• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH OTONOMI DAERAH DAN PERTUMBUHAN EKONOMI Mata Kuliah: Perekonomian dan Investasi Indonesia Dosen Pengajar: Muhammad Muallifurrahmi Arramidly, SEI, ME

N/A
N/A
halidi keamanan

Academic year: 2023

Membagikan "MAKALAH OTONOMI DAERAH DAN PERTUMBUHAN EKONOMI Mata Kuliah: Perekonomian dan Investasi Indonesia Dosen Pengajar: Muhammad Muallifurrahmi Arramidly, SEI, ME "

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

OTONOMI DAERAH DAN PERTUMBUHAN EKONOMI

Mata Kuliah: Perekonomian dan Investasi Indonesia

Dosen Pengajar: Muhammad Muallifurrahmi Arramidly, SEI, ME

Disusun oleh:

Nurul Maulidya Rahmah (2021140199)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM

DARUL ULUM KANDANGAN

TAHUN 2023 M

(2)

ii

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 1

C. Tujuan... 2

BAB II PEMBAHASAN ... 3

A. Pengertian Otonomi Daerah ... 3

B. Pelaksanaan Otonomi Daerah Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 ... 3

C. Konstruksi Konsepsional Otonomi Daerah Sebagai Salah Satu Instrumen Peningkatan Laju Pertumbuhan Kesejahteraan Masyrakat Di Indonesia ... 4

D. Konflik Otonomi Daerah Dan Dampaknya Terhadap Penyenggaraan Pemerintah ... 6

E. Pembangunan dan Perencanaan Otonomi Daerah ... 11

BAB III PENUTUP ... 18

A. Simpulan ... 18

B. Saran ... 18

DAFTAR PUSTAKA ... 19

(3)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Otonomi daerah merupakan peluang dan juga tantangan bagi setiap daerah. Otonomi daerah memberikan kesempatan yang luas kepada daerah untuk berkreasi dalam meningkatkan kesejahteraan dengan mengembangkan potensi yang dimiliki setiap daerah. Disisi lain otonomi daerah juga merupakan tantangan bagi pemerintah daerah dalam mengurangi ketergantungan kepada pemerintah pusat dan juga dalam mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.

Penyerahan berbagai kewenangan dalam rangka desentralisasi ini tentunya harus disertai dengan penyerahan atau pengalihan pembiayaan.

Dan sumber pembiayaan yang paling utama dan paling penting adalah sumber yang sudah dikenal dengan istilah PAD (Pendapatan Asli Daerah) dimana komponen utamanya adalah berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah.Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan penerimaan dari pungutan pajak daerah, retribusi daerah, hasil dari perusahaan daerah, penerimaan dari dinas dinas dan penerimaan lainnya yang termasuk dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang bersangkutan, dan merupakan pendapatan daerah yang sah.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan otonomi daerah?

2. Apa yang dimaksud dengan Pelaksanaan Otonomi Daerah Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004?

3. Apa yang dimaksud dengan Konstruksi Konsepsional Otonomi Daerah Sebagai Salah Satu Instrumen Peningkatan Laju Pertumbuhan Kesejahteraan Masyrakat Di Indonesia?

4. Apa yang dimaksud dengan Konflik Otonomi Daerah Dan Dampaknya Terhadap Penyenggaraan Pemerintah dan Pembangunan dan Perencanaan Otonomi Daerah?

(4)

2 C. Tujuan

1. Untuk mengetahui otonomi daerah

2. Untuk mengetahui Pelaksanaan Otonomi Daerah Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 3. Untuk mengetahui Konstruksi Konsepsional Otonomi Daerah Sebagai Salah Satu Instrumen Peningkatan Laju Pertumbuhan Kesejahteraan Masyrakat Di Indonesia

(5)

3 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Otonomi Daerah

Otonomi daerah adalah sebuah sistem atau kewenangan yang dimiliki daerah. Otonomi daerah ini bertujuan untuk mengembangkan daerah serta isi di dalam daerah tersebut.Tujuan dari penerapannya adalah untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut. Otonomi daerah ini membuat pemerintah daerah dapat melakukan pengembangan pada daerah-daerahnya tersebut.

B. Pelaksanaan Otonomi Daerah Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004

Hak Dan Kewajiban Daerah dalam Otonomi Daerah Berdasarkan pasal 21 dalam otonomi daerah, setiap daerah memiliki hak :

1) mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya 2) memilih pemimpin daerah

3) mengeloloa aparatur daerah 4) mengelola kekayaan daerah

5) memungut pajak daerah dan retribusi daerah mendapatkan bagi hasil pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah

6) mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sahmendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan1

Dalam pasal 22, kewajiban daerah yaitu :

1) melindungi masyarakat, menjaga persatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan NKRI

2) meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat 3) mengembangkan kehidupan demokrasi

