• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Mutu Air di Bendungan yang Berada di Provinsi Jawa Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Perbandingan Mutu Air di Bendungan yang Berada di Provinsi Jawa Timur"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Perbandingan Mutu Air di Bendungan yang Berada di Provinsi Jawa Timur

Eka Wardhani1, Athaya Zahrani Irmansyah2*, Syania Budi Oktaviani3, Aulia Ulfie Rindiantika3

1Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Itenas, Bandung, Indonesia

2Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Itenas, Bandung, Indonesia

3Program Studi Perencanaan Wilayah Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Itenas, Bandung, Indonesia

*Koresponden email: athaya17002@mail.unpad.ac.id

Diterima: 28 Agustus 2023 Disetujui: 1 September 2023

Abstract

A dam is a body of water that is relied upon in raw water supply. Many dams have deteriorated due to human activities in their catchment areas. East Java Province Government is currently trying to improve the function of the dam as a water reserve in the dry season. This study aims to compare water quality in nine dams located in East Java Province. The Telaga Pasir and Gonggang Dams are in Magetan Regency.

The Notopuro, Saradan, Kedung Brubus, and Dawuhan dams are in Madiun Regency. Kedung Bendo, Pondok, and Sangiran dams are in Ngawi Regency. The method for determining water quality is based on KepMenLH No 115/2003 concerning guidelines for determining water quality status. Water sampling was carried out on January 24 to February 7, 2022, representing the dry season by grab sampling. Water samples were taken from the part of the dam with a pool of water. The results showed that the water quality of all dams was categorized as good to slightly polluted, with index values ranging from 0.80 to 3.10. The cause of water quality being lightly polluted is the BOD, COD, Free Chlorine, Arsenic, Cadmium, Copper, Ammonia, and Nitrite, which do not meet quality standards. The presence of these parameters is predicted to originate from the activities of residents around the catchment area, such as settlements and agriculture Keywords: water quality, dam, madiun, ngawi, magetan

Abstrak

Bendungan merupakan badan air yang diandalkan dalam penyediaan air baku. Banyak bendungan yang kondisinya memburuk karena aktivitas manusia di daerah tangkapan airnya. Provinsi Jawa Timur saat ini terus berupaya untuk memperbaiki fungsi bendungan sebagai cadangan air di musim kemarau. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan mutu air di sembilan bendungan yang berada di Provinsi Jawa Timur.

Bendungan Telaga Pasir dan Gonggang berada di Kabupaten Magetan. Bendungan Notopuro, Saradan, Kedung Brubus, dan Dawuhan berada di Kabupaten Madiun. Bendungan Kedung Bendo, Pondok, dan Sangiran berada di Kabupaten Ngawi. Metode penentuan mutu air berdasarkan KepMenLH No 115/2003 tentang pedoman penentuan status mutu air. Pengambilan contoh air dilakukan pada tanggal 24 Januari sampai 07 Februari 2022 mewakili musim kemarau secara grab sampling. Contoh air diambil di bagian bendungan yang terdapat genangan airnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mutu air pada semua bendungan termasuk ke dalam katagori baik sampai dengan cemar ringan dengan nilai indeks berkisar antara 0,80 sampai 3,10. Penyebab mutu air menjadi cemar ringan yaitu parameter BOD, COD, Klorin Bebas, Arsen, Kadmium, Tembaga, Amonia, dan Nitrit yang tidak memenuhi baku mutu. Kehadiran parameter tersebut diprediksi berasal dari aktivitas penduduk di sekitar daerah tangkapan air seperti permukiman dan pertanian.

Kata Kunci: mutu air, bendungan, madiun, ngawi, magetan

1. Pendahuluan

Sumber daya air di Pulau Jawa semakin terancam, banyak wilayah yang mengalami kekeringan [1].

