• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERENCANAAN PUSAT KONSERVASI TERUMBU KARANG DI KABUPATEN WAKATOBI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "PERENCANAAN PUSAT KONSERVASI TERUMBU KARANG DI KABUPATEN WAKATOBI"

Copied!
204
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN PUSAT KONSERVASI TERUMBU KARANG DI KABUPATEN WAKATOBI

ACUAN PERANCANGAN Diajukan Sebagai Penulisan Tugas Akhir

Untuk Memenuhi Syarat Ujian Sarjana Teknik Arsitektur

OLEH:

ANDIKA RAHMAN 4514043004

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR

2020

(2)
(3)

ii KATA PENGANTAR

Tiada kata yang paling indah selain puji dan rasa syukur kepada Allah SWT, yang telah menentukan segala sesuatu berada di tangan-Nya, sehingga tidak ada setetes embun pun dan segelintir jiwa manusia yang lepas dari ketentuan dan ketetapan-Nya. Alhamdulillah atas hidayah dan inayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan Acuan Perancangan ini yang berjudul :

PUSAT KONSERVASI TERUMBU KARANG DI KABUPATEN WAKATOBI

Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian sarjana Prodi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Bosowa Makassar. Proses penulisan ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menghaturkan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua orang tua penulis Ayahanda La Ani dan Ibunda Wa Saruwia Terima kasih telah menjadi orang yang penuh perhatian, yang tak menuntut penulis untuk bisa menjadi seperti orang-orang. Terima kasih atas doa-doa baik yang telah dipanjatkan untuk penulis.

2. Ibu Syam Fitriani Asnur, ST., M.Sc. Selaku Ketua Prodi Arsitektur Universitas Bosowa sekaligus Pembimbing I dan Penasihat Akademik yang senantiasa memberikan masukan dan dorongon sekaligus nasehat untuk kebaikan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Sudarman, ST.,MT. selaku Pembimbing II yang telah meluangkan waktunya dan untuk semua ilmu yang senantiasa diberikan kepada penulis.

(4)

iii 4. Seluruh Dosen Jurusan Arsitektur Universitas Bosowa dan Staf selaku pengajar atas sabar dan waktunya membagi ilmu serta pengalaman yang diberikan kepada penulis selama di bangku kuliah.

5. Teman-teman di prodi Arsitektur Universitas Bosowa, serta sahabat- sahabat angkatan 2014 yang telah banyak memberikan pengalaman- pengalaman baik, serta menghadirkan ikatan persahabatan dan persaudaraan. Terima kasih telah mengajarkan banyak hal dalam hidup penulis.

6. Seluruh pihak yang tidak sempat dan bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu secara langsung maupun tidak langsung, Atas segala kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan Acuan Perancangan ini, penulis memohon maaf dan meminta masukan serta saran yang konstruktif. Akhir kata semoga Acuan Perancangan ini memberikan manfaat bagi semua pihak terutama bagi perkembangan dunia arsitektur.

Makassar, Maret 2020 P e n u l i s

ANDIKA RAHMAN 45 14 043 004

(5)

iv DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PENGESAHAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

Non Arsitektural ... 6

Arsitektural ... 6

C. Tujuan ... 7

D. Manfaat ... 7

E. Metode Pembahasan ... 8

1. Data Primer ... 8

2. Data Sekunder ... 9

F. SistematikaPembahasan ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PUSAT KONSERVASI TERUMBU KARANG ... 11

A. Tinjauan Pusat Konservasi Terumbu Karang ... 11

1. Tinjauan Konservasi ... 11

2. Tinjauan Terumbu Karang... 12

B. Tinjauan Gedung Pusat Konservasi Terumbu Karang ... 21

(6)

v

1. Pengertian dan Batasan ... 21

2. Strategi dan Sasaran... 23

3. Pelaku Kegiatan dan Jenis Kegiatan ... 25

4. Sifat dan Tujuan ... 30

5. Kebijakan Pemerintah dalam Bidang Konservasi Terumbu Karang ... 31

C. Kelembagaan Pusat Konservasi Terumbu Karang ... 32

1. Status Pusat Konservasi Terumbu Karang ... 32

2. Hubungan Kerjasama dengan Instansi Lain ... 33

3. Lingkup Pelayanan ... 33

D. Tinjauan Pendekatan Eco-Futuristic ... 34

E. Studi Preseden ... 40

1. Tsinghua Ocean Center, Tiongkok ... 40

2. Phillip and Patricia Frost Museum of Science, Amerika Serikat . 42 3. Coral Reef Ecology Lab, Hawai Institute of Marine Biology ... 45

4. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut Gondol, Bali ... 49

F. Resume Studi Preseden ... 51

BAB III STUDI PENGADAAN PUSAT KONSERVASI TERUMBU KARANG DI KABUPATEN WAKATOBI ... 52

A. Tinjauan Potensi Kabupaten Wakatobi ... 52

1. Potensi Pariwisata Kabupaten Wakatobi ... 52

2. Data Kunjungan Wisatawan Ke Kabupaten Wakatobi ... 54 3. Indeks Kesehatan Terumbu Karang di Kabupaten Wakatobi….57

(7)

vi B. Peranan Pusat Konservasi Terumbu Karang

di Kabupaten Wakatobi ... 59

C. Tinjauan Kegiatan Pada Pusat Konservasi Terumbu Karang di Kabupaten Wakatobi ... 62

1. Pelaku Kegiatan... 62

2. Jenis Kegiatan ... 63

3. Frekuensi Kegiatan ... 67

D. Tinjauan Lokasi Tapak Perancangan ... 69

1. Dasar Pemilihan Tapak ... 69

2. Lokasi Tapak Terpilih ... 72

BAB IV PENDEKATAN PERANCANGAN PUSAT KONSERVASI TERUMBU KARANG DI KABUPATEN WAKATOBI ... 74

A. Pendekatan Acuan Dasar Makro ... 74

1. Kondisi Eksisting Tapak ... 74

2. Ketentuan Tapak ... 76

3. Konsep Bentuk ... 77

4. Analisis Zoning ... 78

5. Analisis View ... 79

6. Analisis Sirkulasi... 82

7. Analisis Matahari dan Angin... 83

B. Pendekatan Acuan Dasar Mikro ... 84

1. Analisis Ruang ... 84

2. Acuan Penampilan Bangunan ... 98

3. Acuan Sistem Struktur ... 100

(8)

vii

4. Acuan Material Bangunan ... 104

5. Acuan Sistem Utilitas ... 106

6. Acuan Sistem Pencahayaan dan Penghawaan ... 109

7. Acuan Penataan Lansekap/Ruang Terbuka Hijau ... 112

BAB V KESIMPULAN ... 113

A. Kesimpulan Umum ... 113

B. Kesimpulan Khusus ... 114 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(9)

viii DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 : Terumbu Karang Wakatobi ... 3

Gambar 2.1 : Bentuk Bercabang (branching) Terumbu Karang ... …………..17

Gambar 2.2 : Bentuk Padat (Passive) Terumbu Karang ………...17

Gambar 2.3 : Bentuk Kerak (encrusting) Terumbu Karang………..18

Gambar 2.4 : Bentuk lembaran (foliose) Terumbu Karang... 18

Gambar 2.5 : Bentuk Jamur (mushroom) Terumbu Karang ... 19

Gambar 2.6 : Bentuk submasif (submassive) Terumbu Karang ... 19

Gambar 2.7 : Tsinghua Ocean Center... 40

Gambar 2.8 : Transformasi Desain ... 41

Gambar 2.9 : Diagram Zonasi Ruang ... 42

Gambar 2.10 : Phillip and Patricia Frost Museum of Science ... 42

Gambar 2.11 : Aquarium di Phillip and Patricia Frost Museum of Science .... 43

Gambar 2.12 : Planetarium Phillip and Patricia Frost Museum of Science……43

Gambar 2.13 : Diagram Sirkulasi dan Hubungan Antar Ruang di Phillip and Patricia Frost Museum of Science ... 44

Gambar 2.14 : Coral Reef Ecology Lab ... 45

Gambar 2.15 : Tangki Penampungan Air Laut ... 46

Gambar 2.16 : Stasiun Pemantau Cuaca ... 47

Gambar 2.17 : Ruang Respirometri ... 47

Gambar 2.18 : Laboratorium Sedimentasi ... 48

Gambar 2.19 : Ruang Peneliti………..49

Gambar 2.20 : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut Gondol, Bali ... 49

(10)

ix Gambar 2.21 : Kegiatan Program Percontohan Kelautan dan Perikanan

Satminkal BBPPBL Gondol……….50

Gambar 2.22 : Kegiatan Program Percontohan Kelautan dan Perikanan Satminkal BBPPBL Gondol ... 50

Gambar 3.1 : Peta Sebaran Destinasi Wisata Kecamatan Wangi-Wangi ... 53

Gambar 3.2 : Peta nilai indeks kesehatan terumbu karang di Wakatobi tahun 2016 ... 58

