• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 202 PMK.05 2022

N/A
N/A
nico cappucino

Academic year: 2024

Membagikan " Peraturan Menteri Keuangan Nomor 202 PMK.05 2022"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

SALINAN

PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 202/PMK.05/2022

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 129/PMK.05/2020 TENTANG PEDOMAN PENGELOLMN

BADAN LAYANAN UMUM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG- MAHA ESA MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang a. bahwa untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan pedoman pengelolaan badan layanan umum, perlu dilakukan penyempurnaan terhadap beberapa aspek khususnya mengenai pengelolaan kas dan surplus, pemanfaatan aset, pengelolaan piutang, pejabat pengelola dan dewan pengawas, remunerasi, dan tata kelola dan kinerja;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 129/PMK.05/2020 tentang Pedoman Pengelolaan Badan Layanan Umum;

Mengingat 1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

3. Undang-Undang Nomot 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4502) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia

(2)

Menetapkan

Tahun 2012 Noinor 171, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5340);

5. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);

6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 129/PMK.05/2020 tentang Pedoman Pengelolaan Badan Layanan Umum (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1046);

7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.01/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 954);

MEMUTUSKAN:

PERATURAN MENTER! KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 129/PMK.05/2020 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN BADAN LAYANAN UMUM.

Pasall

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 129/PMK.05/2020 tentang Pedoman Pengelolaan Badan Layanan Umum (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1046) diubah sebagai berikut:

1. Ketentuan angka 9 Pasal 1 diubah, di antara angka 14 dan angka 15 disisipkan 1 (satu) angka, yakni angka 14A, ketentuan angka 42, angka 44, angka 46, dan angka 47 diubah, di antara angka 54 dan angka 55 disisipkan 1 (satu) angka, yakni angka 54A, serta ketentuan angka 62 dan angka 64 diubah sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Badan Layanan Umum yang selanjutnya disingkat BLU adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.

2. Praktik Bisnis yang Sehat adalah penyelenggaraan fungsi organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian layanan yang bermutu dan berkesinambungan.

3. Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum yang selanjutnya disingkat PPK-BLU adalah pola

(3)

fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan Praktik Bisnis yang Sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai pengelolaan keuangan BLU, sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan negara pada umumnya.

4. Pemerintah adalah pemerintah pusat.

5. Menteri/Pimpinan Lembaga adalah pejabat yang bertanggung jawab atas bidang tugas BLU yang bersangkutan.

6. Kementerian Negara/Lembaga adalah kementerian negara/lembaga Pemerintah yang dipimpin oleh Menteri/Pimpinan Lembaga yang bertanggung jawab atas bidang tugas yang diemban oleh suatu BLU.

7. Satuan Kerja Instansi Pemerintah yang selanjutnya disebut Satker adalah setiap kantor atau satuan kerja di lingkungan Pemerintah yang berkedudukan sebagai pengguna anggaran/barang a tau kuasa pengguna anggaran/ barang.

8. Pejabat Pengelola BLU yang selanjutnya disebut Pejabat Pengelola adalah pegawai negeri sipil dan/ atau tenaga profesional nonpegawai negeri sipil yang bertanggung jawab terhadap kinerja operasional dan keuangan BLU, yang terdiri dari pemimpin, pejabat keuangan, dan pejabat teknis, yang sebutannya dapat disesuaikan dengan nomenklatur yang berlaku pada BLU yang bersangkutan.

9. Dewan Pengawas BLU yang selanjutnya disebut Dewan Pengawas adalah organ BLU yang bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Pejabat Pengelola dalam menjalankan pengelolaan BLU dengan didukung oleh Sekretaris Dewan Pengawas yang dapat dibantu oleh Sekretariat Dewan Pengawas, dan dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya dapat dibantu oleh Komite Audit.

10. Pemimpin BLU adalah Pejabat Pengelola yang bertugas sebagai penanggung jawab umum operasional dan keuangan BLU.

11. Pejabat Keuangan BLU yang selanjutnya disebut Pejabat Keuangan adalah Pejabat Pengelola yang berfungsi sebagai penanggung jawab keuangan BLU.

12. Pejabat Teknis BLU yang selanjutnya disebut Pejabat Teknis adalah Pejabat Pengelola yang berfungsi sebagai penanggung jawab teknis di bidang masing-masing pada BLU.

13. Sekretaris Dewan Pengawas BLU yang selanjutnya disebut Sekretaris Dewan Pengawas adalah orang

(4)

perseorangan yang diangkat untuk mendukung penyelenggaraan tugas Dewan Pengawas.

14. Komite Audit adalah komite yang dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada Dewan Pengawas untuk membantu pelaksanaan tugas dan fungsi Dewan Pengawas.

14A. Sekretariat Dewan Pengawas BLU yang selanjutnya disebut Sekretariat Dewan Pengawas adalah orang perseorangan dan/ a tau tim yang diangkat untuk membantu Sekretaris Dewan Pengawas dalam penyelenggaraan tugas teknis dan administratif kesekretariatan Dewan Pengawas.

15. Pegawai BLU yang selanjutnya disebut Pegawai adalah pegawai negeri sipil dan/ atau tenaga profesional nonpegawai negeri sipil yang mendukung kinerja BLU sesuai dengan kebutuhan BLU.

16. Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga yang selanjutnya disingkat RKA-K/L adalah dokumen rencana keuangan tahunan Kementerian Negara/Lembaga yang disusun menurut Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga.

17. Rencana Strategis Bisnis BLU yang selanjutnya disingkat RSB adalah dokumen perencanaan lima tahunan yang disusun oleh Pemimpin BLU dengan mengacu kepada rencana strategis Kementerian Negara/Lembaga.

18. Rencana Bisnis dan Anggaran BLU yang selanjutnya disingkat RBA adalah dokumen perencanaan bisnis dan penganggaran yang berisi program, kegiatan, target kinerja, dan anggaran suatu BLU.

19. RBA Definitif adalah RBA yang telah disesuaikan dengan RKA-K/L dan Peraturan Presiden mengena1 rincian anggaran pendapatan dan belanja negara yang telah disahkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga.

20. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Petikan BLU yang selanjutnya disebut DIPA Petikan BLU adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran per Satker BLU yang dicetak secara otomatis melalui sistem, yang berisi mengenai informasi kinerja, rincian pengeluaran, rencana penarikan dana dan perkiraan penerimaan, dan catatan, yang berfungsi sebagai dasar dalam pelaksanaan kegiatan Satker BLU.

21. Pola Anggaran Fleksibel adalah pola anggaran yang belanjanya dapat bertambah atau berkurang dari yang dianggarkan sepanjang pendapatan terkait bertambah atau berkurang setidaknya proporsional.

(5)

22. Persentase Ambang Batas adalah besaran persentase realisasi belanja yang diperkenankan melampaui anggaran dalam DIPA Petikan BLU.

23. Ikhtisar RBA adalah ringkasan RBAyang berisikan program, kegiatan dan sumber pendapatan, dan jenis belanja serta pembiayaan sesuai dengan

format RKA-K/L dan format DIPA Petikan BLU.

24. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/ atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

25. Rekening Operasional BLU adalah rekening lainnya dalam bentuk giro milik BLU yang dipergunakan untuk menampung seluruh penerimaan atau membayar seluruh pengeluaran BLU yang dananya bersumber dari penerimaan negara bukan pajak BLU pada Bank Umum.

26. Rekening Operasional Penerimaan BLU adalah Rekening Operasional BLU yang dipergunakan untuk menampung seluruh penerimaan BLU yang dananya bersumber dari penerimaan negara bukan pajak BLU pada Bank Umum.

