• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERATURAN TENTANG PELESTARIAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA

N/A
N/A
KusumaWardhana Riandra

Academic year: 2023

Membagikan "PERATURAN TENTANG PELESTARIAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5168); Konservasi adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan warisan budaya dan cagar budaya beserta nilainya melalui perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatannya. Penyelamatan adalah upaya untuk mencegah dan/atau mengatasi kerusakan, kehancuran, atau musnahnya warisan budaya dan cagar budaya.

Keamanan adalah upaya melindungi dan mencegah Cagar Budaya dan Cagar Budaya dari ancaman dan/atau gangguan. Pemeliharaan adalah upaya menjaga dan merawat kondisi fisik Cagar Budaya dan Cagar Budaya agar tetap lestari. Pemanfaatan adalah pemanfaatan Warisan Budaya dan Warisan Budaya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya.

Pelestarian Situs Warisan Budaya dan Situs Warisan Budaya harus memperhatikan :. memperkuat nilai-nilai dan identitas penting; dan e. Ketentuan lebih lanjut mengenai petunjuk pelestarian cagar budaya dan cagar budaya diatur dengan Peraturan Gubernur. Penyelamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf a dilakukan terhadap Cagar Budaya dan Cagar Budaya dalam keadaan darurat atau terpaksa dan dalam keadaan normal.

PERIZINAN

PENGHARGAAN

PENYIDIKAN

UMUM

Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai kesatuan atau pemerintahan yang berbasis budaya serta identitas lokal berupa nilai agama, nilai spiritual, nilai filosofis, nilai estetika, nilai bela diri, nilai sejarah, dan nilai budaya yang menggambarkan keistimewaan daerah. Yogyakarta sehingga kelestariannya harus dilestarikan; Keberadaan Cagar Budaya dan Cagar Budaya di Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan aset budaya yang mengandung nilai-nilai kearifan budaya lokal yang penting sebagai landasan pengembangan kepribadian, pembentukan jati diri, serta benteng pertahanan masyarakat. kelestarian budaya masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta, sehingga upaya menjaga kelestariannya menjadi tanggung jawab bersama semua pihak; Dalam perkembangannya, banyak permasalahan yang muncul terkait dengan upaya konservasi. Saat ini keadaan cagar budaya dan cagar budaya di Daerah Istimewa Yogyakarta sangat memprihatinkan.

Berbagai permasalahan tersebut tidak dapat diselesaikan dengan menggunakan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya dan Benda Cagar Budaya. Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya mengatur secara umum Pengelolaan dan Pelestarian Cagar Budaya, sementara itu problematika yang terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta membutuhkan penyelesaian melalui pengaturan yang mengandung muatan lokal. Cakupan pengaturan dalam Peraturan Daerah ini tidak hanya terkait dengan Benda Cagar Budaya tetapi meliputi benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan Cagar Budaya.

Peraturan Daerah ini dibentuk dengan tujuan untuk menyelaraskan dan memfasilitasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Cagar Budaya. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, maka ketentuan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya telah dilaksanakan.

PASAL DEMI PASAL Pasal 1

Yang dimaksud dengan pencitraan Kawasan Cagar Budaya adalah Cagar Budaya merupakan unsur penting yang memperkuat identitas daerah. Yang dimaksud dengan daya dukung adalah kemampuan suatu situs cagar budaya dalam menahan beban tetap atau bergerak. Yang dimaksud dengan kapasitas (space capacity) adalah kemampuan suatu situs cagar budaya dalam menampung kegiatan.

Yang dimaksud dengan pembentukan citra kawasan adalah fasad bangunan, bentuk, bahan, Koefisien Dasar Bangunan dan tingginya. Yang dimaksud dengan elemen jalan (street/outdoor furniture) adalah komponen pelengkap jalan yang berkaitan dengan kepentingan pengguna jalan. Yang dimaksud dengan lanskap budaya adalah lanskap alam yang diciptakan oleh manusia yang mencerminkan pemanfaatan suatu situs atau kawasan pada masa lalu.

Peristiwa atau kekuatan luar biasa adalah keadaan yang mengancam kelestarian warisan budaya, misalnya gempa bumi. Kawasan konservasi adalah suatu ruang kosong di luar batas luar cagar budaya yang diperuntukkan bagi perlindungan cagar budaya. Yang dimaksud dengan “kategori intensif” adalah suatu kesatuan ruang yang sifat dan karakter unsur ruangnya (bangunan, lanskap, amenitas) berkaitan langsung dengan sifat dan karakter warisan budaya; Yang dimaksud dengan “kategori luas” adalah suatu kesatuan ruang yang sifat dan karakter unsur ruang yang dimaksud tidak berkaitan langsung, tetapi mempengaruhi sifat dan karakter warisan budaya.

