• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Kinerja Deep Learning Dalam Pendeteksian Kerusakan Biji Kopi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Perbandingan Kinerja Deep Learning Dalam Pendeteksian Kerusakan Biji Kopi"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Perbandingan Kinerja Deep Learning Dalam Pendeteksian Kerusakan Biji Kopi

Yayang Hafifah1, Kahlil Muchtar1,*, Ahmadiar Ahmadiar1, Shinta Esabella2

1Fakultas Teknik, Teknik Komputer, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Indonesia

2Fakultas Rekayasa Sistem, Program Studi Informatika, Universitas Teknologi Sumbawa, Sumbawa, Indonesia Email: 1ayang@mhs.unsyiah.ac.id, 2,*kahlil@unsyiah.ac.id

Email Penulis Korespondensi : kahlil@unsyiah.ac.id Submitted 21-11-2022; Accepted 14-12-2022; Published 30-12-2022

Abstrak

Kopi merupakan salah satu minuman yang paling banyak dikonsumsi saat ini. Biji kopi terlebih dahulu dilakukan penyortiran oleh petani. Hal ini dikarenakan banyaknya jenis biji kopi yang memiliki perbedaan dari segi bentuk dan tekstur. Setelah melakukan penyortiran, petani harus melakukan deteksi biji kopi apakah mengalami kerusakan atau tidak. Proses tersebut masih dilakukan secara manual oleh petani kopi sehingga membutuhkan waktu yang lama dan mengakibatkan terjadi kesalahan karena kurangnya pengetahuan tentang kopi. Selain itu, juga dilakukan upaya peningkatan kualitas terhadap biji kopi yang akan mempengaruhi nilai jual dari biji kopi tersebut. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk merancang model deep learning dalam mendeteksi kerusakan biji kopi dan melakukan evaluasi terhadap arsitektur ResNet-34 dan VGG-16. Model klasifikasi yang dibangun menggunakan Convolutional Neural Network (CNN) sehingga diharapkan dapat mengetahui arsitektur yang lebih baik dan mampu mendeteksi biji kopi yang rusak atau normal secara akurat dan presisi.

Kata Kunci: Deteksi Biji Kopi; Deep Learning; Convolutional Neural Network; ResNet-34; VGG-16 Abstract

Coffee is one of the most consumed beverages today. The coffee beans are first sorted by the farmers. This is because there are many types of coffee beans that differ in terms of shape and texture. After sorting, farmers must detect whether the coffee beans are damaged or not. The process is still done manually by coffee farmers so it takes a long time and results in errors due to lack of knowledge about coffee. In addition, efforts are also being made to improve the quality of the coffee beans which will affect the selling value of the coffee beans. Based on these problems, this study aims to design a deep learning model to detect coffee bean damage and evaluate the architecture of ResNet-34 and VGG-16. The classification model built using a Convolutional Neural Network (CNN) is expected to be able to know a better architecture and be able to detect damaged or normal coffee beans accurately and precisely.

Keywords: Coffee Bean Detection; Deep Learning; Convolutional Neural Network; ResNet-34; VGG-16

1. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara dengan iklim dan kondisi tanah yang cocok untuk petumbuhan kopi, sehingga kopi memiliki peranan penting dalam menunjang sistem perekonomian di Indonesia. Produksi kopi di Indonesia telah menyumbangkan sebanyak 9 % yang menempatkan Indonesia sebagai negara terbesar keempat dalam produksi kopi di dunia [1]. Badan Pusat Statistik (BPS) telah mencatat bahwa produksi kopi di Indonesia dalam kurun waktu lima tahun terakhir selalu mengalami peningkatan yaitu dari tahun 2017 hingga 2021. Adapun jumlah produksi kopi tertinggi yaitu pada tahun 2021 mencapai 774,60 ribu ton sedangkan jumlah produksi kopi terendah sebanyak 716,10 ribu ton yaitu pada tahun 2017 [2][3].