1 ZAINAB OMPU JAINAH, HUKUM OTONOMI DAERAH DALAM PERSPEKTIF KEARIFAN LOKAL, (Bandarlampung, Pusaka Media, 2019), h. 7

(6)

4 4) mewujudakan keadilan dan pemerataan 5) meningkatkanfasilitas dasar pendidikan 6) meningkatkan pelayanan kesehatan

7) menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak 8) mengembangkan sistem jaminan sosial

9) menyususn perencanaan dan tata ruang daerah 10) mengembangkan sumber daya produktif di daerah 11) melestarikan lingkungan hidup

12) mengelola administrasi kependudukan 13) melestarikan nilai sosial budaya

14) membentuk dan menerapakan peraturan perundangundangan sesuai dengan kewenangannya

15) kewajiban lain yang diatur di dalam perturan perundangundangan2

C. Konstruksi Konsepsional Otonomi Daerah Sebagai Salah Satu Instrumen Peningkatan Laju Pertumbuhan Kesejahteraan Masyrakat Di Indonesia

Penerapan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah dalam implementasinya termasuk undang-undang nomor 2 tahun 1999 terdapat permasalahan dalam pembangunan nasional Indonesia yang tidak dapat dihindari adanya jurang antara si kaya dan si miskin sehingga kesejahteraan yang diharapkan tidak dapat tercapai Hal ini karena akibat terbatasnya peraturan pelaksanaan sebagai juklak dan juknis serta akibat asas-asas otonomi daerah diabaikan dapat menghambat usaha pembangunan di daerah.

Regulasi yang mengatur tata penyelenggaraan pemerintah daerah saat ini sebagai hukum positif adalah undang-undang nomor 32 tahun 2004 juncto nomor 3 tahun 2005 juncto UU Nomor nomor 8 tahun 2005 juncto UU nomor 8 tahun 2008 tentang perubahan atas undang- undang nomor 32 tahun 2004. Pelaksanaan otonomi daerah sangat dipengaruhi juga oleh faktor- faktor mampuan si pelaksana kemampuan dalam keuangan ketersediaan alat dan bahan coma

2 Prof.Lintje Anna Marpaung, MH. Revitalisasi Hukum Otonomi Daerah dan Prespektif Kepentingan Daerah.

AURA (Anugrah Utama Raharja 2016).hal 178. Nomor 47

(7)

5

faktor potensi dan geografi dan kemampuan dalam berorganisasi. Secara garis besar, pelaksanaan otonomi daerah ini hanya meliputi pada prinsip demokrasi keadilan pemerataan dan keanekaragaman, sedangkan untuk politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, fiskal dan agama kewenangan urusan pemerintah yang tidak diberikan ke daerah.

Prospek otonomi ke depan dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan yaitu dari aspek ideologi politik sosial budaya dan pertahanan keamanan. Aspek ideologi, mengandung falsafah bangsa yaitu Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara mengandung nilai-nilai pengakuan pada ketuhanan persatuan dan kesatuan terhadap hak asasi manusia, demokrasi keadilan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakat nilai- nilai ini dalam penyelenggaraan pemerintah daerah (otonomi daerah) dapat diterima dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Aspek politik, adanya pemberian otonomi dan kewenangan kepada daerah merupakan suatu wujud pengakuan dan kepercayaan dari pusat kepada daerah pengakuan dan kepercayaan ini dapat menciptakan hubungan yang harmonis antara pusat dan daerah serta memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa setiap kebijakan otonomi ini daerah yang berkaitan dengan aspek politik merupakan suatu upaya pendidikan politik rakyat yang dampaknya adanya peningkatan kehidupan politik di daerah.

Aspek ekonomi, dalam tujuan pemberdayaan kapasitas daerah akan memberikan kesempatan kepada daerah untuk mengembangkan dan meningkatkan perekonomian di daerah yang berpengaruh secara signifikan dalam peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah sesuai dengan kondisi dan kemampuan serta kebutuhannya komna kemudian otonomi daerah sebagai instrumen dalam penyelenggaraan pemerintahannya dapat memberikan pelayanan secara maksimal kepada para pelaku ekonomi di daerah baik lokal regional nasional maupun internasional. Sebagaimana yang dikemukakan Ade Maman Suherman dalam tantangan Indonesia masa mendatang.

Aspek sosial budaya, nilai-nilai yang terkandung dalam aspek sosial budaya ini yang beraneka ragam di daerah sebagai suku bangsa merupakan suatu nilai yang sangat penting bagi eksistensi daerah, bahwa dengan adanya pengakuan dari pemerintahan pusat maka daerah akan merasa setara dan sejajar dengan suku bangsa lainnya, hal ini akan sangat berpengaruh dalam

(8)

6

upaya mempersatukan bangsa dan negara yang pada akhirnya nilai budaya lokal dengan keanekaragaman nya akan memperkaya khasanah budaya nasionalPertahanan dan keamanan, dengan kewenangan kewenangan nya dapat memanfaatkan kondisi ketahanan daerah dalam kerangka ketahanan nasional akan menumbuhkan kepercayaan daerah terhadap pusat yang dapat mengeliminir gerakan separatis yang ingin memisahkan diri dari negara kesatuan republik Indonesia.3

D. Konflik Otonomi Daerah Dan Dampaknya Terhadap Penyenggaraan Pemerintah

Konflik kepentingan dalam otonomi daerah terdiri atas dua lokus. Pertama, konflik eksternal antardaerah otonom dalam menggali sumber-sumber alam di lintas batas. Kedua, konflik internal daerah otonom antara legislatif dan kepala daerah serta kepala daerah dengan wakilnya dalam memperebutkan kekua-saan yang melibatkan elite politik lokal.