Hal ini disebabkan karena beberapa hal seperti alih fungsi lahan di daerah tangkapan air, tingginya kebutuhan air seiring dengan pertumbuhan penduduk, dan perubahan iklim yang terjadi [2]. Alih fungsi lahan yang terjadi di daerah tangkapan air menyebabkan terjadi ketidakseimbangan antara air yang meresap ke dalam tanah (run off) dengan air larian [3]. Salah satu upaya untuk meningkatkan ketersediaan air yaitu dibangun bendungan dan memperbaiki kondisi bendungan yang telah ada. Provinsi Jawa Timur saat ini terus melakukan perbaikan bendungan yang telah ada [4]. Langkah yang dilakukan yaitu melengkapi komponen bendungan, memperbaiki kualitas air bendungan, meningkatkan tutupan lahan di daerah

(2)

tangkapan air, menata kawasan sekitar bendungan serta mengatur sempadan bendungan dikembalikan untuk peruntukan semestinya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas air bendungan-bendungan yang terdapat di Provinsi Jawa Timur. Penentuan kualitas air mengacu pada KepMenLH No 115/2003 tentang pedoman penentuan status mutu air. Manfaat penelitian ini untuk mengetahui bagaimana mutu air di bendungan, parameter kualitas apa saja yang sudah melebihi baku mutu serta dari mana sumber pencemar yang masuk ke bendungan. Informasi yang diperoleh dapat menjadi data dasar untuk menentukan pengelolaan kualitas air.

Penelitian mengenai penentuan kualitas air telah banyak dilakukan di beberapa daerah di Indonesia seperti analisis kualitas air di Sungai Cikapundung [2] dan Sungai Cibabat Cimahi yang sudah mengalami cemar berat sehingga upaya pengelolaan yang disarankan yaitu perencanaan sistem pengolahan air limbah domestik [4]. Adapula penelitian yang dilakukan terhadap Sungai Cibaligo [5], Sungai Cibeureum [6], Sungai Cimahi [7], Bendungan Jatiluhur [8], serta di lima embung di Kota Cimahi [9,10]. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa kualitas air di badan air khususnya yang berada di Provinsi Jawa Barat telah tercemar dan diperlukan upaya pengelolaan untuk menanggulanginya.

2. Metode Penelitian

Metode pengambilan contoh air mengacu pada Standar Nasional Indonesia Nomor 6989.57-2008 tentang Air dan Air Limbah Bagian 57: Metoda Pengambilan Contoh Air Permukaan. Baku mutu yang dipergunakan mengacu kepada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 22 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup Lampiran VI Kelas II. Peraturan pemerintah tersebut berisi mengenai air yang dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertamanan, dan/atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Pemeriksaan kualitas air dilakukan pada tanggal 24 Januari-07 Februari 2022 di laboratorium yang telah terakreditasi. Lokasi titik sampling dilakukan di setiap masing-masing bendungan seperti pada Tabel 1 dan Gambar 1.

Tabel 1. Lokasi titik sampling

No. Nama Bendungan Alamat S E

1. Telaga Pasir Kelurahan Sarangan, Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur

07° 40’ 33.0” 111°13’12.9”

2. Gonggang Desa Janggan dan Desa Gonggang, Kecamatan Poncol, Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur

07°43’41.0” 111°15’

07.00”

3. Notopuro Kampung Notopuro, Desa Duren, Kecamatan Pilangkenceng, dan Desa Tulung, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun, Provinsi Jawa Timur

07°29’14.24” 111°41’49,35”

4. Saradan Desa Sugihwaras dan Desa Pajaran, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun, Provinsi Jawa Timur

07°33’01.00” 111°44’51.00”

5. Dawuhan Desa Bulu, Kecamatan Pilangkenceng, Kabupaten Madiun, Provinsi Jawa Timur

07°35’54.80” 111°37’48.27”

6. Kedung Brubus Desa Sidomulyo, Kecamatan Wonoasri, Kabupaten Madiun, Provinsi Jawa Timur

07°27'1.14" 111°42'12.08"

7. Kedung Bendo Kampung Gunung Sari, Desa Gunung Sari, Kecamatan Kasreman, Kabupaten Ngawi, Provinsi Jawa Timur

07°23'11.25'' 111°32'40.23''

8. Pondok Desa Gandong, Kecamatan Bringin, Kabupaten Ngawi, Provinsi Jawa Timur

07°23’28.41” 111°34’46.12”

9. Sangiran Desa Sumberbening, Kecamatan Bringin, Kabupaten Ngawi, Provinsi Jawa Timur

07°24'45.81" 111°36'44,53"

Parameter yang dianalisis adalah: (a) Parameter fisika terdiri dari suhu, residu terlarut (TDS), padatan tersuspensi (TSS), dan warna; (b) Parameter kimia terdiri dari pH, BOD5, COD, DO, fosfat total sebagai P, nitrat (NO3-N), amonia (NH3-N) total, arsen (As), kobalt (Co), boron (Bo), selenium (Se), kadmium (Cd) terlarut, tembaga (Cu) terlarut, timbal (Pb) terlarut, Merkuri (Hg), Seng (Zn) terlarut, Sianida (CN), Fluorida (F), Nitrit (NO2-N), klorin bebas, belerang sebagai H2S, klorida (Cl), sulfat (SO4), minyak dan lemak, detergen sebagai MBAS, fenol, nikel (Ni), krom total (Cr), dan N-Total; (c) Parameter mikrobiologi terdiri dari total koliform dan fecal koliform.