Gambar 3.3 : Skema Analisis Fungsi Bangunan ... 61

Gambar 3.4 : Alternatif Lokasi Tapak Perancangan ... 70

Gambar 3.5 : Lokasi Terpilih Tapak Perancangan... 72

Gambar 4.1 : Eksisting Lingkungan Tapak... 74

Gambar 4.2 : Respon Terhadap KDB & KLH Pada Tapak ... 76

Gambar 4.3 : Filososfi Bentuk Denah ... 77

Gambar 4.4 : Zoning Bangunan ... 78

Gambar 4.5 : Analisis Konsep View Dari Dalam ... 79

Gambar 4.6 : View Paling Baik ... 80

Gambar 4.7 : View Cukup Baik ... 80

Gambar 4.8 : Analisis Konsep View Dari Luar ... 81

Gambar 4.9 : Analisis Konsep Sirkulasi………...82

Gambar 4.10 : Analisis Matahari dan Angin ... 83

Gambar 4.11 : Double-skin Fasad………..84

Gambar 4.12: Diagram Hubungan Ruang ... 97

Gambar 4.13: Aquarium Terumbu Karang ... 98

Gambar 4.14: Auditorium Modern ... 99

Gambar 4.15: Detail Ornamen Fasade ... 99

Gambar 4.16: Pondasi Tiang Pancang ... 101

(11)

x

Gambar 4.17: Struktur Roof Garden ... 104

Gambar 4.18: Diagram Sistem Air Bersih ... 107

Gambar 4.19: Sistem Jaringan Elektrikal ... 107

Gambar 4.20: Sistem Jaringan komunikasi dan Media………..108

Gambar 4.21: Pengolahan Sampah ... 109

Gambar 4.22: Penghawaan Alami Posisi Diagonal………....110

Gambar 4.23: Alternatif Penghawaan Alami ... 111

Gambar 4.24: Pohon Palem Raja………112

Gambar 4.25: Kiara payung………113

Gambar 4.26: Pohon cemara………...113

Gambar 4.27: Rumput Gajah Mini Dan Rumput Jepang………114

(12)

xi DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 : Nilai indeks kesehatan terumbu karang di Kabupaten Wakatobi

tahun 2016 ... 4

Tabel 2.1 : Kesimpulan Studi Preseden ... 51

Tabel 3.1 : Jenis Daya Tarik Wisata di Kecamatan Wangi-Wangi ... 53

Tabel 3.2 : Jumlah Wisatawan Mancanegara dan Nusantara yang Berkunjung ke Wakatobi periode 2013-2017 ... 55

Tabel 3.3 : Perhitungan Asumsi Kunjungan wisata 10 tahun kedepan………. …..56

Tabel 3.4 : Nilai kesehatan Terumbu Karang di Kabupaten Wakatobi tahun 2016………..57

Tabel 3.5 : Jumlah kegiatan penelitian lembaga kelautan ... 67

Tabel 3.6 : Jenis-jenis pertimbangan lokasi tapak ... 71

Tabel 4.1 : Kebutuhan Ruang... 86

Tabel 4.2 : Besaran Ruang Pengelola Konservasi dan Penelitian………… .89

Tabel 4.3 : Besaran Ruang Laboratorium Penelitian ... 89

Tabel 4.4 : Besaran Ruang Laboratorium Konservasi ... 91

Tabel 4.5 : Besaran Ruang Fungsi Edukasi dan Wisata... 91

Tabel 4.6 : Besaran Ruang Pengelola Edukasi dan Wisata ... 93

Tabel 4.7 : Besaran Ruang Service ... 93

Tabel 4.8 : Besaran Ruang Mushola ... 94

Tabel 4.9 : Besaran Ruang Keseluruhan ………...96

(13)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki 17.480 pulau-pulau besar dan kecil serta garis pantai sepanjang 95.181 km.

Dengan Luas daratan hanya 1,9 juta km2, maka 75% wilayah Indonesia berupa lautan, yang terdiri dari 3,1 juta km2 wilayah laut teritorial dan 2,7 juta km2 Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Dengan realitas seperti ini, Indonesia tentu saja memiliki potensi sumberdaya kelautan, yang terdiri atas sumberdaya alam dapat pulih (renewable resources), sumberdaya alam tidak dapat pulih (non-renewable resources), sumber energi kelautan, dan jasa-jasa lingkungan yang sangat besar. Sumberdaya kelautan dapat pulih diantaranya ekosistem terumbu karang, padang lamun, hutan mangrove dan berbagai jenis ikan.

(Susanto, 2011).

Terumbu karang dan segala kehidupan yang terdapat di dalamnya merupakan salah satu kekayaan alam yang bernilai tinggi. Manfaat yang terkandung di dalam ekosistem terumbu karang sangat besar dan beragam, baik manfaat langsung dan manfaat tidak langsung. Terumbu karang memiliki peranan sebagai sumber makanan habitat biota biota laut yang bernilai ekonomis tinggi. Nilai estetika yang dapat dimanfaatkan sebagai kawasan pariwisata dan memiliki cadangan sumber plasma nutfah yang tinggi. Selain itu juga dapat berperan dalam menyediakan pasir untuk pantai, dan sebagai

(14)

2 penghalang terjangan ombak dan erosi pantai. Terumbu karang diidentifikasi sebagai sumberdaya yang memiliki nilai konservasi yang tinggi karena memiliki keanekaragaman biologis yang tinggi, keindahan, dan menyediakan cadangan plasma nutfah. Nilai ekonomi terumbu karang diperkirakan setengah dari nilai ekonomi hutan tropis basah, yaitu sebesar AS $ 1.500 km2 pertahun (Sudiono, 2008).

Namun berbagai permasalahan global mengancam ekosistem laut dunia termasuk Indonesia yang pada akhirnya menyebabkan kehancuran ekosistem terumbu karang. Pola pembangunan wilayah pesisir dan lautan selain telah menghasilkan sejumlah keberhasilan juga telah meningkatkan kerusakan terumbu karang di hampir seluruh perairan Indonesia, berbagai kegiatan pemanfaatan wilayah pesisir seperti pertanian, industri, pengerukan pantai, penangkapan ikan dengan racun serta bom ikan, reklamasi pantai dan peristiwa alami seperti gempa bumi, sedimentasi, El Nino dan Tsunami dapat menganggu atau merusak terumbu karang (Kambey, 2013).

Taman Nasional Wakatobi merupakan salah satu dari 50 taman nasional di Indonesia, yang terletak di kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Taman Nasional Laut Wakatobi di Sulawesi Tenggara yang luas areanya mencapai 1.390.000 ha (ditetapkan berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor 393/Kpts-V/1996) terkenal di dunia karena kekayaan jenis terumbu karangnya. Wakatobi merupakan kependekan dari nama empat pulau besar yang ada di kawasan tersebut, yaitu Pulau Wangi-wangi, Pulau Kaledupa, Pulau Tomia dan Pulau Binongko. Keanekaragaman jenisnya yang

(15)

3 mencapa 850 jenis melebihi terumbu karang di laut Karibia (50 jenis) dan Laut Merah di Mesir (300 jenis) (Kompas, 5/12/08). Secara umum perairan lautnya mempunyai konfigurasi dari mulai datar sampai melandai kearah laut, dan beberapa daerah perairan terdapat yang bertubir curam.

Gambar 1.1 Terumbu Karang Wakatobi (Sumber : sportourism.id)

Dengan menjadikan pemandangan bawah laut yang salah satunya adalah menikmati keindahan terumbu karang sebagai destinasi utama untuk menarik wisatawan berkunjung ke Kabupaten Wakatobi kondisi kepariwisataan di Kabupaten Wakatobi sekarang ini terus mengalami pertumbuhan seiring dengan kemajuan dan percepatan yang dicapai pada sektor lainnya. Secara statistik pertumbuhan sektor pariwisata menunjukkan kecenderungan yang positif. Meskipun masih relatif lambat tetapi dari tahun ke tahun terus berkembang diukur dari peningkatan angka kunjungan wisatawan, perkembangan investasi industri pariwisata, peningkatan serapan tenaga kerja, dan kontribusi sektor pariwisata terhadap Pendapatan Daerah Kabupaten Wakatobi.

(16)

4 Ancaman utama Wakatobi adalah kerusakan terumbu karang akibat perubahan temperatur air laut yang drastis, penangkapan ikan dengan cara tidak ramah lingkungan seperti menggunakan bahan peledak dan racun sianida.

Ancaman lainnnya adalah penambangan pasir, pembangunan infrastruktur di daerah pesisir, pengembangan kegiatan wisata yang tidak memperhatikan aspek lingkungan, dan masalah sampah.

Tabel 1.1 Nilai indeks kesehatan terumbu karang di Kabupateb Wakatobi tahun 2016

NO.