1). Konflik Horizontal Antardaerah Otonom

Munculnya konflik antardaerah otonom disebabkan faktor kewenangan horizontal yang bermotif perebutan sumber-sumber daya alam dan ekonomi lintas batas. Faktor lainnya adalah sifat kedaerahan atau etnosentrisme yang fanatis, kesenjangan antar-daerah, sumber daya alam dan sumber ekonomi yang terbatas, serta pejabat daerah yang sewenang-wenang. Sebagai contoh, kasus pengelolaan air umbulan di Kabupaten Pasuruan yang melibatkan lima daerah otonom, yaitu Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Sidoarjo, Kota Pasuruan, Kota Surabaya, dan Ka-bupaten Gresik. Kerja sama antarlima daerah otonom tersebut sulit terwujud dan berlarut-larut sampai melibatkan Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Penyebab konflik tersebut bermotif sumber daya alam dan ekonomi.

Langkah gubernur dalam mencari solusi atas kebuntuan komunikasi dan untuk menciptakan kerja sama antardaerah otonom tersebut adalah membuat nota kesepa- haman (MoU) kerja sama pengelolaan air umbulan yang dilakukan pada 2003 antara Pemerintah Provinsi Jatim dan Pemerintah Kabupaten Pasuruan. Kemudian, nota kesepahaman (MoU) itu ditindaklanjuti dengan keputusan bersama antara gubernur dan bupati pada 2005.

3 Lintang Prabowo, M Tenku Rafli, Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Rakyat Indonesia, (JURNAL RECHTEN:

RISET HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA, 23-25.

(9)

7

Lahirnya keputusan bersama antara gubernur dan bupati merupakan bentuk kebijakan yang dilakukan di luar etika hubungan komunikasi antartingkat birokrasi yang selama ini dipahami dalam konsep hierarki birokrasi. Konsep hierarki birokrasi menempatkan pola hubungan hierarki kewenangan antara atasan dan bawahan, bukan sebagai hubungan komunikasi yang bersifat sejajar.

Penerapan prinsip primus interpares di dalam pembuatan keputusan bersama, yang dilakukan gubernur dan bupati merupakan kebijakan yang tidak bertentangan dengan aturan penyelenggaraan pemerintahan. Akan tetapi, dari sisi kepatutan etika administrasi publik, kerja sama antarpemerintah daerah akan dilakukan dalam satu level. Hal ini menandakan bahwa pemerintah daerah provinsi dalam melakukan komunikasi kebijakan dengan pemerintah kabupaten/kota berada pada posisi yang melakukan penawaran kerja sama, dibandingkan sebagai fasilitator.Dalam perjalanan kerja sama pengelolaan air umbulan tersebut, terjadi konflik kepentingan, yaitu tarik-menarik antara beberapa pihak dalam memperebutkan sumber-sumber ekonomi lintas batas.

2). Konflik Vertikal Antardaerah Otonom

Berbagai konflik antardaerah otonom dalam memperebutkan sumber daya alam daerah perbatasan tersebut, selain menimbulkan konflik kewenangan bersifat horizontal, juga bersifat vertikal. Hal ini karena posisi pemerintah provinsi yang secara hierarkis berada di atasnya, merupakan wakil dari pemerintah pusat. Tidak selayaknya jika pemerintah provinsi mengadakan nota kesepahaman dengan daerah otonom kabupaten/kota. Konflik terjadi karena daerah otonom kabupaten/kota dan pemerintah provinsi sebagai wakil pusat tidak memahami dan menjalankan posisinya sesuai dengan kewenangan konkurennya, yang diatur dalam Undang-Undang Otonomi Daerah dan Peraturan Peme- rintah melalui Permendagri. Pemerintah pusat dalam mendelegasikan kewenangan konkurennya kepada pemerintah provinsi tidak sejalan sehingga tidak ada kebijakan dari pemerintah provinsi, berupa peraturan daerah untuk melakukan koordinasi dan pengawasan terhadap kebijakan daerah. Setiap daerah berjalan sendiri tanpa ada kerja sama, koordinasi, dan interaksi.