(3)

Penentuan status mutu air berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003 tentang pedoman penentuan status mutu air dengan metode indeks pencemaran. Tabel 2 menyajikan nilai mutu air berdasarkan indeks pencemar.

Gambar 1. Peta titik sampling

Tabel 2. Mutu air berdasarkan nilai indeks pencemar air

Nilai Status Mutu Air

0 ≤ IP≤ 1,0 Memenuhi baku mutu (kondisi baik) 1,0 < IP≤ 5,0 Cemar ringan

5,0 < IP ≤ 10 Cemar sedang

IP> 10 Cemar berat

Sumber: [3]

3. Hasil dan Pembahasan

Karakteristik sembilan bendungan yang dianalisis disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3, di Kabupaten Magetan dianalisis 2 bendungan yaitu Bendungan Telaga Pasir dan Gonggang, di Kabupaten Madiun 4 bendungan yaitu Bendungan Notopuro, Saradan, Kedung Brubus, dan Dawuhan, sedangkan di Kabupaten Ngawi 2 bendungan yaitu Bendungan Pondok dan Sangiran.

Kualitas air di titik lokasi pengamatan telah tercemar karena beberapa parameter tidak memenuhi baku mutu. Parameter yang telah melebihi baku mutu yaitu BOD5, COD, Klorin Bebas, Arsen, Kadmium, Tembaga, Amonia, dan Nitrit tersebut dapat disebabkan karena adanya aktivitas penduduk di lokasi kegiatan. Profil konsentrasi BOD5, COD, Klorin bebas dan Arsen dapat dilihat pada Gambar 2.

Berdasarkan Gambar 2, Konsentrasi BOD5 di Bendungan berkisar 3,28 mg/L hingga 22,8 mg/L dengan nilai rata-rata 6,10 mg/L. Konsentrasi tertinggi terdapat di Bendungan Sangiran dengan nilai sebesar 22,8 mg/L. Konsentrasi COD tertinggi terdapat di Bendungan Sangiran dengan nilai sebesar 46,3 mg/L dan yang terendah di Bendungan Kedung Brubus dengan nilai sebesar 4,2 mg/L. Konsentrasi Klorin Bebas di Bendungan berkisar 0,001 mg/L hingga 0,12 mg/L dengan nilai rata-rata 0,04 mg/L. Nilai tertinggi terdapat di Bendungan Dawuhan dengan nilai sebesar 0,12 mg/L dan terendah di Bendungan Pondok dengan nilai sebesar 0,001 mg/L.

Tabel 3. Gambaran umum bendungan

No. Bendungan Kondisi

1. Telaga Pasir

Telah beroperasi sejak masa Hindia-Belanda yaitu pada tahun 1931 dengan luas genangan sebesar 29,23 Ha dan volume tampungan sebesar 3,97 juta m3. Kondisi di sekitar bendungan yaitu perkebunan, pemukiman, dan sawah. Sumber inflow bendungan ini merupakan Bendung Ngluweng (Bendung Suplesi) yang berjarak 1 km di hulu. Adapun outlet bendungan adalah melalui pintu intake dan spillway untuk kebutuhan irigasi, air baku

(4)

No. Bendungan Kondisi

Pasir akan menuju Kali Gandong pada hilir bendungan yang termasuk Sub DAS Kali Madiun.

2. Gonggang Telah beroperasi pada tahun 2012 dengan luas genangan sebesar 11,12 Ha dan volume tampungan sebesar 2,234 juta m3. Kondisi di sekitar Bendungan Gonggang yaitu perkebunan. Adapun yang menjadi sumber air bendungan ini adalah Kali Gonggang sedangkan outlet bendungan terbagi dua yaitu melalu intake Bendungan Gonggang untuk kebutuhan air PDAM dan juga irigasi serta outlet melalui spillway yang mengalir menuju Kali Gonggang (sebelah hilir bendungan) yang termasuk Sub DAS Kali Madiun.

