, dimana seperti yang disampaikan guru sekolah minggu dalam wawancara bahwa anak sekolah minggu sudah diajarkan bersikap dan berbicara sopan dengan sesama teman dan kepada orang yang lebih tua. Peneliti juga menemukan jemaat yang memiliki pribadi yang tertutup dari kaum minoritas bahwa pertama datang beribadah merasa kesulitan untuk berbaur dengan jemaat lain dikarenakan oleh rasa ketidakpercayaan diri sebagai kaum minoritas di gereja yang membawanya sulit beradaptasi di lingkungan gereja.

Berdasarkan hasil penelitian dijelaskan bahwa perhatian gereja kepada jemaat melalui sharing adalah menunjuk ke salah satu yang menjadi tujuan komunikasi yaitu memberikan perhatian kepada orang lain. Pada komisi pemuda terjalin komunikasi antar pribadi yang cukup baik saling mendukung antara sesama pemuda seperti salah satu efektivitas komunikasi antarpribadi (Suranto Aw, 2011: 82) , Sikap mendukung ( supportiveness). Hubungan antarpribadi yang efektif adalah hubungan komuniasi yang memiliki sikap mendukung (supportiveness). Peneliti juga menemukan

(6)

6 PERANAN KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA TERHADAP HUBUNGAN YANG HARMONIS DI JEMAAT GEREJA BETHEL INDONESIA (GBI) KUALANAMU KABUPATEN DELI SERDANG Dewi Sartika Butar Butar 1) Irene Silviani 2)

dalam hasil penelitian bahwa ada jemaat yang awal bergabung di gereja memiliki kekhawatiran, dan merasa kurang percaya diri sebagai kaum minoritas di gereja sehingga menimbulkan banyak persepsi yang timbul akibat dari sulitnya berkomunikasi. Hal ini menunjukkan bahwa perlunya adaptasi terhadap situasi yang baru agar bisa berbaur dan berinteraksi dengan orang lain.

Dari hasil penelitian ditemukan beberapa yang menjadi faktor pendukung dalam melakukan komunikasi antarbudaya di GBI Kualanamu diantaranya adalah kemampuan berkomunikasi dimana di GBI Kualanamu sebagian besar sudah mampu berkomunikasi dengan baik dengan sesama jemaat gereja. Kemampuan beradaptasi juga menjadi faktor pendukung dalam menunjang lancarnya komunikasi di GBI Kualanamu. Kemampuan beradaptasi sangat diperlukan dalam melakukan komunikasi antarbudaya apalagi jika masuk dalam lingkungan baru. Rasa kekeluargaan sangat perlu dibina dalam lingkungan gereja, dan ini adalah salah satu faktor pendukung dalam proses komunikasi terkhusus komunikasi antarbudaya.

Faktor pendukung lainnya yang sangat berperan penting dalam proses komunikasi adalah adanya ketertarikan dalam komunikasi, ketertarikan ini adalah rasa keingintahuan untuk mengetahui suatu informasi tertentu. Begitupula dengan bahasa juga berperngaruh besar dalam melakukan komunikasi antarbudaya, dimana terdapat perbedaan budaya di gereja berarti memiliki banyak perbedaan lainnya seperti bahasa, karakternya sehingga perlu adanya alat yang bisa mempersatukan dari perbedaan tersebut yaitu salah satunya adalah bahasa indonesia. Faktor pengambat merupakan faktor yang harus diperhatikan agar tidak menghambat proses komunikasi.

Salah satu faktor penghambat adalah etnosendtrisme.

Bahasa merupakan faktor pendukung sekaligus bisa jadi faktor penghambat dalam melakukan komunikasi antarbudaya, sebagai faktor pendukung bahasa digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi dengan orang yang berbeda kebudayaan, dan hal ini menunjuk kepada

prinsip komunikasi antarbudaya bahasa sebagai cermin budaya.

.

5. SIMPULAN

1. Pelaksanaan Komunikasi Antarbudaya tergolong sudah berjalan dengan baik , di mana mayoritas jemaat sudah bisa membuka diri, menyadari bahwa jemaat GBI Kualanamu dengan berbagai suku yang yang memiliki latarbelakang budaya yang berbeda. Namun ditemukan sebagaian kecil, terutama jemaat minoritas masih memiliki persepsi yang berbeda tentang keberagaman suku yang merupakan latar belakang jemaat sehingga menimbulkan ketidaknyaman jemaat minoritas. Kaum minoritas merasa sulit berbaur dengan jemaat lain dan merasa kaum mayoritas yang terlalu dominan dalam segala hal.

2. Komunikasi antarjemaat di GBI Kualanamu, dari hasil wawancara dengan informan sudah selalu berjalan dengan baik, dimana sudah terbentuk budaya organisasi gereja yang diaplikasikan melalui pembinaan dari kelas sekolah minggu (usia dini), baik kaum pemuda untuk dapat bergaul tanpa memilih-milih asal, suku, dan latar belakang yang berbeda.

Selain, itu Gembala gereja juga tetap melakukan dukungan dan perhatian kepada seluruh jemaat, baik kaum minoritas maupun mayoritas.

Namun masih ada sebagian jemaat memiliki pribadi yang tertutup, sulit berbaur dengan jemaat lain walaupun sudah dilakukan upaya melalui pendekatan komunikasi antara pribadi yang sudah dibudayakan dalam lingkungan internal gereja seperti keterbukaan, empati, adanya kesetaraan dalam menyampaikan pendapat.