Petani saat melakukan panen beracuan kepada Standar Nasional Indonesia (SNI) dalam mendeteksi tingkat kerusakan biji kopi yang ditinjau berdasarkan warna dan bentuk [4]. Secara umum biji kopi terbagi menjadi biji kopi normal dan biji kopi rusak. Metode yang umumnya digunakan dalam menyeleksi biji kopi normal dan rusak yaitu menggunakan penglihatan langsung (metode visual) dan mesin ayakan otomatis. Biji kopi yang diseleksi dengan penglihatan langsung memiliki potensi untuk terjadi kesalahan dikarenakan beberapa factor seperti kurangnya cahaya pada saat bekerja dan kondisi kesehatan mata yang berbeda dari setiap orang [5]. Selain menggunakan metode visual, pemisahan biji kopi juga menggunakan ayakan untuk memisahkan pekerjaan petani untuk memisahkan ukuran biji.

Penggunaan metode ini dapat membantu meringankan pekerjaan petani tetapi belum dapat memasukkan variable warna sebagai salah satu parameter dalam melakukan klasifikasi dan menilai kualitas biji kopi tersebut.

Adapun jenis biji kopi yang termasuk kedalam biji kopi normal yaitu, biji kopi arabika, biji kopi robusta, biji kopi peaberry, dan biji kopi longberry. Sedangkan biji kopi rusak (defect) merupakan biji kopi yang mengalami gangguan hama, pengolahan green bean tidak sempurna, dan kadar air yang kurang selama penyimpanan [6] sehingga biji kopi tersebut dikategorikan sebagai biji kopi rusak dari segi bentuk yaitu bentuk yang tidak utuh dan pecah, warna dari biji kopi tersebut juga hitam berbeda dari biji kopi pada umumnya.

Penelitian ini menggunakan dataset diambil dari USK-Coffee Dataset [7]. Lalu, membangun model dengan teknik pembelajaran mendalam (deep learning) untuk mendeteksi apakah biji kopi rusak atau tidak dan melakukan evaluasi terhadap kinerja arsitektur dari ResNet-34, VGG-16. Model klasifikasi yang dibangun menggunakan Convolutional Neural Network (CNN) sehingga mampu mendeteksi biji kopi mengalami kerusakan atau tidak. Pada penelitian ini menggunakan dua kelas, yaitu kelas normal dan kelas rusak (defect) [8].

(2)

2. METODOLOGI PENELITIAN

2.1 Deep Learning

Pembelajaran mendalam salah satu teknologi yang mengalami perkembangan pesat pada revolusi industri 4.0 merupakan cabang dari pembelajaran mesin (ML) dan kecerdasan buatan (AI) [9]. Pembelajaran mendalam merupakan metode atau algoritma yang tersusun oleh banyak lapisan (hidden layer) dalam mengklasifikasikan suatu perintah terhadap permasalahan dengan dataset yang besar sehingga menghasilkan output [10]. Deep learning memiliki algoritma multi- layer yang disebut struktur jaringan saraf (Neural Network) yang fungsinya hampir sama dengan perilaku otak manusia dalam mempelajari gambaran atau fitur data secara otomatis. Setelah itu, mencoba menarik kesimpulan seperti halnya manusia menganalisis data berdasarkan struktur data yang logis dan berurutan [11].

Pengembangan pembelajaran mendalam berasal dari Neural Network Multilayer dimana informasi yang disampaikan mengalir dan saling terhubung pada setiap neuron. Sehingga komputer atau PC dapat melakukan klasifikasi, penyimpanan, dan mengakses data menggunakan proses pembelajaran berlapis (layered learning) [12][13]. Dengan memanfaatkan banyak lapisan maka data citra berlabel dapat diwakili oleh model dengan lebih baik, akan tetapi pada pelatihan model dan proses komputasi membutuhkan waktu yang lama dikarenakan deep learning merupakan model kompleks sehingga dibutuhkan penggunaan GPU dalam teknik pembelajaran [14].

2.2 Convolutional Neural Network

Gambar 1. Struktur Algoritma CNN [19]

Convolutional neural network (CNN) adalah bagian dari jaringan saraf atau Neural Network digunakan pada saat melakukan klasifikasi citra dan image processing. CNN merupakan pengembangan dari Multi Layer Perceptron (MLP) untuk melakukan proses data dalam bentuk dua dimensi. CNN termasuk dalam jenis Deep Neural Network karena memiliki jaringan dengan kedalaman yang tinggi. CNN memiliki empat layer utama, yaitu Convolutional Layer (lapisan konvolusi), Pooling Layer, fungsi aktivasi, dan lapisan yang terhubung penuh (Fully Connected Layer) [15].