Konflik vertikal terjadi karena antardaerah otonom tidak memahami posisi kewenangan konkurennya masing-masing dan di lain pihak, pemerintah pusat, dalam hal ini

(10)

8

pemerintah provinsi, terkesan membiarkan dan tidak menjalankan kewenangan konkurennya, terutama dalam hal lintas batas. Padahal, pemerintah provinsi secara hierarkis mempunyai legalitas kewenangan untuk mengatur, menfasilitasi, dan mengoordinasikan antardaerah otonom untuk bekerja sama lintas batas.

3). Konflik Internal Daerah Otonom

Konflik internal daerah otonom merupakan konflik kewenangan horizontal. Dalam konflik horizontal terdapat dua arena konflik, yaitu antara legislatif dan eksekutif yang melibatkan elite politik lokal dan konflik antara kepala daerah dan wakil kepala daerah.

Konflik internal kewenangan horizontal antarelite politik lokal antara legislatif dan eksekutif melibatkan elite politik lain (tokoh informal). Posisi lembaga legislatif dan eksekutif sejajar, tetapi masing-masing mempunyai kewenangan yang berbeda. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan konflik dalam implementasi Undang-Undang Otonomi Daerah.

a. Pertama, berbagai konflik ini terjadi disebabkan oleh tuntutan peningkatan tatanan administratif tingkat lokal yang begitu cepat-tanpa diimbangi kompetensi para pejabatnya. Banyak pejabat legislatif dan eksekutif berpendidikan kurang memadai, wawasannya sempit, dan tidak berpengalaman dalam bekerja.Konflik juga terjadi karena faktor pergeseran sistem politik otoritarian ke demokrasi yang membawa konsekuensi perubahan pada perilaku aktor politik lokal. Aktor politik lokal yang mempunyai sumber kekuasaan yang besar dalam pengelolaan pemerintahan di daerah, sering menyebabkan terjadinya konflik kekuasaan. Secara teoretis, sumber-sumber kekuasaan yang terbatas, termasuk jabatan menjadi kepala daerah dan anggota legislatif, menyebabkan munculnya konflik kepentingan.

b. Kedua, faktor lokal, meliputi empat, sebagai berikut.

Polarisasi kepentingan elite politik. Mandat politik dalam Pilkada diberikan langsung oleh rakyat dan tidak lagi dikuasai oleh sekelompok elite politik.

Otonomi daerah yang menggeser kekuasaan dari sekelompok elite politik ke tangan publik belum menjamin tidak terjadinya konflik, bergantung dari seberapa besar dukungan partai politik di legislatif. Sebagai contoh, kasus konflik di Banyuwangi pada 2005. Kepala daerah terpilih, Ratna, mempunyai legitimasi

(11)

9

kuat karena pilihan mayoritas rakyat, tetapi berasal dari partai kecil (gurem) yang tidak mempunyai dukungan partai di legislatif.Pluralisme identitas dan kultural.

Konflik kepentingan sering kali direduksi dengan politik identitas, simbol-simbol isu gender, keyakinan, dan budaya tertentu, seperti di Banyuwangi

Pergeseran patronase politik. Pergeseran sistem pemerintahan daerah dari sentralisasi ke desentralisasi karena munculnya Undang-Undang Otonomi Daerah dan bergesernya pusat kekuasaan ke daerah, telah memunculkan elite politik baru.

Munculnya konflik kepentingan di daerah sejalan dengan munculnya elite politik baru yang memiliki kekuasaan yang luas, tetapi tidak diimbangi dengan kedewasaan.

Di era Orde Baru, elite politik lokal mempunyai kekuasaan yang sangat terbatas, sedangkan di era otonomi daerah, kekuasaan legislatif begitu besar. Elite politik baru di level informal ataupun formal mempunyai sumber-sumber kekuasaan dan secara kultural dikuasai oleh tokoh masyarakat (terutama agama) tertentu yang merupakan tokoh sentral di daerahnya. Elite politik formal ataupun informal mampu menggerakkan sumber kekua-saannya, dengan politik identitas (sosiologis dan ikatan primordial), tanpa diimbangi dengan pendidikan politik yang baik Konflik elite politik lokal juga disebabkan oleh maturitas elite politik dan nonelite politik yang rendah. Tingkat maturitas elite politik lokal informal memiliki andil besar dalam menciptakan konflik politik di daerah. Hal ini tecermin dari orientasi politik mereka yang terbatas pada pengejaran kekuasaan semata, tanpa melihat kepentingan masyarakat luas.

c. Ketiga, faktor sistem politik dan elite nasional. Faktor nasional tertumpu pada transisi politik dan intervensi sistem politik nasional yang membawa pengaruh besar terhadap konflik politik di daerah. Konflik politik di daerah tidak lepas dari intervensi elite politik nasional, contohnya kasus konflik di Banyuwangi pada 2005.Setelah menggunakan UU No. 23 Tahun 2014, konflik legislatif dan eksekutif mengalami pergeseran ke area anggaran. Politik anggaran dijadikan arena negosiasi antara legislatif dan eksekutif. Hal ini terjadi karena alokasi anggaran pembangunan daerah harus mendapat persetujuan legislatif sebagai

(12)

10

fungsi anggaran serta pengawasan. Konflik anggaran terjadi ketika tidak ada transparansi penggunaan dana APBD, salah satu pihak terindikasi menyalahgunakan kewenangannya, dan basis dukungan politik tidak terakomodasi dalam anggaran daerah.