27. Rekening Operasional Pengeluaran BLU adalah Rekening Operasional BLU yang dipergunakan untuk membayar seluruh pengeluaran BLU yang dananya bersumber dari penerimaan negara bukan pajak BLU pada Bank Umum.

28. Rekening Pengelolaan Kas BLU adalah rekening lainnya milik BLU yang dapat berbentuk deposito pada Bank Umum dan/atau rekening pada bank kustodian untuk penempatan idle cash yang terkait dengan pengelolaan kas BLU.

29. Rekening Dana Kelolaan BLU adalah rekening lainnya dalam bentuk giro milik BLU yang dipergunakan untuk menampung dana yang tidak dapat dimasukkan ke dalam Rekening Operasional BLU dan Rekening Pengelolaan Kas BLU pada Bank Umum, untuk menampung dana yang dapat berasal dari alokasi bagian anggaran bendahara umum negara, salah satunya dana bergulir dan/atau dana yang belum menjadi hak BLU.

30. Beauty Contest adalah metode pemilihan penyedia jasa lainnya dengan mengundang seseorang/pelaku usaha untuk melakukan peragaan/pemaparan profil perusahaan yang dilakukan karena alasan efektivitas dan efisiensi dengan berpedoman pada aturan yang ditetapkan oleh Pemimpin BLU.

31. Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah dan/ atau hak Pemerintah yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah.

(6)

32.

33.

34.

35.

36.

37.

38.

39.

40.

41.

Piutang BLU adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada BLU dan/ atau hak BLU yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah.

Panitia Urusan Piutang Negara yang selanjutnya disingkat PUPN adalah panitia yang bersifat interdepartemental dan bertugas mengurus Piutang Negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960.

Penanggung Utang kepada BLU yang selanjutnya disebut Penanggung Utang adalah badan atau orang yang berutang kepada BLU menurut peraturan, perjanjian atau sebab apapun termasuk badan atau orang yang menjamin seluruh penyelesaian u tang penanggung u tang.

PSBDT adalah Piutang Negara Sementara Belum Dapat Ditagih.

Pinjaman BLU yang selanjutnya disebut Pinjaman adalah semua transaksi yang mengakibatkan BLU menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga BLU tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali.

Perjanjian Pinjaman adalah naskah perjanjian atau naskah lain yang dipersamakan yang memuat kesepakatan mengenai Pinjaman antara BLU dengan pemberi Pinjaman.

Aset BLU adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/ atau dimiliki oleh BLU sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/ atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh serta dapat diukur dalam satuan uang, dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.

Aset Lancar BLU adalah Aset BLU yang diperkirakan akan direalisasi atau dimiliki untuk dijual atau digunakan dalamjangka waktu 12 (dua belas) bulan, dimiliki untuk diperdagangkan atau untuk tujuan jangka pendek yang diharapkan akan direalisasi dalamjangka waktu 12 (dua belas) bulan dari tanggal neraca, dan/atau berupa kas atau setara kas yang penggunaannya tidak dibatasi, meliputi kas dan setara kas, investasi jangka pendek, piutang usaha, piutang lain-lain, persediaan, uang muka, dan biaya dibayar di muka.

Aset Tetap BLU adalah Aset BLU yang berwujud dan mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan, atau dimaksudkan untuk digunakan, dalam kegiatan Pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum.

Aset Lainnya BLU adalah Aset BLU selain Aset Lancar BLU, investasi jangka panjang BLU, dan

(7)

4 2. Pemanfaatan Aset adalah pendayagunaan Aset BLU dan/ atau aset milik pihak lain untuk kegiatan yang terkait atau dalam rangka mendukung pelaksanaan Togas dan Fungsi BLU, melalui kerja sama antara BLU dengan pihak lain yang dituangkan dalam naskah perjanjian dengan tidak mengubah status kepemilikan.

43. Kerja Sama Sumber Daya Manusia dan/ atau Manajemen yang selanjutnya disebut KSM adalah pendayagunaan Aset BLU dan/ atau aset milik pihak lain dengan mengikutsertakan sumber daya manusia dan/atau kemampuan manajerial dari BLU dan/ atau pihak lain, dalam rangka mengembangkan kapasitas layanan dan meningkatkan daya guna, nilai tambah, dan manfaat ekonomi dari Aset BLU.

44. Mitra Pemanfaatan Aset atau KSM yang selanjutnya disebut Mitra adalah pihak lain yang melakukan perikatan dengan BLU dalam rangka Pemanfaatan Aset atau KSM.

45. Tugas dan Fungsi BLU adalah kegiatan/ aktivitas yang dilaksanakan oleh Pejabat Pengelola dan/ atau Pegawai pada BLU dalam rangka memberikan dan/ atau meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan struktur organisasi dan tata kerja pada BLU yang telah ditetapkan Menteri/Pimpinan Lembaga.

46. Pemanfaatan Aset Tanah dan Bangunan adalah pendayagunaan atas tanah dan/ atau gedung dan bangunan milik BLU untuk digunakan BLU dan/ atau Mitra, sesuai dengan perjanjian.

47. Pemanfaatan Aset Selain Tanah dan/ atau Bangunan adalah pendayagunaan atas aset selain tanah dan/ atau bangunan yang dikuasai atau dimiliki oleh BLU untuk digunakan BLU dan/ a tau Mitra, sesuai dengan perjanjian.

48. Kas Negara adalah tempat menyimpan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara.

49. Dana Kelolaan adalah dana yang dikelola oleh BLU yang bersumber dari bagian anggaran bendahara umum negara pengelolaan investasi Pemerintah.

50. Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh kantor pelayanan perbendaharaan negara selaku kuasa bendahara umum negara untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara berdasarkan surat perintah membayar.

51. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kuasa dari bendahara umum negara

(8)

untuk melaksanakan sebagian fungsi kuasa bendahara umum negara.

52. Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari pengguna anggaran untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/ Lembaga yang bersangkutan.

53. Surat Keterangan Telah Dibukukan yang selanjutnya disingkat SKTB adalah surat keterangan yang diterbitkan oleh KPPN yang menyatakan bahwa surplus anggaran dan/atau Dana Kelolaan telah disetor dan dibukukan KPPN.

54. Tata Kelola yang Baik pada BLU yang selanjutnya disebut Tata Kelola yang Baik adalah suatu sistem yang dirancang untuk mengarahkan pengelolaan BLU berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, dan kewajaran, untuk pencapaian penyelenggaraan kegiatan BLU yang memperhatikan kepentingan setiap pihak yang terkait dalam penyelenggaraan kegiatan BLU, berlandaskan peraturan perundang-undangan dan Praktik Bisnis yang Sehat.

54A. Penilaian Tata Kelola dan Kinerja BLU adalah suatu cara dalam menilai pengelolaan BLU dengan menggunakan basis hasil dan proses pada aspek dan indikator yang selaras dan ekuivalen untuk seluruh BLU berdasarkan prinsip dasar penilaian maturitas yang terdiri atas 5 (lima) tingkatan utama.

55. Nilai Omzet adalah jumlah seluruh pendapatan operasional yang diterima oleh BLU yang berasal dari jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat, hasil kerja sama BLU dengan pihak lain dan/ a tau hasil usaha lainnya, dalam satu tahun anggaran.