2.2.1 Lapisan Konvolusi

Lapisan konvolusi berisi satu set kernel dimana gambar yang diinput memiliki matriks N-dimensi untuk menghasilkan output berupa peta fitur untuk lapisan berikutnya. Input pada operasi konvolusi berupa gambar multi-channel, yang terdiri dari gambar RGB dan Gray-Scale [15].

2.2.2 Pooling Layer

Setelah melakukan operasi konvolusi, pooling layer digunakan untuk subsampel peta fitur, yaitu pada peta fitur ukuran lebih besar dilakukan pengecilan peta fitur ke ukuran lebih rendah. Jenis-jenisnya yaitu, min pooling, max pooling, average pooling, dll. Max pooling dan average pooling adalah jenis pooling layer yang paling banyak digunakan [22].

Pada max pooling, nilai pool size yang digunakan adalah nilai yang tertinggi atau maksimum. Pada average pooling, nilai pool size yang digunakan adalah nilai rata-rata [16].

2.2.3 Fungsi Aktivasi

Adapun tujuan dari setiap fungsi aktivasi dalam setiap model berbasis neural network adalah untuk memetakan input ke output, dimana jumlah bobot 10 neuron dihitung sebagai nilai input. Rectifier Linear Unit (ReLU) adalah fungsi aktivasi paling umum yang digunakan pada CNN. Adapun kelebihan dari ReLU adalah beban komputasi yang dibutuhkan lebih kecil dibandingkan yang lain [15].

2.2.4 Fully Connected Layer

(3)

Gambar 2. Arsitektur Fully Connected Layer [17]

Bagian fully connected layer adalah lapisan terakhir dari arsitektur CNN yang terdiri dari lapisan-lapisan yang terhubung penuh, dimana neuron dalam satu lapisan terhubung dengan lapisan sebelumnya.

Fully connected layer terdiri dari tiga bagian, yaitu : input layer, hidden layer, dan output layer [18].

a. Input layer, adalah proses menggabungkan seluruh matriks yang didapat pada saat pooling layer berlangsung yang nantinya menjadi input layer pada proses hidden layer.

b. Hidden layer, adalah proses perhitungan dengan mengalikan bobot nilai pada layer yang dimasukkan dengan bobot yang sudah diinisialisasi, selanjutnya nilai bias ditambahkan.

c. Output layer, adalah proses mengkalikan hasil perhitungan dari proses sebelumnya yaitu dengan nilai bobot yang telah diinisialisasi pada hidden layer, selanjutnya nilai bias ditambahkan.

2.3 PyTorch

PyTorch pertama kali dikembangkan oleh Facebook, merupakan framework yang digunakan pada proses komputasi Machine Learning seperti 11 halnya dengan TensorFlow, Keras, Caffe2, dll. PyTorch memiliki sintaks yang lebih rapi dan sederhana [20]. PyTorch merupakan library pada tensor pembelajaran mesin yang memiliki tujuan utama untuk aplikasi yang memakai GPU dan CPU terutama pada proses deep learning. Tampilan API pada PyTorch mudah dipahami untuk menyelesaikan permasalahan terkait jaringan saraf [21].

2.4 Residual Network (ResNet)-34

ResNet (residual neural network) adalah jenis arsitektur yang popular, pertama kali dikembangkan oleh Kaiming He [22].

Arsitektur ini mendapat julukan state of the art karena cukup revolusioner saat melakukan klasifikasi, object detection, dan semantic segmentation. ResNet hingga saat ini memiliki performa yang baik dikarenakan memiliki kedalam jaringan yang tinggi dan dapat membangun jaringan saraf tiruan mendekati dengan level pemikiran otak manusia. Pada penelitian ini arsitektur ResNet yang digunakan yaitu ResNet dengan jumlah layer sebanyak 34. Arsitektur ini digunakan karena pada kompetisi ILSVRC pada tahun 2015 memiliki performa terbaik dalam klasifikasi gambar [23].

