• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perjalanan sejarah negara kita menceritakan penjualan orang bermula pada masa kerjaaan dan kolonialisme yang dikenal zaman perbudakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Perjalanan sejarah negara kita menceritakan penjualan orang bermula pada masa kerjaaan dan kolonialisme yang dikenal zaman perbudakan"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keamanan internasional di era 4.0 masih tetap merupakan isu yang sangat penting, mendiskusikan isu keamanan internasional tidak lagi hanya berbicara tentang keamanan negara semata. Namun bertolak dari hal tersebut masih ada juga unsur yang penting diluar dari kedaulatan negara yakni Rakyat. Dalam pandangan konvensional, masalah keamanan biasanya dipresepsikan dan ditangani dalam konteks hubungan antarnegara. Artinya, bagaimana menjaga dan melindungi keamanan suatu negara dari ancaman militer yang berasal dari negara lain. Dalam pengertian ini, keamanan dipahami sebagai “keamanan Tradisional”

Dalam proses perkembangannya telah terjadi suatu pergesaran konsep kemanan tradisional ke nontradisional. Lantas dalam hal ini keamanan nontradional yang peneliti angkat yakni kasus kejahatan perdagangan manusia (Human Trafficking). Perjalanan sejarah negara kita menceritakan penjualan orang bermula pada masa kerjaaan dan kolonialisme yang dikenal zaman perbudakan.

Perbudakan dilihat sebagai jawaban logis dari penjajahan dan konsekuensi penguasa yang menginginkan sumber daya manusia untuk kepentingan negara/dinastinya. Maka dari itu perbudakan merupakan jawaban yang sah atas penjajahan.

Menurut Alexis A. Aronowitz Penjualan orang adalah upaya dalam merekrut,mengantar,memindahkan, menyembunyikan, dan menerima dengan

(2)

cara – cara ancaman, kekerasan paksaan penculikan, menipu, membohongi dan mempergunakan kekukasaan atau memperalat kelemahan korban. Dengan tujuan untuk diperjualbelikan, baik jasa maupun pelacuran, hingga diperrbudak dan diambil organ tubuhnya. (2009, p.1) .

Dalam Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, disebutkan perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.

Perdagangan manusia menjadi isu sentral yang hingga saat ini belum dituntaskan baik dinegara besar maupun negara yang masih berkembang layaknya Indonesia. Negara indonesia. Menurut Ika Dewi Sartika (2020:1) menyatakan bahwa saat ini peristiwa perdagangan manusia menjadi perbincangan yang sangat menarik, dikarenakan berbicara pada kontteks perdagangan manusia, negara Indonesia menjadi kasus yang paling dominan saat ini. Bahkan, kasus perdagangan manusia yang disampaikan oleh kedutaan besar Amerika Serikat pada laporannya ditahun 2018 menyebutkan bahwa sepanjangan tahun 2017 Kepolisian Republik Indonesia melaporkan 123 Penyelidikan kasus perdagangan orang. permasalahan penjualan orang sangatlah sukar hal ini dikarenakan ia

(3)

muncul dengan wujud dan permasalahan yang tak nampak seperti halnya kasus ketenaga kerjaan. Pada umumnya masyarakat hanya mengetahui kasus ini hanya sekedar merekrut dan mengirimkan pekerja migran kemudian disana ia mengalami kekerasan fisik ,seksual dan diperbudak. Sebenarnya mereka muncul dalam bentuk yang kadang samar samar seolah olah hadir dalam wujud biasannya, seperti kasus pengatin pesanan yang terjadi dibeberapa tahun lalu.

Peristiwa ini umumnya terjadi pada perempuan – perempuan kalimanatan barat dan dibeberapa wilayah jawa dengan skema dinikahi dengan laki – laki taiwwan. Bahkan pernah terjadi pembagian pamflet pada surat kabar rilisan 9 februari 2021. Pamflet ini disisipkan tanpa sepengetahuan dan izin dari surat kabar nasional , isinya adalah mengajak menikah pada usia 12 – 21 tahun dengan konten dan promosi Aisha Wedding. Konten tersebut disiasati bertujuan untuk penjualan orang

Permasalahan penjualan orang ini bukan sekedar persoalan kejatan saja, namun hal lebih serius ialah permasalahan yang bersinggungan langsung dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Paradigma tersebut berkaitan dengan hal – hal vital dari manusia sepertihalnnya mendapat kehidupan yang layak, sejahterah, hingga pengagungan hak individu sebagai manusia yang bermarwah. Maka demikian, permasalahan penjualan orang ini telah melanggar hal – hal tersebut dikarenakan manusia diperlakukan seperti barang yang dapat diperjual – belikan

Pada tahun 2018, Bareskrim Polri mendapat 95 laporan polisi mengenai Tindak Pidana Penjualan Orang (TPPO) dengan keseluruhan korban sebanyak 297 orang yang diantaranya perempuan dewasa 190 orang (64%), pria dewasa 79 orang

(4)

(27%), Anak perempuan 18 oran (16%) dan anak laki – laki 10 orang (3%). Kasus TPPO yang sering tampak dalam persidangan adalah pelacuran dan pedofilia dan ketenaga kerjaan baik dalam maupun luar negeri dengan motif upah yang rendah yang biasanya di pekerja rumah tangga, pekerja perkebunana, buruh dll.