56. Nilai Aset adalah jumlah aset yang tercantum dalam neraca BLU pada akhir suatu tahun buku tertentu.

57. Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh Pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

58. Pengawasan Intern adalah suatu kegiatan pemberian keyakinan dan konsultasi yang bersifat independen dan objektif, dengan tujuan untuk meningkatkan nilai dan memperbaiki operasional BLU, melalui pendekatan yang sistematis, dengan cara mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas

(9)

manajemen risiko, pengendalian, dan proses tata kelola BLU.

59. Satuan Pengawasan Intern BLU yang selanjutnya disingkat SPI adalah unit kerja BLU yang menjalankan fungsi pengawasan intern.

60. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

61. Gaji adalah imbalan kerja berupa uang yang bersifat tetap yang diterima oleh Pejabat Pengelola dan Pegawai setiap bulan.

62. Honorarium adalah imbalan kerja berupa uang yang bersifat tetap, yang diterima oleh Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas, anggota Komite Audit, dan anggota Sekretariat Dewan Pengawas setiap bulan.

63. Tunjangan Tetap adalah imbalan kerja berupa uang yang bersifat tambahan pendapatan di luar Gaji, yang diterima oleh pimpinan BLU setiap bulan.

64. lnsentif adalah imbalan kerj a berupa uang yang bersifat tambahan pendapatan di luar Gaji/Honorarium, yang diterima oleh Pejabat Pengelola, Pegawai, Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas, anggota Komite Audit, dan anggota Sekretariat Dewan Pengawas.

65. Hari Raya adalah Hari Raya Idul Fitri.

2. Setelah ketentuan ayat (10) Pasal 4 ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (11) sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 4

(1)

BLU beroperasi sebagai unit kerja Kementerian Negara/Lembaga untuk tujuan pemberian layanan um um yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh instansi induk yang bersangkutan.

(2) Kementerian Negara/Lembaga tetap bertanggung jawab atas pelaksanaan kewenangan yang didelegasikannya kepada BLU dan menjalankan peran pengawasan terhadap kinerja BLU dan pelaksanaan kewenangan yang didelegasikan.

(3) BLU merupakan bagian perangkat pencapaian tujuan Kementerian Negara/Lembaga dan karenanya status hukum BLU tidak terpisah dari Kementerian Negara/Lembaga sebagai instansi induk.

(4) Menteri/Pimpinan Lembaga bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan umum yang didelegasikannya kepada BLU dari segi manfaat layanan yang dihasilkan.

(5) Layanan BLU dapat diarahkan untuk menghasilkan manfaat yang mendukung

(10)

(6) Pejabat yang ditunjuk mengelola BLU bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan pemberian layanan umum yang didelegasikan kepadanya oleh Menteri/Pimpinan Lembaga.

(7) BLU menyelenggarakan kegiatannya tanpa mengutamakan pencarian keuntungan.

(8) Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja BLU disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja Kementerian Negara/Lembaga.

(9) BLU mengelola penyelenggaraan layanan umum sejalan dengan Praktik Bisnis yang Sehat.

(10) Dalam rangka mewujudkan konsep bisnis yang sehat, BLU harus senantiasa meningkatkan efisiensi dan produktivitas yang dapat berupa kewenangan merencanakan dan menetapkan kebutuhan sumber daya yang dibutuhkan.

(11) Kekayaan BLU merupakan kekayaan negara yang tidak dipisahkan serta dikelola dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan BLU.

3. Ketentuan ayat (1) Pasal 6 diubah dan setelah ketentuan ayat (2) Pasal 6 ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (3) sehingga Pasal 6 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 6

(1) Persyaratan substantif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a terpenuhi apabila Satker menyelenggarakan jenis pelayanan umum berupa:

a. penyediaan barang dan/ atau jasa pelayanan umum yang dapat berupa bidang kesehatan, bidang pendidikan, dan bidang lainnya;

b. pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum yang dapat berupa badan pengusahaan kawasan, otorita, dan kawasan pengembangan ekonomi terpadu; dan/ a tau

c. pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/ a tau pelayanan kepada masyarakat yang dapat berupa lembaga/badan pengelolaan dana investasi, dana bergulir, dan dana abadi pendidikan.

(2) Pelayanan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan:

a. pelayanan umum yang bersifat operasional sesuai dengan tugas dan fungsi Satker; dan b. pelayanan umum yang menghasilkan

pendapatan.

(3) Pelayanan umum yang menghasilkan pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b

(11)

dibuktikan dengan dokumen rencana tarif layanan.

4. Setelah ketentuan ayat (2) Pasal 11 ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (3) sehingga Pasal 11 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 11

(1) Menteri Keuangan melakukan penilaian terhadap usulan penetapan penerapan PPK-BLU yang diajukan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.

(2) Penilaian oleh Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. pengujian yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan terhadap pemenuhan persyaratan substantif, pemenuhan persyaratan teknis, dan pemenuhan persyaratan administratif; dan b. penilaian yang dilakukan oleh tim penilai

terhadap dokumen persyaratan administratif.

(3) Kewenangan untuk menunjuk tim penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat dilimpahkan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.

5. Di antara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 13 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (la) dan ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 13 diubah, sehingga Pasal 13 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 13

(1) Penilaian terhadap dokumen persyaratan administratif yang dilakukan oleh tim penilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf b dilakukan dengan mempertimbangkan hasil pengujian yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.

(la) Dalam hal terdapat perintah perbaikan dokumen persyaratan administratif oleh tim penilai, Satker menyampaikan perbaikan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan dengan ditembuskan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga pengusul paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah ditetapkannya surat perintah perbaikan dokumen persyaratan administratif.

(2) Hasil penilaian oleh tim penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa rekomendasi:

a. penetapan penerapan PPK-BLU berupa pemberian status BLU, dalam hal dokumen persyaratan administratif dan hasil perbaikan dinyatakan telah mendapatkan persetujuan Tim Penilai; atau

b. penolakan, dalam hal dokumen persyaratan

(12)

Tim Penilai atau Satker tidak menyampaikan perbaikan dokumen persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (la).

(3) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling sedikit memuat:

a. informasi mengenai Satker;

b. jenis dan bidang pelayanan umum Satker;

c. hasil penilaian persyaratan administratif. dan (4) Tim penilai menyampaikan hasil rekomendasi

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.

6. Di antara Pasal 14 dan Pasal 15 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 14A sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 14A

Ketentuan mengenai persyaratan dan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 14 berlaku mutatis mutandis terhadap pembentukan BLU yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

7. Ketentuan Pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 15

Menteri Keuangan dapat mencabut penerapan PPK-BLU berdasarkan:

a. hasil monitoring dan evaluasi serta Penilaian Tata Kelola dan Kinerja BLU yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan; dan/ atau b. usulan dari Menteri/Pimpinan Lembaga.

8. Ketentuan ayat (1) Pasal 16 diubah dan ketentuan ayat (5) Pasal 16 dihapus, sehingga Pasal 16 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 16

(1) Penerapan PPK-BLU dapat dicabut, apabila berdasarkan:

a. hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan, BLU tidak lagi memenuhi persyaratan substantif, persyaratan teknis, dan/ atau persyaratan administratif;

b. hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan, BLU tidak mengikuti ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang pengelolaan keuangan BLU; dan/ atau

(13)

c. hasil Penilaian Tata Kelola dan Kinerja BLU yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan, BLU dikelompokkan dalam kriteria buruk dan/ atau tidak mencapai ambang batas nilai yang ditentukan.

(2) BLU tidak lagi memenuhi persyaratan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a apabila pelayanan umum yang diberikan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 6.

(3) BLU tidak lagi memenuhi persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a apabila tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 7.