4). Dampak Konflik Antardaerah Otonom

Otonomi daerah yang diterapkan pada kabupaten/kota banyak menimbulkan konflik sehingga berdampak negatif. Beberapa dampak negatif yang bisa terjadi akibat konflik otonomi daerah, yang disebabkan oleh munculnya sifat kedaerahan atau etnosen-trisme yang fanatik, ialah disharmonisasi hubungan antardaerah, ketidakpercayaan (distrust) terhadap pemerintah pusat dan provinsi dalam menjalankan kewenangan konkurennya, serta penilaian negatif terhadap kinerja eksekutif ataupun legislatif dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Penyelesaian konflik antardaerah otonom ini merupakan konflik menang-kalah sehingga menyebabkan keretakan hubungan kedua daerah otonom maupun pihak lain.4 E. Pembangunan dan Perencanaan Otonomi Daerah

Perencanaan pembangunan di suatu wilayah, daerah ataupun negara sangat dibutuhkan baik negara berkembang maupun negara maju. Hal ini disebabkan karena situasi dan kondisi yang membuat suatu daerah harus melakukan pembangunan. Kendati bahwa dalam melakukan suatu pembangunan diperlukan sebuah perencanaan yang baik dan benar dalam hal ini kebijakan yang akan digunakan atau instrumen yang akan dilakukan dalam melakukan pembangunan tentu melalui kajian ekonomi, sehinggah kebijakan tersebut dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.

Pembangunan suatu daerah bertujuan meningkatkan kesejahteraan dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh lapisan masyarakat.Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu cara untuk menunjang pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu pembangunan infrastruktur sangat diharapkan oleh masyarakat.

4 Irtanto, KONFLIK DALAM OTONOMI DAERAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PENYELENGGARAANPEMERINTAHAN, (Jakarta:

Penerbit BRIN, 2021), 9-25.

(13)

11

Pembangunan merupakan salah satu cara untuk melihat apakah ada perubahan pertumbuhan ekonomi suatu daerah atau tidak. Jika perubahan menunjukkan angka positif maka pertumbuhan akan mengalami peningkatan, namun jika negatif maka akan mengalami penurunan.

Pembangunan infrastruktur yang baik dan benar akan memudahkkan roda prekonomian akan menjadi baik. Selain itu, dapat mempermudah investor untuk melakukan investasi di daerah tersebut. Kemudian pemerataan ekonomi akan tercapai ketika pembangunannya terarah dengan baik.

Berdasarkan kajian ekonomi pembangunan, untuk mencapai atau meningkatkan pertumbuhan ekonomi diperlukan kebijakan pembangunan ekonomi yang memadai untuk meningkatkan kegiatan ekonomi. Pembangunan infrastruktur akan dapat berdampak pada pertumbuhan ekonomi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Infrastruktur sendiri merupakan prasyarat bagi sektor-sektor lain untuk berkembang dan juga sebagai sarana penciptaan hubungan antara satu dengan yang lainnya.

Infrastruktur juga dapat dijadikan mobil penggerak pembangunan nasional dan menjadi konektivitas antar wilayah yang ada di Indonesia. Perbaikan pada sektor infrastruktur tentunya dapat mendorong minat investasi asing dan domestik. Peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia beberapa tahun terakhir salah satunya ditenggarai karena meningkatnya perhatian pemerintah terhadap investasi infrastruktur. Keberadaan Infrastruktur yang memadai seharusnya akan berkontribusi kepada kelancaran produksi maupun distribusi barang dan jasa antar wilayah yang pada akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan dan pemerataan ekonomi menjadi indikator untuk melihat hasil dari pembangunan yang telah dilakukan dan dapat menentukan arah pembangunan di masa yang akan datang.

Sifat dan jenis pembangunan infrastruktur sangatlah berbeda-beda, hal ini dikarenakan pola dan kepadatan penduduk suatu daerah berbeda-beda. Sehinggah peran pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan terkait pembangunan infrastruktur harus jelih melihat hal ini.5

Permasalahan Pembangunan Ekonomi Daerah Permasalahan

5 Maharani, A. yudi. (2019). Analisis pengaruh pembangunan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi di provinsi jawa tengah.

(14)

12

permasalahan yang terjadi selama ini dalam pembangunan ekonomi dalam konteks otonomi daerah adalah

1) Ketimpangan Pembangunan Sektor Industri Konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah tertentu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah. Pertumbuhan ekonomi di daerah dengan konsentrasi ekonomi yang tinggi cenderung pesat, sedangkan daerah yang konsentrasi ekonominya rendah ada kecenderungan tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonominya juga rendah. Industri manufaktur merupakan sektor ekonomi yang secara potensial sangat produktif, hal ini dapat terlihat dari sumbngan terhadap pembentukan PDB atau PDRB.