3. Notopuro Telah beroperasi sejak masa Hindia-Belanda yaitu pada tahun 1941, dengan luas genangan sebesar 87,50 Ha dan volume tampungan sebesar 2,8 juta m3. Kondisi di sekitar bendungan yaitu permukiman dan persawahan. Sungai yang masuk ke lokasi bendungan berasal dari Kali Gendo.

4. Saradan Telah beroperasi sejak masa Hindia-Belanda yaitu pada tahun 1954, dengan luas genangan sebesar 63,45 Ha dan volume tampungan sebesar 3,23 juta m3. Kondisi di sekitar bendungan yaitu persawahan dan perkebunan. Sungai yang masuk ke lokasi bendungan adalah berasal dari Kali Ulo dan Kali Mati.

5. Kedung Brubus

Telah beroperasi sejak tahun 2008 dengan luas genangan sebesar 46,22 Ha dan volume tampungan sebesar 57,7 juta m3. Kondisi di sekitar bendungan yaitu perkebunan dan hutan.

Bendungan ini di aliri oleh Sungai Kedung Brubus yang merupakan anak Sungai Notopuro (Sungai Uneng). Sungai tersebut bermuara di Sungai Madiun yang merupakan anak Sungai Bengawan Solo.

6. Dawuhan Telah beroperasi sejak tahun 1962 dengan luas genangan sebesar 104 Ha dan volume tampungan sebesar 3 juta m3. Kondisi di sekitar bendungan yaitu permukiman dan persawahan.Bendungan ini berada pada pertemuan Sungai Kunci dan Sungai Anco merupakan anak sungai Kali Sarangan, yang masuk pada Satuan Wilayah Sungai Bengawan Solo.

7. Kedung Bendo

Telah beroperasi sejak tahun 1954 dengan luas genangan sebesar 78,84 Ha dan volume tampungan sebesar 2,96 juta m3. Kondisi di sekitar bendungan yaitu hutan dan perkebunan.

Outlet bendungan dimanfaatkan untuk penyediaan air irigasi untuk 1.341 hektar lahan pertanian, perikanan, dan pariwisata.

8. Pondok Telah beroperasi sejak tahun 1996 dengan luas genangan sebesar 407,46 Ha dan volume tampungan sebesar 25,30 juta m3. Kondisi di sekitar Bendungan Pondok yaitu hutan dan perkebunan.Sumber air yang masuk ke bendungan berasal dari anak sungai Kali Madiun yaitu Kali Dero, Dampit, dan Kenongrejo, sedangkan outlet dialirkan ke Kali Kedungkamolang.

9. Sangiran Telah beroperasi sejak tahun 2000 dengan luas genangan sebesar 160 Ha dan volume tampungan sebesar 9,8 juta m3. Kondisi di sekitar Bendungan Sangiran yaitu hutan dan perkebunan.Sumber air yang masuk ke bendungan berasal dari Kali Wekas, Geblakan, dan Pang sedangkan outlet dialirkan menuju 3 daerah irigasi (DI) yaitu DI Pang, Pojok, dan Krompol.

(a) BOD5 (b) COD

(5)

(c) Klorin Bebas (d) Arsen Gambar 2. Parameter yang tidak memenuhi baku mutu

(a) Kadmium (b) Tembaga

(c) Amonia (d) Nitrit

Gambar 3. Parameter yang tidak memenuhi baku mutu

Konsentrasi Arsen di berkisar 0,001 mg/L hingga 0,096 mg/L dengan nilai rata-rata 0,05 mg/L.

Sumber Arsen didominasi oleh aktivitas industri seperti cat, pewarna, sabun, logam, semi konduktor dan obat-obatan mengandung arsenik [11]. Aktivitas pertanian yang menjadi sumber Arsen yaitu pestisida tertentu, pupuk dan operasi makanan hewan juga melepaskan arsenik ke lingkungan dalam jumlah yang lebih tinggi. Arsen merupakan unsur yang sangat karsinogenik dan dapat menyebabkan kanker paru- paru, hati kandung kemih dan kulit [12]. Konsentrasi Arsen yang tinggi terdapat di Bendungan Notopuro, Saradan, Dawuhan, Kedung Brubus, dan Sangiran