(4) BLU tidak lagi memenuhi persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a apabila tidak mencapai target sesuai dengan rencana pencapaian kinerja yang tercantum dalam dokumen persyaratan administratif yang disampaikan pada saat pengusulan penetapan penerapan PPK-BLU.

(5) Dihapus.

9. Ketentuan ayat (1) Pasal 17 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 17

(1) Dalam hal berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan, BLU:

a. tidak lagi memenuhi persyaratan substantif, persyaratan teknis, dan/ atau persyaratan administratif;

b. tidak mengikuti ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang pengelolaan keuangan BLU; dan/ atau

c. berdasarkan hasil penilaian kinerja BLU dan/ atau hasil Penilaian Tata Kelola dan Kinerja BLU dikelompokkan dalam kriteria buruk dan/ a tau tidak mencapai ambang batas nilai yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16,

Direktur Jenderal Perbendaharaan memberikan surat peringatan kepada BLU.

(2) BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan tenggang waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima untuk melakukan pemenuhan persyaratan substantif, persyaratan teknis, dan/ atau persyaratan administratif, mengikuti ketentuan peraturan perundangan- undangan di bidang pengelolaan keuangan BLU, dan/ atau memperbaiki kinerja dan/ atau tata kelola.

(3) Apabila setelah tenggang waktu sebagaimana

(14)

memenuhi persyaratan substantif, persyaratan teknis, dan/ a tau persyaratan administratif, tidak mengikuti ketentuan peraturan perundangan- undangan di bidang pengelolaan keuangan BLU, dan/ atau tidak menunjukkan peningkatan kinerja dan/ atau tata kelola, Direktur Jenderal Perbendaharaan dapat mengusulkan pencabutan penerapan PPK-BLU kepada Menteri Keuangan melalui tim penilai.

10. Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 18 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 18

(1) Tim penilai melakukan penilaian terhadap usulan pencabutan penerapan PPK-BLU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 7 ayat (3).

(2) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan hasil monitoring dan evaluasi serta penilaian kinerja yang dilakukan oleh Direktorat J enderal Perbendaharaan dan/atau hasil Penilaian Tata Kelola dan Kinerja BLU.

(3) Berdasarkan hasil penilaian, tim penilai memberikan rekomendasi pencabutan status BLU yang paling sedikit memuat:

a. informasi mengenai BLU;

b. jenis dan bidang pelayanan umum BLU; dan c. hasil penilaian.

(4) Tim penilai menyampaikan hasil rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.

11. Ketentuan ayat (2) Pasal 22 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal22

(1) Satker yang telah dicabut penerapan PPK-BLU-nya oleh Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a dan huruf b diberikan masa transisi dalam rangka peralihan menjadi Satker yang tidak menerapkan PPK-BLU.

(2) Hal-hal yang diselesaikan dalam masa transisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit sebagai berikut:

a. pembentukan penanggung jawab likuidasi;

b. penyelesaian likuidasi terhadap status kepegawaian, dokumen pelaksanaan anggaran, dan struktur organisasi Satker pasca pencabutan penerapan PPK-BLU;

c. penyelesaian hak dan kewajiban Satker, termasuk hak dan kewajiban Satker terkait dengan kerja sama dengan pihak ketiga;

d. penyusunan laporan keuangan atas penyelesaian hak dan kewajiban sampai

(15)

dengan penyajian aset dan kewajiban pada neraca bersaldo nihil; dan

e. penyampaian usulan jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak dalam hal berubah status menjadi Satker penerimaan negara bukan pajak.

(3) Masa transisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal Keputusan Menteri Keuangan mengenai penetapan pencabutan penerapan PPK- BLU Satker berkenaan ditetapkan.

12. Di antara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 27 disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (la) dan ayat (lb), serta ketentuan ayat (2) Pasal 27 diubah sehingga Pasal 27 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 27

(1) Dalam hal terdapat perubahan jenis pelayanan umum BLU, Menteri/Pimpinan Lembaga mengajukan usulan penetapan kembali sebagai Satker yang menerapkan PPK-BLU kepada Menteri Keuangan, dengan mengikuti ketentuan mengenai pengajuan, penilaian dan penetapan usulan penerapan PPK-BLU, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.

(la) Perubahan jenis pelayanan umum BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perubahan jenis dan bidang pelayanan umum sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1).

(lb) Selain kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (la), penilaian ulang dapat dilakukan terhadap perubahan jenis pelayanan umum berdasarkan hasil analisis Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan.

(2) Dalam hal terdapat perubahan nomenklatur BLU namun tidak berakibat pada perubahan jenis pelayanan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (la), Menteri/Pimpinan Lembaga mengajukan usulan perubahan Keputusan Menteri Keuangan mengenai penetapan Satker yang menerapkan PPK-BLU kepada Menteri Keuangan, dengan melampirkan penetapan menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi mengenai perubahan nomenklatur BLU dan peraturan Menteri/Pimpinan Lembaga mengenai organisasi dan tata kerja BLU.

(3) Dalam hal perubahan nomenklatur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan perubahan kode unik bagian anggaran, kode unik unit eselon I, dan/atau kode unik Satker, Satker yang menerapkan PPK-BLU melakukan proses likuidasi administrasi terhadap Satker lama paling sedikit sebagai berikut:

(16)

b. penyelesaian likuidasi terhadap dokumen pelaksanaan anggaran;

c. penyelesaian hak dan kewajiban; dan

d. penyusunan laporan keuangan atas penyelesaian hak dan kewajiban sampai dengan penyajian aset dan kewajiban pada neraca bersaldo nihil.

13. Pasal 28 dihapus.

14. Ketentuan ayat (3) Pasal 31 diubah dan di antara ayat (3) dan ayat (4) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (3a) sehingga Pasal 31 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 31

(1) BLU dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan dalam bentuk tarif.

(2) Tarif layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhitungkan seluruh biaya yang dikeluarkan oleh BLU untuk menghasilkan barang/jasa layanan.

(3) Tarif layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun atas dasar perhitungan biaya per unit layanan, hasil per investasi dana, dan/ atau kebijakan Pemerintah.

(3a) Kebijakan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berupa:

a. kepentingan nasional dan kesinambungan pengelolaan sumber daya alam antargenerasi;

b. hubungan atau perjanjian internasional;

c. perlindungan kesejahteraan masyarakat;

d. peningkatan kegiatan ekonomi nasional;

e. program pembangunan nasional;

f. pengelolaan keuangan negara; dan/ a tau g. arahan presiden.

(4) Penetapan tarif layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

a. tarif layanan lebih besar dari seluruh biaya yang telah dikeluarkan untuk menghasilkan barang/jasa layanan;

b. tarif layanan sama dengan seluruh biaya yang telah dikeluarkan untuk menghasilkan barang/jasa layanan; dan/atau

c. tarif layanan lebih kecil dari seluruh biaya yang telah dikeluarkan untuk menghasilkan barang/jasa layanan.

15. Di antara Pasal 37 dan Pasal 38 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 37A sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 37A

Penyusunan Rancangan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tarif BLU dilakukan sesuai dengan teknik

(17)

16. Pasal 43 dihapus.

17. Ketentuan ayat (1), ayat (2), ayat (6), dan ayat (7) Pasal 44 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal44

(1) BLU menyusun RSB 5 (lima) tahunan dengan mengacu kepada rencana strategis Kementerian Negara/Lembaga dan/ atau surat Menteri/

Pimpinan Lembaga mengenai kebijakan strategis Kementerian Negara/Lembaga untuk periode RSB yang akan disusun.