2.5 Visual Geometry Group (VGG)-16

Gambar 3. Diagram Blok Arsitektur VGG-16 [24]

VGG-16 pertama kali dikenalkan pada tahun 2014 oleh Karen Simonyan dan Andrew Zisserman dalam makalah Deep Convolution Network yang berisi pengenalan gambar skala besar. VGG-16 merupakan model pra-pelatihan Convolution Neural Network (CNN) [16]. Terdapat jaringan dengan lapisan sebanyak 16 yang terdiri dari convolutional layer (lapisan konvolusi) dan fully connected. Lapisan tersebut terdiri dari 13 lapisan konvolusi, 2 fully-connected layer, dan 1 pengklasifikasi SoftMax, dimana hanya menggunakan lapisan konvolusi ukuran 3x3 dan lima lapisan 2x2 max- pooling secara sederhana dengan ditumpuk di atas satu sama lain. Kedua lapisan ini berfungsi sebagai pembuat peta fitur (feature maps) untuk kumpulan data [28]. Alasan VGG-16 digunakan bukan lagi state-of-art pada beberapa poin, namun VGG-16 sangat kuat dan berfungsi untuk klasifikasi gambar dan ruang bawah tanah untuk model baru yang akan diambil sebagai input [25]. Fitur utama arsitektur VGG-16 adalah peningkatan kedalaman jaringan. VGG-16 dicirikan dengan kesederhanaannya dengan hanya menggunakan 3x3 lapisan konvolusi ditumpuk satu sama lain pada kedalaman yang meningkat dan pooling layer 2x2 dilakukan secara berulang, sehingga kemampuan generalisasi lebih baik dan mampu

(4)

beradaptasi dengan berbagai dataset [26][27]. VGG-16 juga banyak digunakan sebagai klasifikasi gambar deep learning dan terkenal dengan kemudahan saat implementasinya [28]

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Penggunaan Dataset

Dataset pada penelitian ini diambil dari USK Coffee Dataset [7] yang merupakan kumpulan data gambar biji kopi. Data yang diambil sebanyak dua kelas yaitu kelas normal dan kelas rusak (defect) [8]. Proses selanjutnya yaitu membagi dataset menjadi tiga jenis data, yaitu data latih (train), data validasi (validation), dan data uji (testing). Data training digunakan untuk melatih model dari Deep Learning dalam mengidentifikasi dataset yang akan digunakan. Data validasi melakukan konfirmasi model pada saat mengenali dataset. Sedangkan data uji akan melakukan pengujian terhadap model jika data telah selesai dilatih dan validasi. Berikut ini rincian dari data gambar yang akan digunakan.

Tabel 1. Jumlah Data Citra

Jenis Kelas Jumlah Citra Ukuran Jenis Gambar Kelas Normal 2000 224 x 224 Greyscale

Kelas Rusak 2000 224 x 224 Greyscale Adapun nilai parameter yang dijalankan sebagai berikut

Tabel 2. Nilai Hyperparameter

Hyperparameter Nilai

Learning Rate 0.01

Epoch 16

Optimizer SGD

3.2 Hasil Training dan Testing

Pada bagian ini merupakan pemaparan dari penelitian yang telah dilakukan. Ada dua pemaparan yang akan ditampilkan, yaitu hasil pengujian parameter pada tahapan pelatihan (training) dan pengujian dataset terhadap keseluruhan data.

Berikut ini rincian hasil pelatihan dan pengujian terhadap dua arsitektur yaitu ResNet-34 dan VGG-16 yang digunakan.

Tabel 3. Hasil Training

Model ResNet-34 VGG-16

Waktu Training 56 menit 2 detik 1 Jam 12 menit 55 detik

Train Accuracy 1.0000 0.9617

Train Loss 0.00034317 0.02075157

Val Accuracy 1.0000 1.0000

Val Loss 0.00005431 0.00117251

Adapun hasil pengujian yang dilakukan pada arsitektur ResNet-34 dan VGG-16 Tabel 4. Hasil Testing

Model RESNET-34 VGG-16

Positif 0.9783617 0.87298703 Negatif 0.97341101 0.8821306

4. KESIMPULAN

Penelitian ini telah berhasil membangun model pembelajaran mendalam (deep learning) untuk mendeteksi biji kopi yang mengalami kerusakan atau tidak. Framework yang digunakan berbasis PyTorch dan menggunakan metode Convolutional Neural Network (CNN). Selanjutnya model yang telah dibangun menggunakan arsitektur ResNet-34 dan VGG-16.