STASIUN

KOORDINAT (DERAJAT)

NILAI INDEKS KESEHATAN

TERUMBU KARANG Lintang Bujur

1. WNIC01 -5,25880 123,61592 7

2. WNIC02 -5,24558 123,53102 7

3. WNIC03 -5,32671 123,52916 5

4. WNIC04 -5,57290 123,88911 9

5. WNIC05 -5,58765 123,77818 7

6. WNIC06 -5,49132 123,69283 9

7. WNIC07 -5,47769 123,74009 3

8. WNIC08 -5,45952 123,37215 3

9. WNIC09 -5,55739 123,41154 4

10. WNIC10 -5,58737 123,51150 7

11. WNIC11 -5,50076 123,42885 7

12. WNIC12 -5,71600 123,91976 7

13. WNIC13 -5,76552 124,01106 10

14. WNIC14 -5,77897 123,89748 8

15. WNIC15 -5,74051 123,89191 7

(Sumber : COREMAP-CTI, 2016)

Konservasi merupakan upaya pelestarian lingkungan, tetapi tetap memperhatikan manfaat yang dapat diperoleh pada saat itu dengan tetap

(17)

5 mempertahankan keberadaan setiap komponen lingkungan untuk pemanfaatan masa depan. Konsep konservasi adalah kegiatan pelestarian sesuai dengan kesepakatan yang telah dirumuskan dalam program tersebut. Konservasi adalah konsep proses pengeloalaan suatu ruang atau tempat atau obyek makna kultural yang terkandung di dalamnya terpelihara dengan baik.

Lembaga konservasi mempunyai fungsi utama pengembangbiakan terkontrol dan/atau penyelamatan tumbuhan dan satwa dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya. Lembaga konservasi juga mempunyai fungsi sebagai tempat Edukasi atau pendidikan secara formal maupun non formal kepada seseorang atau lebih, selain itu konservasi juga bertujuan sebagai tempat peragaan dan penitipan sementara, sumber indukan serta cadangan genetik untuk mendukung populasi in-situ, sarana rekreasi yang sehat serta penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Arsitektur eco-futuristik merupakan sebuah desain/karya arsitektur yang mengarah atau menuju masa depan atau karya arsitektur yang mengusung tema dengan gaya masa depan. Citra futuristik pada bangunan berarti citra yang mengesankan bahwa bagunan itu berorientasi ke masa depan, baik dalam hal penggunaan teknologi atau material yang digunakan. Desain eco-futuristik tidak hanya memandang desain/karya dari satu sisi atau satu sisi keilmuan saja yaitu bangunan berteknologi tinggi, namun pertimbangan akan kelestarian dan keberlanjutan sistem lingkungan, sosial budaya, dan ekonomi objek sekitar juga menjadi hal utama yang harus dipertimbangkan. Jadi eco-futuristik disini ditekankan pada desain yang dapat menjawab, mengurangi, mencegah, dan menyelesaikan

(18)

6 masalah yang ada sekarang atau perkiraan masalah yang akan datang masa depan yang butuh penanganan khusus dalam menyelesaikannya.

Berdasarkan latar belakang di atas maka dibutuhkan suatu wadah yang dapat memfasilitasi upaya pelestarian Terumbu Karang di Kabupaten Wakatobi yang telah ditetapkan sebagai Kawasan Taman Nasional agar keberlangsungan Terumbu Karang tetap lestari dan bertahan secara terus menerus dengan cara menyediakan pusat konservasi yang dapat mendukung aktivitas pelestarian dan juga menjadi sarana edukasi dan wisata kepada masyarakat. Sarana ini akan membantu mengelola keberlangsungan pemberdayaan Terumbu Karang Kabupaten Wakatobi yang menjadi kekuatan utama untuk menarik wisatawan.

B. RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang yang telah di paparkan di atas dapat disimpulkan menjadi sebuah permasalahan yang dijabarkan sebagai berikut :

1. Non Arsitektural

a. Bagaimana upaya konservasi terumbu karang yang ada di Kabupaten Wakatobi?

b. Bagaimana fungsi keberadaan Pusat Konservasi Terumbu Karang di Kabupaten Wakatobi?

2. Arsitektural

a. Bagaimana menyediakan fasilitas Pusat Konservasi Terumbu Karang yang memadai untuk mendukung kelancaran aktivitas setiap pelaku kegiatan di dalam bangunan?

(19)

7 b. Bagaimana menempatkan lokasi, tapak dan penataan site yang sesuai

pada Pusat Konservasi Terumbu Karang Di Kabupaten Wakatobi?

c. Bagaimana mengungkapkan desain fisik Pusat Konservasi Terumbu Karang Di Kabupaten Wakatobi yang sesuai dengan fungsinya sebagai pusat edukasi dan wisata agar menarik minat pengunjung?

d. Bagaimana menentukan bentuk, struktur, material dan utilitas bangunan Pusat Konservasi Terumbu Karang Di Kabupaten Wakatobi yang sesuai dengan kebutuhannya?

C. TUJUAN

a. Mendesain pusat fasilitas konservasi terumbu karang sekaligus sebagai tempat pendidikan dan wisata terkait dengan ekositem terumbu karang.

b. Memberikan daya tarik untuk Kabupaten Wakatobi sebagai upaya untuk terus menjaga minat wisatawan yang berkunjung ke daerah tersebut dengan menyediakan fasilitas pusat konservasi terumbu karang yang dirancang pendekatan desain arsitektural.

c. Hasil desain dapat meminimalisasi berbagai faktor yang dapat menyebabkan kerusakan terumbu karang beserta ekosistemnya di lautan.

D. MANFAAT

a. Dapat menjadi referensi dalam pembangunan pusat konservasi yang mengusung konsep serupa.

b. Dapat dijadikan salah satu masukan dan rekomendasi dalam proses rencana desain Pusat Konservasi Terumbu Karang.

(20)

8 E. METODE PEMBAHASAN

Metode pembahasan yang digunakan dalam penyusunan landasan konseptual arsitektur dengan judul Pusat Konservasi Terumbu Karang di Kabupaten Wakatobi ini adalah metode deskriptif. Metode ini memaparkan, menguraikan, dan menjelaskan mengenai design requirement (persyaratan desain) dan design determinant (ketentuan desain) terhadap perencanaan dan perencangan tersebut.

Berdasarkan design requirement dan design determinant inilah nantinya akan ditelusuri data yang diperlukan. Data yang terkumpul kemudian akan dianalisa lebih mendalam sesuai dengan kriteria yang akan dibahas. Dari hasil penganalisaan inilah nantinya akan didapat suatu kesimpulan, batasanan dan juga anggapan secara jelas mengenai perencanaan dan perancangan Pusat Konservasi Terumbu Karang di Kabupaten Wakatobi.

Hasil kesimpulan keseluruhan nantinya merupakan konsep dasar yang digunakan dalam perencanaan dan perancangan Pusat Konservasi Terumbu Karang di Kabupaten Wakatobi.

Dalam pengumpulan data, akan diperoleh data yang kemudian akan dikelompokan ke dalam 2 kategori yaitu :

1. Data primer

• Observasi Lapangan

Dilakukan dengan cara pengamatan langsung di wilayah lokasi dan tapak perencanaan dan perancangan Pusat Konservasi Terumbu Karang di Kabupaten Wakatobi dan studi banding.

(21)

9

• Wawancara

Wawancara yang dilakukan dengan pihak-pihak yang terkait dalam perencanaan dan perancangan Pusat Konservasi, baik pihak Komunitas Konservasi, Instansi atau Masyarakat umum.

2. Data Sekunder

Studi literatur melalui buku dan sumber-sumber tertulis mengenai perencanaan dan perancangan Pusat Konservasi, serta peraturan-peraturan yang berkaitan dengan studi kasus perencanaan dan perancangan Pusat Konservasi Terumbu Karang.

F. SISTEMATIKA PEMBAHASAN

Pembahasan yang dilakukan dalam penulisan ini terbagi kedalam bagian-bagian utama yang masing-masing berisikan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Berisi tentang hal-hal yang melatar belakangi pemilihan judul, permasalahan-permasalahan, tujuan, manfaat, lingkup pembahasan serta kerangka berpikir dalam proses perumusan konsep perencanaan dan perancangan.

BAB II TINJAUAN UMUM PUSAT KONSERVASI TERUMBU KARANG

Berisi tentang tinjauan tentang Pusat Konservasi secara umum, khususnya Konservasi Terumbu Karang, tinjauan tentang Konservasi dan tinjauan tentang konsep arsitektural yang dipilih

(22)

10 untuk diterapkan pada desain bangunan serta studi preseden yang terkait dengan bangunan konservasi terumbu karang.

BAB III TINJAUAN KHUSUS KONSERVASI TERUMBU KARANG DI KABUPATEN WAKATOBI

Berisi tentang tinjauan lokasi yang akan direncanakan yang difokuskan di Kabupaten Wakatobi untuk mengetahui data, peraturan, persyaratan bangunan pada lokasi tersebut dan juga untuk mengetahui fungsi dan jenis kegiatan serta potensi daerah sehingga sasaran pembangunan dapat terlaksana dengan baik.

BAB IV PENDEKATAN PERENCANAAN PUSAT KONSERVASI TERUMBU KARANG DI KABUPATEN WAKATOBI

Berisi tentang konsep desain ditinjau dengan konsep arsitektur, konsep pendekatan ruang, struktur dan utilitas.

BAB V KESIMPULAN

Berisi tentang kesimpuran terhadap pemaparan yang telah dilakukan pada bab-bab terdahulu.