(2) RSB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:

a. keterkaitan dengan rencana strategis Kementerian Negara/Lembaga dan/ atau kebijakan strategis Kementerian Negara/Lembaga;

b. visi, misi, program, sasaran strategis;

c. evaluasi pelaksanaan RSB sebelumnya;

d. analisis strategis bisnis BLU; dan

e. RSB yang dirinci S' (lima) tahun dan indikator kinerja yang terukur.

(3) Format RSB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri

1n1.

(4) RSB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Pemimpin BLU dan Dewan Pengawas.

(5) Dalam hal BLU tidak mempunyai Dewan Pengawas, RSB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Pemimpin BLU dan pejabat yang ditunjuk oleh Menteri/Pimpinan Lembaga.

(6) Pemimpin BLU menyampaikan RSB kepada Menteri/Pimpinan Lembaga dan Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan paling lama 2 (dua) bulan sejak berakhirnya periode RSB sebelumnya.

(7) Dalam hal terjadi perubahan Rencana Strategis dan/ atau kebijakan strategis Kementerian Negara/Lembaga yang berdampak pada RSB dan/ atau kondisi yang menyebabkan perlunya penyesuaian target capaian dalam RSB, Pemimpin BLU melakukan revisi RSB dimaksud paling lama 2 (dua) bulan sejak perubahan rencana strategis Kementerian Negara/Lembaga dan/ atau kebijakan strategis Kementerian Negara/Lembaga.

(8) Revisi RSB sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditandatangani oleh Pemimpin BLU dan Dewan Pengawas.

(9) Dalam hal BLU tidak mempunyai Dewan Pengawas, revisi RSB sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditandatangani oleh Pemimpin BLU dan

(18)

pejabat yang ditunjuk oleh Menteri/Pimpinan Lembaga.

(10) Pemimpin BLU menyampaikan RSB kepada Menteri/Pimpinan Lembaga dan Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah ditandatanganinya RSB yang telah direvisi.

18. Ketentuan ayat (2) Pasal 45 diubah, di antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (2a) dan ayat (2b), serta ketentuan ayat (8) Pasal 45 diubah sehingga Pasal 45 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 45

(1) BLU menyusun RBA tahunan dengan mengacu kepada RSB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1).

(2) RBA tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:

a. seluruh program dan kegiatan;

b. indikator kinerja utama;

c. target kinerja;

d. kondisi kinerja BLU tahun berjalan;

e. asumsi mikro dan makro;

f. kebutuhan belanja dan kemampuan pendapatan;

g. estimasi saldo awal kas dan estimasi saldo akhir kas BLU;

h. perkiraan beban;

1. prakiraan maju (forward estimate); dan j. ambang batas.

(2a) RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Pemimpin BLU dan Dewan Pengawas.

(2b) Dalam hal BLU tidak mempunyai Dewan Pengawas, RBA ditandatangani oleh Pemimpin BLU dan pejabat yang ditunjuk oleh Menteri/Pimpinan Lembaga.

(3) Target kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan target yang terukur, dapat dicapai, relevan dengan tenggat waktu yang jelas berdasarkan kemampuan dan potensi BLU yang dijabarkan dalam aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan BLU disertai dengan indikator keberhasilan dan kebutuhan anggarannya.

(4) RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan:

a. basis kinerja dan perhitungan akuntansi biaya menurutjenis layanannya; dan

b. kebutuhan dan kemampuan pendapatan yang diperkirakan akan diterima.

(5) Basis kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara target kinerja yang direncanakan dan biaya yang dibutuhkan

(19)

termasuk pemenuhan pendanaannya, serta efisiensi dalam pencapaian kinerja.

(6) Perhitungan akuntansi biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a paling sedikit menyajikan perhitungan biaya langsung dan biaya tidak langsung berdasarkan standar biaya yang ditetapkan oleh Pemimpin BLU.

(7) Dalam hal BLU belum menyusun standar biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (6), BLU menggunakan standar biaya yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

(8) Kemampuan Pendapatan BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b terdiri dari:

a. penerimaan anggaran yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (rupiah murni);

b. penerimaan negara bukan pajak BLU; dan c. pendapatan hibah BLU.

(9) Penyusunan target pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf b mempertimbangkan:

a. target volume layanan dan tarif layanan;

b. pengembangan layanan;

c. target dan realisasi pendapatan 2 (dua) tahun anggaran sebelumnya; dan

d. kondisi-kondisi yang memengaruhi pencapaian target pendapatan.

19. Ketentuan ayat (1) Pasal 46 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 46

(1) Rencana belanja BLU yang dicantumkan ke dalam RBA mencakup belanja yang didanai dari anggaran pendapatan dan belanja negara (rupiah murni), belanja yang didanai dari pendapatan BLU, termasuk penggunaan saldo awal kas BLU.

(2) Dalam hal belanja lebih besar dari pendapatannya, BLU memprioritaskan penggunaan saldo awal kas.

20. Ketentuan ayat (2) Pasal 47 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal47

(1) RBA menganut Pola Anggaran Fleksibel dengan suatu Persentase Ambang Batas tertentu.

(2) Pola Anggaran Fleksibel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya digunakan untuk belanja yang bersumber dari penerimaan negara bukan pajak BLU dan pendapatan hibah BLU.

(3) Persentase Ambang Batas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung tanpa memperhitungkan saldo awal kas.

(4) Penetapan Persentase Ambang Batas sebagaimana

(20)

dan realisasi pendapatan/belanja serta fluktuasi kegiatan operasional BLU.

(5) Persentase Ambang Batas belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan dalam RKA- K/L dan DIPA Petikan BLU.

(6) Pencantuman ambang batas dalam RKA-K/L dan DIPA Petikan BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat berupa keterangan atau catatan yang memberikan informasi besaran Persentase Ambang Batas.

21. Di antara Pasal 4 7 dan Pasal 48 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 4 7 A dan Pasal 47B sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 47A

(1) Dalam rangka penyusunan pagu indikatif, Pemimpin BLU menyampaikan RBA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan dan Menteri/Pimpinan Lembaga c.q. pejabat eselon I yang ditunjuk Menteri/Pimpinan Lembaga sebagai pembina teknis paling lambat pada akhir Desember 2 (dua) tahun sebelum tahun pelaksanaan RBA.

(2) Dalam hal BLU penyusun RBA menggunakan standar biaya berdasarkan perhitungan akuntansi biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (6), penyampaian RBA disertai dengan usulan standar pelayanan minimal, tarif layanan, dan/ atau standar biaya tersebut dengan dilampiri surat pernyataan tanggungjawab mutlak.

Pasal 47B

(1) Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perbendaharaan melakukan analisis terhadap RBA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 7 A.

(2) Analisis RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan aspek paling sedikit meliputi:

a. produktivitas meliputi perbandingan antara keluaran yang dicapai (output) dengan sumber daya yang digunakan (input), peningkatan kualitas dan kuantitas layanan, target pendapatan, serta ras10 sumber daya manusia;

b. efisiensi meliputi kebijakan untuk mengoptimalkan belanja dibandingkan dengan keluaran (output) layanan, proporsi pendapatan operasional dan belanja operasional, serta proporsi per jenis belanja;

c. inovasi meliputi adanya ide/gagasan untuk meningkatkan layanan u tama dan penunjang, optimalisasi aset, penggunaan teknologi informasi, serta modernisasi BLU;

dan

(21)

d. keselarasan/kesesuaian meliputi kesesuaian dengan RSB, kesesuaian dengan indikator kinerja (key performance indicators) BLU, dan prioritas pembangunan.