Dataset yang digunakan pada penelitian ini yaitu USK-Coffee Dataset. Adapun citra yang digunakan mengambil sebanyak dua kelas, yaitu kelas normal dan kelas rusak (defect). Dari hasil pelatihan dan pengujian pada kedua arsitektur tersebut didapatkan hasil bahwa arsitektur ResNet-34 berhasil mengungguli VGG-16. Dari segi waktu pelatihan, proses training arsitektur ResNet-34 memakan waktu selama 56 menit 2 detik. Berdasarkan hasil akurasi pelatihan, arsitektur ResNet-34 juga berhasil mengungguli VGG-16 didapatkan nilai train accuracy yaitu 1.0000. Selanjutnya pada tahap pengujian (testing) pada model yang telah dibangun, ResNet-34 juga berhasil mengungguli VGG-16 dengan nilai positif testing 0.9783617 dan nilai negative testing sebesar 0.88213065. Hal ini membuktikan bahwa pada penelitian ini arsitektur ResNet-34 lebih baik daripada arsitektur VGG-16 dalam melakukan deteksi biji kopi rusak dan normal.

REFERENCES

(5)

[1] Y. Prastyaningsih, A. Noor, and A. Supriyanto, “Identifikasi Jenis Biji Kopi Menggunakan Ekstraksi Fitur Tekstur Berbasis Content Based Image Retrieval,” Sci. (Computer Sci. Informatics Journal), vol. 3, no. 2, pp. 105–116, 2020.

[2] Badan Pusat Statistik, Statistik Kopi Indonesia, I. Jl. Dr Sutomo No 6-8 Jakarta 10710: Badan Pusat Statistik 2019. (accessed May. 01, 2022).

[3] C. Mutia Annur, “Konsumsi Kopi Domestik di Indonesia Terus Meningkat selama 5 Tahun Terakhir,” databoks, 2020.

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/03/09/produksi-kopiindonesia-naik-jadi-77460-ribu-ton-pada-2021 (accessed May. 02, 2022).

[4] Standar Nasional Indonesia Biji Kopi. Badan Standardisasi Nasional. Indonesia. [Online]. Available:

https://www.cctcid.com/wpcontent/uploads/2018/08/SNI_2907-2008_Biji_Kopi-1.pdf

[5] H. Syahputra, F. Arnia dan K. Munadi. Karakteristik Kecacatan Buah Kopi Berdasarkan Warna Kulit Kopi Menggunakan Histogram dan Momen Warna. Jurnal Nasional Teknik Elektro, Vol. 8, No. 1, Maret 2019 pISSN: 2302-2949, e-ISSN:2407 – 7267.

[6] “Mengidentifikasi Defect Pada Kopi https://coffeeland.co.id/mengidentifikasi-defect-pada kopi/ (accessed September. 4, 2022) [7] Febriana, A., Muchtar, K., Dawood, R.,Lin,CY.,(2022, June). "USK-COFFEE Dataset: A Multi-class Green Arabica Coffee Bean Dataset for Deep Learning." In 2022 IEEE International Conference on Cybernetics and Computational Intelligence (CyberneticsCom). IEEE.

[8] Islamy, F., Muchtar, K., Arnia, F., Dawood R., Febriana, A.,(2022, September). “Performance Evaluation of Coffee Bean Binary Classification through Deep Learning Techniques”. ICEED 2022. (Submitted).

[9] I. H. Sarker, “Deep Learning: A Comprehensive Overview on Techniques, Taxonomy, Applications and Research Directions,”

SN Comput. Sci., vol. 2, no. 6, pp. 1–20, 2021, doi: 10.1007/s42979-021-00815-1.

[10] T. Nurhikmat, “Implementasi Deep learning untuk Image Classification Menggunakan Algoritma Convolutional Neural Network (CNN) pada Citra Wayang Golek,” Universitas Islam Indonesia, 2018.

[11] A. Oliver, "Kenali Deep Learning, Teknologi yang Membawa Sukses bagi Netflix dan YouTube," glints, 13 Juni 2021. [Online].

Available : https://glints.com/id/lowongan/deep-learning-adalah/. [Diakses Pada 17 September 2022].

[12] Z. M. Fadlullah et al., “State-of-the-Art Deep Learning: Evolving Machine Intelligence Toward Tomorrow’s Intelligent Network Traffic Control Systems,” IEEE Commun. Surv. Tutorials, vol. 19, no. 4, pp. 2432–2455, Oct. 2017, doi:

10.1109/COMST.2017.2707140.