Berdasarkan Gambar 3, Konsentrasi Kadmiun di lokasi penelitian berkisar 0,0014 mg/L hingga 0,0127 mg/L dengan nilai rata-rata 0,01 mg/L. Sumber kadmium di perairan berasal dari pupuk fosfat, endapan sampah, dan campuran seng (0,2% Cd sebagai bahan impurity) [13]. Sumber lain dari unsur ini adalah dari aktivitas industri [13]. Konsentrasi Tembaga berkisar 0,002 hingga 0,1573 mg/L dengan nilai rata-rata 0,07 mg/L. Sumber Tembaga berasal dari penggunaan pupuk tertentu dan pestisida. Konsentrasi Amonia berkisar 0,04 hingga 2,07 mg/L dengan nilai rata-rata 0,37 mg/L. Bendungan dengan amonia paling tinggi yaitu Saradan. Konsentrasi amonia yang tinggi mengindikasikan pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah domestik, industri, dan limpasan pupuk pertanian.

(6)

Berdasarkan hasil perhitungan status mutu air pada Tabel 4, di sembilan bendungan yang dianalisis termasuk ke kategori baik (memenuhi baku mutu) sampai cemar ringan dimana tingkat pencemaran terendah ada di Bendungan Telaga Pasir dan tertinggi di Bendungan Saradan. Parameter yang memberi kontribusi terhadap mutu air yaitu: BOD5, COD, Klorin Bebas, Arsen, Kadmium, Tembaga, Amonia, dan Nitrit. Diperlukan upaya pengendalian pencemaran kualitas air untuk memperbaiki mutu air bendungan ini.

Langkah awal untuk merencanakan perbaikan kualitas air yaitu dengan mengetahui asal mula sumber pencemar. Bila konsentrasi BOD5 dan COD telah cukup tinggi dan melebihi baku mutu, maka sudah dapat diduga ada indikasi pencemaran bahan organik [8]. Sumber bahan organik berdasarkan hasil pengamatan di lokasi penelitian berasal dari limbah domestik, limbah pertanian, dan humus dari hutan yang terdapat di daerah tangkapan air. Klorin teridentifikasi tinggi di beberapa bendungan. Berdasarkan [14], klorin sangat umum digunakan di industri kimia seperti industri plastik, pelarut, semen, pulp dan kertas, pestisida, logam metal, dan pembangkit listrik. Limbah yang mengandung klorin juga dihasilkan oleh proses pengolahan air bersih, limbah aktifitas manusia (municipal waste), dan limbah rumah sakit.

Berdasarkan hasil observasi, tidak terdapat industri di semua daerah tangkapan air. Potensi pencemaran klorin diduga berasal dari limbah aktifitas manusia.

Lebih lanjut, munculnya arsen dalam air bendungan disebabkan oleh tanah dan air yang menjadi sumber arsen organik yang berasal secara alami dari perut bumi, sedangkan munculnya kadmium di air bendungan berasal dari pupuk fosfat, endapan sampah, dan campuran seng [15]. Adapun sumber amonia di perairan umum, dalam hal ini air bendungan, adalah hasil dari pemecahan nitrogen organik berupa tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati. Pada kolam budidaya, amonia lebih banyak dihasilkan dari kotoran ikan atau sisa pakan yang tidak termakan. Nitrit juga merupakan hasil metabolisme dari siklus nitrogen. Bentuk pertengahan dari nitrifikasi dan denitrifikasi.

Tabel 4. Mutu air Bendungan DAS Kali Madiun

No. Bendungan Nilai Status

1. Telaga Pasir 0,80 Baik

2. Gonggang 2,60 Cemar Ringan

3. Notopuro 2,50 Cemar Ringan

4. Saradan 3,10 Cemar Ringan

5. Dawuhan 2,67 Cemar Ringan

6. Kedung Brubus 2,34 Cemar Ringan

7. Kedung Bendo 1,45 Cemar Ringan

8. Pondok 1,06 Cemar Ringan

9. Sangiran 2,78 Cemar Ringan

Sumber: Hasil analisis, 2022

Penggunaan lahan pada radius 500 meter di seluruh bendungan dianalisis menggunakan sistem informasi geografis. Radius tersebut diprediksi memberi pengaruh terhadap kualitas air. Guna lahan yang teridentifikasi yaitu hutan, sawah, pemukiman, dan perkebunan/tegalan/kebun campuran. Keempat guna lahan tersebut ditentukan karena di sekitar lokasi penelitian tidak terdapat guna lahan lainnya. Luas guna lahan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Luas guna lahan