(3) Dalam melakukan analisis RBA, Direktorat Jenderal Perbendaharaan melibatkan Direktorat Jenderal Anggaran serta dapat melibatkan Kementerian Negara/Lembaga dan/atau BLU.

(4) Hasil analisis RBA memuat paling sedikit meliputi:

a. besaran target penerimaan negara bukan pajak BLU;

b. besaran rencana belanja; dan

c. informasi kesesuaian indikator kinerja (key performance indicators) BLU dengan RSB dan prioritas pembangunan.

(5) Hasil analisis RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian Negara/Lembaga, dan BLU, serta dijadikan sebagai dasar penyusunan alokasi anggaran BLU termasuk penentuan target penerimaan negara bukan pajak BLU.

22. Ketentuan ayat (1) Pasal 48 diubah dan ketentuan ayat (2) Pasal 48 dihapus, sehingga Pasal 48 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 48

(1) Dalam rangka penggabungan ke dalam RKA-K/L, RBA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47B disertai Ikhtisar RBA.

(2) Dihapus.

23. Ketentuan ayat (3) Pasal 49 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal49

(1) BLU mencantumkan rencana penerimaan dan pengeluaran yang tercantum dalam RBA ke dalam pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam Ikhtisar RBA termasuk belanja dan pengeluaran pembiayaan yang didanai dari saldo awal kas.

(2) Rencana pendapatan, belanja, dan pembiayaan yang dicantumkan dalam Ikhtisar RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan basis kas.

(3) Rencana pendapatan BLU yang dicantumkan ke dalam Ikhtisar RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup pendapatan penerimaan negara bukan pajak BLU dan pendapatan hibah BLU.

24. Ketentuan ayat (1) Pasal 50 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal50

(1) Rencana belanja BLU yang dicantumkan ke dalam

(22)

Pasal 49 ayat (1) mencakup semua belanja BLU, termasuk belanja yang didanai dari anggaran pendapatan dan belanja negara (rupiah murni), belanja yang didanai dari penerimaan negara bukan pajak BLU, belanja yang didanai dari pendapatan hibah BLU, penerimaan pembiayaan, dan belanja yang didanai dari saldo awal kas.

(2) Rencana belanja BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan ke dalam Ikhtisar RBA dalam 3 (tiga) jenis belanja yang terdiri dari belanja Pegawai, belanja barang, dan belanja modal.

25. Ketentuan ayat (4) Pasal 51 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 51

(1) Rencana pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) mencakup semua penerimaan pembiayaan BLU dan pengeluaran pembiayaan BLU.

(2) Rencana penerimaan pembiayaan BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi penerimaan yang bersumber dari Pinjaman jangka pendek, Pinjaman jangka panjang, dan/ atau penerimaan kembali/

penjualan investasi jangka panjang BLU.

(3) Rencana pengeluaran pembiayaan BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi pengeluaran untuk pembayaran pokok Pinjaman, pengeluaran investasi jangka panjang dan/ atau pemberian Pinjaman.

(4) Pengeluaran pembiayaan BLU yang dicantumkan dalam Ikhtisar RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pengeluaran pembiayaan BLU yang didanai dari anggaran pendapatan dan belanja negara (rupiah murni) tahun berjalan dan penerimaan negara bukan pajak BLU, dan pendapatan hibah BLU.

(5) Pengeluaran pembiayaan BLU yang didanai dari anggaran pendapatan dan belanja negara (rupiah murni) tahun berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang telah tercantum dalam DIPA selain DIPA Petikan BLU, atau anggaran pendapatan dan belanja negara (rupiah murni) tahun lalu dan telah dipertanggungjawabkan dalam pertanggungjawaban anggaran pendapatan dan belanja negara sebelumnya, tidak dicantumkan dalam Ikhtisar RBA.

26. Pasal 52 dihapus.

27. Pasal 53 dihapus.

28. Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 54 diubah dan setelah ketentuan ayat (2) Pasal 54 ditambahkan

(23)

1 (satu) ayat, yakni ayat (3) sehingga Pasal 54 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 54

(1) RBA yang sudah disesuaikan dengan hasil analisis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 7B dan Ikhtisar RBA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) yang telah disetujui dan ditandatangani oleh Menteri/Pimpinan Lembaga diajukan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran yang merupakan bagian dari RKA-K/L.

(2) Pengajuan RBA yang sudah disesuaikan dengan hasil analisis dan lkhtisar RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai denganjadwal dalam ketentuan penyusunan RKA- K/L.

(3) Dalam menyusun RBA yang merupakan bagian dari RKA-K/L selain mengacu pada RSB juga mengacu pada pagu anggaran K/L tahun RBA dan mempertimbangkan hasil analisis oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 7B.

29. Di antara Pasal 54 dan Pasal 55 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 54A sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 54A

Pagu anggaran BLU dalam RKA-K/L yang sumber dananya berasal dari pendapatan BLU dan surplus anggaran BLU, dirinci dalam satu program, satu kegiatan, satu klasifikasi rincian output, dan jenis belanja.

30. Ketentuan ayat (1) Pasal 55 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal55

(1) Pemimpin BLU melakukan penyesuaian atas RBA yang merupakan bagian dari RKA-K/L sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 menjadi RBA Definitif setelah Peraturan Presiden mengenai rincian anggaran belanja pemerintah ditetapkan dengan memperhatikan arah indikator kinerja (key performance indicators) BLU yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

(2) Penetapan arah indikator kinerja (key performance indicators) BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan paling sedikit meliputi:

a. tema dan fokus anggaran pendapatan dan belanja negara;

b. kebijakan Pemerintah; dan/ atau

c. pemenuhan layanan dasar (kesehatan, pendidikan, dan perumahan), pemberdayaan

(24)

Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), dan pengentasan kemiskinan.

(3) RBA Definitif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Pemimpin BLU dan Dewan Pengawas, serta disetujui Menteri/Pimpinan Lembaga.

(4) Dalam hal BLU tidak memiliki Dewan Pengawas, RBA Definitif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Pemimpin BLU dan pejabat yang ditunjuk Menteri/Pimpinan Lembaga, serta disetujui Menteri/Pimpinan Lembaga.

(5) Menteri/Pimpinan Lembaga dapat melimpahkan kewenangan untuk memberikan persetujuan terhadap RBA Definitif sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

(6) Pemimpin BLU menyampaikan RBA Definitif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan paling lambat minggu kedua bulan Januari tahun pelaksanaan RBA.

(7) RBA Definitif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan dasar dalam melakukan aktivitas/kegiatan BLU.

31. Ketentuan ayat (2) Pasal 56 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 56

(1) RBA Definitif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) dapat dilakukan revisi dalam hal paling sedikit meliputi:

a. terlampauinya target penerimaan negara bukan pajak BLU;

b. penggunaan saldo awal kas untuk menambah pagu belanja; dan/ atau

c. perubahan target kinerja BLU.

(2) Kewenangan pengesahan revisi RBA Definitif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yakni sebagai berikut:

a. Setiap rev1s1 RBA Definitif harus ditandatangani oleh Pemimpin BLU.

b. Revisi RBA Definitif untuk:

1. belanja yang melebihi pagu DIPA Petikan BLU baik dalam ambang batas fleksibilitas maupun melebihi ambang batas fleksibilitas; dan/ atau

2. penggunaan saldo awal kas,

harus ditandatangani oleh Dewan Pengawas atau pejabat yang ditunjuk Menteri/Pimpinan Lembaga dalam hal BLU tidak memiliki Dewan Pengawas.