Terjadinya ketimpangan pembangunan sektor industri atau tingkat industrialisasi antar daerah adalah sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya ketimpangan ekonomi antar daerah. Kurang berkembangnya sektor industri di luar pulau jawa merupakan salah satu pnyebab terjadinya kesenjangan ekonomi antara jawa dengan wilayah di luar jawa. Pada daerah di luar jawa, seperti sumatera kalimanyan timur, papua, bisa menjadi wilayah- wilayah yang sangat potensial untuk pengembangan sektor industri manufaktur, hal ini dapat dilahat dari dua hal yaitu ( 1 ) ketersediaan bahan baku , ( 2 ) letak geografis yang dekat dengan negara tetangga yang bisa menjadi potensi pasar yang besar disamping pasar domestik .

2) Kurang Meratanya Investasi Dalam teori pertumbuhan ekonomi Harrod Domar mengatakan bahwa ada korelasi positif antara tingkat investasi dengan laju pertumbuhan ekonomi, sehingga dengan kurangnya investasi di suatu daerah akan membuat tingkat pertumbuhan dan tingkat pendapatan perkapita masyarakat di daerah tersebut rendah. Hal ini dikarenakan tidak ada kegiatan- kegiatan ekonomi yang produktif seperti industri manufaktur. Dalam hal inverstasi, jawa tetap merupakan wiayah yang dominan bagi PMDN dan PMA , tentunya hal ini lebih banyak dinikmati oleh masyarakat dan dunia usaha di jawa . Terhambatnya, terhambatnya perkembangan investasi di daerah disebabkan banyak faktir, diantaranya kebijakan dan birokrasi yang selama orde baru terpusat, keterbatasan infrastruktur dan sumber daya manusia di daerah - daerah luar jawa 3) Tingkat Mobilitas Faktor Produksi yang Rendah Kurang lancarnya tingkat kepadatan penduduk, pendidikan, kesehatan, kedisiplinan, dan etos kerja. Faktor-faktor ini

(15)

13

mempengaruhi tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, dari sisi permintaan dan penawaran. Di sisi permintaan jumlah penduduk yang besar merupakan potensi besar bagi pertumbuhan pasar, yang berarti faktor pendorong bagi pertumbuhan bagi kegiatan sisi penawaran, jumlah penduduk yang besar dengan pendidikan dan kesehatan yang baik, disiplin dan etos kerja yang tinggi merupakan asset penting bagi produksi. Kurang Lancamnya Perdagangan Antar Daerah. Kurang lancarnya perdgangan antar daerah juga merupakan faktor yang turut menciptakan ketimpangan ekonomi regional di indonesia, hal tersebut disebabkan oleh keterbatasan transportasi dan komunikasi . Jadi tidak lancarnya arus barang dan jasa antar daerah mempengaruhi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi suatu daerah dari sisi permintaan dan penawaran Dari sisi permintaan, kelangkaan barang dan jasa untuk konsumen mempengaruhi permintaan pasar terhadap kegiatan kegiatan ekonomi lokal yang sifatnya komplementer mendukung dengan barang dan jas tersebut. Sedangkan dari sisi penawaran, sulitnya mendapatkan barang modal, input perantara, bahan baku atau material lainnya dapat menyebabkan kegiatan ekonomi suatu daerah lumpuh atau tidak berjalan secara optimal .mobilisasi faktor produksi seeperti tenaga kerja dan modal antar daerah juga merupakan penyebab terjadinya ketimpangan ekonomi regional. Hal ini karena perbedaan laju pertumbuhan ekonomi antar daerah membut terjadinya perbedaan tingkat pendapatan perkapita antar daerah, dengan asumsi bahwa mekanisme pasar autput dan input bahan mempengaruhi mobilitas faktor produksi antar daerah . Menurut A. Lewis jika perpindahan faktor produksi antar daerah tidak ada hambatan, maka pada akhirnya pembangunan ekonomi yang optimal antar darah akan tercapai dan semua daerah akan menjadi lebih baik . 4) Perbedaan Sumber Daya Alam Pemikiran klasik yang mengatakan bahwa pemangunan

ekonomi daerah yang kaya akan sumber daya alam akan lebih maju dan masyarakat lebih makmur dibandingkan daerah yang miskin akan sumber daya alam . Hingga tingkat tertentu pendapat tersebut bisa dibenarkan , dalam arti sumber daya manusia dilihat hanya sebagai modal awal untuk pembangunan , dan selanjutnya harus dikembangkan terus menerus . Oleh karena itu diperlukan faktor faktor lain , diantaranya adalah faktor teknologi dan sumber daya manusia . Dengan penguasaan teknologi dan peningkatan kualitas sumber daya manusia , maka faktor endowment tidak relevan lagi . Hal ini dapat

(16)

14

kita lihat di negara negara maju seperti jepang , korea selatan taiwan , dan singapura yang sangat miskin akan sumber daya alam .