(23)

11 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

PUSAT KONSERVASI TERUMBU KARANG

A. TINJAUAN PUSAT KONSERVASI TERUMBU KARANG 1. Tinjauan Konservasi

a. Definisi Konservasi

Konservasi adalah salah satu pengelolaan sumber daya alam yang menjamin pemanfaatannya secara bijaksana, sehingga mutu dan kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup dapat dipertahankan untuk menjamin pembangunan yang berkesinambungan (Ensiklopedi Nasional Indonesia, 1996).

Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Konservasi Sumber Daya Alam adalah pengelolaan sumber daya alam (hayati) dengan pemanfaatannya secara bijaksana dan menjamin kesinambungan persediaan dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keragamanny (Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ketiga). Pengertian ini juga disebutkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Pasal 1 Nomor 5 Tahun 1990.

b. Tujuan konservasi

Secara hukum tujuan konservasi tertuang dalam Undang- Undang Republik Indonesia No.5 tahun 1990 tentang Konservasi

(24)

12 Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yaitu bertujuan mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.

Pada dasarnya konservasi merupakan suatu perlindungan terhadap alam dan makhluk hidup lainnya. Sesuatu yang mendapat perlindungan maka dengan sendiri akan terwujud kelestarian. Secara garis besar konservasi dapat dibedakan menjadi :

1) Konservasi Insitu, adalah konservasi flora dan fauna yang dilakukan pada habitat asli. Meliputi 7 kategori, yaitu cagar alam, suaka margasatwa, taman laut, taman buru, hutan, atau taman wisata, taman provinsi, dan taman nasional.

2) Konservasi Eksitu, adalah konservasi flora dan fauna yang dilakukan di luar habitat asli, namun kondisinya diupayakan sama dengan habitat aslinya. Misalnya: konservasi flora di Kebun Raya Bogor dan konservasi fauna di suaka margasatwa Way Kambas, Lampung.

2. Tinjauan Terumbu Karang a. Definisi terumbu karang

Terumbu karang adalah suatu ekosistem yang terdiri dari hewan, tumbuhan, ikan, kerang dan biota lainnya yang terdapat di kawasan tropis yang memerlukan intensitas cahaya matahari untuk hidup. Kondisi yang paling baik untuk pertumbuhan karang di suatu

(25)

13 perairan adalah yang mempunyai kedalaman 15 – 20 meter, bahkan ia juga dapat hidup pada kedalaman 60 – 70 meter dengan perkembangan yang tidak sempurna (Dahuri, 2003).

Karang merupakan hewan hidup filum Invertebrata, Karang yang terkecil disebut polip. Ukuran polip bervariasi, yaitu kurang dari 1 mm hingga 15 cm lebih. Sebagian besar karang hidup berkoloni yang terdiri atas ribuan polip dalam sebuah struktur karang. Namun ada pula jenis karang yang hidup soliter sebagai polip tunggal. Karang menggunakan kalsium dan molekul karbonat dari air laut untuk membentuk kerangkanya. Alga berukuran mungil yang disebut zooxanthellae atau alga simbiotik, tumbuh di dalam struktur karang.

Keberadaan zooxanthellae dalam struktur karang membuat karang tampak berwarna dan memberinya energi untuk tumbuh. Zooxanthellae tumbuh pada sel-sel dalam jaringan karang. Zooxanthellae menggunakan energi dari sinar matahari untuk mengubah produk sisa metabolik karang menjadi energi yang dibutuhkan karang untuk tumbuh. Proses ini disebut fotosintesis. Agar dapat tumbuh sehat terumbu karang memerlukan sinar matahari dan perairan yang jernih (Craig, 2011).

b. Fungsi terumbu karang

Menurut Mawardi (2002) ekosistem terumbu karang mempunyai nilai penting bukan hanya dari sisi biologi, kimia dan fungsi fisik saja namun juga dari sisi sosial dan ekonomi.

(26)

14 1) Fungsi biologis terumbu karang, sebagai tempat bersarang, mencari makan, memijah dan tempat pembesaran bagi berbagai biota laut.

2) Fungsi kimia terumbu, sebagai pendaur ulang unsur hara yang efektif dan efisien.Terumbu karang juga sebagai sumber nutfah bahan obat-obatan.

3) Fungsi fisik terumbu, sebagai pelindung daerah pantai, utamanya dari proses abrasi akibat adanya hantaman gelombang.

4) Berdasarkan fungsi sosialnya terumbu merupakan sumber mata pencaharian bagi nelayan, dan obyek ecotourism.

c. Jenis-jenis terumbu karang

Jenis-jenis terumbu karang dibedakan menjad empat, yaitu : 1) Terumbu karang berdasarkan tipenya

Berdasarkan tipenya terumbu karang terbagi menjadi :

(1) Lunak, jenis terumbu karang ini adalah terumbu karang yang tumbuh di sepanjang pantai. Jenis terumbu ini tidak membentuk karang, dan cenderung subur karena mendapatkan sinar matahari yang cukup.

(2) Keras, Jenis terumbu ini adalah terumbu karang yang membentuk batuan kapur di dalam laut. Jenis terumbu ini sangat rapuh dan rentan pada perubahan iklim. Terumbu karang ini adalah pembentuk utama ekosistem terumbu karang.

(27)

15 2) Terumbu karang berdasarkan bentuk dan tempat tumbuh

Terumbu karang jenis ini terbagi menjadi :

(1) Terumbu , Terumbu adalah endapan dari batuan kapur.

Endapan ini berbetuk seperti punggung laut yang menjadi salah satu pembentuk ekosistem pesisir.

(1) Karang, Karang adalah biota laut yang memiliki peran dalam pembentukan terumbu. Bentuk karang beruas- ruas seperti bambu.

(2) Karang terumbu, Karang terumbu adalah karang lunak yang tidak menghasilkan kapur. Karang terumbu banyak di jumpai di daerah pesisir pantai.

(3) Terumbu karang, Terumbu karang adalah ekosistem di dalam laut, yang terbentuk akibat adanya simbiosis antara hewan dan tumbuhan laut.

3) Terumbu karang berdasarkan letaknya

Terumbu karang berdasarkan letaknya di bedakan menjadi 4, yaitu:

(1) Terumbu Karang Tepi, Terumbu ini adalah terumbu yang paling banyak ditemukan disekitar pesisir pantai. Terumbu ini bisa hidup hingga kedalaman 40 m. Terumbu ini berbentuk melingkar ke arah lautan lepas.

(2) Terumbu Karang Penghalang, Terumbu ini hampir sama dengan terumbu karang tepi. Hanya saja, terumbu ini letaknya

(28)

16 jauh dari pesisir. Terumbu ini dapat tumbuh hingga kedalaman 75 m.

(3) Terumbu Karang Cincin, Terumbu karang ini bebentuk seperti cincin.

(4) Terumbu Karang Datar, Terumbu ini adalah terumbu karang yang membentuk pulau- pulau. Terumbu karang ini, tumbuh dari dasar laut menuju permukaan laut.

4) Terumbu karang berdasarkan zonasi

Terumbu karang ini dibagi menjadi 2, yaitu yang menghadap ke arah angin, dan membelakangi angin.

(1) Terumbu yang menghadap ke angin, terumbu ini adalah terumbu yang lerengnya mengarah ke lautan lepas. Terumbu ini bisa hidup hingga kedalaman 50 m dan cenderung subur.

Terumbu karang ini juga bisa disebut dengan pamatang alga.

(2) Terumbu yang membelakangi angin, terumbu ini adalah terumbu yang umumnya bersifat keras. Bisa ditemukan pada kedalaman laut kurang dari 50 m. Bentuk terumbu ini seperti hampatan karang yang sempit.

d. Bentuk-bentuk pertumbuhan terumbu karang

Karang memiliki variasi bentuk pertumbuhan koloni yang berkaitan dengan kondisi lingkungan perairan. Berbagai jenis bentuk pertumbuhan karang dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, hydrodinamis

(29)

17 (gelombang dan arus), ketersediaan bahan makanan, sedimen, subareal exposure dan faktor genetik (English et.al, 1994).

1) Bentuk Bercabang (branching), memiliki cabang lebih panjang dari pada diameter yang dimiliki, banyak terdapat di sepanjang tepi terumbu dan bagian atas lereng, terutama yang terlindungi atau setengah terbuka. Bersifat banyak memberikan tempat perlindungan bagi ikan dan invertebrata tertentu.

Gambar 2.1 Bentuk Bercabang (branching) Terumbu Karang (Sumber : Suharsono, 2008)

2) Bentuk Padat (massive), dengan ukuran bervariasi serta beberapa bentuk seperti bongkahan batu. Permukaan karang ini halus dan padat, biasanya ditemukan di sepanjang tepi terumbu karang dan bagian atas lereng terumbu.

Gambar 2.2 Bentuk Padat (Passive) Terumbu Karang (Sumber : Suharsono, 2008)

(30)

18 3) Bentuk Kerak (encrusting), tumbuh menyerupai dasar terumbu dengan permukaan yang kasar dan keras serta berlubang-lubang kecil, banyak terdapat pada lokasi yang terbuka dan berbatu-batu, terutama mendominasi sepanjang tepi lereng terumbu. Bersifat memberikan tempat berlindung untuk hewan-hewan kecil yang sebagian tubuhnya tertutup cangkang.