(3) Pemimpin BLU menyampaikan revisi RBA Definitif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri/Pimpinan Lembaga dan Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan.

(25)

32. Ketentuan Pasal 57 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 57

Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis penyusunan RBA tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1), Ikhtisar RBA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1), dan revisi RBA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.

33. Pasal 58 dihapus.

34. Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 70 diubah dan ketentuan ayat (4) sampai dengan ayat (8) Pasal 70 dihapus, sehingga Pasal 70 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 70 (1) Belanja BLU terdiri atas:

a. belanja Pegawai;

b. belanja barang; dan c. belanja modal.

(2) Belanja Pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan belanja Pegawai yang berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara (rupiah murni), sedangkan belanja Pegawai yang didanai dari pendapatan BLU dimasukkan ke dalam belanja barang BLU.

(3) Belanja barang dan belanja modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c terdiri dari belanja barang dan belanja modal yang berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara (rupiah murni) dan yang didanai dari pendapatan BLU.

(4) Dihapus.

(5) Dihapus.

(6) Dihapus.

(7) Dihapus.

(8) Dihapus.

35. Pasal 71 dihapus.

36. Ketentuan ayat (3) Pasal 72 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 72

(1) Pengelolaan kas pada BLU meliputi:

a. pengelolaan penerimaan kas;

b. pengelolaan pengeluaran kas; dan c. pengelolaan optimalisasi kas.

(2) Pengelolaan kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan Praktik Bisnis yang Sehat.

(3) Transaksi penerimaan dan pengeluaran kas di

(26)

sistem perbankan dan/ atau sistem pembayaran elektronik yang meliputi:

a. Cash Management System;

b. Kartu Kredit;

c. Internet Banking;

d. Mobile Banking;

e. Electronic Money/e-wallet;

f. Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS); dan/ atau

g. mekanisme lain yang dilakukan melalui sistem perbankan dan/ atau sistem pembayaran elektronik sesuai peraturan perundang-undangan.

(4) BLU harus menganalisis biaya dan manfaat atas pengelolaan kas pada sistem perbankan dan/ a tau sistem pembayaran elektronik lainnya untuk mengurangi hilangnya potensi pendapatan dari kas.

(5) Untuk mendukung keandalan nilai kas dari pengelolaan kas pada BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BLU mengembangkan sistem dan menyusun rekonsiliasi bank sebagai kebutuhan manajerial dan pelaporan keuangan posisi kas pada tanggal pelaporan.

37. Ketentuan ayat (1) Pasal 80 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 80

(1) BLU melakukan pelimpahan kas secara berkala dari Rekening Operasional Penerimaan BLU ke Rekening Operasional Pengeluaran BLU dalam rangka belanja untuk kegiatan operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1) huruf a dan belanja terkait dengan layanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (3) huruf a, berdasarkan perencanaan kebutuhan dana yang akurat atau berdasarkan dokumen pengeluaran kas yang telah diotorisasi oleh pejabat yang berwenang.

(2) Perencanaan dana yang akurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan kebutuhan kas yang diperlukan untuk segera dilakukan pengeluaran.

(3) Pelaksanaan belanja untuk kegiatan operasional yang sumber dananya dari alokasi anggaran pendapatan dan belanja negara (rupiah murni) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) BLU dapat membentuk kas kecil dalam rangka belanja untuk kegiatan operasional dengan nilai transaksi yang tidak mungkin dan/ atau tidak efisien dilakukan melalui mekanisme perbankan.

(27)

38. Ketentuan ayat (3) Pasal 83 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 83

(1) BLU harus mengoptimalkan kas pada Rekening Operasional Penerimaan BLU dan/ atau Rekening Dana Kelolaan BLU dengan melakukan investasi jangka pendek.

(2) Termasuk dalam pengertian kas yang harus dioptimalkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kas yang dimiliki sebagai akibat perbedaan waktu diterimanya kas dengan saat dikeluarkannya kas.

(3) Pemimpin BLU menetapkan batas maksimal saldo dalam Rekening Operasional Penerimaan BLU dan Rekening Dana Kelolaan BLU di luar yang dicadangkan sebagai kas penyangga dengan tetap memperhatikan prinsip efisiensi dan efektivitas.

(4) Ketentuan ayat (1) dan ayat (3) berlaku mutatis mutandis terhadap BLU yang menerapkan 1 (satu) jenis Rekening Operasional BLU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (3).

39. Ketentuan Pasal 84 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 84

(1) Investasi jangka pendek BLU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1) merupakan investasi dalam rangka pengelolaan kelebihan kas yang belum digunakan dalam kegiatan operasional BLU dengan tujuan memperoleh manfaat ekonomi berupa bunga dan/ atau bagi hasil.

(2) Investasi jangka pendek BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai sistem akuntansi dan pelaporan keuangan BLU.

40. Ketentuan ayat (2) Pasal 85 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 85

(1) Untuk memastikan ketersediaan kas pada saat diperlukan, BLU harus mengelola portofolio investasi dengan memperhatikan bauran instrumen investasi.

(2) Bauran instrumen investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan kredibilitas lembaga penyedia instrumen investasi, jatuh tempo, nominal, dan ketentuan penalti.

(28)

41. Ketentuan ayat (1) Pasal 90 diubah dan ketentuan ayat (2) Pasal 90 dihapus, sehingga Pasal 90 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 90

(1) BLU menyajikan data dan informasi pelaksanaan investasi jangka pendek yang dapat diakses secara berkala oleh Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan.

(2) Dihapus.

(3) Penyajian data dan informasi laporan pelaksanaan investasi jangka pendek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

42. Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 95 diubah dan di antara ayat (3) dan ayat (4) Pasal 95 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (3a) sehingga Pasal 95 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 95

(1) Piutang BLU dikelola dan diselesaikan secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab serta dapat memberikan nilai tambah, sesuai dengan Praktik Bisnis yang Sehat.

(2) Dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan Piutang BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemimpin BLU menetapkan pedoman pengelolaan Piutang BLU.

(3) Pedoman pengelolaan Piutang BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit mencakup:

a. prosedur dan persyaratan pemberian piutang;

b. keringanan piutang;

c. penatausahaan dan akuntansi piutang;

d. tata cara penagihan piutang; dan e. pelaporan piutang.

(3a) Pedoman pengelolaan Piutang BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai piutang negara dan mengenai penerimaan negara bukan pajak.

(4) Dalam rangka pengelolaan piutang dan/atau penyaluran dana, BLU dapat menggunakan sistem layanan informasi keuangan yang dikelola Otoritas Jasa Keuangan.

43. Ketentuan ayat (2) Pasal 97 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 97

(1) Pengurusan Piutang BLU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat (2) dilakukan oleh PUPN sampai lunas, selesai, atau optimal.

(2) Pengurusan Piutang BLU dinyatakan telah

(29)

a. PSBDT oleh PUPN; a tau

b. pernyataan Piutang Negara telah optimal oleh Menteri/Pimpinan Lembaga, atas Piutang Negara yang tidak dapat diserahkan kepada PUPN.

44. Ketentuan ayat (1) dan ayat (4) Pasal 98 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 98

(1) Terhadap Piutang BLU yang telah dinyatakan PSBDT oleh PUPN atau pernyataan Piutang Negara telah optimal oleh Menteri/Pimpinan Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (2), Pemimpin BLU melakukan penghapusan secara bersyarat terhadap Piutang BLU dengan menerbitkan surat keputusan penghapusan.