3. Faktor pendukung sangat mempengaruhi keberhasilan komunikasi antarbudaya di gereja GBI Kualanamu, adalah faktor pendukung tersebut adalah kemampuan berkomunikasi, sikap saling menerima perbedaan, sikap saling menghormati, kemampuan beradaptasi, rasa kekeluargaan, adanya ketertarikan dalam berkomunikasi, bahasa dan lambang, dan pemahaman akan firman Tuhan.

Sedangkan faktor penghambat dalam komunikasi antarbudaya ini adalah etnosendtrisme (persepsi), kurangnya rasa

(7)

kepercayaan, perbedaan bahasa, pengaruh budaya lain.

Saran

1. Perlu ditekankan dalam budaya gereja melalui pesan-pesan komunikasi melalui gembala dan pengerja yang disampaikan kepada jemaat bahwa GBI Kualanamu adalah gereja multietnis. Selain itu, sering dikomunikasikan kepada jemaat tentang pentingnya keterbukaan (disclosure), kesadaran diri umat akan perbedaan suku, dan budaya sehingga jemaat mampu melaksanakan komunikasi antarbudaya yang dibangun di atas adanya pembauran antar jemaat dan saling mengenal dengan jemaat lainnya. Yang dapat diimpelementasikan melalui kegiatan- kegiatan sosial gereja seperti melaksanakan ibadah keluarga, retreat.

2. Diadakan peningkatan pendekatan komunikasi antarpribadi yang sudah dibudayakan dalam lingkungan internal gereja seperti keterbukaan, empati, adanya kesetaraan dalam menyampaikan pendapat. Seperti membudayakan sharing (sehingga umat dapat menyampaikan keluh kesah secara personal), membudayakan senyuman, bertegur sapa antar jemaat.

3. Dilakukan peningkatan faktor pendukung komunikasi antar budaya dengan membudayakan sikap saling menerima perbedaan, sikap saling menghormati, kemampuan beradaptasi, rasa kekeluargaan, adanya ketertarikan dalam berkomunikasi, bahasa dan lambang, dan pemahaman satu dengan yang lain melalui firman Tuhan yang disampaikan kepada jemaat.

Mengurangi hal-hal yang dapat menghambat komunikasi antarbudaya ini adalah etnosendtrisme (persepsi), kurangnya rasa kepercayaan, perbedaan bahasa (penggunaan bahasa daerah), pengaruh budaya lain melalui sosialisasi, kotbah, dan lainnya.

6. DAFTAR PUSTAKA

Aw, Suranto. 2011. Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Aw , Suranto.2010. Komunikasi Sosial Budaya .Yogyakarta : Graha Ilmu.

Burhan, Bungin. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Budyatna, Ganiem. 2011. Komunikasi Antarpribadi. Jakarta: Kencana.

Darmastuti, Rini.2013. Mindfullness dalam Komunikasi Antarbudaya.Yogyakarta:

Buku Litera Yogyakarta.

Devito, Joseph A 2010. Komunikasi Antarmanusia. Penerjemah: Agus Maulana.Jakarta : Profesional Bokks.

Fajar, Marhaeni. 2009. Ilmu Komunikasi Teori &Praktek . Yogyakarta: Graha Ilmu.

Hafied, Cangara. 2002. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Hardjana, M, Agus . 2003. Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal. Karnisius.

Kholil, Syukur.2016. Metodologi Penelitian Komunikasi. Medan: Perdana Publishing.

Krisyantono, Rahmat. 2012. Teknik Praktis Riset Komunikasi.Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Liliweri, Alo. 2009. Makna Budaya Dalam Komunikasi Antar Budaya.

Yogyakarta : PT LKIS Printing Cemerlang.

Ngalimun. 2019. Komunikasi Budaya.

Yogyakarta: Parama Ilmu Yogyakarta.

Mulyana, Deddy. 2011. Komunikasi Lintas Budaya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy. 2014. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : PT. Remaja RosdaKarya.

Mulyana, Rahmat. 2010. Komunikasi Antarbudaya. Bandung: Remaja RosdaKarya.

Purwasito, Andik. 2003. Komunikasi Multikultural. Surakarta: Muhammadiah University Press.

Rachmat, Kriyantono. 2006. Teknis Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Predana Media Group.

Samovar.A. Larry. 2010. Komunikasi Lintas Budaya. Jakarta: Salemba Humaika.

(8)

8 PERANAN KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA TERHADAP HUBUNGAN YANG HARMONIS DI JEMAAT GEREJA BETHEL INDONESIA (GBI) KUALANAMU KABUPATEN DELI SERDANG Dewi Sartika Butar Butar 1) Irene Silviani 2)

Silviani, Irene, 2020. Komunikasi Organisasi. Surabaya: PT. Scopindo Media Pustaka.

Senduk. 1985. Sejarah Gereja Bethel Indonesia. Jakarta: Yayasan Bethel.

Soyomukti, Nurani, 2016. Pengantar Ilmu Komunikasi: Jogjakarta : Ar-Ruzz Media.

Sugiono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Wirartha, Made, I, 2006. Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Skripsi dan Tesis. Yogyakarta: Andi.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan teori kesehatan mental, teori psikologi perkembangan, dan unsur- unsur gerontologi, Ryff (Adiputra & Moningka, 2012) mengemukakan enam dimensi dari

Pekerjaan pemindahan pupuk kompos dari timbangan ke pengayakan dilakukan oleh 1 orang pekerja dengan cara memegang, mengangkat, membawa dan meletakkan secara manual