Gambar 2.3 Bentuk Kerak (encrusting) Terumbu Karang (Sumber : Suharsono, 2008)

4) Bentuk lembaran (foliose), merupakan lembaran lembaran yang menonjol pada dasar terumbu, berukuran kecil dan membentuk lipatan atau melingkar, terutama pada lereng terumbu dan daerah- daerah yang terlindung. Bersifat memberikan perlindungan bagi ikan dan hewan lain.

Gambar 2.4 Bentuk lembaran (foliose) Terumbu Karang (Sumber : Suharsono, 2008)

(31)

19 5) Bentuk Jamur (mushroom), berbentuk oval dan tampak seperti jamur, memiliki banyak tonjolan seperti punggung bukit beralur dari tepi hingga pusat mulut.

Gambar 2.5 Bentuk Jamur (mushroom) Terumbu Karang (Suharsono, 2008)

6) Bentuk submasif (submassive), bentuk kokoh dengan tonjolan- tonjolan atau kolom-kolom kecil.

Gambar 2.6 Bentuk submasif (submassive) Terumbu Karang (Suharsono, 2008)

e. Metode penelitian terumbu karang

Peneliti yang melakukan penelitian terhadap teumbu karang melakukan survei terlebih dahulu terhadap terumbu karang yang telah mengalami kerusakan untuk kemudin diambil sampelnya untuk

(32)

20 dilakukan penelitian dan budidaya di laboratorium. Adapun metode beberapa metode yang dilakukan dalah sebagai berikut :

1) Metode Transek Garis

Transek garis digunakan untuk menggambarkan struktur komunitas karang dengan melihat tutupan karang hidup, karang mati, bentuk substrat (pasir, lumpur), alga dan keberadaan biota lain. Spesifikasi karang yang diharapkan dicatat adalah berupa bentuk tumbuh karang (life form) dan dibolehkan bagi peneliti yang telah memiliki keahlian untuk mencatat karang hingga tingkat genus atau spesies.

2) Metode Transek Kuadrat

Metoda transek kuadrat digunakan untuk memantau komunitas makrobentos di suatu perairan. Pada survei karang, pengamatan biasanya meliputi kondisi biologi, pertumbuhan, tingkat kematian dan rekruitmen karang di suatu lokasi yang ditandai secara permanen.

3) Metode Manta Tow

Penelitian menggunakan metoda manta tow bertujuan untuk mengamati perubahan secara menyeluruh pada komunitas bentik yang ada pada terumbu karang, termasuk kondisi terumbu karang tersebut. Metode ini sangat cocok untuk memantau daerah terumbu karang yang luas dalam waktu yang pendek, biasanya untuk melihat kerusakan akibat adanya badai topan, bleaching, daerah

(33)

21 bekas bom dan hewan Acanthaster plancii (Bulu seribu). Teknik ini juga sering digunakan untuk mendapatkan daerah yang mewakili untuk di survei lebih lanjut dan lebih teliti dengan metoda transek garis.

4) Metode Transek Sabuk

Transek sabuk digunakan untuk mengambarkan kondisi populasi suatu jenis karang yang mempunyai ukuran relatif beragam atau mempunyai ukuran maksimum tertentu misalnya karang dari genus Fungia. Metoda ini bisa juga untuk mengetahui keberadaan karang hias (jumlah koloni, diameter terbesar, jumlah jenis) di suatu daerah terumbu karang.

B. TINJAUAN GEDUNG PUSAT KONSERVASI TERUMBU KARANG 1. Pengertian dan Batasan

Pengertian Gedung Pusat Konservasi Terumbu Karang dapat diungkapkan sebagai suatu wadah kegiatan pelestarian terumbu karang yang tetap memperhatikan habitat alami demi menunjang keberlangsungan serta kelestarian terumbu karang di wilayah Kabupaten Wakatobi.

Gedung Pusat Konservasi Terumbu Karang melakukan kegiatan pengelolaan sumber daya alam terumbu karang secara bijaksana dengan berpedoman pada asas pelestarian dan memberikan kesempatan kepada masyarakat umum atau pihak-pihak yang memerlukan informasi tentang terumbu karang dan hubunganya dengan proses pelestarian yang telah

(34)

22 dilakukan di Kabupaten Wakatobi sehingga terwujud sebuah gedung pusat konservasi yang dapat menunjang aktivitas semua pelaku kegiatan dengan baik.

Gedung Pusat Konservasi Terumbu Karang sehubungan dengan fungsi dan pelayanannya tidak hanya sebagai wadah yang dapat menampung kegiatan konservasi serta pelestarian, lebih daripada itu merupakan tempat edukasi kepada masyarakat luas khusunya masyarakat Kabupaten Wakatobi terkait pentingnya menjaga terumbu karang dan juga sebagai sarana wisata bagi masyarakat sekitar.

Sebagai pusat konservasi dan pelestarian terumbu karang di Kabupaten Wakatobi yang dapat dijadikan sebagai wahana edukasi dan rekreasi, maka diperlukan penataan khusus agar semua kegiatan yang dilakukan pada gedung tidak saling berbenturan satu sama lain dan mengganggu kegiatan konservasi.

Jadi secara umum pengertian Gedung Pusat Konservasi Terumbu Karang merupakan bentuk kegiatan pelestarian terhadap terumbu karang di Kabupaten Wakatobi dalam upaya menjaga habitat asli terumbu karang sehingga diharapkan dapat menambah kunjungan wisatawan ke daerah Wakatobi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan daerah pada umunya.

(35)

23 2. Strategi dan Sasaran

a. Strategi

Strategi pelestarian nasional memberi ringkasan mengenai sumber daya alam terpulihkan dari negara tersebut yang berkenaan dengan ekosistem, sumber daya genetik, sistem produksi alami (hutan margasatwa, perikanan) hidrologi dan kawasan tangkapan air, ciri-ciri estetika dan geologi, situs budaya dan potensi rekreasi. Juga perlu diidentifikasi bagaimana suatu bangsa ingin menggunakan sumber daya alamnya serta pola desain tata guna lahan yang akan tetap menjaga ketersediaan sumber daya alam secara umum memaksimalkan manfaat jangka panjang dalam batas-batas yang ditentukan oleh kebutuhan spesifik negara tersebut, seperti ruang untuk hidup, lahan pertanian, hasil hutan, ikan, energi dan industri. Strategi ini biasanya berupa keputusan untuk menetapkan atau mempertahankan suatu sistem nasional kawasan yang dilindungi, lebih disukai bila mencakup beberapa kategori kawasan dengan tujuan pengelolaan yang berbeda.

b. Sasaran

Berhasilnya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya berkaitan erat dengan tercapainya tiga sasaran konservasi yaitu:

1) Menjamin terpeliharanya proses ekologis yang menunjang sistem penyangga kehidupan bagi kelangsungan pembangunan dan kesejahteraan manusia (perlindungan sistem penyangga kehidupan).

(36)

24 2) Menjamin terpeliharanya keanekaragaman sumber genetik dan tipe-

tipe ekosistemnya sehingga mampu menunjang pembangunan, ilmu pengetahuan dan teknologi yang memungkinkan pemenuhan kebutuhan manusia yang menggunakan sumber daya alam hayati bagi kesejahteraan.

3) Menjamin terpeliharanya proses ekologis yang menunjang sistem penyangga kehidupan bagi kelangsungan pembangunan dan kesejahteraan manusia (perlindungan sistem penyangga kehidupan).

4) Menjamin terpeliharanya keanekaragaman sumber genetik dan tipe- tipe ekosistemnya sehingga mampu menunjang pembangunan, ilmu pengetahuan dan teknologi yang memungkinkan pemenuhan kebutuhan manusia yang menggunakan sumber daya alam hayati bagi kesejahteraan.

5) Mengendalikan cara-cara pemanfaatan sumber daya alam hayati sehingga terjamin kelestariannya. Akibat sampingan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kurang bijaksana, belum harmonisnya penggunaan dan peruntukan tanah serta belum berhasilnya sasaran konservasi secara optimal, baik di darat maupun di perairan dapat mengakibatkan timbulnya gejala erosi, polusi dan penurunan potensi sumber daya alam hayati (pemanfaatan secara lestari).

(37)

25 3. Pelaku Kegiatan dan Jenis Kegiatan

a. Kegiatan pada pusat konservasi terumbu karang

Berdasarkan sifat dan tujuan kegiatan pusat konservasi terumbu karang yakni sebagai tempat pelestarian dan pengembangan, informasi, edukasi dan wisata maka kegiatan dapat di telusuri dan dibagi sebagai berikut :

1) Penelitian,

Penelitian adalah suatu usaha atau cara yang sistematis untuk menyelidiki masalah tertentu dengan tujuan mencari jawaban dari masalah yang diteliti dilakukan secara ilmiah. Program kegiatan penelitian dapat dibedakan atas:

(1) Program jangka panjang

Program yang ditentukan dengan melihat prospek dari objek, dalam hal ini merupakan permasalahan IPTEK sumber daya laut yakni terumbu karang yang mempunyai prospek dalam upaya menyumbangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bersifat imitatif, inotatif, dan lainnya. Lama penelitian untuk setiap materi rata-rata sekitar satu tahun dilaksanakan oleh tenaga peneliti sesuai tugas dan tanggung jawab masing-masing peneliti.