No. Bendungan Luas (Ha)

Hutan Sawah Permukiman Perkebunan lain/tegalan/kebun campuran

1. Telaga Pasir 3,41 52,39 25,94 16,83

2. Gonggang 0,00 0,00 53,76 77,32

3. Notopuro 0,00 36,51 23,20 14,64

4. Saradan 26,04 39,53 1,82 91,36

5. Dawuhan 0,00 47,89 15,02 291,77

6. Kedung Brubus 0,00 13,27 3,27 254,27

7. Kedung Bendo 88,54 0,00 0,00 1,56

8. Pondok 22,07 0,00 0,00 54,93

9. Sangiran 81,36 0,00 0,00 6,80

Sumber: Hasil observasi, 2022

(7)

Berdasarkan Tabel 5, guna lahan tertinggi di Waduk Telaga Pasir yaitu sawah dengan luas sebesar 52,39 Ha dan terendah hutan dengan luas sebesar 3,41 Ha. Luas pemukiman di bendungan ini yaitu 25,94 Ha. Berdasarkan Tabel 4, mutu air bendungan ini termasuk memenuhi baku mutu atau dalam kondisi baik.

Hal ini menunjukkan bahwa pemukiman di sekitar bendungan ini tidak menyebabkan pencemaran air untuk bendungan ini.

Waduk Gonggang hanya mempunyai dua guna lahan yaitu perkebunan/tegalan/kebun campuran dengan luas 77,32 Ha dan permukiman 53,76 Ha. Kedua guna lahan ini berpotensi menyumbang beban pencemaran BOD5. Berdasarkan hasil analisis pada Gambar 2, konsentrasi BOD5 di bendungan ini tidak memenuhi baku mutu yang ditentukan dan mutu air termasuk katagori cemar ringan.

Guna lahan yang terdapat di Bendungan Notopuro yaitu sawah seluas 36,51 Ha, perumahan 23,20, dan perkebunan/tegalan/kebun campuran 14,64 Ha. Tidak terdapat hutan di lokasi ini karena sudah merupakan area budidaya. Parameter pencemaran air yang tidak memenuhi baku mutu yaitu BOD5, Arsen, Kadmiun, Tembaga, dan Klorin Bebas dengan mutu air termasuk cemar ringan. Sumber pencemar diprediksi berasal dari aktivitas pertanian dan perkebunan di daerah tangkapan air seperti residu pupuk, pestisida, insektisida, dan sisa-sisa tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari tujuh macam pestisida yang digunakan para petani mengandung logam berat Pb dan dalam satu musim tanam dapat menyumbang Pb dalam tanah sebanyak 2991,26 mg/Ha [16]. Penggunaan pupuk dan pestisida kimia yang terus menerus dalam kurun waktu yang lama akan mencemari lahan pertanian dan produk pertaniannya dengan adanya peningkatan konsentrasi logam berat di dalamnya [16].

Guna lahan tertinggi di Waduk Saradan yaitu perkebunan/tegalan/kebun campuran seluas 91,36 Ha diikuti sawah 39,53 Ha, hutan 26,04 ha, dan pemukiman 1,82 Ha. Luasnya perkebunan/tegalan/kebun campuran, hutan, dan sawah diprediksi memengaruhi beban pencemaran di bendungan. Parameter yang tidak memenuhi baku mutu yaitu BOD5, Arsen, Kadmiun, Tembaga, dan Amonia, sama halnya dengan bendungan lainnya. Aktivitas perkebunan dan sawah memberi pengaruh terhadap kualitas air [17].

Aktivitas manusia di daerah tangkapan air seperti pemupukan, pemakaian pestisida, dan humus akan terakumulasi di badan air [18]. Pengelolaan kualitas badan air tidak hanya dilakukan di badan air, tetapi harus dilakukan juga di daerah tangkapan airnya karena terdapat hubungan erat [19,20].