Kementerian luar negeri mengabarkan ditahun 2018 mereka mengatasi 162 permasalahan warga negara indonesia yang dimana sebagai kobar TPPO di luar negeri, diantaranya : Timur tengah 74 orang, Asia Timur dan Tenggara 47 orang , Afrika 39 orang, kemudian Asia Selaran, Amerika Utara, dan Amerika Tengah masing – masing 1 orang. Sementara itu Badan Nasional Penemparan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) memulangkan pekerja Migran Indonesia Bermasalah (PMI-B) karena menjadi korban perdagangan orang sebanyak 31 orang, TPPO dengan dokumen tidak lengkap sebanyak 85 orang, dan Calon Tenaga Kerja Indonesia Ilegal (CKTKI) sebanyak 21 orang.

Kumulatif kasus TPPO di tahun 2019 sebanyak 318 kasus dan melonjak menjadi 400 kasus ditahun 2020. International Organization For Migration atau yang dikenal IOM melaporkan terdapat korban perdagangan anak sebanyak 80%nya diekspoitasi secara seksual. Hal ini menyebabkan korban yang berada di rumah perlindungan trauma center(RPTC) tidak menurun. Tahun 2017 ada 1291 orang yang mendiami di RPTC. Pada tahun 2018 terdapat 490 orang dan tahun 2019 ada 761 orang. Korban TPPO menempati posisi terbesar, kasus lain seperti kekerasan seksual anak, terorisme dan pelanggaran HAM menempati posisi terendah.

(5)

Gambar 1.1

Grafik Kasus TPPO di Kepri

Sumber : Data Olahan Peneliti 2022

Kota Batam dan Tanjungpinang merupakan daerah Primadona yang sangat mudah untuk melakukan Tindakan Perdagangan orang (Human Trafficking).

Dikarenakan daerah tersebut merupakan daerah yang mudah untuk melakukan perjalanan keluar Negeri, khususnya Kota Batam. Disamping itu daerah tersebut juga merupakan daerah yang sangat dekat dengan negara asing seperti Malaysia, Singapura yang merupakan salah satu daerah tujuan dan jalur TPPO. Ditahun tahun 2014 gubernur Kepulauan Riau telah menindak lanjuti permasalahn Human Trafficking, dengan membentuk satuan tugas yang dinamakan Gugus Tugas Tindak Pidana Perdagangan Orang Provinsi dan Kabupaten/Kota yang termuat dalam . Dalam hal ini telah terbentuk jaringan pencegahan dan penindakan yang terdiri dari Pemerintah, Masyarakat maupun swasta. Maka dari itu pada dasarnya

(6)

Prinsip dalam pembentukan Collaborative Governance telah telah tercipta, yang dimana telah melibatkan beberapa stakeholder.

Menurut Padilla dan Daigle dalam Alfiandri, dkk (2019:12) Collaborative Governance meresepkan sebuah Upaya pengembangan tata kelola pemerintahan kolaboratif sebagai “structured Arragement“ (pengaturan terstruktur). Sedangkan menurut Connick & Innes, dalam Alfiandri, Dkk(2019:12) Collaborative Governance merupakan pengaturan formal yang menyiratkan organisasi dan struktur. Keputusan dalam forum kolaboratif berorientasi pada konsensus dan atau kesepakatan bersama. Pada permasalahan ini peneliti nantinya akan mengkaji bagaimana kolaborasi di pemerintahan kota Batam dan Tanjungpinang. Karena berdasarkan laporan POLDA KEPRI kasus Human Trafficking atau yang dikenal dengan perdangan orang kerap kali terjadi, dengan jumlah kasus yang terus meningkat. Disamping itu upaya dengan membentuk Gugus Tugas Pencegahan dan Penindakan Tindak Pidang Perdagangan Orang ( GT PP TPPO) di tingkat Provinsi maupun kota telah digalakkan. Namun tidak berjalan maksimal. Maka dari itu nantinya peneliti ingin menelaah bagaimana Collaborative Governance yang telah dijalankan selama ini. Karena Collaborative Governance berperan sebagai penengah agar aktor dapat merumuskan pemahaman yang sama dalam permasalahan tersebut. Disamping itu Collaborative Governance merupakan suatu forum yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan. Namun pada kenyataannya permasalah tersebut belum teratasi juga.

(7)

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian yang diangkat ini adalah, Bagaimana Penerapan Prinsip Collaborative Governance di Pemerintahan kota Batam dan Tanjungpinang, dalam pengupayaan pencegahan permasalahan Human Traffiking di Kota Batam dan Tanjungpinang ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui prinsip Collaborative Governance yang diterapkan di Pemerintahan kota Batam dan Tanjungpinang, dalam pengupayaan pencegahan permasalahan Human Traffiking yang ada dikota Tanjungpinang dan Batam.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

Hasil peneilitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan menjadi acuan dalam penelitian berikutnya dengan permasalahan yang sama serta menjadi referensi pustaka bagi penelitian lanjutan

1.4.2 Kegunaan Praktis

Merujuk dari penelitian yang dilakukan, maka secara praktis diharapkan menjadi support sistem yang baik bagi pemerintah maupun penggiat atau aktivis pejuangan manusia. Terlepas dari itu dalam penelitian ini juga, menjadi suatu bentuk pengawasan dan keperhatian terhadap permasalahan penjualan manusia (Human Traffiking) yang ada dikota Tanjung pinang dan Batam.

Referensi

Dokumen terkait

Di Indonesia, Undang - Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang merupakan perwujudan komitmen Indonesia dalam mewujudkan Protokol PBB

1 MARSUM BAGELEN 2 SUKIYAH BAGELEN 3 SUKIYAH BAGELEN 4 EDGAR ARSHAQ ALFAREZEL BANYUURIP 5 FERA HARYANTI BANYUURIP 6 INTAN YATASYA CAROLINAWATI BANYUURIP 7 MUHAMMAD