(2) Program jangka pendek

Menjawab masalah-masalah yang timbul dari masyarakat maupun pelayanan teknis.

(38)

26 Penelitian adalah sebuah kegiatan ilmiah yang melibatkan beberapa elemen unsur kegiatan dan pelaku kegiatan. Adapun pelaku yang terlibat didalam sebuah penelitian adalah sebagai berikut :

(1) Tenaga peneliti

a) Ahli peneliti, secara kuasa penuh menetukan kebijakan penelitian dalam lingkungannya, memberikan bimbingan kepada karyawan, menetapkan arah dan membuat rencana penelitian secara efektif dalam melaksanakan penelitian dan penyebaran hasil,

b) Peneliti, secara kuasa memberikan pengarahan dan bimbingan kepada karyawan bawahannya, menetapkan arah membuat rencana penelitian secara aktif dalam melaksanakan penelitian dan menyebarluaskan hasilnya.

c) Ajudan peneliti, tenaga peneliti yang dapat membantu menetapkan arah dan membuat rencna penelitian secara kuasa penuh, aktif melaksanakan penelitian dan mengemukakan hasilnya.

d) Asisten peneliti, tenaga ahli secara aktif membantu dan dibawah bimbingan ahli peneliti dalam melaksanakan penelitian dan mengemukakan hasilnya.

(39)

27 (2) Tenaga non peneliti

a) Tenaga pengelola gedung penelitian, pengembangan dan informasi sumber daya terumbu karang antara lain;

Direktur, Kabag Sub Bagian dan para stafnya.

b) Tenaga pembantu peneliti (teknisi) 2) Informasi

Informasi adalah sekumpulan data atau fakta yang telah diproses dan dikelola sedemikian rupa sehingga menjadi sesuatu yang mudah dimengerti dan bermanfaat bagi penerimanya. Penyediaan informasi yang baik pada pusat konservasi terumbu karang sangat penting karena akan membantu setiap pelaku yang membutuhkan informasi terkait sumber daya terumbu karang. Adapun pelaku yang terlibat dalam setiap penyajian informasi adalag sebagai berikut : (1) Direktur admin

Tenaga administrasi yang secara penuh menentukan agenda terhadap penyediaan informasi dalam pusat konervasi terumbu karang dan menentukan kebijakan penyediaan informasi.

(2) Admin

Tenaga administrasi yang secara aktif menjadi penyedia setiap informasi yang akan disajikan dalam pusat konservasi terumbu karang dan bertanggung jawab penuh terhadap bentuk penyajian informasi.

(40)

28 (3) Staf Admin

Tenaga pembantu admin yang membantu memberikan kemudahan terhadap pekerjaan admin.

3) Edukasi

Edukasi adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian.

Adapun kegiatan edukasi dalam pusat konservasi melibatkan beberapa pelaku kegiatan, yaitu :

(1) Direktur

Bertanggung jawab penuh terhadap proses edukasi bagi setiap masyarakat yang membutuhkan informasi terkait konservasi terumbu karang.

(2) Tenaga Pendidik

Bertanggung jawab memberikan edukasi kepada masyarakat yang berkunjung untuk kepentingan informasi terkait terumbu karang di pusat konfirmasi.

(3) Pengunjung

Pengunjung dalam hal ini adalah masyarakat yang memerlukan edukasi terkait konservasi terumbu karang sehingga proses penyampaian informasi lebih terarah.

(41)

29 4) Wisata

Wisata adalah proses rekreasi seseorang untuk ,menjadikan dirinya lebih rileks dan menghilangkan stres. Pelaku wisata disebut wisatawan, wisatawan adalah orang yang mengadakan perjalanan dari tempat kediamannya tanpa menetap di tempat yang didatanginya atau hanya untuk sementara waktu tinggal di tempat yang di datanginya. Adapun kaitanya dengan pusat konservasi terumbu karang, wisatawan di targetkan untuk menghibur dan bermanfaat untuk rekreasi. Adapun pelaku kegiatan adalah sebagai berikut:

(1) Direktur

Bertugas sebagai pengatur kegiatan wisata di dalam kegiatan wisata di dalam pusat konservasi terumbu karang dan bertanggung jawab penuh terhadap keberlangsungan serta lancarnya kegiatan wisata edukasi.

(2) Staff

Pelaku kegiatan yang mendukung lancarnya aktivitas wisata di dalam pusat konservasi terumbu karang.

(3) Tour guide

Bertugas memberikan bantuan informasi kepada pengunjung atau wisatawan yang datang ke pusat konservasi terumbu karang dan menemani setiap wisatawan yang berkunjung.

(42)

30 (4) Wisatawan/pengunjung

Pengunjung yang menghadiri pusat konservasi terumbu karang baik dalam rangka edukasi, oencarian informasi ataupun hanya untuk proses rekreasi untuk menghibur diri.

4. Sifat dan Tujuan

Kegiatan Konservasi terumbu karang diarahkan pada unsur yang bertujuan mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Serta memberikan edukasi dan rekreasi kepada masyarakat umum tentang ekosistem terumbu karang.

Sifat dan tujuan kegiatan konservasi terumbu karang mengarah pada nilai-nilai:

a. Pelestarian dan pengembangan

Kegiatan konservasi terumbu karang diarahkan untuk melestarikan dan mengembangkan serta meningkatkan pengetahuan dibidang terumbu karang dan kerjasama dengan instansi terkait.

b. Informasi

Bertujuan menyajikan informasi sehingga dapat memberikan pengetahuan dan pengenalan yang luas tentang terumbu karang kepada siapa saja yang membutuhkan informasi tersebut.

(43)

31 c. Edukasi

Memberikan pendidikan terkait pentingnya menjaga ekosistem terumbu karang kepada masyarakat agar muncul kesadaran sehingga ikut mengajak semua pihak terkait untuk berpartisipasi langsung dalam kegiatan konservasi dan pelestarian terumbu karang.

d. Wisata (rekreasi)

Kegiatan wisata sekaligus edukasi diharapkan mampu memberikan pengalaman menarik dan menambah antusias masyarakat untuk membantu menjaga sumber daya terumbu karang.

5. Kebijakan Pemerintah Dalam Bidang Konservasi Terumbu Karang Kebijakan umum pengelolaan terumbu karang di Indonesia adalah mengelola ekosistem terumbu karang berdasarkan keseimbangan antara pemanfaatan dan kelestarian yang dirancang dan dilaksanakan secara terpadu dan sinergis oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, masyarakat, swasta, perguruan tinggi, serta organisasi non pemerintah.

Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Terumbu Karang dituangkan dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.38/MEN/2004 tentang Pedoman Umum Pengelolaan Terumbu Karang.

(44)

32 Kebijakan nasional pengelolaan terumbu karang disusun berdasarkan prinsip-prinsip :

a. keseimbangan antara intensitas dan variasi pemanfaatan terumbu karang

b. pengelolaan sesuai dengan prioritas kebutuhan masyarakat lokal dan ekonomi nasional

c. kepastian hukum melalui pelaksanaan peraturan perundang-undangan untuk mencapai tujuan pengelolaan dan pemanfaatan terumbu karang yang optimal

d. pengelolaan yang berkeadilan dan berkesinambungan

e. pendekatan pengelolaan secara kooperatif antara semua pihak terkait f. pengelolaan berdasarkan data ilmiah yang tersedia dan kemampuan

daya dukung lingkungan

g. pengakuan hak-hak ulayat dan pranata sosial persekutuan masyarakat adat tentang pengelolaan terumbu karang

h. pengelolaan terumbu karang sesuai dengan semangat otonomi daerah.

C. KELEMBAGAAN PUSAT KONSERVASI TERUMBU KARANG 1. Status Pusat Konservasi Terumbu Karang

a. Gedung pusat konservasi terumbu karang adalah milik dan dikelola oleh pemerintah melalui instansi-instansi tertentu, misalnya :

1) Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2) Kementrian Kelautan dan Perikanan

3) Kementrian Pariwisata

(45)

33 4) Lembaga Oceanografi LIPI

5) Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan

b. Berdasarkan ruang lingkup pelayanan tugas dan tujuan penyelenggaraanya, tergolong pada pusat konservasi berskala nasional yang menjadi urusan pemerintah dan pengelolaanya diserahkan kepada pemerintah daerah setempat.

2. Hubungan Kerjasama Dengan Instansi Lain

Dalam rangka visi dan misi pelestarian dan konservasi terumbu karang nasional, pusat konservasi terumbu karang mengembangkan kerjasama dengan instansi-instansi lainya seperti Kementrian Pendidikan, Kementrian Pariwisata, LIPI, TNI-AL, Institusi perguruan tinggi dan lai- lain.

3. Lingkup Pelayanan

Lingkup pelayanan Pusat Konservasi Terumbu Karang berdasarkan kepada potensi sumber daya manusia dan sumber daya laut diperairan Indonesia.