[13] F. Sultana, A. Sufian, and P. Dutta, “A review of object detection models based on convolutional neural network,” Adv. Intell.

Syst. Comput., vol. 1157, pp. 1–16, 2020, doi: 10.1007/978-981-15-4288-6_1.

[14] K. P. Danukusumo, “Implementasi Deep Learning Menggunakan Convolutional Neural Network untuk Klasifikasi Citra Candi Berbasis GUI,” Skripsi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta, Indonesia, 2017.

[15] A. Ghosh, A. Sufian, F. Sultana, A. Chakrabarti, and D. De, Fundamental concepts of convolutional neural network, vol. 172, January. 2019.

[16] S. Tammina, “Transfer learning using VGG-16 with Deep Convolutional Neural Network for Classifying Images,” Int. J. Sci.

Res. Publ., vol. 9, no. 10, p. p9420, 2019, doi: 10.29322/ijsrp.9.10.2019.p9420.

[17] Y. Guo, Y. Liu, A. Oerlemans, S. Lao, S. Wu, and M. S. Lew, “Deep learning for visual understanding: A review,”

Neurocomputing, vol. 187, pp. 27–48, 2016, doi: 10.1016/j.neucom.2015.09.116.

[18] A. Hibatullah and I. Maliki, “Penerapan Metode Convolutional Neural Network Pada Pengenalan Pola Citra Sandi Rumput,”

2019.

[19] Abdul, “Convolutional Neural Network Assignment Help” [Online]. Available : https://www.thestatisticsassignmenthelp.com/convolutional-neural-networks-assignment-help.

[20] Rian, “MODUL CNN WITH PYTORCH 0.4.” [Online] Available :

https://machinelearning.mipa.ugm.ac.id/wpcontent/uploads/sites/374/2018/07/Pytorch-CNN-1.pdf.

[21] R. Fachrizal, "Mengenal Beberapa Perpustakaan Machine Learning Berbasis Python," INFOKOMPUTER, 31 Mei 2019.

[Online]. Available : https://infokomputer.grid.id/read/121744301/mengenal-beberapa perpustakaan-machine-learning-berbasis- python?page=all. [Diakses Pada 10 Oktober 2022].

[22] K. He, X. Zhang, S. Ren, and J. Sun. Deep residual learning for image recognition. arXiv:1512.03385 [cs], Dec 2015. arXiv:

1512.03385

[23] O. G. Yalcin, “4 Pre-Trained CNN Models to Use for Computer Vision with Transfer Learning,” Towards Data Science, 23 September 2020. [Online]. Tersedia: https://towardsdatascience.com/4-pre-trained-cnn-models-to-use-for-computer-vision- with-transfer-learning-885cb1b2dfc. [Diakses pada 17 September 2022]

[24] M. A. Rayan, A. Rahim, M. A. Rahman, M. A. Marjan, and U. A. M. E. Ali, “Fish freshness classification using combined deep learning model,” 2021 Int. Conf. Autom. Control Mechatronics Ind. 4.0, ACMI 2021, no. July, 2021, doi:

10.1109/ACMI53878.2021.9528138

[25] S. Islam, S. I. A. Khan, M. Minhazul Abedin, K. M. Habibullah, and A. K. Das, “Bird species classification from an image using VGG-16 network,” ACM Int. Conf. Proceeding Ser., pp. 38–42, 2019, doi: 10.1145/3348445.3348480.

[26] D. Hong et al., “Genetic syndromes screening by facial recognition technology: VGG-16 screening model construction and evaluation,” Orphanet J. Rare Dis., vol. 16, no. 1, pp. 1–8, 2021, doi: 10.1186/s13023- 021-01979-y.

[27] Q. Guan et al., “Deep convolutional neural network VGG-16 model differential diagnosing of papillary thyroid carcinomas in cytological images: A pilot study,” J. Cancer, vol. 10, no. 20, pp. 4876–4882, 2019, doi: 10.7150/jca.28769.

Referensi

Dokumen terkait

Maka dari itu perlu alat teknologi yaitu mesin pengupas biji kopi agar menghasilkan biji kopi yang baik dan bermutu.Maka dari itu dirancang sebuah mesin pengupas biji kopi basah agar