5) Perbedaan Demografis Ketimpangan regional ekonomi di indonesia juga disebabkan oleh perbedaan kondisi geograpembangunan dan pertumbuhan ekonomifis antar daerah.

Kondisi ini berpengaruh terhadap jumlah dan pertumbuhan penduduk, tingkatkepadatan penduduk, pendidikan, kesehatan, kedisiplinan ,dan etos kerja .Faktor-faktor ini mempengaruhi tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Dari sisi permintaan dan penawaran .

6) Di sisi permintaan jumlah penduduk yang besar merupakan potensi besar bagi pertumbuhan pasar, yang berarti faktor pendorong bagi pertumbuhan bagi kegiatan ekonomi. Dari sisi penawaran, jumlah penduduk yang besar dengan pendidikan dan kesehatan yang baik, disiplin dan etos kerja yang tinggi merupakan asset penting bagi produksi. Kurang Lancamnya Perdagangan Antar Daerah. Kurang lancarnya perdgangan antar daerah juga merupakan faktor yang turut menciptakan ketimpangan ekonomi regional di indonesia, lhal tersebut disebabkan oleh keterbatasan transportasi dan komunikasi. Jadi tidak lancarnya arus barang dan jasa antar daerah mempengaruhi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi suatu daerah dari sisi permintaan dan penawaran Dari sisi permintaan, kelangkaan barang dan jasa untuk konsumen mempengaruhi permintaan pasar terhadap kegiatan kegiatan ekonomi lokal yang sifatnya komplementer mendukung dengan barang dan jas tersebut. Sedangkan dari sisi penawaran, sulitnya mendapatkan barang modal, input perantara, bahan baku atau material lainnya dapat menyebabkan kegiatan ekonomi suatu daerah lumpuh atau tidak berjalan secara optimal .6

Otonomi Daerah dalam Pembagian Urusan Pemerintahan dan Keuangan Daerah a. Pembagian Urusan Pemerintah-Pemerintah Daerah

Kewenangan pemerintah merupakan dasar utama baik setiap tindakandan perbuatan hukum dari setiap level pemerintahan, dengan adanya dasar kewenangan yang sah maka setiap tindakan dan

6 M. Makhfudz, dkk, Kontroversi dan Pelaksanaan Otonomi Daerah, Jurnal Hukum Vol. 3 No.2, 2019, h. 382-383.

(17)

15

perbuatan hukum yangdilakukan oleh setiap level pemerintahan dapat dikategorikan sebagaitindakan dan perbuatan hukum yang sah dan apabila tanpa ada dasar kewenangan, maka setiap tindakan dan perbuatan hukum yang dilakukan oleh setiap level pemerintah dapat dikategorikan sebagai tindakan dan perbuatan yang bertentangan dengan hukum dan dapat juga dikatakan sebagai pelanggaran terhadap asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Secara umum, kewenangan pemerintahan dapat diperoleh melalui atribusi,delegasi, dan mandat serta tugas pembantuan (medebewind). Caramemperoleh kewenangan tersebut juga menggambarkan adanya perbedaanyang hakiki antara berbagai level pemerintahan yang ada di suatu negara. Sebagai contoh, pelaksanaan atribusi kewenangan memerlukan adanya pembagian level pemerintahan yang bersifat nasional, regional, dan lokalatau level pemerintahan atasan dan pemerintahan bawahan. Selain itu pelaksanaan delegasi membuktikan adanya level pemerintahan yang lebih tinggi (delegator) dan level pemerintahan yang lebih rendah (delegans). Secara khusus, kewenangan pemerintahan juga berkaitan dengan hak, kewajiban, dan tanggung jawab di antara berbagai level pemerintahan yang ada. Dengan adanya pembagian atribusi, distribusi, delegasi, dan mandat dapat digambarkan bagaimana berbagai level pemerintahan tersebut mempunyai hak, kewajiban, dan tanggung jawab yang berbeda antara satu level pemerintahan dengan level pemerintahan lainnya. Dengan demikian, terjadi perbedaan tugas dan wewenang di antara berbagai level pemerintahan tersebut, dan pada akhirnya dapat menciptakan perbedaan ruang lingkup kekuasaan dan tanggung jawab di antara mereka.

Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah tersebut, pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Penyelenggaraan desentralisasi mensyaratkan pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah dengan Pemerintahan Daerah.

Pembagian urusan antara pemerintah, pemerintah provinsi danpemerintah kabupaten/kota sebagai upaya untuk memperjelas kewenangan masing-masing pemerintah dalam menjalankan kewenangannya dan mengurus rumah tangganya sendiri. Secara umum, berdasarkan pasal 6

(18)

16

Ayat (1 dan 2) Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, pemerintah yang menjadi kewenangan pemerintah daerah teridiri dari urusan wajib dan urusan pilihan.