Tuntutan pembangunan nasional merupakan prioritas pemerintah mencakup bidang kelautan termasuk salah satunya adalah terumbu karang dan kawasan indonesia timur khusunya Kabupaten Wakatobi termasuk kedalam sakala prioritas nasional.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka lingkup pelayanannya adalah :

(46)

34 a. Internal, yaitu :

Melayani masalah-masalah konservasi dalam bidang terumbu karang di kawasan Indonesia timur khususnya dan keseluruhan wilayah laut nasional dengan melihat berbagai permasalahan yang ada.

b. Eksternal, yaitu :

Meningkatkan pelayanan balai konservasi kelautan sebagai wadah pelestarian terumbu karang sekaligus sebagai sarana edukasi dan wisata dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

D. TINJAUAN PENDEKATAN ECO-FUTURISTIC

Pendekatan yang dipakai dalam objek Pusat Konservasi Terumbu Karang Di Kabupaten Wakatobi adalah “Eco-Futuristic”. berikut ini penjelasan mengenai definisi “Eco-Futuristic”, prinsip “Eco-Futuristic” dan karakteristik futuristik.

a. Definisi Pendekatan “Eco-Futuristic”

1) Eko : Ekologi

Arsitektur Ekologi merupakan konsep penataan lingkungan dengan memanfaatkan potensi atau sumberdaya alam dan penggunaan teknologi berdasarkan manajemen etis yang ramah lingkungan. Intinya mengoptimalkan potensi lingkungan yang ada Pola perencanaan dan perancangan Arsitektur Ekologis. (Eko-Arsitektur) sebagai berikut:

a) Elemen-elemen arsitektur mampu seoptimal mungkin memberikan perlindungan terhadap sinar panas, angin dan hujan.

(47)

35 b) Intensitas energi yang terkandung dalam material yang digunakan

saat pembangunan harus seminimal mungkin, dengan cara-cara:

i. Perhatian pada iklim setempat

ii. Substitusi, minimalisasi dan optimasi sumber energi yang tidak dapat diperbaharui

iii. Pembentukan siklus yang utuh antara penyediaan dan pembuangan bahan bangunan, energi, atau limbah dihindari sejauh mungkin

iv. Penggunaan teknologi tepat guna yang manusiawi

Menurut Yeang (2006), pendekatan ekologi dalam arsitektur didefinisikan dengan Ekological design is bioclimatic design, design with the climate of the locality, and low energy design. Dengan demikian terdapat integrasi antara kondisi ekologi lokal, iklim mikro dan makro, kondisi tapak, program bangunan atau kawasan, konsep, dan sistem yang tanggap terhadap iklim, serta penggunaan energi yang rendah.

Sedangkan Menurut Heinz Frick (1998), Eko diambil dari kata ekologi yang didefenisikan sebagai ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan lingkungannya. Ekologi Arsitektur adalah :

a) Holistis, berhubungan dengan sistem keseluruhan, sebagai suatu kesatuan yang lebih penting dari pada sekadar kumpulan bagian b) Memanfaatkan pengalaman manusia, (tradisi dalam pembangunan)

dan pengalaman lingkungan alam terhadap manusia

(48)

36 c) Pembangunan sebagai proses, dan bukan sebagai kenyataan tertentu

yang statis

d) Kerja sama, antara manusia dengan alam sekitarnya demi keselamatan kedua belah pihak

Pembangunan sebagai kebutuhan hidup manusia dalam hubungan timbal balik dengan lingkungan alamnya dinamakan arsitektur ekologis atau eko-arsitektur‟. Pelaksanaan dan perencanaan eko-arsitektur tidak dapat disamakan dengan perencanaan arsitektur masa kini, karena seperti yang telah ditentukan, perencanaan eko-arsitektur harus dimengerti sebagai proses dengan titik permulaan terletak lebih awal. Sumalyo (1997: 1) menyebut arsitektur hi-tech sebagai arsitektur techno-artistic rancangan dengan teknologi fabrikasi lebih besar dan lebih maju dengan konstruksi utama metal atau logam. Arsitektur tidak lagi mengambil bentuk sculptural abstrak seperti pada arsitektur monumental dari beton.

Integrasi dapat dilakukan pada tiga tingkatan:

a) Integrasi fisik dan karakter fisik ekologi setempat (tanah, topografi, air tanah, vegetasi, iklim, dsb.)

b) Integrasi sistem-sistem dengan proses alam (cara penggunaan air, pengolahan dan pembuangan limbah cair, sistem pembuangan dari bangunan, pelepasan panas dari bangunan, dsb.)

c) Integrasi penggunaan sumber daya yang mencakup penggunaan sumber daya alam yang berkelanjutan.

(49)

37 Pendekatan ekologi dalam arsitektur yang lain yaitu menurut Frick (1998) adalah bahwa eko-arsitektur mencakup keselarasan antara manusia dan alam. Eko-arsitektur mengandung juga dimensi waktu, alam, sosio kultural, ruang dan teknik bangunan. Eko-arsitektur bersifat kompleks, mengandung bagian-bagian arsitektur biologis (kemanusiaan dan kesehatan), serta biologi pembangunan. Oleh sebab itu eko-arsitektur bersifat holistik dan mengandung semua bidang. Objek perancangan merupakan bangunan rendah dan bukan bangunan skyscraper oleh karena itu untuk kajian pendekatan lebih condong mengambil teori dari tokoh Heinz Frick.

2) Futuristik

Futuristik yaitu arsitektur yang bersifat mengarah atau menuju masa depan tidak terikat oleh waktu, sehingga desain diciptakan tidak mengenal waktu yang akan dilampaui bersifat bebas. Aspek Futuristik : a) Fleksibelitas : Tidak terikat oleh waktu, dapat mengikuti zaman.

b) Kapabilitas : kemampuan desain sebuah bangunan untuk mengikuti perkembangan zaman.

Dua aspek tersebut merupakan aspek yang harus ada dalam pendekatan Futuristik. Sedangkan untuk mengikuti perkembangan jaman hanya diwujudkan atau diimplementasikan dalam penampilan pada fisik.

b. Prinsip Pendekatan

Prinsip ekologi Pada cakupan yang lebih luas, Cowan dan Ryn (1996) mengemukakan prinsip-prinsip ekologi sebagai berikut:

(50)

38 1) Solution Grows from Place: solusi atas seluruh permasalahan desain harus berasal dari lingkungan di mana arsitektur itu akan dibangun.

Prinsipnya adalah memanfaatkan potensi dan sumber daya lingkungan untuk mengatasi setiap persoalan desain. Pemahaman atas masyarakat lokal, terutama aspek sosial budayanya juga memberikan andil dalam pengambilan keputusan desain. Prinsip ini menekankan pentingnya pemahaman terhadap alam dan masyarakat lokal. Dengan memahami hal tersebut maka kita dapat mendesain lingkungan binaan tanpa menimbulkan kerusakan alam maupun

‘kerusakan’ manusia.

2) Ekological Acounting Informs Design: perhitungan-perhitungan ekologis merupakan upaya untuk memperkecil dampak negatif terhadap lingkungan. Keputusan desain yang diambil harus sekecil mungkin memberikan dampak negatuf terhadap lingkungan.

3) Design with Nature: arsitektur merupakan bagian dari alam. Untuk itu setiap desain arsitektur harus mampu menjaga kelangsungan hidup setiap unsur ekosistem yang ada di dalamnya sehingga tidak merusak lingkungan. Prinsip ini menekankan pada pemhaman mengenai living process di lingkungan yang hendak diubah atau dibangun.

4) Everyone is a Designer: melibatkan setiap pihak yang terlibat dalam proses desain. Tidak ada yang bertindak sebagai user atau participant saja atau designer/arsitek saja. Setiap orang adalah participant-

(51)

39 designer. Setiap pengetahuan yang dimiliki oleh siapapun dan sekecil apapun harus dihargai. Jika semua orang bekerjasama untuk memperbaiki lingkungannya, maka sebenarnya mereka memperbaiki diri mereka sendiri.

5) Make Nature Visible: proses-proses alamiah merupakan proses yang siklis. Arsitektur sebaiknya juga mampu untuk melakukan proses tersebut sehingga limbah yang dihasilkan dapat ditekan seminimal mungkin.

Hui (2001) melengkapi prinsip tersebut di atas dengan mengemukakan prinsip Understanding People yang intinya pada upaya memahami konteks budaya, agama, ras, perilaku, dan kebiasaan (adat) masyarakat yang akan diwadahi oleh arsitektur. Prinsip-prinsip Hui yang lain adalah:

Understanding Place, Connecting with Nature, Understanding Natural Processes, Understanding Environmental Impact, dan Embracing Cocreative Design Processes.

Futuristik sebagai core values mengandung nilai nilai yaitu dinamis, estetis dan inovatif terutama dari segi teknologi yang dipakai dinamis, canggih dan ramah lingkungan dengan mengadopsi bentuk bentuk bebas yang tidak terikat oleh bentuk bentuk tertentu. Struktur bentuk bebas cenderung ke bentuk yang berhubungan dengan alam.

Sehingga diperoleh prinsip dari kedua cabang arsitektur ekologi dan futuristik (“Eco-Futuristic”) yaitu :

(52)

40 1) Solusi desain berasal dari tapak/lingkungan.