Yang dimaksud dengan rekonstruksi adalah upaya mengembalikan bangunan cagar budaya dan struktur cagar budaya ke keadaan semula, dengan tetap mengutamakan asas keaslian bahan, teknik pengerjaan dan tata ruang, termasuk penggunaan bahan baru sebagai pengganti bahan asli. Konsolidasi adalah perbaikan bangunan cagar budaya dan bangunan cagar budaya dengan tujuan untuk memperkuat struktur dan mencegah proses kerusakan lebih lanjut. Rehabilitasi adalah upaya perbaikan dan pemulihan bangunan cagar budaya dan bangunan cagar budaya yang kegiatannya bertujuan untuk pengolahan sebagian.

Yang dimaksud dengan restorasi adalah serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk memulihkan keaslian bentuk, bangunan cagar budaya, dan bangunan cagar budaya yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Yang dimaksud dengan lanskap budaya adalah koridor ruang yang mempunyai ciri khas filosofis, historis, dan fisik sebagai penanda ciri budaya suatu daerah. Yang dimaksud dengan peningkatan kualitas hidup masyarakat adalah adanya multiplier effect bagi masyarakat berupa manfaat ekonomi dan manfaat budaya.

Ayat (2). Yang dimaksud dengan “insentif dan kompensasi” meliputi antara lain sertifikat penghargaan, plakat, piala, pemberian subsidi teknis, pemberian fasilitas tenaga ahli, biaya pemugaran bangunan, penyertaan modal bagi pengelola kawasan, penyediaan dana untuk keadaan darurat. , perolehan cagar budaya oleh pemerintah daerah, pembebasan/keringanan/subsidi pajak bumi dan bangunan, pemberian pelatihan masyarakat, pengurangan/subsidi listrik telepon, air, pemberian sponsorship promosi cagar budaya, subsidi pemeliharaan). Yang dimaksud dengan “penyebab tertentu” antara lain: mempunyai nilai penting dan strategis, mengancam kelangkaan dan kelangsungan hidup.

TAHUN 2012

  • SUMBU FILOSOFIS DAN SUMBU IMAJINER
  • TITIK TENGAH SUMBU FILOSOFIS

Dilihat dari tata ruangnya, DIY ditata khusus oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I dengan konsep tinggi dan penuh makna yang divisualisasikan dalam Cagar Budaya yang meliputi Gunung Merapi-Kraton-Laut Selatan (Samudra Indonesia). Warisan budaya ini menggambarkan poros imajiner yang selaras dengan konsep Tri Hita Karana dan Tri Angga (Parahyangan–Pawongan–Pabelasan atau Hulu–Tengah–Hilir dan Nilai Utama–. Madya–Nistha). Secara filosofis sumbu khayal ini melambangkan keselarasan dan keseimbangan hubungan manusia dengan Tuhan (hablun min Allah), manusia dengan manusia (hablun min Annas), manusia dengan alam yang meliputi lima unsur pembentuknya yaitu api (dahana) dari Gunung Merapi, bumi (bantala) dari bumi Ngayogyakarta, dan air (tirta) dari Laut Selatan, angin (maruta) dan angkasa (eiter).

Begitu pula jika melihat konsep Tri Hita Karana, ada tiga unsur penyusun kehidupan (fisik, tenaga, dan jiwa) yang termasuk dalam filsafat poros khayal. Konsep kosmogoni Hindu ini diubah oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I menjadi konsep Jawa-Islam Manunggaling Kawula Gusti (Jagad Gedhe dan Jagad Cilik). Sedangkan konsep Poros Filosofi Keraton Yogyakarta diwujudkan dengan adanya Monumen Golong Gilig/Pal Putih-Kraton-Panggung Krapyak.

Konsep Hindu oleh Sri Sultan Hamengku Buwana I ini diubah menjadi konsep Jawa Sangkan Paraning Dumadi. Tugu Golong Gilig mempunyai bahagian atas berbentuk bulat (golong) dan bahagian bawah berbentuk silinder (gilig) serta berwarna putih, sehingga disebut juga Pal Putih. Tugu Golong Gilig ini melambangkan kewujudan Sultan dalam menjalankan proses kehidupannya berlandaskan keikhlasan dalam beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa, disertai dengan keazaman terhadap kesejahteraan rakyat (golong-gilig) dan berlandaskan hati yang bersih (berwarna putih). .

Oleh karena itu, Tugu Golong-Gilig juga menjadi tempat pandang utama Sultan ketika bertapa di Bangsal Manguntur Tangkil di Sitihinggil Utara. Nilai filosofis yang dapat diambil dari Panggung Krapyak sebelah utara adalah perjalanan manusia dari lahir hingga dewasa, perkawinan hingga melahirkan anak. Sedangkan dari Tugu Golong-Gilig/Pal Putih di sebelah selatan melambangkan perjalanan manusia menghadap Sang Pencipta.

Tugu Golong-Gilig melambangkan kesatuan cipta, rasa dan karsa yang dilandasi kesucian hati untuk bertemu dengan Tuhan Sang Pencipta.

Referensi