Guna lahan tertinggi di Waduk Dawuhan yaitu perkebunan dengan luas sebesar 291,27 Ha, selanjutnya sawah 47,89 Ha, dan pemukiman 15,02 Ha. Kondisi tersebut mempengaruhi kualitas air bendungan. Berdasarkan analisis parameter BOD5, Kadmium, Arsen, dan Klorin Bebas tidak memenuhi baku mutu. Bahan organik yang menyebabkan BOD5 tinggi diprediksi berasal dari ketiga guna lahan tersebut, demikian juga cadmium, arsen dan klorin bebas diprediksi berasal dari aktivitas perkebunan dan sawah di daerah tangkapan air [17]. Guna lahan tertinggi di Waduk Kedung Brubus yaitu perkebunan dengan luas sebesar 254,27 Ha, selanjutnya sawah 13,27 Ha, dan pemukiman 3,27 Ha. Sama halnya dengan Waduk Dawuhan konsentrasi BOD5, yang tinggi diprediksi berasal dari guna lahan yang ada demikian juga untuk Kadmium dan Arsen.

Bendungan dengan guna lahan yang sama yaitu Kedung Bendo, Pondok, dan Sangiran. Guna lahan yang ada hanya Perkebunan lain/tegalan/kebun campuran dan hutan. Bendungan Kedung Bendo didominasi oleh hutan seluas 88,54 Ha dan perkebunan 1,56 Ha. Bendungan Pondok didominasi oleh perkebunan seluas 54,93 Ha dan hutan 22,07 Ha. Bendungan Sangiran didominasi hutan seluas 81,36 Ha dan perkebunan 6,80 Ha. Guna lahan tertinggi di Waduk Kedung Bendo yaitu hutan menyebabkan empat parameter yang melebihi baku mutu yaitu BOD5, Klorida, Amonia, dan Klorin Bebas. Guna lahan tertinggi di Waduk Pondok yaitu perkebunan parameter kualitas air yang tidak memenuhi baku mutu yaitu TSS, pH, BOD, COD, Amonia, dan Klorin Bebas. Guna lahan tertinggi di Waduk Sangiran yaitu hutan. Parameter yang tidak memenuhi baku mutu yaitu TSS, pH, BOD, COD, Amonia, dan Arsen.

4. Kesimpulan

Kualitas air Bendungan yang dianalisis termasuk kategori tercemar baik sampai cemar ringan dikarenakan terdapat delapan parameter yang telah melebihi baku mutu diantaranya yaitu BOD5, COD, Klorin Bebas, Arsen, Kadmium, Tembaga, Amonia, dan Nitrit. Adanya parameter yang telah memenuhi baku mutu dikarenakan adanya aktivitas lain di sekitar bendungan yang dapat dilihat dari penggunaan lahan yang merupakan sumber pencemar. Guna lahan yang terdapat di semua bendungan yaitu hutan, sawah, pemukiman, dan perkebunan. Empat guna lahan tersebut mempengaruhi kualitas air bendungan.

Pengelolaan kualitas air yang dapat dilakukan dilihat dari dua aspek yaitu di bagian badan air dan daerah tangkapan air. Kedua aspek tersebut harus dilakukan secara bersamaan karena terdapat kaitan yang sangat erat.

(8)

5. Referensi

[1] E. Wardhani and L. O. L. Putri, “Analisis Kualitas Air Tanah Dangkal untuk Keperluan Air Minum Di Kota Cimahi,” Jurnal Serambi Engineering, vol. 6, no. 3, pp. 416-425, 2021.

[2] E. Wardhani and D. Salsabila, “Pemilihan Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik Terbaik Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Air di DAS Cikapundung Kabupaten Bandung Barat,” Jurnal Serambi Engineering, vol. 7, no. 2, pp. 3062-3071, 2022.

[3] KepMenLH No 115. (2003). Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air.

[4] M. A. R. Alfaroby and E. Wardhani, “Perhitungan Beban Pencemaran Air Sungai Cibabat Kota Cimahi Provinsi Jawa Barat,” Jurnal Serambi Engineering, vol. 6, no. 2, pp. 1752-1761, 2021.

[5] Y. Anggraini and E. Wardhani, “Studi Mutu Air Sungai Cibaligo Kota Cimahi Provinsi Jawa Barat dengan Metode Indeks Pencemar,” Jurnal Serambi Engineering, vol. 6, no. 1, pp. 1752-1761, 2021.

[6] Y. I. Hermawan and E. Wardhani, “Status Mutu Air Sungai Cibeureum, Kota Cimahi,” Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan, vol. 8, no. 1, pp. 28-41, 2021.