2) Desain berasal dari kombinasi alam.

3) Bebas, bentukan tidak terikat waktu.

4) Keberlanjutan, penghematan SDA, melalui pembaharuan SDA.

E. STUDI PRESEDEN

Dalam proses perancangan Pusat Konservasi Terumbu Karang, perlu dilakukan studi preseden dan studi literatur terkait bangunan yang memiliki fungsi dan jenis pendekatan serupa, adapun studi preseden dan studi literatur bertujuan untuk mengetahui penerapan konsep dan jenis-jenis ruang atau fasilitas yang berada pada bangunan jenis serupa. Berikut beberapa bangunan hasil studi preseden dan studi literatur yang telah dilakukan :

1. Tsinghua Ocean Center, Tiongkok

Gambar 2.7 Tsinghua Ocean Center (Sumber : https://www.archdaily.com/)

Tsinghua ocean center adalah sebuah laboratorium yang terintegrasi dengan perkantoran untuk basis penelitian kelautan yang didirikan pada

(53)

41 tahun 2016 yang terletak di dalam Universitas Shenzhen Xili, Shenzhen, Tiongkok. Bangunan bertema terbuka dan ramah terhadap pengunjung terlihat dengan banyaknya ruang terbuka yang diberikan pada design bangunan.

Desain terintegrasi dengan ruang publik di dalam kampus dengan mengkombinasikan landscape bangunan kampus yang telah ada untuk kemudian di transformasikan kedalam sebuah perpaduan desain yang sangat menarik.

Gambar 2.8 Transofrmasi Desain (Sumber : https://www.archdaily.com/)

Fasilitas penelitian kelautan dibuat terpisah dengan ruang-ruang utama lainnya dalam bangunan sehingga tidak mengganggu aktivitas yang menunjang penelitian itu sendiri. Adapun beberapa fasilitas yang terintegrasi dengan pusat penelitian adalah seperti ruang pameran, ruang konferensi(informasi), ruang diskusi, ruang belaja, kafetaria dan lain-lain disebar dalam satu lantai sehingga lebih terintegrasi.

(54)

42 Gambar 2.9 Diagram zonasi ruang

(Sumber : https://www.archdaily.com/) 2. Phillip and Patricia Frost Museum of Science, Amerika Serikat

Gambar 2.10 Phillip and Patricia Frost Museum of Science (Sumber : https://www.archdaily.com/)

Phillip and Patricia Frost Museum of Science terletak di Miami Amerika Serikat di desain oleh biro arsitek Grimshaw Architects pada tahun 2017, berdiri di lokasi dengan luas. Sang arsitek berusaha menyatukan akuarium, planetarium dan museum sains kedalam satu bangunan yang terintegrasi dengan baik. Sinar matahari, angin laut dari Biscayne Bay di

(55)

43 dekatnya serta pemandangan kota miami berusah dimanfaatkan sebaik mungkin untuk konsep bangunan.

Penduduk dan pengunjung Miami, baik dewasa maupun anak-anak, telah berbondong-bondong ke museum,planetariumnya, akuarium dan berbagai pameran. Bangunan dibuat terhubung dengan alam agar memberi kesan natural terhadap pengalaman setiap pengunjung yang datang.

Gambar 2.11 Aquarium di Phillip and Patricia Frost Museum of Science

(Sumber : https://www.archdaily.com/)

Gambar 2.12 Planetarium Phillip and Patricia Frost Museum of Science

(Sumber : https://www.archdaily.com/)

(56)

44 Bangunan dilengkapi dengan fasilitas penunjang untuk keperluan edukasi bagi setiap wisatawan yang berkunjung seperti planetarium dankeperluan edukasi lainnya. Aquarium terletak di pusat bangunan dan merupakan core dari setiap pengunjung untuk melakukan eksplorasi edukasi dan wisata.

Gambar 2.13 Diagram sirkulasi dan hubungan antar ruang di Phillip and Patricia Frost Museum of Science

(Sumber : https://www.archdaily.com/)

Aquarium raksasa pada bangunan ini memungkinkan setiap ekosistem di dalam aquarium memiliki ruang yang sangat luas untuk bergerak dan menciptakan habitat aquarium semirip mungkin dengan habitat aslinya di alam. Selain itu memberikan keleluasaan jangkauan kepada setiap pengunjung untuk menikmati aquarium.

(57)

45 3. Coral Reef Ecology Lab, Hawai Institute of Marine Biology

Gambar 2.14 Coral reef ecology lab (Sumber : https://www.google.com/)

Coral Reef Ecology Lab berdiripada tahun 1960, didirikan oleh Dr. Paul Jokiel dengan memperluas satu “gubuk” kecil yang merupakan kawasan Hawai’i Institute of Marine Biology untuk kemudian dijadikan laboratorium tersendiri dalam proses dan penelitian terkait terumbu karang. Fasilitas laboratorium penlitian terumbu karang yang didirikan oleh Dr. Paul Jokiel merupakan yang paling maju dan paling canggih saat itu.

Penelitian utama yang dilakukan pada Coral Reef Ecology lab berupa penelitian terhadap keragaman dan ancaman pemanasan global terhadap keberlangsungan hidup ekosistem terumbu karang. Laboratorium terumbu karang melakukan penilaian dan pemantauan terumbu karang di seluruh negara bagian, eksperimen lapangan, eksperimen manipulatif yang berkaitan dengan dampak lokal dan global terhadap terumbu karang, dan

(58)

46 analisis konseptual proses fisiologis karang. Coral Reef Ecology Lab sering menyertakan siswa dan pekerja magang dalam proyek penelitian dan melakukan berbagai kegiatan penjangkauan dan pendidikan. Adapun fasilitas yang tersedia pada Coral Reef Ecology Lab adalah sebagai berikut :

b. Tangki penampungan air laut

Gambar 2.15 Tangki penampungan air laut (Sumber : https://coralreefecologylab.com/)

Tangki penampungan air laut yang menggunakan air laut langsung di bawah sinar matahari penuh. Sistem ini melacak pola di urnal dan musiman normal dari radiasi, suhu, dan kimia air laut dengan dari sampel yang telah diambil. Tangki dirancang untuk melakukan filtrasi dengan beberapa tahap untuk memastikan air laut alami bebas dari fouling.

Di antara banyaknya eksperimen yang telah dilakukan selama beberapa dekade, fasilitas ini digunakan dalam percobaan replikasi jangka panjang tentang dampak pengasaman laut pada terhadap terumbu karang.

(59)

47 c. Stasiun pemantau cuaca

Gambar 2.16 Stasiun pemantau cuaca (Sumber : https:// coralreefecologylab.com/)

Laboratorium pemantauan lingkungan bertujuan untuk kondisi cuaca untuk kepentingan penelitian ekosistem terumbu karang dan pengaruhnya terhadap kerusakan yang terjadi. Data yang dihimpun termasuk presipitasi harian dan jam, kecepatan dan arah angin, UV, PAR, radiasi gelombang pendek, dan suhu udara dan air.

d. Ruang Respirometri

Gambar 2.17 Ruang respirometri (Sumber : https:// coralreefecologylab.com/)

Laboratorium ini berguna untuk menguji tingkat stres dan pengaruhnya terhadap terumbu karang. Laboratorium ini juga untuk

Gambar

Tabel 1.1 Nilai indeks kesehatan terumbu karang di Kabupateb Wakatobi  tahun 2016
Gambar 2.7 Tsinghua Ocean Center  (Sumber : https://www.archdaily.com/)
Gambar 2.10 Phillip and Patricia Frost Museum of Science  (Sumber : https://www.archdaily.com/)
Gambar 2.11 Aquarium di Phillip and Patricia Frost Museum of  Science
+7

Referensi

Dokumen terkait

produktivitas kawasan terumbu karang perlu dilakukan penelitian yang bertujuan. mengetahui nilai ekonomi terumbu karang di kawasan Taman Nasional

Hasil analisis menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam pelestarian (partisipasi horizontal) ekosistem terumbu karang berkorelasi dengan variabel- variabel; I),

Persentase Tutupan Terumbu Karang Pada Lokasi Transplantasi Karang dan Kawasan Terumbu Karang Alami Pulau Rubiah, Aceh.. Jenis Lifeform Kode Transplantasi

Data di atas menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang di Perairan Pulau Sembilan masih jauh lebih baik jika dibandingkan dengan kondisi terumbu karang di perairan sebelah timur

Kegiatan ini dilakukan di salah satu kawasan terumbu karang yang mengalami kerusakan yaitu Desa Ped dengan kegiatan penyuluhan, pendampingan, penempatan reef

Tipe habitat terumbu karang yang cukup banyak di Pulau Kaledupa memberikan peluang yang besar bagi tumbuhnya berbagai jenis organisme sehingga tergolong biodiversitas terumbu

Data di atas menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang di Perairan Pulau Sembilan masih jauh lebih baik jika dibandingkan dengan kondisi terumbu karang di perairan sebelah timur

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi terumbu karang, potensi sumberdaya ikan karang, kepadatan ikan karang, dan jenis-jenis ikan yang terdapat di kawasan