Urusan wajib terdiri dari : a) pendidikan

b) kesehatan

c) lingkungan hidup d) pekerjaan umum e) penataan ruang

f) perencanaan pembangunan g) perumahan

h) kepemudaan dan olahraga i) penanaman modal

j) koperasi dan usaha kecil dan menengah k) kependudukan dan catatan sipil

l) ketenagakerjaan m) ketahanan pangan

n) pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak o) keluarga berencana dan keluarga sejahtera

p) perhubungan

q) komunikasi dan informatika r) pertanahan

s) kesatuan bangsa dan politik dalam negeri

t) otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah u) perangkat daerah, kepegawaian, dan persandian

v) pemberdayaan masyarakat dan desa

Sedangkan urusan pilihan adalah urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Pembagian urusan dalam kewenangan antara pemerintah

(19)

17

dan pemerintah daerah pada tingkat Provinsi, Kabupaten, dan Kota merupakan batasan dalam pelaksanaan otonomi daerah yang riil dan nyata, sehingga tidak adanya pengambilan urusan yang bukan dari kewenangannya dan tidak mengakibatkan konflik vertikal antara lembaga- lembaga yang ada, karena ada batasan-batasan urusan yang menjadi kewenangan.

Secara umum berdasarkan Undang-undang No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, ada beberapa prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara meliputi:

1) tertib, artinya bahwa pengelolaan keuangan negara harus selalumemperhatikan tertib administrasi dan tertib secara operasional

2) taat pada peraturan perundang-undangan, artinya bahwa pengelolaankeuangan negara harus selalu sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku

3) efisien, artinya bahwa pengelolaan keuangan negara harus efisien dan tidak boros

4) ekonomis, artinya bahwa dalam pengelolaan keuangan negara harus memperhatikan keterbatasan keuangan yang ada dengan pengalokasian sesuai dengan prioritaskan

5) efektif, artinya bahwa pengelolaan keuangan negara harus berorientasikepada pencapaian tujuan pembangunan

6) transparan, artinya bahwa pengelolaan keuangan negara harus terbuka sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

7) bertanggungjawab, artinya bahwa setiap rupiah uang negara yangdikeluarkan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik sesuaidengan peraturan perundangan yang berlaku 8) memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan, artinya bahwa dalam pengelolaan keuangan negara harus selalu memperhatikan keadilan diantara warga negara, daerah, dan sektor, serta sesuai dengan norma dan kepatutan yang berlaku di masyarakat.7

7 Ibid, h. 283-285

(20)

18 BAB III PENUTUP A. Simpulan

Dengan adanya otonomi daerah yang di tetapkan oleh pemerintah pusat maka pemerintah daerah dapat membangun ekonomi daerah sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Potensi tersebut bisa dijadikan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat dan pemasukan daerah. Seprti halnya jika suatu daerah mempunyai tempat wisata yang berpotensi untuk dikomersialkan maka pemerintah harus memberikan perhatian khusu pada tempat tersebut dan masyarakatnya. Masyarakat dihimbau untuk melestarikan dan pemerintah juga membantu mempromosikan lokasi tersebut untuk dapat dikunjungi para wisatawan. Jika tempat wisata itu akan maju maka masyarakat didaerah tersebut akan mendapatkan dampaknya seprti dapat berjualan, menyediakan penginapan, dan juga di bidang jasa lainnya.

B. Saran

Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembacanya. Jika ada kesalahan dalam penulisan dimohon kritik dan saran yang membangun demi kebaikan kedepannya.

(21)

19

DAFTAR PUSTAKA

ZAINAB OMPU JAINAH, HUKUM OTONOMI DAERAH DALAM PERSPEKTIF KEARIFAN LOKAL, (Bandarlampung, Pusaka Media, 2019).

Prof.Lintje Anna Marpaung, MH. Revitalisasi Hukum Otonomi Daerah dan Prespektif Kepentingan Daerah. AURA (Anugrah Utama Raharja 2016).

Lintang Prabowo, M Tenku Rafli, Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Rakyat Indonesia, (JURNAL RECHTEN: RISET HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA.

Irtanto, KONFLIK DALAM OTONOMI DAERAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PENYELENGGARAANPEMERINTAHAN, (Jakarta: Penerbit BRIN, 2021).

Maharani, A. yudi. (2019). Analisis pengaruh pembangunan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi di provinsi jawa tengah.

M. Makhfudz, dkk, Kontroversi dan Pelaksanaan Otonomi Daerah, Jurnal Hukum Vol. 3 No.2, 2019.

Referensi

Dokumen terkait

Agama memiliki kepercayaan kepada kekuatan gaib, kepercayaan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, bersifat emosional dan aspek kesucian dari agama itu sendiri.Sebagai pengakuan