[7] M. V. Rafianto dan E. Wardhani, “Peningkatan Status Mutu Sungai Cimahi dengan Penyusunan Rencana Induk Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik,” Jurnal Serambi Engineering, vol. 4, no.

2, pp. 1917-1925, 2021.

[8] E. Wardhani dan Z. A. Sugiarti, “Jatiluhur Water Quality at Various Depth,” Jurnal Presipitasi:

Media Komunikasi dan Pengembangan Teknik Lingkungan, vol. 18, no. 3, pp. 400-411, 2021.

[9] E. Wardhani, N. A. Fitriani, V. V. G. Apsari, F. K. Kusnadi, and F. I. Rachmanita, "Analysis of Lake Water Quality in Cimahi City, West Java Province," Jurnal Presipitasi: Media Komunikasi dan Pengembangan Teknik Lingkungan, vol. 20, no. 1, pp. 67-76, 2023.

[10] E. Wardhani, A. Z., Irmansyah, and N. A. Fitriani, “Determining the Status of the Setiamanah Reservoir Ecosystem in Cimahi City of West Java Province,” GEOMATE Journal, vol. 25, no. 108, pp. 38-49, 2023.

[11] M. Maksuk, “Kadar Arsenik dalam Air Sungai, Sedimen, Air Sumur, dan Urin pada Komunitas di Daerah Aliran Sungai Musiprovinsi Sumatera Selatan Tahun 2009,” Jurnal Kesehatan Poltekes Palembang, vol. 1, no. 09, pp. 117-124, 2012.

[12] O. Lesmana, H. Kusnoputranto, R. A. Wulandari, “Association of Metalloid Levels of Arsenic in Drinking Water and Skin Lesions in Obi Island, North Maluku Province,” Jurnal Kesmas Jambi, vol.

1, no. 1, pp. 61-69, 2016.

[13] B. Hamuna., R. H. R. Tunjung., S. Suwito, and H. K. Maury, “Konsentrasi Amoniak, Nitrat dan Fosfat di Perairan Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura,” EnviroScienteae, vol. 14, no. 1, pp. 8-15, 2018.

[14] Hasan, “Dampak Penggunaan Klorin,” Jurnal Teknik Lingkungan, vol. 7, no. 1, pp. 90-96, 2006.

[15] E. Vetrimurugan, K. Brindha, and O. M. Ndwandwe, “Human Exposure Risk to heavy Metals Through Groundwater Used for Drinking in an Intensively Irrigated River Delta,” Applied Water Science, vol. 2017, no. 7, pp. 3267-3280, 2017.

[16] K. Karyadi, S. Syafrudin, and D. Soterisnanto, "Akumulasi Logam Berat Timbal (Pb) Sebagai Residu Pestisida pada Lahan Pertanian (Studi Kasus pada Lahan Pertanian Bawang Merah di Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal)," Jurnal Ilmu Lingkungan, vol. 9, no. 1, pp. 1-9, 2012.

[17] P. C. Das and M. Esraz-Ul-Zannat, “Assessing the Impacts of Land Use-Land Cover Changes on Direct Surface Runoff: A Remote Sensing Approach in Khulna City,” Water Science and Technology, vol. 85, no. 10, pp. 1-23, 2022.

[18] C. Dandridge, T. Stanley, D. Kirschbaum, P. Amatya, and V. Lakshmi, “The Influence of Land Use and Land Cover Change on Landslide Susceptibility in the Lower Mekong River Basin,” Natural Hazards, vol. 115, no. 2, pp. 1-28, 2023.

[19] T. R. Fariz, F. Daeni, and H. Sultan, “Pemetaan Perubahan Penutup Lahan Di Sub-DAS Kreo Menggunakan Machine Learning pada Google Earth Engine,” Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan, vol. 8, no. 2, pp. 85-92, 2021.

[20] M. D. Haidir, I. Namara, N. Chayati, and F. Muhammad, “Manajemen Pengelolaan Kualitas Air Sungai Cisadane dari Aspek Kelembagaan (Studi Kasus Kota Tangerang),” Seminar Nasional Sains dan Teknologi, 2016.

Referensi

Dokumen terkait

Đồ án đã đạt được những yêu cầu: tìm hiểu lịch sử và kiến trúc hệ điều hành Android, tìm hiểu môi trường lập trình Android Studio, biết được các quy trình xây dựng một ứng dụng