(2) Format surat keputusan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

(3) Penghapusan secara bersyarat terhadap Piutang BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan dengan menghapuskan Piutang BLU dari pembukuan BLU tanpa menghapuskan hak tagih negara.

(4) Penghapusan Piutang BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan dilengkapi:

a. daftar nominatif para Penanggung Utang;

b. besaran piutang yang dihapuskan; dan

c. surat pernyataan PSBDT dari PUPN atau pernyataan Piutang Negara telah optimal dari Menteri/Pimpinan Lembaga.

45. Di antara Pasal 105 dan Pasal 106 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 105A sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 105A

Pemimpin BLU yang tidak melaksanakan pengelolaan Piutang BLU dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

46. Ketentuan ayat (5) Pasal 106 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 106

(1) Ruang lingkup pengelolaan Pinjaman dalam Peraturan Menteri 1n1 mengatur mengenai pengelolaan Pinjaman jangka pendek.

(2) BLU dapat mengadakan Pinjaman jangka pendek atas namanya sendiri sesuai kebutuhan.

(3) Pinjaman jangka pendek dilakukan dalam rangka menutup selisih antara jumlah kas yang tersedia ditambah aliran kas masuk yang diharapkan

(30)

dengan jumlah pengeluaran yang diproyeksikan dalam suatu tahun anggaran (mismatch).

(4) Pinjaman jangka pendek digunakan untuk memenuhi kebutuhan belanja operasional.

(5) Kebutuhan belanja operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan kebutuhan pengeluaran yang memberikan manfaat jangka pendek atau jangka panjang dalam hal kewajiban pembayaran telah jatuh tempo.

47. Pasal 115 dihapus.

48. Pasal 116 dihapus.

49. Pasal 117 dihapus.

50. Pasal 118 dihapus.

51. Pasal 119 dihapus.

52. Pasal 120 dihapus.

53. Pasal 121 dihapus.

54. Pasal 122 dihapus.

55. Pasal 123 dihapus.

56. Di antara ayat (2) dan ayat (3) Pasal 125 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (2a) dan ketentuan ayat (7) Pasal 125 dihapus, sehingga Pasal 125 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 125

(1) Pengadaan barang/jasa pada BLU dikecualikan dari peraturan pengadaan barang dan jasa Pemerintah pada umumnya.

(2) Pengadaan barang/jasa pada BLU diatur tersendiri dengan peraturan Pemimpin BLU.

(2a) Peraturan Pemimpin BLU mengenai pengadaan barang/jasa pada BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dengan memperhatikan peraturan lembaga yang membidangi kebijakan pengadaan barang/jasa Pemerintah mengenai pedoman pengadaan barang/jasa yang dikecualikan pada pengadaan barang/j asa Pemerintah.

(3) Pengadaan barang/jasa pada BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap pengadaan barang/jasa yang sumber dananya berasal dari:

a. jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat;

b. hibah tidak terikat yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain;

(31)

c. hasil kerjasama BLU dengan pihak lain dan/ a tau hasil usaha lainnya; dan/ a tau d. penerimaan anggaran yang bersumber dari

anggaran pendapatan dan belanja negara (rupiah murni).

(4) Pengadaan barang/jasa pada BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan ketentuan pengadaan barang/jasa yang ditetapkan oleh Pemimpin BLU dengan mengikuti prinsip-prinsip transparansi, adil/tidak diskriminatif, akuntabilitas, efektivitas, efisiensi, ekonomis, dan Praktik Bisnis yang Sehat.

(5) Pengaturan pengadaan barang/jasa dalam peraturan Pemimpin BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi perencanaan pengadaan, persiapan pengadaan, persiapan pemilihan, pelaksanaan pemilihan, dan pelaksanaan kontrak.

(6) Ketentuan pengadaan barang/jasa yang ditetapkan oleh Pemimpin BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (rupiah murni) memperhatikan ketentuan mengenai tata cara pembayaran atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara.

(7) Dihapus.

(8) Pedoman pengadaan barang danjasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus ditinjau/ disempurnakan sesuai kebutuhan.

(9) Untuk pengadaan barang/jasa yang sumber dananya berasal dari hibah terikat dapat dilakukan dengan mengikuti ketentuan pengadaan dari pemberi hibah atau mengikuti ketentuan pengadaan barang/jasa yang berlaku bagi BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sepanjang disetujui oleh pemberi hibah dimaksud.

57. Ketentuan Pasal 132 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 132

(1) Pelaksanaan pengelolaan aset pada BLU dilaksanakan dengan prinsip-prinsip:

a. tidak mengganggu kegiatan pemberian pelayanan umum kepada masyarakat;

b. biaya berkenaan dengan pelaksanaan kerja sama tidak boleh dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara (rupiah murni);

c. manfaat dari pengelolaan Aset BLU dapat digunakan sebagai dasar penerbitan surat berharga setelah mendapatkan izin dari Menteri Keuangan;

d. tidak berakibat terjadinya pengalihan Aset BLU kepada pihak lain; dan

e. efektif, efisien, dan saling menguntungkan.

(32)

(2) Pelaksanaan pengelolaan aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan menggunakan mekanisme Pemanfaatan Aset atau KSM.

(3) Biaya yang timbul dalam rangka persiapan pelaksanaan Pemanfaatan Aset atau KSM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara (rupiah murni).

58. Ketentuan Pasal 133 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 133

Pemanfaatan Aset dan KSM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 ayat (2) bertujuan untuk:

a. meningkatkan penyediaan pelayanan umum kepada masyarakat;

b. mengoptimalkan daya guna dan hasil guna Aset BLU;dan

c. meningkatkan pendapatan BLU yang dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja BLU sesuai RBA.

59. Ketentuan Pasal 134 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 134

Pemanfaatan Aset dan KSM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 ayat (2) berupa:

a. Pemanfaatan Aset terhadap Aset BLU;

b. Pemanfaatan Aset terhadap aset pihak lain; dan c. KSM pada BLU dan/ atau pihak lain.

60. Ketentuan Pasal 135 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 135

(1) Pemimpin BLU melakukan Pemanfaatan Aset dan/ atau KSM untuk kegiatan yang terkait atau dalam rangka mendukung pelaksanaan Tugas dan Fungsi BLU.

(2) Pemanfaatan Aset dan/atau KSM sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1), dilaksanakan dengan melibatkan pihak lain sebagai Mitra.

(3) Pemanfaatan Aset dan/atau KSM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam naskah perjanjian antara Pemimpin BLU dengan Mitra.

(4) Mitra sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilarang mengalihkan Pemanfaatan Aset dan/ atau KSM kepada pihak lain kecuali atas persetujuan Pemimpin BLU dan disertai pembayaran kompensasi dalam hal terdapat keuntungan atas pengalihan Pemanfaatan Aset dan/ atau KSM dimaksud.

Referensi

Dokumen terkait

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d di atas, serta dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (2) dan Pasal 14

pada huruf a, serta dalam rangka melaksanakan Pasal 25 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 17

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat (4) dan Pasal 16 ayat (9) Peraturan

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 44E ayat (2) huruf f Undang-Undang Nomor 6 Tahun

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 17 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2022 tentang Pemberian Tunjangan Hari Raya dan Gaji Ketiga Belas kepada Aparatur

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 17C ayat (7) dan Pasal 17D ayat (3) Undang-Undang Nomor 6

(3) Dalam hal jumlah hari menunggu sambungan dengan alat angkutan lain ternyata lebih dari 2 (dua) hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf c, maka Pejabat